“bukankah ini sudah musim
penghujan ayah? Mengapa disini masih belum turun hujan?”
“kita tunggu saja nak, mungkin
besok, atau beberapa hari lagi hujan pasti datang ke kota ini”
“aku iri dengan temanku yang ada
di kota sebelah. Mereka sudah hujan-hujanan, berlarian sambil bermain air,
sedangkan disini, panasnya bukan main. Bahkan untuk sekedar keluar saja rasanya
seperti masuk ke dalam panggangan” keluh sang anak
Ayah itu tersenyum pada anaknya
yang sedang sambat. Mengelus kepalanya sambil berujar. “Tuhan ingin menunjukkan
sesuatu atas kejadian yang kita alami”
“sesuatu seperti apa?” kepo sang
anak
“sesuatu pembelajaran yang bisa
di petik hikmahnya bagi orang-orang yang berpikir”
“apakah panas ini salah satu
bentuk kuasa Tuhan untuk menunjukkan pembelajaran kepada manusia? Aku masih
bingung pelajaran apa yang bisa aku petik dari kejadian ini. Bukankah panas ini
malah menyiksa? Hanya sekedar untuk keluar dan bermain saja aku tidak berani”
Sang ayah menggendong anak mungilnya.
Mengajak untuk berjalan berkeliling. membawa sebuah payung untuk menepis
sengatan panas matahari.
“mau kemana kita yah?” tanya sang
anak
“jalan-jalan” penjelasan ayah hanya
sebatas itu. mengenakan sandal kemudian pergi keluar.
***
“kita
sudah sampai” kata ayah
“sungai?”
“ya”
“disini tidak ada air. Airnya
kering kerontang”
“benar”
“ini karena panas. Musim panas
yang begitu lama sehingga membuat air mengering”
“betul”
“untuk apa kita kesini?”
“melihat sungai”
“sungai yang kering?”
“benar. mari menuju ke tempat
lain” sang ayah kembali berjalan ke tempat lain.
***
“kita
sudah sampai”
“bendungan? Kenapa kita kesini”
“apa yang kamu lihat pada
bendungan ini nak?”
“kumpulan air, kumpulan air yang sangat
banyak”
“yap”
“tapi air disini sudah menyusut.
Dulu aku pernah datang kesini airnya masih segitu” sambil menunjuk parameter
air yang ada di tembok gerbang pintu bendungan.
“tapi sekarang airnya sudah surut
hingga setengahnya”
“iya, bahkan air sebanyak ini
hampir mengering karena panas”
Sang ayah mengangguk atas
perkataan anaknya.
“apakah ini yang ingin Tuhan
tunjukkan kepada kita? Wabah Kekeringan?”
Sang ayah tertawa renyah kemudian
menepuk-nepuk kepala anaknya dengan lembut.
“memang kebanyakan dari kita akan
menganggap hal ini sebagai cobaan atau musibah, namun lihatlah baik-baik, kamu
pasti akan mempelajari sesuatu”
Sang anak menjadi semakin
penasaran. Sang ayah kembali berjalan menuju ke suatu tempat.
***
“kita
sudah sampai”
“kenapa ayah membawaku kemari?
Bukankah kita tidak kekurangan air dirumah”
“benar”
“mengapa ayah membawaku ke tempat
pengantrian air bersih?”
“lihatlah wajah-wajah mereka”
“mereka sangat letih dan
kecapaian”
“bisa kamu gambarkan situasinya
saat ini”
“antrian yang Panjang, dengan
orang berbondong-bondong membawa jirigen untuk bisa mendapatkan suplai air dari
truk itu”
Ayah mengangguk “lalu setelah
mereka mengantri dan mendapatkan air. Apa yang kamu lihat dari diri mereka?”
“perasaan gembira karena
mendapatkan air”
“apakah kamu tahu darimana air
itu di dapat”
“tidak tahu, apakah dari waduk
itu? atau dari kota sebelah?”
“ya, kedua-duanya benar”
“kenapa ayah repot-repot mau
menunjukkan hal-hal itu kepadaku? Bukankah aku seharusnya sudah tahu mengenai
hal-hal simpel semacam ini?”
“tapi tidak semua orang bisa
memetik pelajaran dari hal umrah yang mereka ketahui, itulah pentingnya manusia
bepikir atas setiap kejadian”
“Pelajaran? Dari Tuhan?”
Ayah mengangguk. Meletakkan
anaknya di sebuah bangku teduh tertutupi oleh pohon rindang. Matahari semakin
condong ke barat, waktu magrib segera tiba.
“coba jelaskan apa yang kamu
lihat selama kita keluar dari rumah”
“sungai yang kering, kemudian
waduk yang masih ada airnya meski sudah menyusut, kemudian orang yang mengantri
untuk mendapatkan air”
“menurut kamu, mengapa sungai
menjadi kering?”
“karena musim panas mengeringkan
air yang ada di dalam sungai”
“lantas walaupun airnya berkurang
setengah, mengapa waduk itu masih memiliki air ketika musim kemarau?”
“karena ada pintu penahan agar
air itu tidak mengalir ke laut. Sehingga kita bisa menyimpan air yang ada di
dalamnya”
“menurutmu mengapa mereka
kekurangan air?”
“mungkin sumur di rumah mereka
sudah kering, atau mereka tidak menyimpan air”
“bagus, ini adalah salah satu
hikmah dari berbagai macam pelajaran yang bisa kamu ambil dari musim panas ini.
Bisa kamu simpulkan sebelum ayahmu menjelaskannya?”
“manusia harus menyimpan air,
untuk persiapan agar tidak kekurangan air saat musim panas?”
“itu topik besarnya. Ingatlah
nak. Tak semua peristiwa itu merugikan manusia, tergantung manusia mengamatinya
dari sudut pandang mana. Jika kamu adalah seorang yang selalu bersyukur atas
nikmat Tuhan, pasti ada banyak hikmah yang mampu kamu pelajari dari berbagai
macam peristiwa sepelik apapun”
Sang anak menangguk
“jadi jangan mengeluh soal panas.
Mungkin memang Tuhan sedang menguji kita. Tapi di balik itu hendaknya kita bisa
memetik pelajaran di dalamnya”
Sang anak kembali menangguk
“manusia diajarkan untuk lebih
menghargai air, belajar untuk menggunakannya secara optimal, cara
pendistribusiannya, memikirkan cara penyimpanannya, pengalirannya entah itu untuk
kebutuhan lading atau untuk kebutuhan rumah tangga. Pengontrolan air dibutuhkan
untuk menghadapi musim kemarau. Begitupun ladang juga mempunyai pari untuk
penyimpanan stok makanan di masa mendatang. Kejadian inilah yang membuat
manusia sadar pentingnya pengontrolan, pendistribusian, stok persediaan serta berupaya
untuk menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien”
Sang anak mengangguk riang
“bagus, sekarang coba kamu
pikirkan, kira-kira pelajaran apa lagi yang bisa kamu petik dari musim panas
ini?”
Surakarta, 23 Oktober 2019
M H A