Sabtu, 23 April 2016

Kumpulan Cerpen; Nanti tak seindah saat ini jika saat ini merasa indah




Waktu terasa cepat bagi orang yang terperangkap dalam lingkaran kesibukan. Sebenarnya itu hanya perasaan mereka saja yang tak bisa mengontrol waktu mereka dengan benar. Hingga mereka tak sadar waktu mereka terbuang percuma. Sesal memang adanya di akhir. Dan kesenangan hanya hiasan di awal. Rangkaian hidup yang penuh dengan fatamorgana ini membuat banyak orang terperosok kedalam jurang terdalam. Sulit untuk  melepaskan diri dan keluar dari lubang gelap. Sampai tak jarang mereka melupakan tentang dirinya, siapa dirinya, dan membuang dirinya jauh-jauh hanya untuk mencapai angan-angan kosong. Apalah arti usaha mereka jika tak diselingi niat yang cukup. Tentu hasilnya nol.

            Tepat pukul sebelas aku sudah sampai di terminal terboyo, semarang. Aku keluar dari bis dan segera menuju ke toilet. karena aku sudah kebelet semenjak dua jam lalu. Suasana panas menyengat bercampur bau genangan air dan comberan yang menguap. Bau yang menyengat disebabkan air yang tak kunjung mengalir dalam selokan itu. Mungkin sejak dulu memang seperti itu. Walau musim panas pun, air comberan itu tetap saja menggenangi selokan. Apalagi kalau ada hujan. Banjir di terminal ini sudah tidak dapat dihindari lagi.

            Setelah merasa lega dan membayar uang retribusi. Aku lalu pergi menuju masjid untuk beristirahat sebentar. Aku masih capek karena semenjak dari jogja aku tak dapat kursi untuk duduk. Hal seperti ini sudah biasa terjadi. Apalagi menjelang hari libur begini. Semua bis muatannya pasti full.

            Aku bersandar di pojokan masjid. Seperti biasa untuk mencegah kegalauan aku memain-mainkan Hpku. Aku rencananya mau melanjutkan perjalanan menuju kudus. Tapi aku pending dulu menunggu sampai dzuhur tiba. Setelah itu aku baru berangkat.
            “mas. Mau beli koran” terdengar lontaran kata yang membuatku kaget. Ternyata seorang bapak-bapak penjual koran asongan.
“nggak usah pak” jawabku sopan sambil menyimpulkan sedikit senyum untuk menyakinkan jika aku tak begitu tertarik
“tapi ini ada berita bolanya juga lho” kembali dia menawarkan dagangannya
“maaf pak. Mungkin lain kali”
Dia agak kecewa, lalu pergi begitu saja. Dari tingkahnya, aku rasa dia sedang kesal. Dan tebakan ku betul. Beberapa langkah saat bapak itu pergi dia ngamuk-ngamuk di pelataran teras terminal, tempat penumpang turun.
“yoh.... Yoh. Ket mau kok ra payu-payu to yo...yo... jyan tenan!. Carane ngene nasibku piye iki, aku sesok piye nek dagangku ra payu. Arep mangan opo aku! ayo dituku. Koranku dituku!”
Dia masih marah-marah seperti itu terus sambil menawarkan korannya kepada para penumpang yang baru saja datang di terminal ini. Tentu saja semua orang menghindar dan tak mau beli. Aku mulai merasa agak kasihan, tapi yang juga aku pikirkan adalah orang lain apakah juga merasa kasihan?. Entahlah, jika kasihan, mungkin mereka akan membeli korannya dengan harga 2X lipat, atau mungkin memborong semua korannya. Namun nyatanya tidak ada yang melakukannya.

            Sudah setengah jam dan aku langsung mengambil air wudhu. Untungnya untuk wudhu tidak bayar. Coba kalau bayar. Pasti sudah aku siap-siapkan wudhu dari kos-kosan ku di jogja tadi. Untuk kencing di toilet kumuh yang airnya bau comberan saja harus bayar 2000, dan masuk terminal juga bayar. Air putih sekarang juga dijual dan harus bayar. Semua sudah berubah. Yang dulunya gampang untuk didapat, sekarang harus dibeli dengan uang.

            Bapak-bapak itu masih saja marah-marah. Padahal dagangannya sudah ada beberapa yang terjual. Apa dia masih nggak terima kalau dagangannya belum habis. Aku sudah tak mau mengurusnya lagi dan segera masuk masjid menunggu waktu sholat dzuhur datang. Sementara menunggu aku masih kepikiran akan sesuatu. Masyaallah!, aku lupa jemuranku belum aku angkat. Aku lantas menghirup napas dalam-dalam dan mengeluarkan dengan pelan untuk melegakan hatiku. Semoga temanku bisa pengertian sedikit. Untuk jaga-jaga mungkin aku akan meng-sms temanku yang ada disana untuk mengangkati jemuranku jika sudah kering. Lalu tak menjelang lama adzan dzuhur berkumandang.

            Setelah Sholat, aku bersiap dan mengecek barang-barang. Aku segera beranjak untuk melanjutkan perjalanan. Panasnya matahari membuat ketiakku tak bisa membendung keringatnya. Sementara bus yang dari semarang ke kudus tak ada yang  ber-AC. Aku kembali menarik nafas dalam-dalam dan bersiap dengan rasa panas yang nantinya aku rasakan. Apalagi jika bisnya nge-time terlalu lama, ditambah penuh. Aku bakalan jadi orang panggang. Huh.. tak ada waktu untuk mengeluh. Segeralah aku mencari bus semarang-kudus yang ternyata sesuai perkiraan bus itu sudah sesak dengan manusia. Aku dipaksa untuk berdiri lagi. Jika menunggu bis yang lain pasti akan banyak memakan waktu lagi. Orang-orang yang ada disini mungkin juga berpikiran hal yang sama. Namun aku tak mau disama-samakan. Aku ingin menjadi pembeda. Maka, akupun turun dari bis dan lebih memilih menunggu keberangkatan bis yang selanjutnya.
“mas. Kenapa turun? Ini bisnya sudah mau berangkat. Ayo naik” kata seorang kenek bis yang menghampiriku sedang terduduk di dekat warung bakso.
“maaf mas, bisnya penuh. Saya nunggu bis yang berangkat habis ini saja”
“tapi nanti lama lho mas. Mending sekarang saja”
“nggak mas” kataku teguh. Sedangkan kenek itu tampak memasang muka tak puas dan segera berpaling menuju ke bus yang sudah sesak dengan muatan manusia tersebut.

Apa yang sebenarnya para penumpang itu pikirkan. Apa mereka harus berdesak-desakkan seperti itu hanya untuk bisa pulang ke rumah lebih awal. Atau karena merasa terdesak dan tak ingin membuang waktu untuk menunggu bis yang lain. kenapa mereka tak khawatir dengan keselamatan diri sendiri. Harusnya mereka tahu jika terjadi hal yang tidak diinginkan misal kecelakaan. Kan mereka juga akan lama sampai kerumah. Paling bakalan masuk rumah sakit atau terparah masuk liang lahat. Kalau sampai rumah lebih awal,memang apa saja yang akan mereka lakukan disana. Menonton TV, berbincang-bincang, bersenda gurau bersama sanak keluarga, mainan HP, atau Cuma melongo di depan layar monitor? Paling tak lebih dari itu. jadi lebih baik jika menunggu. Sudahlah. Mungkin ini hanya sebuah persepsi. Pemikiran ini juga mencoba untuk membenarkan pilihanku. Setidaknya aku tidak perlu terlalu mengurusi orang lain. mengurus diri sendiri saja aku terkadang tidak bisa.

Para tukang asongan masih bersemangat menawarkan jajanannya. Meski cuaca cukup panas. Tanggungan hidup membuat mereka harus tetap bertahan dan berjuang. Banyak orang yang tidak membeli. Alasannya adalah jajanan mereka tidak aman, tidak higienis, dan tidak sehat. Bisa jadi mendoannya sudah dijual selama 2 minggu dan Cuma dipanasi agar baunya tidak prengus. Dan ada juga teh botol yang sudah expired tapi tanggal kadaluarsanya dihapus sama penjualnya untuk mengelabui para pembeli. Jujur saja aku jarang membeli produk mereka. Cuma orang kepepet saja yang akan membelinya. Di lain sisi, bapak-bapak yang berjualan koran tadi sudah tidak nampak. Apa dia menyerah? Mungkin dia mencari peruntungan di tempat lain. disinipun aku masih menunggu bis yang akan berangkat. Lama aku menunggu, akhirnya muncul sebuah bus yang dari tadi magang datang menuju ke marga bus.
“Sepertinya bus itu sudah siap berangkat. Tempatnya kosong lagi” gumamku sambil berjalan agak cepat menuju ke tempat bus itu. tujuanku adalah duduk di bangku paling depan dekat sopir. Karena disitu aku tak perlu merasakan desak-desakan antar sesama manusia.
“kudus, kudus mas mau ke kudus? ayo mau berangkat” kata seorang kenek bis tersebut.
“Preet” pikirku dalam hati, aku tahu logat mereka. Mereka bilang mau berangkat, tapi nyatanya harus menunggu 15 menit dulu baru berangkat.
 Seperti biasa dia menarik para penumpang sebanyak-banyaknya untuk kejar setoran. Aku Cuma mengangguk, lalu aku masuk kedalam bus dan duduk di kursi yang paling depan. Hah.... perasaanku mulai lega. Waktu menjelang mau pulang pasti selalu begini. Aku pernah merasakan panas, hujan, desak-desakan, juga pernah diancam pengamen karena aku tak memberinya uang. Namun hal ini menjadikanku tahu akan dunia luar yang lebih luas. Orang-orang yang berjuang bertahan hidup dengan perjuangan yang berbeda-beda. Lantas aku hanya sebagai pengamat. Namun terkadang selalu saja ada pertanyaan yang terbesit di benakku.
“ perjuangan apa yang akan aku lakukan kedepannya?”.
           
22 Desember, 2015


M habib Amrullah

0 komentar:

Posting Komentar