softness

Selamat datang di blogku...

Hadits

Seungguhnya Allah Ta’ala senang melihat hambaNya bersusah payah/lelah dalam mencari rezeki yang halal.(HR.Ad-Dailami)

Tafakkur

tafakkur berarti memikirkan atau mengamati.

Road

pemandangan yang indah membantu pikiran kita menjadi indah

Al-Qur'an

Dan tidaklah sama kebaikan dan keburukan.Tolaklah keburukan itu dengan cara yang sebaik-baiknya, maka tiba-tiba ia, yang di antara engkau dan dirinya ada permusuhan, akan menjadi seperti seorang sahabat yang setia. Dan, tiada yang dianugerahi taufik itu selain orang-orang yang sabar, dan tiada yang dianugerahi taufik itu selain orang yang mempunyai bagian besar dalam kebaikan. (Q.S. 41: 35-36)

Himbauan

jangan marah, bagimu surga

Kamis, 30 April 2020

Kumpulan Cerpen; At Home




            Sambil tertatih pria krempeng itu tetap berjalan lurus sambil meminggul karung goni. Pakaiannya lusuh berbau semerbak apek. Banyak orang sekitar menjauh karena tidak ingin terkontaminasi. Memilih menutup hidung atau berjalan bagai menghindari mantan. Tapi suasana akhir-akhir ini berbeda. Seakan semua menghilang di depan matanya. Suasana sepi kesana kemari. Yang ada hanyalah kicauan burung yang mulai berani bertengger di pucuk-pucuk pohon tanpa rasa takut terkena senapan. Jalanan lengang bahkan jika pria itu ingin tidur nggeletak disanapun ga akan tertabrak – saking jarangnya kendaraan melintas. Semua sudah mengurung driiri dalam rumah masing-masing akibat pandemic.

            Lelaki itu tahu bahwa banyak larangan untuk keluar rumah tersebar di berbagau media. Mulai dari koran bekas, televisi warung yang tak sengaja dia lihat, hingga obrolan para warga yang melintas. Semua membicarakan tentang penyakit itu, dan semua sadar dan takut jika tertular penyakit itu. membela diri dengan menutup diri di rumah, pemerintah menyarankan untuk work at home, stay at home, productive at home dan berbagai semboyan yang memaksa masyarakat untuk tidak keluar. Supaya penyebarkan virus tidak semakin mewabah. Gelandangan itu tahu, gelandangan itu juga paham. Tapi apa daya, mengurung diri dirumah sama saja bunuh diri, meski toh tidak terkena penyakit juga bakalan mati kelaparan karena tidak mendapat asupan nasi.

            Pria itu masih berjalan lurus, mengumpulkan tiap bongkahan sampah yang ada disekitarnya. Peluh dan bau sudah tidak digubris. Virus apapun sudah di abaikan. Asalkan bisa hidup dengan berjuang itu lebih baik ketimbang berdiam diri.

“woi, jangan masuk area ini, kami sedang melakukan Lockdown di desa kami!” bentak warga kapling.
Tidak hanya disini, banyak teriakan juga didapat di berbagai kapling yang ingin pria krempeng itu masuki. Tapi tak masalah, masih banyak tempat lain yang menyediakan sampah untuknya.

Aku menghembuskan nafas berat…

            Melihatnya saja sudah merasa kasihan – Tiap hari menatap dari dalam jendela kamar – pemulung itu lekas berlalu meninggalkan tempat. Berlabuh ke tempat lain untuk mengais sampah.

“le, jangan lupa kalo ada tugas atau kuliah”
“iya buk” sahutku dari dalam kamar.

Kembali menatap layer smartphone, sebentar lagi waktunya kuliah online. Aku sama sekali tidak memperhatikan berapa kali absen yang sudah terlewat. Tak peduli lagi berapa nilai IP semester yang akan di dapat sekarang. Asalkan semua matkul lulus, itu sudah lebih dari cukup. Lagian aku belum bisa maksimal melakukan metode ini. Mesti terlihat mudah namun ternyata menyesuaikan perkuliahan ini lebih sulit dari yang dikira. Mulai dari jadwal yang tidak teratur hingga kadang ketiduran saat kelas berlangsung.

            Apalagi niat di dalam diri juga belum terbangun menambah kemalasan Ketika melakukan apapun. Entah itu tugas, organisasi, maupun kegiatan rumahan. Semua dilakukan melalui rebahan. Sambil sekali menatap keluar jendela melihati mereka yang masih pontang-panitng bertahan hidup di luar sana. Melakukan cara apapun untuk bisa mengisi perut mereka.

“bro, nanti kalau sudah selesai bagi tugas ya”

WhoApp Kembali berdering. Temanku ini memang selalu mencari jawaban di berbagai tempat termasuk aku. Yah aku memang tergolong cepat Ketika melakukan sesuatu. Hal itulah yang bisa membuatku malas sampai mendekati deadline.

“ya, kalo beres, ga janji” timpalku seadanya.

Kehidupan yang dimulai dirumah, aku hanya bisa merasakan betapa sepinya karena tiap hari harus mendekam disini. Tidak merasakan susahnya mereka yang masih berkeliaran di luar untuk mencari pundi rezeki.

            Melihat berita isinya hanya tentan covid. Yang trending-trending juga berbagai macam hal konyol, tidak mendidik, dan tidak penting. Tidak ada sesuatu yang menggugahku. Tak ada siaran piala Euro yang mungkin bisa kami sekeluarga nikmati selama puasa andai wabah tidak terjadi. Bisa melihat anime launching tepat waktu, bisa nongkrong bareng temen. Para pekerja harian juga dapat asupan gizi, dan PHK besar-besaran tidak akan terjadi.

“tapi aku percaya segala hal pasti ada hikmahnya” balas seseorang Ketika melihat status galau ku di whoapp.
“hee, memang apa hikmahnya?”
“do’a-do’a mereka yang suka rebahan terkabul”
“montoon bercanda”
“haha, dari dulu lu juga sama kan pasti berharap bisa libur Panjang dikala kesibukan kuliah”
“iya sih pernah”
“nah itu salah satu hikmahnya, kita dibuat merasakan libur panjang”
“tapi tetep aja nyesek kalo tugasnya bejibun kek gini. Pamadatan kuliah dll”
“haha, nikmati aja boss. Mungkin juga hikmah supaya lebih dekat dan bisa sharing-sharing bareng keluarga. Udah lama kan lu ga di rumah”

Aku hanya bisa membalas emoticon senyum. Sudah terlalu lama aku tidak tinggal dirumah hingga melupakan nama beberapa orang di sekitar tetangga rumah.

            Apa yang bisa dilakukan dirumah selain menganggur seharian. Bertingkah seolah produktif tapi nyatanya selalu mencuri waktu untuk bermain dan membuang waktu. Masa yang begitu mencekam dimana hampir segala sesuatu tidak bisa dilakukan. Hanya berbekal jaringan, mau tidak mau banyak orang mulai berpikir dan harus berubah demi mengarungi kehidupan secara maksimal.

“dimasa peralihan seperti ini aku tidak bisa betah dirumah. Tugas menggunung bahkan sampai tidak bisa mengikuti proses belajar perkuliahan”
“meski ada saja orang yang masih betah dan berusaha keras mengikuti kelas”
“aku bahkan sampai lupa rasanya hari minggu, karena kesannya semua hari itu seperti libur”
“gila aku ketinggalan banyak tugas”
“ya ampun kenapa ga ada yang pc aku siang tadi, aku ketiduran ga ikut kelas!”

Grub Whoapp mulai ramai.

Beberapa orang merasa tidak terima Ketika diwisuda online, beberapa juga harus melewatkan momen penting kelulusan SMA dengan wisuda online. Rapat online, organisasi online, kajian online. Tapi itulah yang terbaik yang bisa dilakukan sekarang.

“apa yang harus kamu lakukan sekarang?”
“adaptasi”




Jepara, 30 April 2020

MHA 


Selasa, 28 April 2020

Pandemic Covid 19




            Apa yang bisa dilakukan dirumah? Awalnya cukup senang dengan situasi ini, apalagi di surat edaran pertama tersedia waktu dua minggu sehingga bisa digunakan untuk pulang kampung. Saya pikir wabah ini memang hanya sementara terjadi dan setelah dua minggu perkuliahan akan berjalan seperti biasa. Namun takdir berkata lain. perpanjangan masa waktu untuk berkuliah di rumah terus di perpanjang. Hingga satu semesester ini harus saya rasakan untuk berkuliah full dirumah hingga semester ini selesai.

            Well, memang semula terasa menyenangkan karena tidak harus mandi, bersiap menyalakan motor, dan pergi ke kampus. Cukup rebahan sambil melihat dosen di zoom, mengerjakan tugas di leptop, atau sekedar menyimak perkuliahan di WAG.

            Tapi lebih dari itu, lama-lama terasa sangat membosankan apalagi di rumah bawaannya selalu males dan tidak produktif, saya takut hal ini akan berimbas ke hal yang lebih besar dan menjadi kebiasaan di masa depan. untuk itu berkenaan sekarang memasuki bulan Ramadhan beberapa waktu yang semula luang bisa diisi dengan agenda meningkatkan amal. Namun itu juga belum cukup. Karena perkuliahan juga akan dipadatkan menjadi tanggal 22 mei, serta organisasi yang sudah menuntut untuk berperan aktf di berbagai media online. Semua hal itu harus bisa teratasi. Meski tubuh memang menjadi sangat malas untuk bergerak menyelesaikan semuanya.

            Dari sini mungkin saya masih bersyukur, walau dirumah kebutuhan dasar masih bisa terpenuhi dengan baik. Tak bisa membayangkan betapa susahnya para pekerja harian di luar sana yang sekarang tengah kelaparan di tengah pandemic.

            Salah satu hal yang bisa saya lakukan adalah terus belajar dan berkembang. Meski tubuh terasa jenuh karena hanya berlabuh pada satu tempat. Melihat betapa susahnya di luar sana mungkin bisa memantik semangat yang luntur. Sebisa mungkin pulih bersamaan dengan peningkatan amal di bulan Ramadhan.

            Pemerintah sudah menghimbau supaya masyarakat tidak bepergian kecuali agenda yang sangat mendesak. Saya bisa rasakan itu terutama di daerah zona merah yang mereka selalu was-was jika ingin keluar. Tidak di sini – saya berada di zona hijau – yang para anak kecil masih bebas bermain di luar sana. Tapi kekhawatiran saya tidak berlaku bagi mereka yang membangkang dan merasa kuat untuk bermain dan ngerumpi di luar Bersama teman-teman.

            Saya bukan anak rebahan atau anak yang betah tinggal di suatu tempat. Saya akan merasa sangat lemah Ketika melakukan hal itu. bisa dilihat sekarang perut saya sudah mulai membuncit dan kurang berolahlaga, padahal asupan ke dalam perut begitu banyak melebihi batas tenaga yang dikeluarkan.

            Terlepas dari konspirasi dari berbagai media bawah tanah yang mengindikasi jika semua ini adalah ulah elite global. Saya memang memikirkannya Cuma fokus harus tetap kepada pengembangan diri. Untuk itu sekaranya saya harus membuat procedure apa yang pantas untuk saya lakukan kedepan dan merencanakan Kembali hidup saya jika hal buruk terjadi dan masa penangguhan stay at home di perpanjang hingga akhir tahun. Semoga kita semua lekas bisa selamat dan keluar dari situasi pelik ini.

Jumat, 13 Maret 2020

Kumpulan Cerpen; Apatheia

https://wall.alphacoders.com/



            Ketika membual tentang masa depan, Kita berkhayal membuat sebuah mahakarya besar perubah peradaban. Berharap meraih gambaran sempurna dalam menjalani tiap liku kehidupan. Berperan menjadi seorang protagonist, dalam serial film bioskop kesayangan.

“bukankah dulu kamu ingin menjadi seorang pemain bola?” – Haikal.
Rei tersenyum simpul “em, aku ingat. Saking kebeletnya ingin menjadi pemain pro, pada hari itu juga aku sampai menangis untuk segera dibelikan sepatu bola”
“tapi lucunya itu hanya bertahan beberapa minggu saja ya, hingga kamu keluar dari SSB”
Rei mengangguk. “yah, hanya sesaat, lalu dorongan itu perlahan lenyap. Bagai sariawan yang diobati lasegar”
“setelah itu kamu sempat berganti cita-cita. Mulai dari hal konyol seperti ingin menjadi badut, hingga sesuatu yang hebat seperti seorang ilmuan, dan kamu mengatakan itu dengan sangat percaya diri dan penuh keyakinan”

Rei mengingatnya “hari-hari yang menyenangkan”
“aku selalu menantikannya, dorongan-dorongan yang pernah kamu ciptakan di masa lalu, membuatmu berani mengambil jalan berbahaya untuk menggapai suatu tujuan”
Rei duduk santai di samping Haikal. Berdua menikmati senja ditemani hembusan angin berbau tebu. Dia Mengarahkan pandangannya ke langit. Di bawah pohon rindang membujur hamparan dataran tanah luas yang ditanami ratusan tebu berbatang besar.
“Kamu benar Kal, dari dulu aku sering berganti pilihan untuk mengambil sebuah keputusan”
“mengapa?” Tanya Haikal. Melihat wajah sendu Rei yang ketika itu masih menatap kosong sang senja.

Rei berpikir sejenak. Mengingat segala hal yang membuatnya ragu selama ini. “jalan itu, atau manusia, atau kebosanan, atau bisa jadi…”
“bisa jadi…?”
“bisa jadi aku tidak menemukan diriku yang asli di jalan itu”
Hening sejenak, sekawanan burung berkelompok di atas membentuk formasi ‘V’ untuk terbang ke arah utara. Awan mulai berkumpul menutup langit. Senja perlahan mulai redup dihempas angin. Dua sekawan itu masih berada disitu, terdiam untuk menantikan sesuatu yang telah lama mereka cari.
“dirimu yang asli memang seperti apa?” tanya Haikal. Sebuah pertanyaan dadakan yang meluncur keluar dari tenggorokannya. “apakah kamu mengetahui tentang dirimu sendiri?”
“diriku sendiri? Diriku yang asli ya…” Rei berpikir sejenak, berusaha memahami bagian dirinya yang hilang.
“apa kamu sendiri juga tidak tahu?”
Rei mengangguk.
Haikal tersenyum.

“memang tidak mudah untuk mengenali diri sendiri. Itu hal dasar yang harus kamu kenali sebelum mengenal orang lain”
“aku hanya mengingat diriku yang dulu lebih hebat, lebih berani, lebih perkasa…”
“tapi kamu dulunya juga yang paling cengeng, paling penakut, dan paling ceroboh…”
“seorang yang tidak ingin mendapat luka apapun, sekaligus seorang yang ingin menerjang ke depan tak peduli dengan berbagai luka yang ada”
“seorang yang tak peduli dan tetap maju sejauh apapun rasa sakit yang di dapatnya”

Rei dan Haikal tersenyum. Tatapan Rei yang kosong kini mulai terisi, matanya yang sayu perlahan kembali normal.
“namun orang seperti itu sudah tidak ada lagi. Rasanya seperti… menjadi orang lain” – Rei.
“rasanya seperti tidak menjadi diri sendiri, atau berubah menjadi diri yang lain?” – Haikal.
Rei menggeleng “diriku tetaplah diriku”
“kamu benar…”

***



            Waktu bergulir semakin menjelaskan keberadaan kehidupan. Entah itu mengarah kepada suatu hal suram atau kepada kebahagiaan. Usaha dan harapan yang kuat dalam meraih cita-cita. Serta pengorbanan tanpa kenal lelah untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Tak bisa di pungkiri hal itu bisa lenyap hanya dengan sebuah ketukan kecil dari dalam diri.

“perubahan itu apa selalu membawa kepada kebaikan?” – Rei.
“Perubahan kadang membawa pada kehancuran” – Haikal.
“bukankah lucu banyak orang disana ingin sekali untuk berubah…”
“mereka berharap dengan perubahan itu akan menjadi lebih baik”
“perubahan untuk menjadi lebih baik? Atau justru kebaikan yang mereka khayalkan sebenarnya mengarah ke kebaikan yang menjerumuskan?”
“aku tidak bisa menjawabnya” Haikal memalingkan mukanya kebawah. Menatap rerumputan yang tumbuh di sekitar tempat duduknya ”lagi pula, aku bukanlah orang yang berhak mengomentari perubahan seseorang”

Rei terdiam.

Dalam benak Rei masih memiliki tekad dan harapan untuk di capai di masa depan. Kemauan kuat untuk mendapatkan impian yang telah lama di idam-idamkan. Berharap agar terus bangkit sebanyak apapun dirinya terjatuh ke dalam jurang. Berharap masih mampu berdiri walau beribu kali tubuhnya ambruk tertusuk panah.

“hidup … apakah sesulit itu?” – Rei.
Haikal menggelengkan kepalanya. “yang ada merekalah yang mempersulit diri”
“menurutmu… Bagaimana sikapmu atas cara pandang orang lain?”
“mengapa kamu bertanya hal itu?”
“dari dulu aku tidak pernah terusik seburuk atau sebaik apapun seseorang memandangku”
“lalu?”
“sekarang aku mulai merasa terusik atas pandangan itu”
“apakah itu yang membuat beban di dalam dirimu”
Rei mengangguk, berpikir bahwa hal inilah yang membuatnya berubah.
“kalau dari pandanganku… kita hidup bukan untuk memenuhi ekspektasi orang lain”
“Maksudmu?”

Haikal tersenyum “Kita hidup sejatinya untuk diri kita sendiri, termasuk setiap langkah yang kita bangun. Jika hidup hanya untuk memenuhi ekspektasi orang lain, jelas saja hidupmu serasa terkekang karena sibuk memenuhi keinginan mereka terhadapmu”
Rei Paham. Sambil tersenyum dirinya mulai memutuskan sesuatu “terimakasih”
Haikal tersenyum.
Rei ikut tersenyum.

            Segala yang diusahakan belum tentu akan berdampak pada perubahan. Yang dinilai bukanlah hasil sementara yang ada di lapangan. Namun hasil akhir ketika pertandingan itu telah selesai. Sejauh apapun, sekeras apapun seorang ingin berubah dan beralih itu tidak menjadi masalah. Toh mereka akan mendapatkan ganjaran sesuai dengan usaha yang mereka lakukan ketika bermain. Ketika waktu itu masih berjalan.

“aku sekarang sadar, bukan hanya soal orang lain. bahkan bukan hanya soal diri sendiri”
“kehadiran orang lain memang penting, kehadiran diri juga sama penting, jadi mengapa kamu memilih untuk berganti yang lain?”
“tidak ada yang lebih penting dari pada hidup yang memiliki tujuan pasti”
“semua sudah ada jalannya. Tinggal kita mau berjalan menyusurinya atau tidak”

Rei tersenyum, Haikal ikut tersenyum. Sejauh ini mereka hanya bisa melihati diri mereka terus berubah digiring oleh waktu. Bercanda, berkumpul, bermain, bertemu, dan berpisah. Diantaranya mereka harus membuat keputusan untuk bersikap, di antaranya kadang harus memperoleh suatu hal agar tetap ada, terus bersemangat dalam menempuh hari, dan berharap waktu terakhir menjadi kemenangan manis.





Surakarta, 12 Maret 2020

M         H         A

Kamis, 06 Februari 2020

Kumpulan Cerpen ; Ataraxia




            Surejan hanya bisa pasrah menerima gempuran problem yang berkecamuk di dalam otaknya. Tak siap dengan masa depan dan kedewasaan yang sebentar lagi datang menghampar. Sinar harapan di matanya lenyap, begitu juga hati dan jiwa tak sanggup lagi menerima kenyataan hidup yang kian menusuk urat nadi di lehernya.

            Namun semua itu berubah ketika Surejan secara kebetulan melihat seekor kodok. Tadinya Surejan sangat takut dengan hewan berlendir menjijikkan itu. tapi entah kenapa sekarang hewan berlendir itu menjadi pusat perhatian Surejan. Katak itu berdiam dalam genangan air, sambil sesekali bernyanyi saling menyahut dengan kodok – kodok lain. Surejan tidak tahu menahu mengapa sangat menikmati para kodok itu bernyanyi riang di antara rintikan hujan. Serangga-seangga lain saling menyahut. Menyambut dan meramaikan hujan deras yang sebentar lagi mengguyur kota itu.

“Kodok itu…”  (batin Surejan)

Dia memperhatikan senyuman yang menerkah pada kodok itu. begitu juga dengan kodok-kodok lain yang nangkring di genangan lain. Hujan lebat dan badai petir tak membuat nyali kodok ciut, justru mereka semakin lantang bernyanyi.

Kang kung kang growk kung kang kung growk ~
kung kang kung growk kung kang kung growk ~

hingga tak sadar satu jam telah berlalu dan Surejan masih saja menatap kodok-kodok itu.

“Aku kira lu takut sama kodok Sure. Mau makan Swike?” tanya Nopejan yang sudah berada disampingnya sambil memainkan game keluaran terbaru.
“Kau bercanda! melihatnya saja sudah membuatku muntah” Kata Surejan dengan ekspresi jijik
“Lantas kenapa sekarang kamu ga muntah-muntah? Padahal dari tadi kamu liatin kodok itu” sambil menunjuk kodok hijau besar yang ada di depan kosan.
“Yang kulihat sekarang bukanlah kodok yang menjijikkan…”
“Nani?...”
“Kodok yang sekarang ada didepanku ini sangat special. Dia mengajarkanku bagaimana cara menjalani kehidupan ini dengan lebih terbuka dan sederhana”
“Heh, plis jangan halu. Aku tahu sekarang kerjaanmu makin banyak tapi jangan sampai hal itu membuatmu menjadi sinting!” Nopejan mulai ketakutan dan menghindar beberapa meter dari Surejan.
“Gua masih waras cuy. Kalau lu ga ada kerjaan, ayo bareng nonton orchestra kodok yang ada di depan kita” ajak Surejan
“Ogah ah! mending gue main WODN buat dapat CP gede. Bye. Nikmatin kesintingan lu” Nopejan berlalu menuju ke kamarnya.

Surejan tidak terusik dan tetap melanjutkan menatap kodok-kodok itu, dia mulai mendapatkan sebuah inspirasi dari seekor kodok yang bernyanyi di tengah guyuran hujan lebat.

“Aku ingin menjadi seekor kodok” (batin Surejan) “bernyanyi penuh riang bersama teman-teman yang lain. Badai diluar tak mengusiknya, bahkan kodok-kodok itu makin lantang bernyanyi. Padahal kodok-kodok itu tahu di luar sana petir bisa saja membuatnya menjadi Swike goreng”
“Lantas mengapa aku malah selalu merasa terbebani? Mengapa aku selalu berpikiran dangkal dan selalu protes dengan beban yang ada di sekeliling. Merasa takut dengan tanggung jawab yang akan didapatkan nanti, bahkan mencoba menghindari berbagai macam masalah dengan melarikan diri? Ya, aku harus menghadapi kehidupan. Seperti para kodok yang menikmati hidupnya di atas guyuran hujan”

Surejan membuka kamarnya lebar-lebar. Semua keluh kesah hilang saat itu juga. Semangat yang sudah luntur berbulan-bulan kini kembali bagai ditransfer oleh fiber optic berpaket 100/mbps.

“Akan kubuat hidup ini tidak ada penyesalan, jika ada sesuatu yang disesalkan, penyesalan itulah yang membuat kita kesal” (batin Surejan)

Tanpa banyak bacot, Surejan mulai menganalisis problem apa saja yang membuat tidak semangat, apa yang membuat tetap semangat, apa yang sekiranya mengganggu, apa yang membuat bisa berjuang, apa yang menghalangi untuk bisa tersenyum, apa yang membuat pikiran frustasi, apa yang bisa membuat tertawa, apa yang bisa membuat menangis, dan apa-apa lain yang berhubungan dengan kehidupannya sehari-hari.

“dahulu aku terlalu banyak berpikir ruwet. Sampai lupa betapa sederhananya mendapatkan kebahagiaan itu. dahulu aku terlalu ambil pusing dengan beban hidup serta rutinitas yang membelenggu. Sampai aku lupa betapa sederhana hidup ini seperti yang pernah aku rasakan ketika kecil” kata Surejan penuh dengan senyuman, sesekali dia menirukan suara kodok yang menginspirasinya di dalam kamar.

Growk growk… Kang kung kang kung ~ Surejan menirukan suara kodok dengan irama yang mengenaskan.

Nopejan yang mendengar suara Surejan lekas cepat-cepat kabur dari kamar. Mencoba menelpon kating untuk membawa Surejan ke RSJ terdekat.
“Ada apa Nope? Gue lagi jalan-jalan sama kucing nih”
“Penting mas. Gara-gara tugas yang dikasih mas Reynhard kemarin, Surejan jadi makin sinting! Kalau ga cepet-cepet aku takut ntar ketularan” Kata Nopejan sambil menangis ketakutan.
***


Setelah menganalisis tiap ‘apa’ saja yang ada dalam kehidupannya, Surejan mulai menanyakan ‘mengapa’ dirinya hidup? Mengapa dirinya berjuang? Mengapa dirinya membenci? Mengapa dirinya mencintai? Mengapa hidupnya sumrawut? Mengapa hidupnya tidak tenang? Mengapa kaos kakinya bolong? Mengapa guntung kuku nya ilang? Dan berbagai problem lain yang selalu menjadi pertanyaan dikala gusar. Sebuah jangkar yang selalu menghalanginya bergerak maju. Masalah-masalah itu bagaikan jangkar yang menghentikan kapal sampai ke tujuan. Jika tidak dihilangkan, yang ada akan membebani kapal untuk sampai ke seberang.

Surejan mulai mengerti sedikit dari arti kehidupan. Mulai memahami arti dari kedewasaan. Mulai belajar dari kesalahan untuk menggapai tujuan. Surejan sadar tidak setiap saat terus mengeluh seperti anak-anak remaja. Mulai tersadarkan dan menghilangkan emosi negative dengan senyuman. Untuk kesekian kalinya, Surejan merasa yakin bisa menghadapi berbagai hal yang ada di depan dengan dada membusung.
***


            Suara serine ambulan terdengar di luar kosan. Surejan mengerti mungkin karena nyanyian kodoknya membuat Nopejan mengira dia telah sinting.

“tak apa Nope, aku tidak akan membencimu karena ini. Kamu bisa mencancel orderan mobil RSJ mu itu” kata Surejan.
“TIDAK!!! Aku gamau sebelahan kamar sama orang sinting kaya kamu!” kata Nope setengah sinting.
“yang ada, jika kamu terus stress begitu, kamulah yang bakal jadi sinting”
“DIAM, aku gamau denger itu dari orang sinting!” suara Nopejan semakin keras hingga terdengar tetangga sebelah.
Dua orang perawat keluar dari mobil ambulan.
“oke, sekarang siapa yang harus kami bawa menuju ke RSJ Setia Burhan?”
“DIA ORANGNYA DOK!” sahut Nopejan. Menunjuk dengan bringas ke arah Surejan.
“apakah benar?” kata sang dokter memastikan.
“jika benar, kalian harus tahu siapa yang harus dibawa ke RSJ” sahut Surejan dengan senyuman hangat. Emosinya jauh terkontrol karena sudah mempelajari arti-arti kehidupan dari sang kodok.
“CEPAT DOK BAWA DIA, KESINTINGANNYA SUDAH LEVEL AKUT! AKHH…” kata Nope sambil memeluk sang dokter berusaha menghindar dari tangan Surejan. Sebenarnya Surejan berniat untuk menenangkannya.

“tolong ya dok, rawat dia dengan baik” sahut Surejan.
“baik mas, saya akan bawa pasiennya ke RSJ sekarang” kedua dokter itu sekuat tenaga menggiring Nopejan ke dalam mobil ambulan berjeruji besi.
“WOI BANG*AT KENAPA GUA YANG MASUK RSJ, WOI, ASW, JANGKR*K” Nopejan tak hentinya misuh-misuh sambil memelototi Surejan.
Surejan tersenyum sambil melambaikan tangan ke arahnya. “semoga lekas sehat sobat” sahutnya penuh perhatian.
“TIDAAAK BUKAN AKU YANG SINTING. KALIAN SALAH ORANG, B*DEBAAAH!”
Mobil ambulan berlalu dengan suara jeritan dari Nopejan.

“seorang yang tidak mengerti arti dari kesederhanaan hidup akan berakhir dengan mengenaskan. Itulah petuah dari kodok sensei. Kalian tak akan bisa melawannya dengan pikiran kompleks”

Surejan menatap langit biru, banyak hal yang harus dilakukan untuk menikmati kehidupan. Merasakan rasa syukur atas apa yang dimiliki. Mencoba memanfaatkan apa yang dia punya untuk mengerti apa yang menjadi kekurangan. Mencoba memahami diri dan tidak membenci diri adalah hal dasar untuk menikmati dunia. Menyederhanakan pola pikir dan tindakan merupakan hal lumrah untuk melihat kebahagiaan. Menghindari tekanan, amarah, rasa furstasi, sehingga bisa menangkap penuh kesempurnaan yang terpampang jelas dalam matanya…

Sang kodok terlihat tememplek di batang pohon. Surejan berterimakasih telah mengingatkan dirinya dari keterpurukan akan kedewasaan. Mengucapkan syukur kepada tuhan karena telah kembali diingatkan dengan perantara makhluknya. Kemudian kembali masuk ke dalam kosan dengan perasaan tanpa beban.




Surakarta, February 6, 2020

MHA

Rabu, 05 Februari 2020

Pemimpin itu Mengatur, Bukan di Atur




            Seorang pemimpin puncak diharapkan dapat menggerakkan tiap komponen yang ada di bawahnya guna mencapai tujuan organisasi. Pemimpin harus mampu memandang segala sesuatu dengan pandangan luas dan dari sudut pandang yang berbeda. Jika tidak, seorang pemimpin tidak ada bedanya dengan anggotanya. Seorang pemimpin harus memiliki horizon luas dan Cakrawala penglihatan yang mencakup hingga ke pelosok terkecil dari organisasi.

            Pemimpin dituntut untuk memiliki wawasan yang luas agar sudut pandang yang dihasilkan tidak bias. Meski begitu perlu adanya sikap menerima masukan sebagai penambahan wawasan. Sikap kritis seorang anggota merupakan Mutiara yang harus dibina dan di kembangkan, dibarengi dengan sikap tegas dan bijak dalam mengatur keputusan. Untuk itu perlu pemahaman serta wawasan yang cukup dalam agar logika berpikir tetap dalam koridor yang seimbang.

            Dalam praktik sehari-hari memang tidak mudah mempraktekkan teori yang sudah diketahui sebagai seorang pemimpin, perseteruan dan bertindak arif dikala banyak anggota yang tidak sepakat menjadi dilema tersendiri yang harus segera diselesaikan agar menemukan jalan keluar terbaik. Dalam buku Strategic Leadership, AB Susanto mencontohkannya ketika presiden amerika ke-38 Richard Nixon terkena kasus Watergte dan yang membuatnya harus menngundurkan diri. Kemudian Ford yang kala itu menjabat sebagai wakil presiden, naik menjadi presiden. Ford setelah dilantik kala itu mengambil keputusan berani dengan mengampuni tanpa syarat Nixon dengan kasus-kasus yang menjeratnya. Hal itu Ford lakukan agar Amerika tidak melulu mempermasalahkan problem tersebut serta berupaya agar amerika bisa terus memandang ke depan. Sontak banyak kritikan pedas orang yang tidak sepakat dan menentang keputusan Ford, hingga pada akhirnya dia tidak terpilih menjadi presiden di periode selanjutnya.

            Namun selang bertahun-tahun kemudian, banyak yang memuji keputusan Ford ini sebagai langkah yang tepat agar AS melangkah kedepan, tidak terkungkung oleh masa lalu. Bahkan seorang Ted Kennedy yang dulu menentang keras keputusannya menjadi luluh dan paham dengan keputusan bijak Ford.

            Pemimpin tidak boleh takut dengan putusan mayoritas yang ada, karena mayoritas belum tentu benar, perlu pandangan luas dan kebijaksanaan untuk menghasikan keputusan yang tepat, walau di akhir dilemanya akan di jauhi dan tidak dipercaya oleh beberapa anggota. Namun selaras dengan itu, banyak orang yang akan sadar ketika mereka melihat hasil yang diperoleh dari keputusan tersebut.



Pemimpin adalah Penggerak

            Seorang pemimpin harus tetap menjaga mesin yang ada di organisasinya tetap panas dan terus bergerak. Roda harus diputar demi terus menjalankan kelangsungan organisasi. Tugas utama pemimpin adalah menemukan harmony dan sinkroniasi Gerakan antara tiap bidang yang ada. Bukan malah mencampuradukkan dan saling menyalahkan. Integrasi antar bidang sangat penting agar proses keberlangsungan bisnis bisa berjalan saling beriringan. Disharmoni menyebabkan kekacauan dan berdampak pada permusuhan antar bidang. Jika irama tidak sinkron, tujuan organisasi sulit tercapai.

            Pemimpin secara psikologis harus mengetahui konflik problem yang mengemuka atau tersembunyi di dalam organisasinya. Saat itulah dia harus mengendalikan irama, kapan harus turun tangan, kapan harus menyelesaikan dan membiarkan untuk sejenak. Timing sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Jangan sampai seorang pemimpin itu buta dan hanya fokus pada tujuan. Namun onderdil dalam organisasinya berantakan.


Selasa, 04 Februari 2020

Politicking



Adalah sebutan untuk politik kantor yang biasanya terjadi dalam organisasi profesional. Politicking digunakan untuk mendapatkan keuntungan dan merealisasikan tujuan dalam wadah organisasi atau kantor tersebut, baik itu untuk diri sendiri, kelompok maupun organisasi secara keseluruhan. Keuntungan dapat berupa asset berwujud, asset tak berwujud, maupun kewenangan dan loyalitas anggota.

            Politicking kerap kali dilakukan untuk mendominasi sebuah perusahaan agar terkontrol dan sesuai dengan arah tujuan sang pemangku kepentingan. Kedengarannya memang jahat (hampir mirip istilah kata dictator yang diperhalus), Tapi bukan berarti politik kantor itu selamanya jahat, bisa jadi baik tergantung siapa yang menggunakan.

            Jika ada dua kubu yang melakukan politicking, intrik dan saling sikut pasti akan terjadi untuk mendapatkan dominasi publik. Selama ini politik kantor selalu di pandang negative, yang mengarah kepada perpecahan dan permusuhan, sejatinya politicking mempunyai manfaat tersendiri jika di representasikan dengan benar. Bila kegiatan tersebut dilaksanakan untuk kepentingan organisasi agar tumbuh berkembang. Justru berdampak pada ke efisienan perusahaan, memperkuat hubungan interpersonal dan secara bersamaan menguntungkan individu serta organisasi yang bersangkutan. Intinya jangan sampai politicking disalahgunakan untuk memenuhi Hasrat kepentingan pribadi.

            Dalam melaksanakan politicking yang baik dan benar. Peran pemimpin sangat krusial dalam mengarahkan dan menumbuhkan ikatan dan rasa saling percaya para anggotanya. Menghindarkan perselisihan, penyelewengan, serta rasa tidak puas yang nantinya akan memicu kudeta serta menghambat kinerja yang sudah ada. Seorang pemimpin yang strategis tak akan kehabisan akal untuk mengatasi berbagai macam penyelewengan yang tidak tunduk pada jalan lurus organisasi.


Untuk memaksimalkan politicking, dalam buku Strategic Leadership, AB Susanto mengatakan “…pimpinan perusahaan harus dapat menanamkan rasa saling percaya di antara para karyawan. Komunikasi terbuka harus dikembangkan… yang intinya adalah, ketika keterikatan karyawan itu renggang, maka politicking justru akan menjadi masalah ketika diterapkan. Hal itu akan memicu konflik perpecahan yang bertimbal balik menyusahkan pimpinan, pertumbuhan organisasi tersendat, bahkan dapat menghancurkan organisasi dari dalam.

            Mencari pendukung dan orang kepercayaan merupakan kewajiban bagi pemimpin ketika ingin menjalankan politicking. Sikap saling terbuka sangat penting untuk memperkuat koalisi dalam menggaet anggota organisasi lain.  pemimpin disini sebelum melaksanakan program yang diingini juga harus memahami kewajiban perusahaan dan mencontohkannya kepada anggota.

Seperti dulu Mandela pernah melakukan politicking. Mandela mengundang para tamunya untuk makan malam baik itu musuh maupun kawan. Mandela yakin bahwa dengan merangkul rival atau musuhnya, ia dapat mengendalikan mereka. Jika tidak dirangkul, mereka justru akan lebih berbahaya. Hal ini diperlukan untuk mendapatkan loyalitas dari penawaran keuntungan yang di dapatkan.

Selasa, 28 Januari 2020

Berani tidak Disukai




Ada dua makna kata yang tertangkap dari judul buku yang sedang saya baca akhir-akhir ini. Awalnya saya pikir ‘berani tidak disukai’ adalah salah satu deklarasi seorang yang berani mengambil keputusan penting dan bijak walau banyak orang nantinya tidak akan menyukainya. Sebuah bentuk keberanian yang tidak takut dengan cara pandang orang lain terhadap dirinya. karena sejatinya hal itu dilakukan untuk kebenaran dan keadilan. Namun sepertinya saya salah kaprah. Meski pada hakikatnya pemikiran awal saya masih koheren dengan topik bahasan dalam buku ini.

Namun setelah saya selesai membaca buku ini. Saya baru tersadar dengan makna lain yang tersembunyi dalam judulnya ‘Berani tidak disukai’ yang berarti “sikap berani itu tidak lah disukai kebanyakan manusia” berani tidak disukai’ yang dijabarkan adalah sikap mental manusia yang selalu menghindari perubahan karena takut akan perubahan tersebut. Takut akan bekerja lebih keras, takut dengan lingkungan baru, takut dengan pandangan orang-orang ketika berlatih maju di depan panggung, takut salah ketika mengerjakan sesuatu. Dan berbagai macam ketakutan lain yang membuat seorang manusia lebih memilih untuk masuk ke zona nyaman tanpa sama sekali ingin berubah.

            Penulis memaparkan sudut pandang yang berbeda dengan menitikberatkan pada diri selaku pemilik jasad, dia yang bertanggung jawab atas segala keputusan dan pilihan yang hadir dalam dirinya. Mulai dari dirinya yang penakut, pemberani, suka membenci, suka bergaul, nakal, baik hati. Keseluruhan hal tersebut terbangung sebagian besar atas piliihannya sendiri dari penafsiran subjektif yang dia lihat di sekelilingnya.

            Opening yang terdapat dalam pendahuluan buku ini langsung memikat saya dengan pecakapan dua orang antara Filsuf dan pemuda (mereka terus berbincang dari awal hingga akhir buku ini). Pada mulanya sang pemuda bertanya pada Filsuf.

“apakah kau percaya bahwa dunia ini, dalam segala cara, adalah tempat yang sederhana?”
“ya, dunia ini sangatlah sederhana, begitu juga kehidupan” jawab sang filsuf
“jadi menurutmu segala persoalan yang ada dalam hidup ini juga sederhana?”
“ya, tentu saja”

Sang pemuda tidak terima dengan pernyataan sang Filsuf, karena pemuda itu telah merasakan perih dan sakitnya dunia ketika dirinya beranjak dewasa, mulai dari bekerja, membayar pajak, hubungan rumit keluarga dan teman, deskriminasi, pembantaian. Dan segala macam kegelapan dunia yang dilihat dalam hidupnya.

            Tapi sang filsuf tetap kokoh dengan pernyataannya yang mengganggap kehidupan itu tidak sekompleks itu, sangat sederhana. Mau tidak mau konflik pun terjadi. Perdebatan Panjang antara anak muda dan filsuf berjalan alot hingga memenuhi dua ratus halaman lebih buku ini.

Terdapat banyak intrik yang menarik, pandangan dari sudut pandang baru dari berbagai persoalan, hingga pengetahuan akan unsur diri terbahas dengan sangat jelas disini. Pembaca seperti digiring untuk lebih berpikir terkait dampak terbesar yang mempengaruhi hidup bukan karena orang lain. Tapi dari diri kita sendiri. Penulis menyiratkan agar seorang berhenti membuat alasan setiap kelakuan dan jalan yang dia pilih karena orang lain, dirinya menjadi nakal karena orang lain, dirinya menyimpang karena orang lain, dirinya menjadi penyendiri karena orang lain. sang penulis membantah dan menjabarkan Panjang lebar kalau itu semua adalah hasil keputusan dan tujuan dari diri itu sendiri.

Sebuah buku yang menarik yang dikemas cukup apik, percakapan antara seoarang dengan pemuda ini tak bosan-bosan dibaca dari awal hingga akhir meski kata-kata dan Bahasa yang dijabarkan begitu berat dan perlu proses ekstra untuk memahami maksud perkataannya.



Surakarta 29 January 2020

MHA