softness

Selamat datang di blogku...

Hadits

Seungguhnya Allah Ta’ala senang melihat hambaNya bersusah payah/lelah dalam mencari rezeki yang halal.(HR.Ad-Dailami)

Tafakkur

tafakkur berarti memikirkan atau mengamati.

Road

pemandangan yang indah membantu pikiran kita menjadi indah

Al-Qur'an

Dan tidaklah sama kebaikan dan keburukan.Tolaklah keburukan itu dengan cara yang sebaik-baiknya, maka tiba-tiba ia, yang di antara engkau dan dirinya ada permusuhan, akan menjadi seperti seorang sahabat yang setia. Dan, tiada yang dianugerahi taufik itu selain orang-orang yang sabar, dan tiada yang dianugerahi taufik itu selain orang yang mempunyai bagian besar dalam kebaikan. (Q.S. 41: 35-36)

Himbauan

jangan marah, bagimu surga

Selasa, 10 September 2024

Kumpulan Cerpen; Nelangsa


 



Dia bernama Mulyana. Seorang anak yang selalu dipenuhi optimisme. Baginya, segala sesuatu mungkin saja dilakukan—apa saja, dimana saja, kapan saja, dan tanpa sajak. Selalu berkeinginan untuk terus bertumbuh di masa depan. Menjadi orang sukses yang dapat membantu banyak orang. Hidup seperti layaknya fyp tiktokers yang hilir mudik membanjiri generasi baru-baru ini. Berharap setelah lulus sd terus masuk smp, kemudian masuk sma atau smk, lanjut kerja, terus nikah, lanjut kuliah sampai s3, kemudian sukses lalu menghasilkan banyak uang dan menjadi investor sukses dan dikenal dunia. Sungguh sebuah kehidupan anti lika liku, anti musibah dan ujian, anti gagal dan menderita. Kehidupan lempeng yang dibayangkan kebanyakan anak-anak SD jaman now. Yang saat ini sudah terlintas di benak Mulyana, seorang anak polos yang baru menginjak SMP kelas 3.
Raut muka Mulyana sangat sumringah, membikin sebuah buku untuk mengenang tujuan yang akan di gapainya. Mencoret-coret tanpa pandang bulu apa yang akan dilakukan di masa depan. Lalu dengan antusias dan semangat tinggi mencoba menggapai asa yang sudah digariskan oleh potlot inul daratistanya. Dirinya pajang coretan itu di dinding. Supaya bisa dilihat tiap hari yang kemudian dicapai di masa depan.
“wah pintar anak ibu. gedenya mau jadi insinyur” sahut Anairy, ibu dari sang anak bernama Mulyana.
“iya buk. kata guru dan motivator di sekolah kita harus bermimpi setinggi langit. supaya kalau jatuh kita akan tetap berada di bintang-bintangnya” jawab Mulyana dengan mantap.

***
Sampai akhirnya Mulyana masuk SMA. Di sekolah Dia memang bukan siswa paling pintar, namun keuletan membawanya untuk terus berjuang merubah nasib keluarga yang kini berposisi di gelandang menengah kebawah.
“aku harus jadi orang sukses kedepannya itu cita-cita saya bu” hentak Mulyana ketika Bu guru menanyakan cita-cita kepada para murid yang lain.
“iya bagus Mulyana, lalu apa saja yang akan kamu lakukan untuk menjadi orang yang sukses?” lanjut Bu guru
“saya bisa melakukan apa saja bu. untuk sekarang saya sudah merencanakan jalan kesuksesan dengan terus mencoba tanpa kenal lelah. merancang rencana sampai 50 tahun kedepan” tegas Mulyana.
SMA Negeri 1  Berpyutar merupakan salah satu sekolah paling eksis se seantero wakanda. Ekstrakulikuler di sekolah ternama itu ada sekitar 15. dan Mulyana tidak tanggung-tanggung mengikuti 10 proyek ekstrakulikuler tersebut.
“gila kamu, masak kamu mau sikat semuanya?” Yuno tercengang mendengar kabar tersebut.
“seriusan Mulyana? wah hebat kamu, serba bisa pokoknya” Puji seorang cewe bernama Ningtyas.
“hehe, selagi diri masih bernafas, selagi kaki masih berdiri, semua harus dilakukan tanpa pandang bulu” sahut Mulyana dengan pede nya. 
“wah mantap, aku aja cuma ikut 1 les bahasa inggris” sahut Martin Parjo
“aku malas ikut beginian. mending di rumah main mobil wijen dan Humor of Kingdoms” sahut yang lain bernama Sehla.
Mulyana merupakan seorang anak yang mandiri, meski dia mandiri tapi ternyata rekeningnya adalah bank BCA. Dia sangat rajin menabung untuk masa depan. Menurut tutorial youtube, salah satu tingkat kesuksesan meningkat di masa depan adalah pandai mengontrol pengeluaran dan selalu menyisihkan uang untuk di tabung. Kedua orang tuanya tidak sempat mengajarkan perihal kehidupan karena masih terlalu sibuk mengais rezeki. Melihat anaknya cukup makan, kebutuhan sekolah dan sangu terpenuhi itu sudah lebih dari cukup untuk menuntaskan tanggung jawab mereka sebagai seorang tua.
Bel sekolah berbunyi. minggu-minggu berat dilalui Mulyana dengan semangat membara, melibas all konten dan all event yang diadakan di sekolah. Mengikuti segala kegiatan ekstra kurikuler maupun Defisit kurikulum. Membangun impact besar dan membranding dirinya yang kini akhirnya dipercaya menjadi ketua osis di sekolah saat kenaikan kelas 2 SMA.
Mulyana naik ke panggung dengan gagah dan percaya diri. Pandangannya memutari para audiens yang menghadiri pelantikan Mulyana. Mulut nya bersiap, mencoba memikirkan kata-kata elok nan elekgan untuk bisa dikenang oleh ratusan siswa antusias yang berada disini.
“tenang saja pak kepala sekolah, saya sudah ada disini!” jawab Mulyana kepada para hadirin di sekolah. Disambut riuh tepuk tangan para penonton.
“kalau ada geng atau sesuatu yang menyimpang di sekolah ini. AKAN SAYA LAWAN!” tambahnya membuat headline sekolah saat itu menjulukiNya sebagai ketua osis yang merakyat dan mengayomi sampai rela masuk gorong-gorong sekolah hanya untuk meneliti jumlah ikan air tawar yang nyangkut di sana saat hujan mendera.
Keberjalanan mengesankan saat SMP dan SMA membuat Mulyana dicintai oleh guru-guru sebagai seorang yang berprestasi. Memiliki keuletan tersendiri bahkan disinyalir menjadi orang hebat di masa depan. Namanya menggema dan menjadi inspirasi dan idola bagi siswa baru yang baru masuk di sekolah itu.
“wah kak mulyana. aku ngefans banget sama kamu” sahut seorang perempuan kpops yang memiliki buku bersampul Sasuke.
“aku juga, tolong ajari aku supaya bisa jadi orang yang berguna bagi bangsa dan negara” sahut seorang bertubuh gagah dan perkasa, rupanya Dia selalu melakukan push up 100x pull up 100x dan lari 10 km setiap harinya. Namun dengan apa yang sudah dia lakukan, dirinya masih tetap merendah kepada kakak tingkatnya bernama Mulyana.
“sing tenang. Satu-satu. Semua ada jalurnya. tergantung kamu mau jalur mid line, gold line, atau expi line hahahaha” kata Mulyana sontak lawakannya membuat yang lain ikut tertawa.

***
Mulyana mengernyitkan dahinya. Tak habis pikir dengan pemikiran kebanyakan temannya untuk merajut kehidupan di masa mendatang. Sama sekali tidak mempersiapkan apapun. Cuma sedikit dari mereka yang sadar dengan terpaan yang akan mereka hadapi di masa depan. Mereka membikin geng nakal yang kerap masuk ruang BK berkali-kali. Menyontek saat tugas maupun ketika ujian berlangsung. Pacaran sudah seperti sunnah muakkad, bahkan jumlah sholat tak sebanyak jumlah mantan dalam kehidupan mereka. Wajib hukumnya bolos seminggu sekali tanpa alasan apa pun. Mulyana hanya bisa menggeleng, berharap nasibnya di masa depan tidak seperti teman-temannya yang sudah hancur terdistorsi oleh kebodohan duniawi. Dirinya ingin fokus menatap masa depan dengan pasti, kemudian berharap masa depan cerah akan menyelimutinya nanti.
Teman-temannya di sisi lain, memiliki pandangan yang sangat berbeda. Mereka tidak begitu peduli dengan pelajaran. Bagi mereka, cukup mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) sudah lebih dari cukup. "Kuliah? Terserah, yang penting diterima," begitu ujar salah satu teman Mulyana saat membicarakan masa depan. Sementara itu, Mulyana telah menetapkan ambisi tinggi. Dia sudah bermimpi untuk masuk ke jurusan terbaik di universitas terbaik di Indonesia.
Namun, Mulyana tak bisa menutup mata pada realitas sekitarnya. Sering kali dia merasa terisolasi oleh ambisinya sendiri. Saat teman-temannya tertawa dan bercanda tentang keinginan mereka yang minimalis, Mulyana merasa seolah menjadi orang asing di tengah-tengah keramaian. Dia merasa sendirian dalam perjalanannya, namun dia yakin bahwa ini adalah satu-satunya jalan menuju kesuksesan.

***
Waktu berlalu, benalu mulai merayap menyusuri dahan pohon mangga yang mulai berbuah. Pohon itu tumbuh besar diselimuti ranting dan dedaunan lebat. tak terasa 9 tahun sudah berlalu, usia Mulyana kini menginjak 25 tahun, waktu yang tepat untuk merintis untuk membabi buta merangsek segala tujuan yang sudah di buat di masa lalu. tapi…
"Apa ada yang salah?" pikir Mulyana dalam hati. Tatapannya kosong memikirkan apa yang sudah ditempuh pada titik ini.
dirinya tak bisa mengerti dengan apa yang sedang dirinya hadapi. Sebuah kebingungan karena apa yang menjadi tujuannya tidak satupun yang terlaksana.
“APA-APAAN INI!” jeritnya, sesekali mengigau tak menentu di dalam kamar kosan.
sepersekian waktu keberjalanan hidupnya, Mulyana dengan mata kepala sendiri, menyaksikan satu per satu teman-temannya sukses dalam jalur mereka masing-masing. Temannya yang jago main futsal meski sering bolos, kini sudah menjadi bagian dari timnas U-23 dan bermain di panggung internasional. Teman lainnya, anak dari keluarga kaya yang suka duduk di belakang kelas, berhasil menjadi manajer di perusahaan ayahnya berkat "orang dalam". Seorang teman yang dikenal nakal dan judes, namun pandai bergaul, kini mondar-mandir ke luar negeri dengan lancar berbahasa Inggris. Bahkan temannya yang pendiam kini telah menguasai ilmu komputasi dan bekerja sebagai teknisi serta IT di perusahaan besar di Jakarta.
Mulyana hanya bisa tersenyum kecut. Semua yang dulu dianggapnya tak serius, kini telah melangkah lebih jauh darinya. Dia merasa ditinggalkan, seolah seluruh dunia bergerak maju sementara dirinya terperangkap dalam waktu.
Di kamar kecilnya yang pengap, ia menatap dinding. Ada secarik kertas lusuh yang tertempel di sana, penuh debu. Itu adalah daftar tujuan hidup yang pernah dia buat bertahun-tahun lalu, ketika optimisme dan semangat masih memenuhi dadanya. Tulisan-tulisan itu kini tampak seperti sisa-sisa mimpi yang memudar.
"Apa yang terjadi dengan semua ambisiku dulu?" bisiknya pelan, hampir tak terdengar. Dia ingat betapa kerasnya dia berusaha, tetapi kini dia tak kuasa melawan kenyataan. Teman-temannya yang dulu dipandang sebelah mata, kini sudah berada di puncak karier mereka. Sedangkan dia, meskipun pernah punya rencana yang jelas, justru terjebak dalam lingkaran kegagalan dan penyesalan. Sebuah perencanaan yang kini menjadi wacana. 


Tangerang, 9 September 2024
Muhammad Habib Amrullah

Jumat, 23 Agustus 2024

Kumpulan Cerpen; Kerja




      HARI SENIN. Kendaraan berdesakan di sepanjang jalan. Setiap orang terbangun bersiap berangkat kerja untuk meraih cuan. Para pelapak pasar, pemalak pasar, pekerja kantoran, para guru, teknisi, penjaga toko, penjaga bank, penjaga stand, dan penjaga sumbangan kuburan semua beradu di jalan saling sikut dan klakson untuk bergegas ke tempat kerja menghimpun rezeki. Masripul salah satunya. Berdandan serapi mungkin, menggunakan sepatu hitam legam hasil polesan semalam. Beranjak keluar untuk menghela nafas menghirup udara knalpot di senin pagi.

“ah... keampasan suasana perkotaan di pagi hari” batinnya. Dirinya tetap tersenyum. Menjaga senyuman sangatlah penting bagi seorang pegawai, apalagi saat bertemu dengan atasan.

      Dikantor merupakan saat yang paling tepat membangun branding. Bagaimana cara bersikap di tempat kerja, bagaimana cara merangkul dan mendekatkan diri dengan lawan bicara, cara kita bertegur sapa dengan sepantaran dan juga dengan atasan. Semua di bangun senormal mungkin dengan tujuan yang sama.


“Tujuan apa yang ingin kamu capai?” 

“hmm pertanyaan mudah namun sulit dijawab. Semua orang memiliki tujuan masing-masing dalam bekerja, bahkan mereka yang menganggur pun juga memiliki tujuan” Jawab Masripul.

“kamu sangat lucu, bisakah kamu menjelaskan tujuan bekerja disini?”

“sesimpel ingin berkembang dan terus berkembang pak” sahut masripul. Sebuah perbincangan berat di senin pagi. Tapi pada sejatinya senin merupakan hari terberat bagi mereka yang berada di divisi penjualan. Selalu ada target mingguan dan bulanan yang harus dikejar walau mereka sekarat sekalipun.

“hanya itu? kamu tidak mau menjabarkannya kepada seniormu?” Pak Nando menyodorkan segelas kopi kehadapan Masripul. “minum kopi di pagi hari membantumu untuk berkonsentrasi disini anak baru. Bukan hanya itu, kopi juga membantu asam lambung mu naik dengan cepat. hahahaha”

Masripul menirukan tawa renyah seniornya. Tawa alami untuk seorang anak baru yang harus beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

“banyak orang memiliki tujuan dan alasannya sendiri pak. bahkan dalam sikap menunaikan pekerjaan” senyum masripul. Sudah sebulan dirinya disini dan biasanya hanya pertanyaan tempat tinggal dimana? ngekos atau di saudara? single atau Married, kesukaan, hobi, artis Java terfavorit dan berbagai pertanyaan ringan lain. Hingga akhirnya Masripul mendapatkan pertanyaan yang menginterogasi dirinya.


“Tuh sudah di cariin pak Mulyono. Senin ini bapak ada meeting lho” kata Masripul

“ah tau aja kau”

“hehehe, ayolah pak, target sales bulan depan harus sudah sesuai dengan rancangan yang diatur minggu lalu”

Pak Nando tersenyum dan bergegas pamit. Dirinya sadar tanggung jawab itu bisa memutus urat lehernya jika tidak dikerjakan dengan baik. Menelpon seorang staf kemudian melontarkan kata-kata pedas saat target yang dicapai tidak sesuai dengan kondisi dilapangan. Tuntutan pekerjaan di perusahaan swasta. Dimana ketika target penjualan tidak tercapai maka arus cash flow dan operasional perusahaan akan terganggu.


***

Turun ke lantai satu. Seorang pegawai mantan astra menemui Masripul dalam koridor kecil penghubung kantor. Bercerita panjang lebar soal perjalanannya dalam menempuh pekerjaan selama 14 tahun. Sebuah pengalaman berharga ketika bapak itu sudah jungkir balik mengais rezeki disaat Masripul sibuk memilih color yang tepat bergambar teletabis.


“disini tidak seperti itu” jawab bapak itu menunjukkan ke-sepuhannya dalam bekerja.

Masripul mengangguk antusias. Tersenyum renyah dengan apa yang dibicarakan pak Sukris.

“waktu itu sangat berharga, kita dikejar target dan kewajiban tak peduli kondisi apapun menghadang di depan. Selalu siap, banyak hal tidak terduga bisa terjadi di setiap harinya”

Masripul sangat kagum dengan apa yang didengarnya. Tempo hari dirinya sangat tidak terlibat dengan tim, bingung dengan fungsi, tugas, jobdesk yang harus diperbuat dalam perusahaan ini.


“tim bagus adalah ketika mereka sadar pekerjaannya tanpa harus diberi tahu. Pekerja itu harus mencari bukan dicari. Kalau dicari habislah dia dicari untuk dipecat hahaha” celetuk Pak Sukris sambil tertawa ngakak.


***

Masripul kembali ke tempat kerja di lantai dua. Berkonsentrasi dengan tugas dan KPI (key performance indicator) yang ditetapkan perusahaan. berpikir, menerka, mengulik, mencari jawaban, mencari solusi, menyelesaikan masalah, menyelesaikan penjualan, menyusun strategi dan straight edgy.

Sampai pada suatu ketika Masripul melepas fokus dan beralih ke media sosial untuk merilekskan diri. Banyak sekali pembahasan fyp yang berseliweran di dalam scroll bar medsosnya. Mulai dari bahasan tipe karyawan, budak korporat, partner bisnis, keluarga yang royal pada perusahaan, dan berbagai istilah lain yang dapat di bangun dari kata tersebut. Banyak ditemukan para karyawan mengeluh di medsos. Bagaimana cara mereka diperlakukan sebagai keluarga yang harus loyal pada perusahaan. Diberikan jobdesk lebih serta lembur tanpa dibayar. Semua berdasarkan loyalitas dan keikhlasan.


“IKHLAS NDASMU!” sahut seorang guru yang nongkrong di sore hari di seberang jalan. Kakinya terangkat satu, ketidakpuasan tercermin dari raut wajahnya. Masripul dapat melihat pria itu dari kaca jendela kantor. Meski tidak bisa mendengar percakapan, tapi penulis tahu apa yang sedang mereka bicarakan.

“MASAK KAMU PASRAH SAJA SIH CUMA DIGAJI SETENGAH UMP!” tanya bapak itu pada teman sebelahnya.

“ya mau bagaimana lagi pak. Kita kerja disini untuk meraih ridho, dibayar berapapun asal cukup buat hidup saya mah sudah bersyukur”

“MAKAN TU BERSYUKUR! yang ada malah di sukurin sama tukang parkir. Masak gaji kita sebagai seorang guru yang di ajeni dan di banggakan sebagai pencipta generasi penerus bangsa kalah sama juru parkir yang kerja seenak udel bisa pergi haji 3x sehari! mikirrr, atasan kita ini kikirrr. mana bantuan dana bos yang di gembar gemborkan ituuuu!” tukasnya dengan muka merah padam seperti habis di sulut oleh sumbu pendek.

“sudahlah pak jangan suka membandingkan, nanti syukur dalam diri bisa hilang. Sudah benar kita bekerja meraih ridho-Nya. Jangan memikirkan dunia muluk-muluk yang ada kita malah terjerembab pada kesesatan yang nyata. Tujuan akhir kita itu akhirat”

“itu mindset yang harus dirubah!!! tujuan akhirat tapi dunia cuma dilewati begitu aja!? lebih baik gue bersyukur bekerja ikhlas dengan gaji dua digit, dari pada harus bersyukur dan kerja ikhlas dengan gaji yang dimana gw beli beras satu karung aja harus di kredit 12x!” tampaknya bapak itu sudah muak dengan pekerjaannya di sekolah itu. Tak lama dirinya sudah resign dan mulai mencari pekerjaan yang lain.

Disisi lain masripul kembali men-scroll medsos. Banyak sekali pencari kerja yang terdiri dari umur 35 keatas, Gen Z dan generasi sandwich. Mereka bekerja atas dasar kebutuhan keluarga, menunjang gaya hidup, mengejar gaji besar, atau berusaha meraih perusahaan impian yang mentereng untuk memenuhi hasrat pansos. Di lain sisi para pemilik usaha dan manajemen pabrikan dengan upah minimum merasa tidak laku, dan bersusah payah dalam mencari pekerja untuk ditempatkan pada unit mereka. 


“bagaimana kondisinya, dari kemarin ga ada yang daftar?” sahut Pak HR.

“turnover kita tinggi pak. Berbagai orang potensial keluar dan kita kekurangan tenaga kerja untuk menggerakkan dapur operasional kita” jawab si staff

“masa bodo, lihat para pencari kerja yang berjajar itu. Lihat para pengangguran yang parah di negeri ini. Lihat mereka semua butuh kerja untuk sekedar makan, sekedar memenuhi lifestyle. Berjejer rapi layak semut yang berkerumun mendekati serpihan makanan sisa. Tapi kamu tidak bisa mencarikanku pegawai dengan spek minimum untuk keuntungan perusahaan ini!?” tangan telunjuknya menuding hingga menyentuh hidung sang staf.

“ba-baik pak saya akan berusaha semaksimal mungkin” staf itu gemetaran sambil keringat dingin bercampur pesing.

“carikan spek yang lulusan SMP bahkan SD pun gapapa. Syarat cuma formalitas ktp saja cukup asal dia bisa dibayar 1 juta sebulan. Cari mereka yang kurang pendidikan dan gampang bersyukur. Tidak gembar-gembor bahkan demo berjilid-jilid meskipun digaji cuma segitu. CEPAATTT! walau sampai ke lubang bakteri sekalipun!”

“ba-baik pak saya carikan segera”

staff itu lari tunggang langgang untuk mencarikan spek yang dimaksud.




Jum’at, 23 Agustus 2024


Rabu, 21 Agustus 2024

Kumpulan Cerpen; Penting

 



Perjalanan yang asing, bagaikan seorang yang terasing dari tanah bekas ngising. Bangunan yang kokoh persegi tertera di depanku. warna hijau menyala, dengan ventilasi segede gaban, kuyakin para maling akan sangat menyukai jendela besar seperti ini, tanpa teralis, tanpa gorden, cukup terbuka hingga aku tahu apa yang ada di dalamnya walau sedang melihat dari luar. 


“selamat datang kos baru” kataku, menghela napas sejenak sambil berdecak pinggang. 

overall aku cukup puas dengan suasana baru ini, meski pindahan kos ini terasa menyebalkan dan menguras tenaga, senyuman hangat masih tergambar dari wajahku. aku merogoh kantong celana kemudian membayar upah 50 ribuan ke mobil pick up, barang-barangku kini sudah terangkut semua menuju ke sini.

Sudah hampir 5 tahun aku ngekos dan kini aku memutuskan untuk pindah dari kosan laknat itu. 


“pancen asu” ketusku ketika mengingat kembali masa lalu di kosan terdahulu, tiba-tiba aku disuruh mengurus kos reot itu ketika kos itu benar2 hancur porak poranda. Bahkan aku tak habis pikir mereka tak punya malu untuk meminta hal itu.

“heh dasar, udah dibantuin malah di pisuhi” jawab rekanku sambil membawa ember dan peralatan jemuran. Dirinya tak terima ketika aku berceletuk asu.

“hehe, sorry Parjo ga bermaksud, aku cuma kepikiran masa lalu”

“halah yang itu kan, yg kamu disuruh jadi pimpinan perkumpulan pengurus kosan seluruh RT 8? atau biasa disingkat pepeks_8”

“ho’o. semprul tenan”

“itu sudah kamu ceritain 100 kali lebih, dah bosan aku dengernya. Sehabis ini aku ada acara penting untuk anniversary yang ke tiga hari jadianku sama mbak munaroh” Kata Parjo.

“iya iya” kumaklumi dirinya sedang berbunga-bunga menantikan hari jadian ke 3 harinya bersama mbak Munaroh.


Parjo dan aku menggotong barang berat termasuk lemari plastik yang sudah bercampur sarang laba, Menyapu lantai, menata peralatan kerja dan gaming, menempatkan kasur, bantal dan seprai. Pindahan ternyata cukup melelahkan, walau begitu aku berterimakasih kepada Parjo karena mau membantu, akhirnya ku sangoni dia dengan uang 10rb untung biaya bensin.

“nih salam tempel. makasih udah di bantuin”

“ok thanks bro, kabar2 aja kalo butuh sesuatu”

“ok2 siap”

Dia langsung melipir menggunakan motor ninja 4 hastag untuk segera menemui pujaan hatinya.

Kini ruangan dan segala isinya menjadi bersih. Ku tatap lekat-lekat dari ujung ke ujung. kebersihan ruangan menjadi salah satu faktor agar cepat beradaptasi disini.

“gimana le, cocok kan” aku terkejut mendengar suara ibu kos yang tiba-tiba berada di belakangku.

“hehe iya buk” sahutku ketika ibu kos datang berkunjung, dia takjub melihat barangku sebegitu banyaknya.

“wah banyak juga barangmu, baru pindah tapi sudah tertata rapi semua. namun tetap saja mirip gudang di rumahku hahaha” tawanya sambil termangap-mangap.

“hehehe iya bu, jadi gudang” celetukku sambil mengeluarkan tawa karir supaya harga kosannya siapa tau turun. 

“nanti harga kos sudah sesuai di awal ya karena juga banyak yang antri, jadi kamu harus maklum” sahut ibu kos. Dia tahu tujuanku, harga kosan masih tetap sama.

Aku garuk kepala sambil mengangguk, ibu kos lekas pergi sambil mengendarai mobil mercy merahnya menuju tawangmangu untuk staycation bareng berondong. ternyata dia mampir kesini hanya untuk formalitas belaka.

“kurang asem” batinku sambil menghela napas.



***

Seminggu berlalu, orang-orang disini cukup tidak peduli dan masa bodoh dengan penghuni kamar satu dengan yang lain. Terasa sepi namun tetap nyaman karena tak perlu effort berlebih untuk memasang muka palsu kepada kenalan baru, yang acapkali bersilaturahmi agar tidak putus dan tiba-tiba saja pinjam dulu seratus. 


Whatsapp telpon berdering.


“Halo Mento” sahutku kepada teman sejurusan.

“oi, kosmu pindah to? kok gak kabar-kabar. aku terlanjur ke kos lamamu nih”

“hehe sorry, ini ku sherlock” 

rencana kita mau berangkat bareng untuk acara volunteer, lumayan menambah pengalaman di CV. Maklum dunia kerja sangat keras sehingga meminta fresh graduate memiliki pengalaman minimal 10 tahun kerja dengan batasan usia 25 tahun, sungguh permintaan yang sangat manuk akal dan tidak habis fikri.


Singkat cerita Mento sudah datang ke kosku. Motor vespanya menggonggong merdu di gendang telinga. Vespa butut peninggalan bapaknya yang sudah diproduksi bahkan sebelum nyonya meneer berdiri.

“bro?”

“sans, aku bawa helm 2”

“ok sip”

sepanjang perjalanan dia hanya membicarakan vespa, ke-trendingan nya dan bagaimana semua orang trendi sekarang wajib memiliki vespa.

“gila ga tuh, vespa sekarang dihargai 35 jt, 60 jt. motor ninja 4 tag hastag aja kalah bray”

Aku hanya tersenyum mendengar celotehannya. Tugasku kini mendengarkan sambil berharap volunter ku berjalan lancar.

Tempat volunteer cukup ramai. Banyak orang ambis dan sok edge berada disana. Dari lulusan muda umur 21 tahunan bahkan banyak Maba juga berada disini. Membuatku yang kini sudah semester 11 tersenyum kecut sambil meringis berharap mereka tidak menanyakan aku angkatan berapa dan sudah lulus atau belum.

“ayo kita harus tetap semangat memajukan agenda kita supaya event ini berjalan lancar” teriak salah satu pemimpin acara.

“saya memiliki usulan untuk melakukan penggalangan dana dengan berkelompok. kita memerlukan dana untuk melancarkan proses acara”

walhasil tiap anggota harus iuran 30 ribu. Memang luar biasa. Kita yang kerja, Kita yang susah, dan Kita yang bayar. sebuah kombinasi yang pas untuk kesejahteraan pemuda dan olahraga.

“luar binasa” batinku, namun orang-orang ini masih tetap optimis dan sangat antusias mengikuti acara volunter ini. Meski pada kenyataannya mereka diperas habis-habisan untuk nama baik perusahaan volunteer. Begitupun juga temanku yang ternyata oh ternyata dapat kenalan baru yang seketika menjadi pacar keduanya disini. Acara ini nantinya akan mendapat sertifikat plus dokumentasi untuk membuktikan bahwa volunter ini valid dan bisa diterima oleh HRD berbagai perusahaan.


***

Sebulan berlalu cepat, menorehkan laju kilatan kecil di langit malam, musim penghujan merembes dingin terketuk oleh butiran tetesan air kecil di sela langit. Tersekat oleh balutan gelap malam, tapi tetap saja terjun menghantam tanah yang mulai basah sedikit demi sedikit. Pagi berselang mendung, dan area sekitar masih basah bekas hujan semalam yang tidak deras, tapi cukup lama bergulir. Rutinitas harian pagiku adalah berangkat ke tempat volunteer. Turun kejalanan menggalang dana pendidikan, rapat mentor untuk mendapat motivasi dan arahan, berkomunikasi serta menampakkan diri supaya terlihat sebagai sosok yang user friendly, kutahu banyak dari mereka cukup lelah dan beberapa juga sudah berharap hal ini akan segera berakhir. Tak lain menunggu satu harapan pasti. Yah benar, selembar kertas sertifikat.

“terimakasih atas partisipasi luar biasa kalian untuk mengikuti agenda ini. Kalian semua hebat. Ini akan mendongkrak kualitas untuk generasi emas indonesia 2045!” sorak dan tepuk tangan membanjiri ruangan aula. Kepala acara tersenyum sumringah melihat semangat kami yang tak luntur walau sudah diperas tenaga, uang, dan ingusnya.

“untuk sertifikat tidak di cetak, namun akan kami bagikan ke email masing-masing ya. Untuk menghemat penggunaan kertas juga” kata pimpinan volunteer.

“oh ya tambahan selepas kita menutup acara yang luar biasa ini, saya harapkan selepas event ini kalian tidak saling melupakan, terus ramaikan grup dan jalin komunikasi kalian ya agar silaturahmi kita tidak putus, jangan cuma bisanya pinjam seratus” sontak membuat yang lain tertawa karir mendengar jokes ketua. Aku hanya ikut tertawa karir menirukan nada tawa lainnya. tentu saja hal itu kulakukan agar di CV bisa tertulis kalau aku mudah beradaptasi dan mengikuti suasana sekitar.

Usai sudah acara ini, sampai rumah, mandi, makan, dan kembali ke kasur. kubuka HP dan melihat email sudah berdering. Mereka cukup cepat untuk membagikan sertifikat di email tiap peserta. Tidak seperti di kampus yang bahkan aku bisa menunggu sampai akhir semester baru dibuatkan, itupun jika mereka tidak lupa.

Pikiranku melayang, mengalir ke belakang dengan agenda yang dijalani. Sertifikat dari hasil jerih payah yang bisa aku taruh di muka CV. Membuat para HRD setidaknya melirik untuk memanggilku tes wawancara kerja. Dan yup seperti kebanyakan orang ketika sudah diterima dalam sebuah perusahaan atau instansi. Rutinitas kerja di pagi hari, rutinitas kehidupan di sepanjang hari, perlakuan monoton di tiap sesi, sampai keberulangan yang tak henti sampai kontrak habis. Seperti tidak ada pilihan lain, seperti hal ini adalah satu-satunya jalan untuk sukses. Bahkan aku mempertanyakan arti sukses itu sendiri. Apakah hanya ditentukan selembar kertas CV ini? kurasa tidak. Namun, kita masih mengisi CV, dan mencari sertifikat dan pengalaman lain untuk dimasukkan ke dalam CV. Sebuah pengalaman berharga yang kini hanya tertuang di seonggok kertas berharga. Luar biasa.





Muhammad Habib Amrullah

Surakarta

3 Juli, 2024


Kamis, 30 April 2020

Kumpulan Cerpen; At Home




            Sambil tertatih pria krempeng itu tetap berjalan lurus sambil meminggul karung goni. Pakaiannya lusuh berbau semerbak apek. Banyak orang sekitar menjauh karena tidak ingin terkontaminasi. Memilih menutup hidung atau berjalan bagai menghindari mantan. Tapi suasana akhir-akhir ini berbeda. Seakan semua menghilang di depan matanya. Suasana sepi kesana kemari. Yang ada hanyalah kicauan burung yang mulai berani bertengger di pucuk-pucuk pohon tanpa rasa takut terkena senapan. Jalanan lengang bahkan jika pria itu ingin tidur nggeletak disanapun ga akan tertabrak – saking jarangnya kendaraan melintas. Semua sudah mengurung driiri dalam rumah masing-masing akibat pandemic.

            Lelaki itu tahu bahwa banyak larangan untuk keluar rumah tersebar di berbagau media. Mulai dari koran bekas, televisi warung yang tak sengaja dia lihat, hingga obrolan para warga yang melintas. Semua membicarakan tentang penyakit itu, dan semua sadar dan takut jika tertular penyakit itu. membela diri dengan menutup diri di rumah, pemerintah menyarankan untuk work at home, stay at home, productive at home dan berbagai semboyan yang memaksa masyarakat untuk tidak keluar. Supaya penyebarkan virus tidak semakin mewabah. Gelandangan itu tahu, gelandangan itu juga paham. Tapi apa daya, mengurung diri dirumah sama saja bunuh diri, meski toh tidak terkena penyakit juga bakalan mati kelaparan karena tidak mendapat asupan nasi.

            Pria itu masih berjalan lurus, mengumpulkan tiap bongkahan sampah yang ada disekitarnya. Peluh dan bau sudah tidak digubris. Virus apapun sudah di abaikan. Asalkan bisa hidup dengan berjuang itu lebih baik ketimbang berdiam diri.

“woi, jangan masuk area ini, kami sedang melakukan Lockdown di desa kami!” bentak warga kapling.
Tidak hanya disini, banyak teriakan juga didapat di berbagai kapling yang ingin pria krempeng itu masuki. Tapi tak masalah, masih banyak tempat lain yang menyediakan sampah untuknya.

Aku menghembuskan nafas berat…

            Melihatnya saja sudah merasa kasihan – Tiap hari menatap dari dalam jendela kamar – pemulung itu lekas berlalu meninggalkan tempat. Berlabuh ke tempat lain untuk mengais sampah.

“le, jangan lupa kalo ada tugas atau kuliah”
“iya buk” sahutku dari dalam kamar.

Kembali menatap layer smartphone, sebentar lagi waktunya kuliah online. Aku sama sekali tidak memperhatikan berapa kali absen yang sudah terlewat. Tak peduli lagi berapa nilai IP semester yang akan di dapat sekarang. Asalkan semua matkul lulus, itu sudah lebih dari cukup. Lagian aku belum bisa maksimal melakukan metode ini. Mesti terlihat mudah namun ternyata menyesuaikan perkuliahan ini lebih sulit dari yang dikira. Mulai dari jadwal yang tidak teratur hingga kadang ketiduran saat kelas berlangsung.

            Apalagi niat di dalam diri juga belum terbangun menambah kemalasan Ketika melakukan apapun. Entah itu tugas, organisasi, maupun kegiatan rumahan. Semua dilakukan melalui rebahan. Sambil sekali menatap keluar jendela melihati mereka yang masih pontang-panitng bertahan hidup di luar sana. Melakukan cara apapun untuk bisa mengisi perut mereka.

“bro, nanti kalau sudah selesai bagi tugas ya”

WhoApp Kembali berdering. Temanku ini memang selalu mencari jawaban di berbagai tempat termasuk aku. Yah aku memang tergolong cepat Ketika melakukan sesuatu. Hal itulah yang bisa membuatku malas sampai mendekati deadline.

“ya, kalo beres, ga janji” timpalku seadanya.

Kehidupan yang dimulai dirumah, aku hanya bisa merasakan betapa sepinya karena tiap hari harus mendekam disini. Tidak merasakan susahnya mereka yang masih berkeliaran di luar untuk mencari pundi rezeki.

            Melihat berita isinya hanya tentan covid. Yang trending-trending juga berbagai macam hal konyol, tidak mendidik, dan tidak penting. Tidak ada sesuatu yang menggugahku. Tak ada siaran piala Euro yang mungkin bisa kami sekeluarga nikmati selama puasa andai wabah tidak terjadi. Bisa melihat anime launching tepat waktu, bisa nongkrong bareng temen. Para pekerja harian juga dapat asupan gizi, dan PHK besar-besaran tidak akan terjadi.

“tapi aku percaya segala hal pasti ada hikmahnya” balas seseorang Ketika melihat status galau ku di whoapp.
“hee, memang apa hikmahnya?”
“do’a-do’a mereka yang suka rebahan terkabul”
“montoon bercanda”
“haha, dari dulu lu juga sama kan pasti berharap bisa libur Panjang dikala kesibukan kuliah”
“iya sih pernah”
“nah itu salah satu hikmahnya, kita dibuat merasakan libur panjang”
“tapi tetep aja nyesek kalo tugasnya bejibun kek gini. Pamadatan kuliah dll”
“haha, nikmati aja boss. Mungkin juga hikmah supaya lebih dekat dan bisa sharing-sharing bareng keluarga. Udah lama kan lu ga di rumah”

Aku hanya bisa membalas emoticon senyum. Sudah terlalu lama aku tidak tinggal dirumah hingga melupakan nama beberapa orang di sekitar tetangga rumah.

            Apa yang bisa dilakukan dirumah selain menganggur seharian. Bertingkah seolah produktif tapi nyatanya selalu mencuri waktu untuk bermain dan membuang waktu. Masa yang begitu mencekam dimana hampir segala sesuatu tidak bisa dilakukan. Hanya berbekal jaringan, mau tidak mau banyak orang mulai berpikir dan harus berubah demi mengarungi kehidupan secara maksimal.

“dimasa peralihan seperti ini aku tidak bisa betah dirumah. Tugas menggunung bahkan sampai tidak bisa mengikuti proses belajar perkuliahan”
“meski ada saja orang yang masih betah dan berusaha keras mengikuti kelas”
“aku bahkan sampai lupa rasanya hari minggu, karena kesannya semua hari itu seperti libur”
“gila aku ketinggalan banyak tugas”
“ya ampun kenapa ga ada yang pc aku siang tadi, aku ketiduran ga ikut kelas!”

Grub Whoapp mulai ramai.

Beberapa orang merasa tidak terima Ketika diwisuda online, beberapa juga harus melewatkan momen penting kelulusan SMA dengan wisuda online. Rapat online, organisasi online, kajian online. Tapi itulah yang terbaik yang bisa dilakukan sekarang.

“apa yang harus kamu lakukan sekarang?”
“adaptasi”




Jepara, 30 April 2020

MHA 


Selasa, 28 April 2020

Pandemic Covid 19




            Apa yang bisa dilakukan dirumah? Awalnya cukup senang dengan situasi ini, apalagi di surat edaran pertama tersedia waktu dua minggu sehingga bisa digunakan untuk pulang kampung. Saya pikir wabah ini memang hanya sementara terjadi dan setelah dua minggu perkuliahan akan berjalan seperti biasa. Namun takdir berkata lain. perpanjangan masa waktu untuk berkuliah di rumah terus di perpanjang. Hingga satu semesester ini harus saya rasakan untuk berkuliah full dirumah hingga semester ini selesai.

            Well, memang semula terasa menyenangkan karena tidak harus mandi, bersiap menyalakan motor, dan pergi ke kampus. Cukup rebahan sambil melihat dosen di zoom, mengerjakan tugas di leptop, atau sekedar menyimak perkuliahan di WAG.

            Tapi lebih dari itu, lama-lama terasa sangat membosankan apalagi di rumah bawaannya selalu males dan tidak produktif, saya takut hal ini akan berimbas ke hal yang lebih besar dan menjadi kebiasaan di masa depan. untuk itu berkenaan sekarang memasuki bulan Ramadhan beberapa waktu yang semula luang bisa diisi dengan agenda meningkatkan amal. Namun itu juga belum cukup. Karena perkuliahan juga akan dipadatkan menjadi tanggal 22 mei, serta organisasi yang sudah menuntut untuk berperan aktf di berbagai media online. Semua hal itu harus bisa teratasi. Meski tubuh memang menjadi sangat malas untuk bergerak menyelesaikan semuanya.

            Dari sini mungkin saya masih bersyukur, walau dirumah kebutuhan dasar masih bisa terpenuhi dengan baik. Tak bisa membayangkan betapa susahnya para pekerja harian di luar sana yang sekarang tengah kelaparan di tengah pandemic.

            Salah satu hal yang bisa saya lakukan adalah terus belajar dan berkembang. Meski tubuh terasa jenuh karena hanya berlabuh pada satu tempat. Melihat betapa susahnya di luar sana mungkin bisa memantik semangat yang luntur. Sebisa mungkin pulih bersamaan dengan peningkatan amal di bulan Ramadhan.

            Pemerintah sudah menghimbau supaya masyarakat tidak bepergian kecuali agenda yang sangat mendesak. Saya bisa rasakan itu terutama di daerah zona merah yang mereka selalu was-was jika ingin keluar. Tidak di sini – saya berada di zona hijau – yang para anak kecil masih bebas bermain di luar sana. Tapi kekhawatiran saya tidak berlaku bagi mereka yang membangkang dan merasa kuat untuk bermain dan ngerumpi di luar Bersama teman-teman.

            Saya bukan anak rebahan atau anak yang betah tinggal di suatu tempat. Saya akan merasa sangat lemah Ketika melakukan hal itu. bisa dilihat sekarang perut saya sudah mulai membuncit dan kurang berolahlaga, padahal asupan ke dalam perut begitu banyak melebihi batas tenaga yang dikeluarkan.

            Terlepas dari konspirasi dari berbagai media bawah tanah yang mengindikasi jika semua ini adalah ulah elite global. Saya memang memikirkannya Cuma fokus harus tetap kepada pengembangan diri. Untuk itu sekaranya saya harus membuat procedure apa yang pantas untuk saya lakukan kedepan dan merencanakan Kembali hidup saya jika hal buruk terjadi dan masa penangguhan stay at home di perpanjang hingga akhir tahun. Semoga kita semua lekas bisa selamat dan keluar dari situasi pelik ini.

Jumat, 13 Maret 2020

Kumpulan Cerpen; Apatheia

https://wall.alphacoders.com/



            Ketika membual tentang masa depan, Kita berkhayal membuat sebuah mahakarya besar perubah peradaban. Berharap meraih gambaran sempurna dalam menjalani tiap liku kehidupan. Berperan menjadi seorang protagonist, dalam serial film bioskop kesayangan.

“bukankah dulu kamu ingin menjadi seorang pemain bola?” – Haikal.
Rei tersenyum simpul “em, aku ingat. Saking kebeletnya ingin menjadi pemain pro, pada hari itu juga aku sampai menangis untuk segera dibelikan sepatu bola”
“tapi lucunya itu hanya bertahan beberapa minggu saja ya, hingga kamu keluar dari SSB”
Rei mengangguk. “yah, hanya sesaat, lalu dorongan itu perlahan lenyap. Bagai sariawan yang diobati lasegar”
“setelah itu kamu sempat berganti cita-cita. Mulai dari hal konyol seperti ingin menjadi badut, hingga sesuatu yang hebat seperti seorang ilmuan, dan kamu mengatakan itu dengan sangat percaya diri dan penuh keyakinan”

Rei mengingatnya “hari-hari yang menyenangkan”
“aku selalu menantikannya, dorongan-dorongan yang pernah kamu ciptakan di masa lalu, membuatmu berani mengambil jalan berbahaya untuk menggapai suatu tujuan”
Rei duduk santai di samping Haikal. Berdua menikmati senja ditemani hembusan angin berbau tebu. Dia Mengarahkan pandangannya ke langit. Di bawah pohon rindang membujur hamparan dataran tanah luas yang ditanami ratusan tebu berbatang besar.
“Kamu benar Kal, dari dulu aku sering berganti pilihan untuk mengambil sebuah keputusan”
“mengapa?” Tanya Haikal. Melihat wajah sendu Rei yang ketika itu masih menatap kosong sang senja.

Rei berpikir sejenak. Mengingat segala hal yang membuatnya ragu selama ini. “jalan itu, atau manusia, atau kebosanan, atau bisa jadi…”
“bisa jadi…?”
“bisa jadi aku tidak menemukan diriku yang asli di jalan itu”
Hening sejenak, sekawanan burung berkelompok di atas membentuk formasi ‘V’ untuk terbang ke arah utara. Awan mulai berkumpul menutup langit. Senja perlahan mulai redup dihempas angin. Dua sekawan itu masih berada disitu, terdiam untuk menantikan sesuatu yang telah lama mereka cari.
“dirimu yang asli memang seperti apa?” tanya Haikal. Sebuah pertanyaan dadakan yang meluncur keluar dari tenggorokannya. “apakah kamu mengetahui tentang dirimu sendiri?”
“diriku sendiri? Diriku yang asli ya…” Rei berpikir sejenak, berusaha memahami bagian dirinya yang hilang.
“apa kamu sendiri juga tidak tahu?”
Rei mengangguk.
Haikal tersenyum.

“memang tidak mudah untuk mengenali diri sendiri. Itu hal dasar yang harus kamu kenali sebelum mengenal orang lain”
“aku hanya mengingat diriku yang dulu lebih hebat, lebih berani, lebih perkasa…”
“tapi kamu dulunya juga yang paling cengeng, paling penakut, dan paling ceroboh…”
“seorang yang tidak ingin mendapat luka apapun, sekaligus seorang yang ingin menerjang ke depan tak peduli dengan berbagai luka yang ada”
“seorang yang tak peduli dan tetap maju sejauh apapun rasa sakit yang di dapatnya”

Rei dan Haikal tersenyum. Tatapan Rei yang kosong kini mulai terisi, matanya yang sayu perlahan kembali normal.
“namun orang seperti itu sudah tidak ada lagi. Rasanya seperti… menjadi orang lain” – Rei.
“rasanya seperti tidak menjadi diri sendiri, atau berubah menjadi diri yang lain?” – Haikal.
Rei menggeleng “diriku tetaplah diriku”
“kamu benar…”

***



            Waktu bergulir semakin menjelaskan keberadaan kehidupan. Entah itu mengarah kepada suatu hal suram atau kepada kebahagiaan. Usaha dan harapan yang kuat dalam meraih cita-cita. Serta pengorbanan tanpa kenal lelah untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Tak bisa di pungkiri hal itu bisa lenyap hanya dengan sebuah ketukan kecil dari dalam diri.

“perubahan itu apa selalu membawa kepada kebaikan?” – Rei.
“Perubahan kadang membawa pada kehancuran” – Haikal.
“bukankah lucu banyak orang disana ingin sekali untuk berubah…”
“mereka berharap dengan perubahan itu akan menjadi lebih baik”
“perubahan untuk menjadi lebih baik? Atau justru kebaikan yang mereka khayalkan sebenarnya mengarah ke kebaikan yang menjerumuskan?”
“aku tidak bisa menjawabnya” Haikal memalingkan mukanya kebawah. Menatap rerumputan yang tumbuh di sekitar tempat duduknya ”lagi pula, aku bukanlah orang yang berhak mengomentari perubahan seseorang”

Rei terdiam.

Dalam benak Rei masih memiliki tekad dan harapan untuk di capai di masa depan. Kemauan kuat untuk mendapatkan impian yang telah lama di idam-idamkan. Berharap agar terus bangkit sebanyak apapun dirinya terjatuh ke dalam jurang. Berharap masih mampu berdiri walau beribu kali tubuhnya ambruk tertusuk panah.

“hidup … apakah sesulit itu?” – Rei.
Haikal menggelengkan kepalanya. “yang ada merekalah yang mempersulit diri”
“menurutmu… Bagaimana sikapmu atas cara pandang orang lain?”
“mengapa kamu bertanya hal itu?”
“dari dulu aku tidak pernah terusik seburuk atau sebaik apapun seseorang memandangku”
“lalu?”
“sekarang aku mulai merasa terusik atas pandangan itu”
“apakah itu yang membuat beban di dalam dirimu”
Rei mengangguk, berpikir bahwa hal inilah yang membuatnya berubah.
“kalau dari pandanganku… kita hidup bukan untuk memenuhi ekspektasi orang lain”
“Maksudmu?”

Haikal tersenyum “Kita hidup sejatinya untuk diri kita sendiri, termasuk setiap langkah yang kita bangun. Jika hidup hanya untuk memenuhi ekspektasi orang lain, jelas saja hidupmu serasa terkekang karena sibuk memenuhi keinginan mereka terhadapmu”
Rei Paham. Sambil tersenyum dirinya mulai memutuskan sesuatu “terimakasih”
Haikal tersenyum.
Rei ikut tersenyum.

            Segala yang diusahakan belum tentu akan berdampak pada perubahan. Yang dinilai bukanlah hasil sementara yang ada di lapangan. Namun hasil akhir ketika pertandingan itu telah selesai. Sejauh apapun, sekeras apapun seorang ingin berubah dan beralih itu tidak menjadi masalah. Toh mereka akan mendapatkan ganjaran sesuai dengan usaha yang mereka lakukan ketika bermain. Ketika waktu itu masih berjalan.

“aku sekarang sadar, bukan hanya soal orang lain. bahkan bukan hanya soal diri sendiri”
“kehadiran orang lain memang penting, kehadiran diri juga sama penting, jadi mengapa kamu memilih untuk berganti yang lain?”
“tidak ada yang lebih penting dari pada hidup yang memiliki tujuan pasti”
“semua sudah ada jalannya. Tinggal kita mau berjalan menyusurinya atau tidak”

Rei tersenyum, Haikal ikut tersenyum. Sejauh ini mereka hanya bisa melihati diri mereka terus berubah digiring oleh waktu. Bercanda, berkumpul, bermain, bertemu, dan berpisah. Diantaranya mereka harus membuat keputusan untuk bersikap, di antaranya kadang harus memperoleh suatu hal agar tetap ada, terus bersemangat dalam menempuh hari, dan berharap waktu terakhir menjadi kemenangan manis.





Surakarta, 12 Maret 2020

M         H         A

Kamis, 06 Februari 2020

Kumpulan Cerpen ; Ataraxia




            Surejan hanya bisa pasrah menerima gempuran problem yang berkecamuk di dalam otaknya. Tak siap dengan masa depan dan kedewasaan yang sebentar lagi datang menghampar. Sinar harapan di matanya lenyap, begitu juga hati dan jiwa tak sanggup lagi menerima kenyataan hidup yang kian menusuk urat nadi di lehernya.

            Namun semua itu berubah ketika Surejan secara kebetulan melihat seekor kodok. Tadinya Surejan sangat takut dengan hewan berlendir menjijikkan itu. tapi entah kenapa sekarang hewan berlendir itu menjadi pusat perhatian Surejan. Katak itu berdiam dalam genangan air, sambil sesekali bernyanyi saling menyahut dengan kodok – kodok lain. Surejan tidak tahu menahu mengapa sangat menikmati para kodok itu bernyanyi riang di antara rintikan hujan. Serangga-seangga lain saling menyahut. Menyambut dan meramaikan hujan deras yang sebentar lagi mengguyur kota itu.

“Kodok itu…”  (batin Surejan)

Dia memperhatikan senyuman yang menerkah pada kodok itu. begitu juga dengan kodok-kodok lain yang nangkring di genangan lain. Hujan lebat dan badai petir tak membuat nyali kodok ciut, justru mereka semakin lantang bernyanyi.

Kang kung kang growk kung kang kung growk ~
kung kang kung growk kung kang kung growk ~

hingga tak sadar satu jam telah berlalu dan Surejan masih saja menatap kodok-kodok itu.

“Aku kira lu takut sama kodok Sure. Mau makan Swike?” tanya Nopejan yang sudah berada disampingnya sambil memainkan game keluaran terbaru.
“Kau bercanda! melihatnya saja sudah membuatku muntah” Kata Surejan dengan ekspresi jijik
“Lantas kenapa sekarang kamu ga muntah-muntah? Padahal dari tadi kamu liatin kodok itu” sambil menunjuk kodok hijau besar yang ada di depan kosan.
“Yang kulihat sekarang bukanlah kodok yang menjijikkan…”
“Nani?...”
“Kodok yang sekarang ada didepanku ini sangat special. Dia mengajarkanku bagaimana cara menjalani kehidupan ini dengan lebih terbuka dan sederhana”
“Heh, plis jangan halu. Aku tahu sekarang kerjaanmu makin banyak tapi jangan sampai hal itu membuatmu menjadi sinting!” Nopejan mulai ketakutan dan menghindar beberapa meter dari Surejan.
“Gua masih waras cuy. Kalau lu ga ada kerjaan, ayo bareng nonton orchestra kodok yang ada di depan kita” ajak Surejan
“Ogah ah! mending gue main WODN buat dapat CP gede. Bye. Nikmatin kesintingan lu” Nopejan berlalu menuju ke kamarnya.

Surejan tidak terusik dan tetap melanjutkan menatap kodok-kodok itu, dia mulai mendapatkan sebuah inspirasi dari seekor kodok yang bernyanyi di tengah guyuran hujan lebat.

“Aku ingin menjadi seekor kodok” (batin Surejan) “bernyanyi penuh riang bersama teman-teman yang lain. Badai diluar tak mengusiknya, bahkan kodok-kodok itu makin lantang bernyanyi. Padahal kodok-kodok itu tahu di luar sana petir bisa saja membuatnya menjadi Swike goreng”
“Lantas mengapa aku malah selalu merasa terbebani? Mengapa aku selalu berpikiran dangkal dan selalu protes dengan beban yang ada di sekeliling. Merasa takut dengan tanggung jawab yang akan didapatkan nanti, bahkan mencoba menghindari berbagai macam masalah dengan melarikan diri? Ya, aku harus menghadapi kehidupan. Seperti para kodok yang menikmati hidupnya di atas guyuran hujan”

Surejan membuka kamarnya lebar-lebar. Semua keluh kesah hilang saat itu juga. Semangat yang sudah luntur berbulan-bulan kini kembali bagai ditransfer oleh fiber optic berpaket 100/mbps.

“Akan kubuat hidup ini tidak ada penyesalan, jika ada sesuatu yang disesalkan, penyesalan itulah yang membuat kita kesal” (batin Surejan)

Tanpa banyak bacot, Surejan mulai menganalisis problem apa saja yang membuat tidak semangat, apa yang membuat tetap semangat, apa yang sekiranya mengganggu, apa yang membuat bisa berjuang, apa yang menghalangi untuk bisa tersenyum, apa yang membuat pikiran frustasi, apa yang bisa membuat tertawa, apa yang bisa membuat menangis, dan apa-apa lain yang berhubungan dengan kehidupannya sehari-hari.

“dahulu aku terlalu banyak berpikir ruwet. Sampai lupa betapa sederhananya mendapatkan kebahagiaan itu. dahulu aku terlalu ambil pusing dengan beban hidup serta rutinitas yang membelenggu. Sampai aku lupa betapa sederhana hidup ini seperti yang pernah aku rasakan ketika kecil” kata Surejan penuh dengan senyuman, sesekali dia menirukan suara kodok yang menginspirasinya di dalam kamar.

Growk growk… Kang kung kang kung ~ Surejan menirukan suara kodok dengan irama yang mengenaskan.

Nopejan yang mendengar suara Surejan lekas cepat-cepat kabur dari kamar. Mencoba menelpon kating untuk membawa Surejan ke RSJ terdekat.
“Ada apa Nope? Gue lagi jalan-jalan sama kucing nih”
“Penting mas. Gara-gara tugas yang dikasih mas Reynhard kemarin, Surejan jadi makin sinting! Kalau ga cepet-cepet aku takut ntar ketularan” Kata Nopejan sambil menangis ketakutan.
***


Setelah menganalisis tiap ‘apa’ saja yang ada dalam kehidupannya, Surejan mulai menanyakan ‘mengapa’ dirinya hidup? Mengapa dirinya berjuang? Mengapa dirinya membenci? Mengapa dirinya mencintai? Mengapa hidupnya sumrawut? Mengapa hidupnya tidak tenang? Mengapa kaos kakinya bolong? Mengapa guntung kuku nya ilang? Dan berbagai problem lain yang selalu menjadi pertanyaan dikala gusar. Sebuah jangkar yang selalu menghalanginya bergerak maju. Masalah-masalah itu bagaikan jangkar yang menghentikan kapal sampai ke tujuan. Jika tidak dihilangkan, yang ada akan membebani kapal untuk sampai ke seberang.

Surejan mulai mengerti sedikit dari arti kehidupan. Mulai memahami arti dari kedewasaan. Mulai belajar dari kesalahan untuk menggapai tujuan. Surejan sadar tidak setiap saat terus mengeluh seperti anak-anak remaja. Mulai tersadarkan dan menghilangkan emosi negative dengan senyuman. Untuk kesekian kalinya, Surejan merasa yakin bisa menghadapi berbagai hal yang ada di depan dengan dada membusung.
***


            Suara serine ambulan terdengar di luar kosan. Surejan mengerti mungkin karena nyanyian kodoknya membuat Nopejan mengira dia telah sinting.

“tak apa Nope, aku tidak akan membencimu karena ini. Kamu bisa mencancel orderan mobil RSJ mu itu” kata Surejan.
“TIDAK!!! Aku gamau sebelahan kamar sama orang sinting kaya kamu!” kata Nope setengah sinting.
“yang ada, jika kamu terus stress begitu, kamulah yang bakal jadi sinting”
“DIAM, aku gamau denger itu dari orang sinting!” suara Nopejan semakin keras hingga terdengar tetangga sebelah.
Dua orang perawat keluar dari mobil ambulan.
“oke, sekarang siapa yang harus kami bawa menuju ke RSJ Setia Burhan?”
“DIA ORANGNYA DOK!” sahut Nopejan. Menunjuk dengan bringas ke arah Surejan.
“apakah benar?” kata sang dokter memastikan.
“jika benar, kalian harus tahu siapa yang harus dibawa ke RSJ” sahut Surejan dengan senyuman hangat. Emosinya jauh terkontrol karena sudah mempelajari arti-arti kehidupan dari sang kodok.
“CEPAT DOK BAWA DIA, KESINTINGANNYA SUDAH LEVEL AKUT! AKHH…” kata Nope sambil memeluk sang dokter berusaha menghindar dari tangan Surejan. Sebenarnya Surejan berniat untuk menenangkannya.

“tolong ya dok, rawat dia dengan baik” sahut Surejan.
“baik mas, saya akan bawa pasiennya ke RSJ sekarang” kedua dokter itu sekuat tenaga menggiring Nopejan ke dalam mobil ambulan berjeruji besi.
“WOI BANG*AT KENAPA GUA YANG MASUK RSJ, WOI, ASW, JANGKR*K” Nopejan tak hentinya misuh-misuh sambil memelototi Surejan.
Surejan tersenyum sambil melambaikan tangan ke arahnya. “semoga lekas sehat sobat” sahutnya penuh perhatian.
“TIDAAAK BUKAN AKU YANG SINTING. KALIAN SALAH ORANG, B*DEBAAAH!”
Mobil ambulan berlalu dengan suara jeritan dari Nopejan.

“seorang yang tidak mengerti arti dari kesederhanaan hidup akan berakhir dengan mengenaskan. Itulah petuah dari kodok sensei. Kalian tak akan bisa melawannya dengan pikiran kompleks”

Surejan menatap langit biru, banyak hal yang harus dilakukan untuk menikmati kehidupan. Merasakan rasa syukur atas apa yang dimiliki. Mencoba memanfaatkan apa yang dia punya untuk mengerti apa yang menjadi kekurangan. Mencoba memahami diri dan tidak membenci diri adalah hal dasar untuk menikmati dunia. Menyederhanakan pola pikir dan tindakan merupakan hal lumrah untuk melihat kebahagiaan. Menghindari tekanan, amarah, rasa furstasi, sehingga bisa menangkap penuh kesempurnaan yang terpampang jelas dalam matanya…

Sang kodok terlihat tememplek di batang pohon. Surejan berterimakasih telah mengingatkan dirinya dari keterpurukan akan kedewasaan. Mengucapkan syukur kepada tuhan karena telah kembali diingatkan dengan perantara makhluknya. Kemudian kembali masuk ke dalam kosan dengan perasaan tanpa beban.




Surakarta, February 6, 2020

MHA