Surejan hanya bisa pasrah menerima
gempuran problem yang berkecamuk di dalam otaknya. Tak siap dengan masa
depan dan kedewasaan yang sebentar lagi datang menghampar. Sinar harapan di
matanya lenyap, begitu juga hati dan jiwa tak sanggup lagi menerima kenyataan hidup
yang kian menusuk urat nadi di lehernya.
Namun semua itu berubah ketika Surejan
secara kebetulan melihat seekor kodok. Tadinya Surejan sangat takut dengan
hewan berlendir menjijikkan itu. tapi entah kenapa sekarang hewan berlendir itu
menjadi pusat perhatian Surejan. Katak itu berdiam dalam genangan air, sambil sesekali
bernyanyi saling menyahut dengan kodok – kodok lain. Surejan tidak tahu menahu mengapa
sangat menikmati para kodok itu bernyanyi riang di antara rintikan hujan. Serangga-seangga
lain saling menyahut. Menyambut dan meramaikan hujan deras yang sebentar lagi
mengguyur kota itu.
“Kodok itu…”
(batin Surejan)
Dia memperhatikan
senyuman yang menerkah pada kodok itu. begitu juga dengan kodok-kodok lain yang
nangkring di genangan lain. Hujan lebat dan badai petir tak membuat nyali kodok
ciut, justru mereka semakin lantang bernyanyi.
Kang kung
kang growk kung kang kung growk ~
kung kang
kung growk kung kang kung growk ~
hingga
tak sadar satu jam telah berlalu dan Surejan masih saja menatap kodok-kodok
itu.
“Aku kira
lu takut sama kodok Sure. Mau makan Swike?” tanya Nopejan yang sudah berada
disampingnya sambil memainkan game keluaran terbaru.
“Kau bercanda!
melihatnya saja sudah membuatku muntah” Kata Surejan dengan ekspresi jijik
“Lantas kenapa
sekarang kamu ga muntah-muntah? Padahal dari tadi kamu liatin kodok itu” sambil
menunjuk kodok hijau besar yang ada di depan kosan.
“Yang kulihat
sekarang bukanlah kodok yang menjijikkan…”
“Nani?...”
“Kodok yang
sekarang ada didepanku ini sangat special. Dia mengajarkanku bagaimana
cara menjalani kehidupan ini dengan lebih terbuka dan sederhana”
“Heh,
plis jangan halu. Aku tahu sekarang kerjaanmu makin banyak tapi jangan sampai
hal itu membuatmu menjadi sinting!” Nopejan mulai ketakutan dan menghindar
beberapa meter dari Surejan.
“Gua masih
waras cuy. Kalau lu ga ada kerjaan, ayo bareng nonton orchestra kodok
yang ada di depan kita” ajak Surejan
“Ogah ah!
mending gue main WODN buat dapat CP gede. Bye. Nikmatin kesintingan lu” Nopejan
berlalu menuju ke kamarnya.
Surejan
tidak terusik dan tetap melanjutkan menatap kodok-kodok itu, dia mulai mendapatkan
sebuah inspirasi dari seekor kodok yang bernyanyi di tengah guyuran hujan
lebat.
“Aku ingin
menjadi seekor kodok” (batin Surejan) “bernyanyi penuh riang bersama teman-teman
yang lain. Badai diluar tak mengusiknya, bahkan kodok-kodok itu makin lantang
bernyanyi. Padahal kodok-kodok itu tahu di luar sana petir bisa saja membuatnya
menjadi Swike goreng”
“Lantas mengapa
aku malah selalu merasa terbebani? Mengapa aku selalu berpikiran dangkal dan
selalu protes dengan beban yang ada di sekeliling. Merasa takut dengan tanggung
jawab yang akan didapatkan nanti, bahkan mencoba menghindari berbagai macam
masalah dengan melarikan diri? Ya, aku harus menghadapi kehidupan. Seperti para
kodok yang menikmati hidupnya di atas guyuran hujan”
Surejan
membuka kamarnya lebar-lebar. Semua keluh kesah hilang saat itu juga. Semangat yang
sudah luntur berbulan-bulan kini kembali bagai ditransfer oleh fiber optic
berpaket 100/mbps.
“Akan kubuat
hidup ini tidak ada penyesalan, jika ada sesuatu yang disesalkan, penyesalan
itulah yang membuat kita kesal” (batin Surejan)
Tanpa
banyak bacot, Surejan mulai menganalisis problem apa saja yang membuat
tidak semangat, apa yang membuat tetap semangat, apa yang sekiranya mengganggu,
apa yang membuat bisa berjuang, apa yang menghalangi untuk bisa tersenyum, apa
yang membuat pikiran frustasi, apa yang bisa membuat tertawa, apa yang bisa
membuat menangis, dan apa-apa lain yang berhubungan dengan kehidupannya
sehari-hari.
“dahulu aku
terlalu banyak berpikir ruwet. Sampai lupa betapa sederhananya mendapatkan
kebahagiaan itu. dahulu aku terlalu ambil pusing dengan beban hidup serta
rutinitas yang membelenggu. Sampai aku lupa betapa sederhana hidup ini seperti
yang pernah aku rasakan ketika kecil” kata Surejan penuh dengan senyuman,
sesekali dia menirukan suara kodok yang menginspirasinya di dalam kamar.
Growk growk…
Kang kung kang kung ~ Surejan menirukan suara kodok dengan irama yang
mengenaskan.
Nopejan
yang mendengar suara Surejan lekas cepat-cepat kabur dari kamar. Mencoba menelpon
kating untuk membawa Surejan ke RSJ terdekat.
“Ada apa
Nope? Gue lagi jalan-jalan sama kucing nih”
“Penting mas.
Gara-gara tugas yang dikasih mas Reynhard kemarin, Surejan jadi makin sinting! Kalau
ga cepet-cepet aku takut ntar ketularan” Kata Nopejan sambil menangis ketakutan.
***
Setelah menganalisis
tiap ‘apa’ saja yang ada dalam kehidupannya, Surejan mulai menanyakan ‘mengapa’
dirinya hidup? Mengapa dirinya berjuang? Mengapa dirinya membenci? Mengapa dirinya
mencintai? Mengapa hidupnya sumrawut? Mengapa hidupnya tidak tenang? Mengapa kaos
kakinya bolong? Mengapa guntung kuku nya ilang? Dan berbagai problem lain yang
selalu menjadi pertanyaan dikala gusar. Sebuah jangkar yang selalu menghalanginya
bergerak maju. Masalah-masalah itu bagaikan jangkar yang menghentikan kapal
sampai ke tujuan. Jika tidak dihilangkan, yang ada akan membebani kapal untuk
sampai ke seberang.
Surejan
mulai mengerti sedikit dari arti kehidupan. Mulai memahami arti dari kedewasaan.
Mulai belajar dari kesalahan untuk menggapai tujuan. Surejan sadar tidak setiap
saat terus mengeluh seperti anak-anak remaja. Mulai tersadarkan dan
menghilangkan emosi negative dengan senyuman. Untuk kesekian kalinya, Surejan
merasa yakin bisa menghadapi berbagai hal yang ada di depan dengan dada
membusung.
***
Suara serine ambulan terdengar di
luar kosan. Surejan mengerti mungkin karena nyanyian kodoknya membuat Nopejan
mengira dia telah sinting.
“tak apa
Nope, aku tidak akan membencimu karena ini. Kamu bisa mencancel orderan mobil
RSJ mu itu” kata Surejan.
“TIDAK!!!
Aku gamau sebelahan kamar sama orang sinting kaya kamu!” kata Nope setengah
sinting.
“yang ada,
jika kamu terus stress begitu, kamulah yang bakal jadi sinting”
“DIAM,
aku gamau denger itu dari orang sinting!” suara Nopejan semakin keras hingga
terdengar tetangga sebelah.
Dua orang
perawat keluar dari mobil ambulan.
“oke, sekarang
siapa yang harus kami bawa menuju ke RSJ Setia Burhan?”
“DIA
ORANGNYA DOK!” sahut Nopejan. Menunjuk dengan bringas ke arah Surejan.
“apakah
benar?” kata sang dokter memastikan.
“jika
benar, kalian harus tahu siapa yang harus dibawa ke RSJ” sahut Surejan dengan
senyuman hangat. Emosinya jauh terkontrol karena sudah mempelajari arti-arti
kehidupan dari sang kodok.
“CEPAT DOK
BAWA DIA, KESINTINGANNYA SUDAH LEVEL AKUT! AKHH…” kata Nope sambil memeluk sang
dokter berusaha menghindar dari tangan Surejan. Sebenarnya Surejan berniat
untuk menenangkannya.
“tolong
ya dok, rawat dia dengan baik” sahut Surejan.
“baik mas,
saya akan bawa pasiennya ke RSJ sekarang” kedua dokter itu sekuat tenaga menggiring
Nopejan ke dalam mobil ambulan berjeruji besi.
“WOI
BANG*AT KENAPA GUA YANG MASUK RSJ, WOI, ASW, JANGKR*K” Nopejan tak hentinya
misuh-misuh sambil memelototi Surejan.
Surejan tersenyum
sambil melambaikan tangan ke arahnya. “semoga lekas sehat sobat” sahutnya penuh
perhatian.
“TIDAAAK
BUKAN AKU YANG SINTING. KALIAN SALAH ORANG, B*DEBAAAH!”
Mobil ambulan
berlalu dengan suara jeritan dari Nopejan.
“seorang
yang tidak mengerti arti dari kesederhanaan hidup akan berakhir dengan
mengenaskan. Itulah petuah dari kodok sensei. Kalian tak akan bisa melawannya
dengan pikiran kompleks”
Surejan menatap
langit biru, banyak hal yang harus dilakukan untuk menikmati kehidupan. Merasakan
rasa syukur atas apa yang dimiliki. Mencoba memanfaatkan apa yang dia punya untuk
mengerti apa yang menjadi kekurangan. Mencoba memahami diri dan tidak membenci
diri adalah hal dasar untuk menikmati dunia. Menyederhanakan pola pikir dan tindakan
merupakan hal lumrah untuk melihat kebahagiaan. Menghindari tekanan, amarah,
rasa furstasi, sehingga bisa menangkap penuh kesempurnaan yang terpampang jelas
dalam matanya…
Sang
kodok terlihat tememplek di batang pohon. Surejan berterimakasih telah
mengingatkan dirinya dari keterpurukan akan kedewasaan. Mengucapkan syukur kepada
tuhan karena telah kembali diingatkan dengan perantara makhluknya. Kemudian kembali
masuk ke dalam kosan dengan perasaan tanpa beban.
Surakarta,
February 6, 2020
MHA
0 komentar:
Posting Komentar