Lelaki itu masih tetap menjaga kesabarannya. Meski di hina, di kucilkan, di lempari batu, di siram air ledeng, nginjek tai, di leletin upil. Dia masih sabar dan tetap istiqomah dalam menahan amarahnya. Orang sabar itu sebenarnya memiliki tubuh yang ideal dengan tinggi di atas rata-rata. Kalau memang ada orang yang mengganggu, mudah saja baginya menyepak kepala-kepala orang yang kurang ajar itu. Namun, dia masih memilih sabar dan tersenyum atas segala yang menimpanya.
“mana mungkin ada orang yang seperti itu?” tanya Ketut kepada Butut, mereka sedang duduk di trotoar jalan. Mereka berdua saat itu melihat lelaki penyabar itu sedang berjalan di dekat situ.
“dia memang orangnya begitu, selalu sabar jika tertimpa musibah atau saat digannggu orang” timpal Butut
“aku jadi penasaran nih, aku mau coba nyandung kakinya deh”
“yak, silakan”
Lalu Ketut menghampiri orang sabar itu. orang sabar itu sedang berjalan menuju ke surau untuk melaksanakan sholat dhuha. Kentut yang sudah siap sedia di tempat yang dijanjikan. Bersiap mengangkat kakinya untuk menyandung pemuda penyabar itu. lantas kaki pemuda itu tersandung oleh kaki Ketut. “Astagfirullah!” kata pemuda penyabar itu. disusul suara jedakan yang amat keras. Kepalanya terjerembab dulu di atas tanah. Ketut tak merasa bersalah. Dia malah menahan tawa dan lekas pergi dari tempat tersebut. Butut yang melihat dari jauh sudah terkekeh tak karuan. Sedangkan orang lain yang melihat kejadian itu tidak peduli, lalu melanjutkan aktivitas masing-masing.
Ketut sudah sampai di dekat Butut. Dia lalu melepas tawanya yang dia tahan sedari tadi
“bener kata loe bro. Dia sama sekali nggak ngejar gue. Hahahaha....... ”
“benerkan. Dia itu orangnya emang kaya’ gitu”
Pemuda sabar yang kepalanya terjedak itu bangkit kembali. Darah terlihat mengucur dari jidatnya. Dia hanya mengelus dada sambil mengusap darah itu agar hilang. Lalu ber-istigfar beberapa kali. dengan senyuman di bibir, dia melanjutkan perjalanannya menuju masjid.
Kawanan burung berterbangan di atas langit yang biru. Salah satu burung yang sudah kebelet boker semenjak tadi, akhirnya melepaskan hajatnya di atas langit. “cuii.......” plek. “fire in the holl” pemuda penyabar itu merasakan sesuatu yang aneh diatas kepalanya. Dengan senyum dibibir, dia coba mengusap kepala. Dan yang dia temui adalah sebuah gumpalan cair berbentuk tai. Bibirnya tersenyum lebih lebar. “ah... tai burung, Astagfirullah hal’adzim” pemuda sabar itu menggeleng-nggeleng sambil mengelus dada.
“eh” katanya setelah tau jika tangannya tadi habis digunakan untuk memegang tai tadi.
Dia kali ini tersenyum dengan keikhlasan tiada tara “aku harus mencuci baju dan menghilangkan najis ini”.
Lalu dia tetap melanjutkan perjalanannya menuju masjid. Tak sampai dua langkah. Bola pompan sudah melayang mengahantam kepalanya yang sudah melas. “innalillahi” pekiknya disambut takbir!
“haduh gimana nih.... bola yang aku tendang kena mas-mas” kata seorang anak seusia SMP yang sedang bermain bola bersama teman-teman yang lainnya.
Salah satu temannya berujar “hayo.... aku nggak mau tau lho. Bukan aku yang nendang, tapi kamu”
Sedangkan teman yang satunya memanasi “mas itu badannya besar. Kamu pasti bakal dihajar kalau nggak segera minta maaf”
Anak yang menendang bolanya ke arah lelaki penyabar itu gemetar ketakutan. Dia melihat dari kejauahan, mas-mas itu belum bangkit dari komanya.
“cepet kesana dan ambil bolanya. Kalau bolanya disana, kapan kita mau mainnya!” bentak salah satu anak dari mereka, rupanya dia yang menjadi pemimpin anakan disitu.
“iya, iya, aku ambilin” kata anak laki-laki yang menendang bolanya yang terkena pemuda penyabar itu. sambil menahan tangis, anak itu mengendap-endap dan berusaha mengambil bolanya. tapi yang dilakukannya sia-sia, pemuda penyabar itu langsung bangkit dari ketersungkuran. “Huaa...” anak laki-laki itu menjerit dan berlari lagi menuju teman-temannya. Sedangkan pemuda penyabar itu tetap tersenyum, walaupun giginya ada yang tanggal satu.
“ambil saja bolamu nak, lain kali hati-hati kalau terkena orang lain” senyum pemuda itu membuat anak-anak disana yang semula takut menjadi sejuk.
“maaf ya mas, saya nggak sengaja” kata anak laki-laki yang menendang tadi.
“tidak apa-apa. Ini hanya kecelakaan” lalu pemuda itu melempar bolanya ke sekumpulan anak-anak itu. pemuda penyabar itu melanjutkan lagi perjalannya menuju masjid. Anak-anak tadi juga melanjutkan permainan bola mereka.
Rimbunan kebul yang terhempas keluar dari knalpot kendaraan. Menambah gerah yang semakin lama semakin menyesakkan dada. Jika tidak ada penyaring di hidung dan di tenggorokan, sudah lama manusia akan selalu terkena gangguan pernafasan. “alhamdulillah, terima kasih ya Allah, atas segala nikmat yang telah Engkau berikan kepada hamba, yaitu penyaring di hidung dan di tenggorokan, untuk menyaring udara kotor di luar” Syukur pemuda sabar itu saat menyebrangi jalan raya yang sudah sesak dengan kendaraan. Masjid yang ditujunya juga sudah terlihat. Kurang lebih tinggal 100 meter lagi. Saat itu, tak disangka-sangka pemuda itu sudah di ikuti oleh Ketut dan Butut. Mereka tampak belum puas menjahili pemuda yang sabar itu.
“dia pasti mau ke masjid, ayo kita jahili sebelum dia sampai ke tempat itu” kata Butut
“tapi kita mau apakan dia” sahut Ketut, dahinya berkrenyit memikirkan rencana buruk untuk menjahili pemuda itu
Jarak pemuda itu dengan masjid sudah diambang 50 meter. Ketut yang sudah kehabisan akal akhirnya menemukan rencana di sela-sela lekukan otaknya.
“Aha..... apa lebih baik kita seret dia ke gang. Lalu gebikun dia”
“ya udah, ayo kita laksanakan sebelum dia sampai ke tempat yang dirahmati Allah”
“oke”
lalu mereka bergegas berlari menghampiri pemuda penyabar itu. Ketut menyekap tangan kirinya, dan Butut menyekap tangan kanannya. Pemuda yang memiliki kesabaran yang luar biasa itu tidak berontak dan meladeni tindakan mereka.
Di sebuah gang sempit. Tak terlihat seorang pun yang bersliweran disana. Seketika, pemuda yang sabar itu di lempar oleh Ketut dan Butut ke tanah. Pemuda yang sabar itu terguling-guling sambil merintih kesakitan. Bibirnya bergerak-gerak mengucap tahmid, dan tahlil berulang kali. badannya sesekali terkena sepak dan terjangan kaki dari Ketut dan Butut.
“apa yang sebenarnya terpikir dalam benak kalian sehingga memperlakukanku sedemikian rupa” kata pemuda yang sabar itu.
Tapi Ketut dan Butut masih tidak peduli dan tetap menendangi pemuda penyabar itu
“apa pikiran kalian telah dibisiki oleh setan. Apa untungnya kalian menganiayai ku”
“jelas untuk kesenangan bego!, ini juga salah kamu sendiri. jadi orang kok sabarnya mintak ampun”
“nih rasain! Nyoh! Terima ini! Tendangan Gledek!” kata Ketut yang sudah menggila.
Lalu, dari arah yang tak disangka-sangka. Muncullah preman berotot baja yang memiliki kuasa di tempat itu, melihat Butut dan Ketut tengah menganiaya seseorang. Membuatnya berpikir jika kekuasaannya telah direbut oleh mereka.
“apa-apaan ini! Kenapa kalian seenaknya bermain di tempat kekuasaan ku!”
Butut dan Ketut kaget bukan kepalang, bulu kuduk mereka tiba-tiba berdiri dengan sendirinya
“a..ampun om.... saya nggak tau kalau daerah ini punyanya om” sahut Butut terbata-bata
“i...ya om, kalau om mau uang, saya masih punya uang 5000 di dompet saya”
“5000! Emangnya gue penjaga Warteg!” bentakan sang preman membuat Ketut dan Butut terjongkok sambil berpelukan. Mereka sudah merasakan hawa yang tidak enak saat sang preman melangkahkan kaki mendekati mereka.
“kalian memang harus diberi pelajaran” tangan preman itu sudah mengepal. Udara sekitar berubah menjadi panas. Tubuh Ketut dan Butut telah berkeringat. Dan sang preman tengah berlari sambil memberikan tinjunya kearah dua orang itu. “Jdashh.....” suasana seketika hening. Ketut dan Butut sudah semaput duluan. Sedangkan sang preman yang memiliki otot baja itu tidak habis pikir, jika ada seseorang yang bisa menghentikan pukulannya. Yaitu seorang pemuda sabar tadi.
“berhenti, kamu tidak boleh menganiaya orang yang bersalah, apalagi orang lemah seperti mereka” kata pemuda sabar itu, tangannya dengan erat memegang kepalan tangan dari preman itu
“cih” preman itu melepaskan tangannya dari tangkapan sang pemuda yang sabar “kalau begitu, pergi sono! jangan sampai aku melihat wajah kalian lagi di tempat ini!” kata preman tersebut
“baiklah” Pemuda sabar itu tersenyum kepada sang preman. Sang preman tetap memasang muka sangar. Pemuda sabar itu dengan senyuman ikhlas menjinjing Ketut dan Butut keluar dari tempat itu, dan suana kembali reda. Pemuda penyabar itu menaruh Ketut dan Butut di pos ronda yang ada di dekat sana. Matahari sudah menyingsing terang di cakrawala. Musim panas menjadi saat yang paling tepat untuk anak kost menjemur pakaian mereka. Kali ini pemuda yang sabar itu kembali berjalan. Tujuannya kini Cuma satu. Yaitu datang ke masjid untuk melaksanakan sholat dhuha, Sebelum adzan dzuhur berkumandang.
Kartasura, 22 April 2016
M Habib Amrullah
0 komentar:
Posting Komentar