Rabu, 23 Oktober 2019

Kumpulan Cerpen ; Panas



“bukankah ini sudah musim penghujan ayah? Mengapa disini masih belum turun hujan?”
“kita tunggu saja nak, mungkin besok, atau beberapa hari lagi hujan pasti datang ke kota ini”
“aku iri dengan temanku yang ada di kota sebelah. Mereka sudah hujan-hujanan, berlarian sambil bermain air, sedangkan disini, panasnya bukan main. Bahkan untuk sekedar keluar saja rasanya seperti masuk ke dalam panggangan” keluh sang anak
Ayah itu tersenyum pada anaknya yang sedang sambat. Mengelus kepalanya sambil berujar. “Tuhan ingin menunjukkan sesuatu atas kejadian yang kita alami”
“sesuatu seperti apa?” kepo sang anak
“sesuatu pembelajaran yang bisa di petik hikmahnya bagi orang-orang yang berpikir”
“apakah panas ini salah satu bentuk kuasa Tuhan untuk menunjukkan pembelajaran kepada manusia? Aku masih bingung pelajaran apa yang bisa aku petik dari kejadian ini. Bukankah panas ini malah menyiksa? Hanya sekedar untuk keluar dan bermain saja aku tidak berani”
Sang ayah menggendong anak mungilnya. Mengajak untuk berjalan berkeliling. membawa sebuah payung untuk menepis sengatan panas matahari.
“mau kemana kita yah?” tanya sang anak
“jalan-jalan” penjelasan ayah hanya sebatas itu. mengenakan sandal kemudian pergi keluar.
***


“kita sudah sampai” kata ayah
“sungai?”
“ya”
“disini tidak ada air. Airnya kering kerontang”
“benar”
“ini karena panas. Musim panas yang begitu lama sehingga membuat air mengering”
“betul”
“untuk apa kita kesini?”
“melihat sungai”
“sungai yang kering?”
“benar. mari menuju ke tempat lain” sang ayah kembali berjalan ke tempat lain.
***


            “kita sudah sampai”
“bendungan? Kenapa kita kesini”
“apa yang kamu lihat pada bendungan ini nak?”
“kumpulan air, kumpulan air yang sangat banyak”
“yap”
“tapi air disini sudah menyusut. Dulu aku pernah datang kesini airnya masih segitu” sambil menunjuk parameter air yang ada di tembok gerbang pintu bendungan.
“tapi sekarang airnya sudah surut hingga setengahnya”
“iya, bahkan air sebanyak ini hampir mengering karena panas”
Sang ayah mengangguk atas perkataan anaknya.
“apakah ini yang ingin Tuhan tunjukkan kepada kita? Wabah Kekeringan?”
Sang ayah tertawa renyah kemudian menepuk-nepuk kepala anaknya dengan lembut.
“memang kebanyakan dari kita akan menganggap hal ini sebagai cobaan atau musibah, namun lihatlah baik-baik, kamu pasti akan mempelajari sesuatu”
Sang anak menjadi semakin penasaran. Sang ayah kembali berjalan menuju ke suatu tempat.
***


            “kita sudah sampai”
“kenapa ayah membawaku kemari? Bukankah kita tidak kekurangan air dirumah”
“benar”
“mengapa ayah membawaku ke tempat pengantrian air bersih?”
“lihatlah wajah-wajah mereka”
“mereka sangat letih dan kecapaian”
“bisa kamu gambarkan situasinya saat ini”
“antrian yang Panjang, dengan orang berbondong-bondong membawa jirigen untuk bisa mendapatkan suplai air dari truk itu”
Ayah mengangguk “lalu setelah mereka mengantri dan mendapatkan air. Apa yang kamu lihat dari diri mereka?”
“perasaan gembira karena mendapatkan air”
“apakah kamu tahu darimana air itu di dapat”
“tidak tahu, apakah dari waduk itu? atau dari kota sebelah?”
“ya, kedua-duanya benar”
“kenapa ayah repot-repot mau menunjukkan hal-hal itu kepadaku? Bukankah aku seharusnya sudah tahu mengenai hal-hal simpel semacam ini?”
“tapi tidak semua orang bisa memetik pelajaran dari hal umrah yang mereka ketahui, itulah pentingnya manusia bepikir atas setiap kejadian”
“Pelajaran? Dari Tuhan?”
Ayah mengangguk. Meletakkan anaknya di sebuah bangku teduh tertutupi oleh pohon rindang. Matahari semakin condong ke barat, waktu magrib segera tiba.
“coba jelaskan apa yang kamu lihat selama kita keluar dari rumah”
“sungai yang kering, kemudian waduk yang masih ada airnya meski sudah menyusut, kemudian orang yang mengantri untuk mendapatkan air”
“menurut kamu, mengapa sungai menjadi kering?”
“karena musim panas mengeringkan air yang ada di dalam sungai”
“lantas walaupun airnya berkurang setengah, mengapa waduk itu masih memiliki air ketika musim kemarau?”
“karena ada pintu penahan agar air itu tidak mengalir ke laut. Sehingga kita bisa menyimpan air yang ada di dalamnya”
“menurutmu mengapa mereka kekurangan air?”
“mungkin sumur di rumah mereka sudah kering, atau mereka tidak menyimpan air”
“bagus, ini adalah salah satu hikmah dari berbagai macam pelajaran yang bisa kamu ambil dari musim panas ini. Bisa kamu simpulkan sebelum ayahmu menjelaskannya?”
“manusia harus menyimpan air, untuk persiapan agar tidak kekurangan air saat musim panas?”
“itu topik besarnya. Ingatlah nak. Tak semua peristiwa itu merugikan manusia, tergantung manusia mengamatinya dari sudut pandang mana. Jika kamu adalah seorang yang selalu bersyukur atas nikmat Tuhan, pasti ada banyak hikmah yang mampu kamu pelajari dari berbagai macam peristiwa sepelik apapun”

Sang anak menangguk

“jadi jangan mengeluh soal panas. Mungkin memang Tuhan sedang menguji kita. Tapi di balik itu hendaknya kita bisa memetik pelajaran di dalamnya”

Sang anak kembali menangguk

“manusia diajarkan untuk lebih menghargai air, belajar untuk menggunakannya secara optimal, cara pendistribusiannya, memikirkan cara penyimpanannya, pengalirannya entah itu untuk kebutuhan lading atau untuk kebutuhan rumah tangga. Pengontrolan air dibutuhkan untuk menghadapi musim kemarau. Begitupun ladang juga mempunyai pari untuk penyimpanan stok makanan di masa mendatang. Kejadian inilah yang membuat manusia sadar pentingnya pengontrolan, pendistribusian, stok persediaan serta berupaya untuk menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien”

Sang anak mengangguk riang

“bagus, sekarang coba kamu pikirkan, kira-kira pelajaran apa lagi yang bisa kamu petik dari musim panas ini?”



Surakarta, 23 Oktober 2019

M         H         A

0 komentar:

Posting Komentar