softness

Selamat datang di blogku...

Hadits

Seungguhnya Allah Ta’ala senang melihat hambaNya bersusah payah/lelah dalam mencari rezeki yang halal.(HR.Ad-Dailami)

Tafakkur

tafakkur berarti memikirkan atau mengamati.

Road

pemandangan yang indah membantu pikiran kita menjadi indah

Al-Qur'an

Dan tidaklah sama kebaikan dan keburukan.Tolaklah keburukan itu dengan cara yang sebaik-baiknya, maka tiba-tiba ia, yang di antara engkau dan dirinya ada permusuhan, akan menjadi seperti seorang sahabat yang setia. Dan, tiada yang dianugerahi taufik itu selain orang-orang yang sabar, dan tiada yang dianugerahi taufik itu selain orang yang mempunyai bagian besar dalam kebaikan. (Q.S. 41: 35-36)

Himbauan

jangan marah, bagimu surga

Selasa, 28 Mei 2019

Kumpulan Cerpen ; Tugas


Malam yang dingin menggigit kulit. Badan menggigil tak kuasa menahan rasa Lelah dan letih. kepala terasa di kepruk benda keras, teramat depresi dengan berbagai cobaan yang menderu sejak seminggu ini. Mata jenuh memerah, sekarat dengan deretan akar-akar merah yang merambat di bola mata. Kantung mata sampai memiliki kantung mata, kepala tertunduk berulang kali, berusaha menyuruh sang pemilik untuk istirahat walau hanya sekejap saja.

“Bajigur!” bentak Sarfudin, tak kuasa menahan penat yang kini mulai menjalar ke saraf kesabarannya. Sudah beberapa hari ini pemadatan serta tugas-tugas kuliah datang menderu bak banjir bah dari kota sebelah.

                Namun tidak seperti yang diduga, tugas yang katanya menjadi parameter untuk menilai keaktifan mahasiswa ini sendiri justru malah berbalik arah menjadi senjata mematikan untuk membuat cepat loyo mahasiswa, entah itu karena stress tekanan deadline maupun jadwal padat yang membuat kesibukan pribadi Sarfudin terusik. Berhubung Ia mengikuti beberapa organisasi kampus yang lumayan banyak.

“empat hari tidak tidur, tubuh sudah gemetaran, bahkan kamar amburadul karena tidak pernah di bersihkan” batin Sarfudin.
“kau kira pemadatan bakal membuat kami merasa senang karena jadwal kelas semakin cepat? Kau kira dengan tugas segunung merbabu membuat otak kami menjadi tajam dan pintar-pintar? Kau kira kami ini macam einstein yang otaknya encer kayak oli top one!?” mencoba melampiaskan kekesalan dengan berbicara pada dirinya sendiri.

                Jam telah menunjuk pukul dua dini hari, sedangkan tugas masih berada di tengah perjalanan. Estimasi waktu telah ditetapkan bahwasanya Sarfudin tidak akan tidur lagi pada malam ini. Alhasil dirinya harus pintar-pintar mencuri waktu saat matkul besok, untuk sekiranya bisa tidur satu hingga dua jam agar daya motorik dan akalnya tetap terjaga.
                Sesi akhir kuliah memang memiliki kesenangan tersendiri, namun hanya saja terkadang para dosen memberikan kelas tambahan dan juga tugas yang tak masuk akal ketika mahasiswa dituntut untuk segera menyelesaikan. Ketika mahasiswa ingin cepat lulus, maka bayarannya ialah kinerja yang dipercepat, kuantitas digencot maksimal dengan mengabaikan kualitas yang ada.

                Sarfudin terlihat lesu, saban hari tak bisa mengikuti agenda akhir mata kuliah yang mematikan ini. Dirinya tak segercep mereka yang masih tetap bisa fokus karena memang tak memiliki beban organisasi ataupun kerja lapangan, sedangkan ia harus bersusah payah membagi keduanya dengan kuliah supaya bisa terurus sampai sekarang.

“Dan***” sahutnya. Teman yang ada di sebelahnya hanya bisa menggeleng melihat tingkah Sarfudin yang seperti biasanya dalam seminggu ini.
“lo stress lur?” tanya Tan-tan.
“HMMM” gerutunya, memberikan isyarat iya.
 “udahlah, nikmatin aja, entar tau-tau juga bakal wisuda kok”
“soalnya kalau udah selesai tuh bakal muncul lagi, bikin jenuh tau ga”
“ya dinikmatin lagi lah”
“percuma menikmati sesuatu yang tidak disukai, alhasil aku mengorbankan sesuatu yang aku sukai yang tentunya itu lebih berhak untuk aku nikmati” gerutu Sarfudin.
“he, Allah kan udah pernah bilang tu, terkadang apa yang kita suka itu belum tentu baik, justru hal yang lo ga suka kek gini itu bakal baik di masa depan lo”
“iye gua tau”

kini Tan-tan ditinggal tidur, dosen memang kurang begitu memperhatikan murid barisan belakang, dan selama dua jam akhirnya Sarfudin bisa tertidur dengan leluasa tanpa memperhatikan pelajaran.

                Beberapa mahasiswa Nampak pusing dan tak ambil pikir. Asalkan IPK cumloude, mengapa tidak? Ilmu tak masalah mau mental kemana asalkan bisa absen duduk manis atau tiduran. Tak peduli dengan materi, Dosen, pengajaran berbasis penanaman karakter, dan embel-embel program Pendidikan yang lain. bahkan mereka akan sangat bangga ketika bisa TA (titip Absen).

“ini nih yang perlu di ubah, biang keroknya tak lain adalah Pendidikan hanya dilakukan sebagai ajang formalitas dalam penginputan data. Apanya yang tekologi 4.0? apanya yang ngatain Pendidikan kita maju? Hilih bullshit, suma Cuma embel-embel pemanis, iklan ekonomis untuk menggaet pasar supaya para generasi muda mau kuliah dan menghabiskan uangnya di universitas” Gerutu sarfudin di sela-sela kuliah, dosen kala itu terjebak macet sehingga kelas kosong untuk sementara.

“Jujur apa yang mereka dapat tak sebanding dengan uang pajak rakyat yang mensubsidi mereka, tidak setara dengan uang semesteran yang ditanggung orang tua kita. Anaknya disini Cuma di cekoki bagaimana cara dapat IPK cumloude, bagaimana cara cari kerja, bagaimana cara mencontek pekerjaan teman, bagaimana bisa cari pacar banyak, dll. Ga mutu! Dan salah satu alasan dari semua ini adalah TUGAS! Mulai sekarang dengan ini saya menyatakan, menolak keras tugas-tugas dosen yang diberikan kepada saya kecuali dengan alasan jelas dan bermutu, bukan hanya karena berdasar nilai!” mukanya merah padam, mengeluarkan segala yang telah dia pendam sekian lama. dan akhirnya dia berhasil mengutarakannya kepada teman sebangku kuliahnya.
“kalo lo ga nugas, emang IPK mu mau di isi pakai nilai apa? Pake penilaian praktek orasi dan demo dijalanan?” tanya teman sebelahnya.
“aku ga gagas IPK, liat stave jobs, mark Zuckerberg! Mereka para DO-werz yang sukses meski tak lulus kuliah. Karena mereka paham kuliah itu ga penting, ga se passion dengan mereka”
“lo rencana mau DO juga?”
“ya sampe lulus lah. Cuma aku ga gagas IPK titik. Asalkan itu cukup itu lebih baik, penting selama masa kuliah aku bisa mendalami sesuatu dan belajar mengenai pengalaman. Ketimbang harus kusisihkan waktu untuk mengurus contekan, pacarana, apalagi tugas ga penting”
***

Pernyataan Sarfudin sontak menuai kontroversi. Pernyataan nyeleneh bin radikal itu akhirnya sampai ke telinga salah satu dekan fakultas tersebut.

“Anda yang bernama Sarfudin?” tanya sang Dekan. Kini Sarfudin sedang di introgasi di ruangannya.
Sarfudin mencoba bersikap setenang mungkin, meski tidak pernah menduga pernyataannya bakal di permasalahkan di tingkat dekan fakultas. “benar pak, saya Sarfudin Al Wanii, salah satu mahasiswa di fakultas FEB jurusan S1 manajemen 2017”
“Ananda Sarfudin tau kenapa bisa dipanggil kesini?” tanya Dekan, dengan nada berat.
Sarfudin menggeleng, sok-sok an tidak tau.
“saya hari ini mendengar statement yang kurang menarik, bahwasanya ada seorang mahasiswa yang menentang sistem dengan tidak ingin mengerjakan tugas-tugas dosen. Dan ketika saya teliti, ternyata hal ini keluar pertama kali dari mulut anda, benar begitu?”
“benar pak” sahut Sarfudin mantap.
“apa alasanmu berkata seperti itu. kamu tahu mulut itu lebih tajam dari pada pisau?” Pak Dekan menggunakan nada introgasi yang menekan.
“saya tahu pak, namun disini saya sebagai mahasiswa juga harusnya boleh memiliki kebebasan berpendapat” Timpal Sarfudin.
“memang tiap orang boleh bebas berpendapat. Tapi anda juga harus tahu, ketika anda melakukan kebebasan berpendapat, secara tidak langsung anda mengusik kepentingan dari orang lain. ketika hal itu sudah menganggu kepentingan yang lain, maka mau tidak mau anda harus bertanggung jawab dan berhadapan dengan kepentingan yang telah anda usik itu. sampai sini anda paham? Anda mengerti betapa bahayanya yang anda ucapkan? Hal itu secara tidak langsung akan membuat mahasiswa lain teracuni dan juga berpikir hal yang sama, merasa bakal menganggap kuliah itu tidak berguna. Kalau mereka pada DO siapa yang harus disalahkan?” pelotot pak Dekan.
“tentu saja instansi” Jawab Sarfudin “setelah tahu dampak dan resiko kedepannya bakal seperti itu, mengapa tidak berusaha mengganti sistem? bukan malah menumpas mereka yang ingin menjadi pelapor perubahan sistem” sahut Sarfudin.
Dan hingga saat ini, pada detik ini. Sarfudin tidak pernah lagi keluar dari ruangan itu.


Selasa, 28 Mei 2019



M            H             A

Minggu, 26 Mei 2019

Kumpulan Cerpen ; Bukber



Jam sudah menunjuk pukul 16.30, padahal bukber kelas akan dilaksanakan pukul 5 sore nanti. Semua terlihat santai, ingin menelatkan diri dengan berangkat pukul 5 sore. Waktu yang seharusnya digunakan sebagai patokan agar sampai dilokasi justru malah di buat untuk menjadi patokan OTW. Itupun baru siap-siap mandi, manasin motor, dll.

Berusaha mengikuti budaya, Ran berangkat dari kos jam 17.05. Jalanan sudah ramai penuh sesak. Rupanya para pencari takjil sudah mulai keluar dari sarangnya. Menanti menunggu berbuka, mereka tak ingin ketinggalan mengikuti agenda pengajian masjid. Semoga niatnya bukan karena takjil.

Seorang muadzin hampir menangis, baru kali ini dia merasa senang ketika banyak orang menantikan adzan magrib dan mengikuti kajian-kajian di masjid. Padahal di bulan-bulan biasanya mereka tak menggubris kajian, mereka tak anggap adzan. Namun sekerang mereka seperti seorang kekasih yang menanti pasangannya yang tengah berpisah lama.

            Ran kembali mengegas motor, melaju zig-zag melewati hala rintang kemacetan sore itu. Sudah tidak terhitung berapa banyak bukber yang tengah Ran ikuti, mulai dari bukber organisasi, kumpul reuni, kumpul temen kos, keluarga, dll. Baik itu yang sudah terencana jauh-jauh hari, baru tempo hari, dadakan, bahkan yang ter wacanakan sekalipun. Ran berpikir segala agenda itu justru menyibukkan agendanya dalam melakukan ibadah di bulan Ramadhan. Begitupun isi dompetnya.

Sampai di SS (Serba Sambat), Ran memarkirkan motor, berjalan menuju ke dalam resto yang sudah ramai dengan hiruk pikuk orang-orang.

“Kursi nomor berapa mas?“ seorang ukhti berkerudung merah berjalan ke arah Ran dengan senyuman mematikan, pelayan di restoran ini memang telah di desain untuk membuat klepek-klepek para pelanggan, apalagi mereka yang sudah jones akut stadium empat.
“atas Nama Sayuti” kata Raid membalas senyuman ramah pelayanan resto. Semenjak tadi hatinya ketar-ketir cetar menahan luapan kegembiraan yang membuncah di hatinya.
“mari ikuti saya”
(sampai ke ujung dunia bumi datar pun saya ikutin mbak) batin Ran dalam hati
mereka berdua berjalan ke salah satu meja Panjang yang tengah di siapkan.

            Kursi yang tersedai berjumlah 36 sesuai teman satu kelas. terlihat hanya satu orang yang datang lebih dulu di tempat, padahal waktu berbuka tinggal lima belas menit lagi. Raid mendekat ke sampingnya.

“janjiannya padahal jam lima, tapi ini kurang lima belas menit tapi yang datang Cuma kita berdua?” Kata Ran dengan ekspresi tidak percaya.
“yah, mungkin udah jadi budaya Ran, kita khusnudzan aja paling mereka lagi kejebak macet”
“padahal tadi aku udah nelat-nelatin diri lho. Tapi Taunya nomor dua. hehe”
Ran menyampirkan tas yang ia bawa, menyalakan smartphone dan melihat notif line. Rupanya mereka baru pada otw dari rumah masing-masing dengan alasan tertentu yang ga mutu.
“awalnya aku juga niatnya g mau ikut, tapi yah yang diperhitungkan disini adalah kumpulnya sih, uang ga jadi masalah semahal apapun” sahut Roy.
“memang bro” Timpal Ran, mengangguk setuju.

Untuk melampiaskan kekesalan, akhirnya ran dan roy memilih untuk keluar sebentar sembari menunggu teman-teman mereka datang.

            Mereka berjalan di tengah kota, melihat berbagai macam penjual dadakan yang berduyun-duyun memenuhi trotoar. Beberapa para simpatisan membagikan takjil gratis kepada para pengendara motor di lampu merah. Kegiatan bakti sosial berbalut proker organisasi kental di dalamnya, semoga niat mereka benar, tidak hanya sebatas mengugurkan proker tahunan.

“eh ini ada WA masuk, beberapa udah ada yang nyampe” sahut Ran.
“ah, biarin, kita datengnya pas mepet-mepet buka aja”
“Tapi ini dah mau buka cuy”
“ya udah, yuk balik”

            Mereka berdua berjalan santai kembali ke restoran, sambil menikmati udara knalpot di perkotaan. Roy dan Raid menikmati suasana itu sambil berbincang.

“gimana puasa lo?”
“alhamdulillah lancar, Cuma tadi pagi aku kesiangan jadi ga sempet sahur”
“ga minta bangunin Doi lu?”
“dasar lo, gua masih jomblo Ran”
“wkwk, sorry-sorry, justru lo harus bangga lho kalau jomblo”
“kenapa emang? Ga laku kok malah bangga”
“yee, jangan dilihat dari situnya, itu tandanya lo masih di lindungin, masih gress, kayak barang baru, orang yang dah pacarana itu ibarat barang second”

            Roy kembali mengecek wa dan jam sudah menunjuk pukul lima lebih tiga puluh menit, semua sudah berkumpul atas jarkoman bercapslok dan blod yang ada di grup. Rupanya ketua kelas sudah memberikan taklimat sehingga mereka yang masih otw (on the wc) mulai kalang kabut, ngebut, semrawut untuk bisa segera datang ke lokasi bukber.

“eh, katanya tinggal kita yang belum dateng, udah di tungguin nih” sahut Roy.
“kira-kira kita bakalan dimarahin ga ya?” Ran Nampak khawatir.
“sans, aku udah bilang ke ketua kelasnya kalau tadi kita udah sampe, udah naruh tas pula. Alasan kita colut juga udah tak jelasin ke dia karena kita lama nunggu”
“okey”

            Mereka berjalan balik menuju restoran.

Ternyata semua sudah datang. Beberapa orang berusaha mengejek keterlambatan Roy dan Ran, padahal pada dasarnya mereka sudah datang lebih dulu dari yang lain. namun Roy dan Ran Nampak biasa dan menggubris mereka dengan gurauan belaka. Tak ayal memang kebanyakan orang selalu memandang negative orang lain tanpa melihat perilaku diri mereka sendiri.

            Adzan telah tiba. Tak disangka Ran diberikan kesempatan untuk memimpin doa. Setelah selesai mereka makan dengan porsi yang tak seberapa dengan harga maksimal. Dan ketika pulang Raid harus menambah porsi makannya dengan mengunjungi warung burjo setempat.


Senin, 27 Mei 2019



M         H         A

Kamis, 02 Mei 2019

Formalitas Dakwah Muntijah



Ngga perlu banyak basa-basi, kita langsung menuju pokok bahasan utama. Esensi DAKWAH adalah untuk menyerukan kebaikan, dengan hasil kita bisa menyeret orang-orang yang masih berperilaku buruk menuju ke dalam kebaikan. Jika dipikir sampai sekarang, sudah berapa banyak orang yang hijrah dari tangan kita? Seberapa banyak orang yang mau kita ajak Sholat atau berhenti melakukan kegiatan buruk macam merokok?

Perkara hati memang urusan Allah, namun sudahkah kita berusaha melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan mereka dari jurang kedzaliman. Atau mungkin, kita hanya sekedar menyerahkan mereka kepada Allah, mendo’akan saja supaya mereka segera taubat, tanpa perlu kita bersusah payah merubah keadaan mereka. Menghindar untuk sekedar menyelamatkan diri sendiri agar tidak terjerumus, atau mungkin mengajak dan berbuat baik hanya sekedar menggugurkan agenda proker yang telah di rancang pada awal periode.

Sungguh keliru, rupanya kita masih perlu meng-cross-check niat kita. Cara pandang akan tujuan dakwah, cara kerja akan esensi tiap kegiatan, serta sudut pandang dari urgensi ukhwah. Mungkin kita masih perlu belajar banyak untuk kembali memantapkan pondasi yang terabaikan.

Dakwah muntijah ialah dakwah produktif. Seperti melakukan banyak agenda keagamaan, terus menerus mengajak orang kepada kebaikan, merancang sekian ratus agenda organisasi, mengeluarkan biaya berjuta-juta untuk snack gratis. Nyatanya semua itu serasa ampas karena hanya dihadiri oleh segelintir orang, dari internal organisasi sendiri, itupun ga semua, parahnya lagi ga ada setengahnya dari total keseluruhan staff. Itupun kalau dari luar mereka yang datang kebanyakan udah bener dalam hal pemahaman dan fikrah islam. Yang menjadi pertanyaan sekarang ialah. Apa esensi dari tiap agenda yang di buat tersebut? Selain hanya buang-buang tenaga, buang-buang uang, buang-buang waktu, dan buang-buang pikiran. MIRIS.

Banyak dari LDF yang sering mengeluh

“anggota kami sedikit”
“susah banget menggaet massa untuk masuk ke organisasi dakwah. Mereka lebih memilih organisasi lain yang lebih glamour dan asik”
“segala bentuk kegiatan kami selalu dihadiri sedikit orang”

Dan berbagai hal lain yang intinya segala kendala itu merujuk pada SDM yang ada. Target yang jarang tercapai. Dan segala kesulitan dalam menggaet orang luar. Padahal sebagian besar mahasiswa di tiap universitas yang ada di indonesia itu beragama islam. Lucunya meski notabenenya memiliki jumlah penganut islam terbanyak justru malah LDF nya kekurangan sumber daya. Begitupun setiap agenda yang ada hanya di hadiri secuil simpatisan staff LDF,  bahkan ada juga acara yang gagal diakibatkan ga ada orang yang hadir. MIRIS.

            Semua menganggap masalah tersebut wajar dan lumrah. Masalah mainstream yang sudah menjadi adat dan kebiasaan LDF ataupun LDK di tiap kampus. Masalah yang tak akan pernah berubah seberapa keras kita berusaha untuk merubahnya. Padahal selama ini mereka bekerja dengan cara yang salah, tujuan yang salah, dan strategi yang salah. Hanya berkutat pada agenda. Sama sekali tidak memperhatikan hakikat individu yang sebenarnya perlu untuk mendapatkan penanganan lebih jauh.

            Merubah cara pandang dan pikiran memang sulit. Merubah perusahaan kearah yang lebih baik perlu pengorbana ekstra. Dahulu perpindahan dari minyak tanah ke kompor gas untuk memasak juga perlu waktu lama. untuk itu sebelum kita pasrah dan hanya berserah diri dengan hasil kerja yang kurang tepat. Lebih baik kita memuhasabah tiap hasil kerja yang telah di lakukan terdahulu, Mempelajari tiap kesalahan dan bertanya mengapa yang datang Cuma segelintir? Mengapa mereka tidak mau ikut LDF? Mengapa tiap kegiatan LDF itu kebanyakan tidak mengasyikkan? Apakah orang yang ingin berhijrah harus melalui kegiatan LDF? Dan berbagai pertanyaan lain yang memacu otak untuk berpikir kritis.

            Untuk menerapkan dakwah muntijah tidak hanya cukup mengandalkan proker-proker formal yang kaku. Mereka pasti menghindar dan malas karena tahu kegiatan itu hanya buang-buang waktu. Perlu adanya semacam penyuluhan informal. Pendekatan manual tanpa embel-embel kegiatan terencana maupun embel-embel organisasi. Tak perlu adanya jarkoman, nge tag tempat, persiapan konsumsi, pengadaan dana organisasi, kerjasama antar UKM dan lain sebagainya yang ribet dan bikin riwil. CUKUP BERTEMU, MENYAPA, BERINTERAKSI, MENGAJAK SEDIKIT DEMI SEDIKIT DIRINYA HIJRAH, SAMBIL KITA MENCONTOHKAN PERILAKU TERPUJI YANG KITA DAPATKAN DI LDF. This simple, tapi memang kebanyakan kader dakwah tak bisa menerapkan hal tersebut.

Mana mau mereka menerima ajakan orang asing untuk hijrah? Walaupun itu dalam hal kebaikan, tapi ketika orang tersebut tidak begitu dekat maka akan sangat sulit bagi orang itu untuk mau  di ajak. Beda lagi kalau itu orang terdekat mereka, yang sering mengajak berinteraksi dan bermain Bersama. Mereka rela di ajakin nongkrong sampai larut malam, karena memang mereka sudah mendapatkan HATINYA.

            Nah sekarang kita masuk ke ranah HATI!. Ranah yang paling sakral di miliki oleh tiap manusia. Seperti yang pernah saya perumpamakan sebelumnya bahwa
‘manusia tidak seperti robot yang hanya di input perintah tertentu langsung jalan. Manusia itu kompleks, setiap input yang sama tidak selalu menghasilkan output yang sama’
Tiap hati beda cara penginputannya, tiap individu berbeda cara penangannya. Untuk menggaet hati manusia memerlukan cara spesial yang tidak hanya bisa dilakukan oleh proker formal yang di tujukan pada satu/dua watak individu. Tetapi menyeluruh sesuai dengan variasi hati tiap individu. Untuk itulah, perlu penekanan bahwasanya LDF tidak memulu perkara organisasi dan proker semata yang di tonjolkan, tetapi juga dari segi interaksi antar personal yang perlu di tekankan untuk bisa menggaet mereka menuju kebaikan. Sekali lagi Perlu adanya penekanan INFORMAL pada organisasi. Jangan melulu formal.

            Contoh nyata, Rasul berdakwah di tiap-tiap rumah dengan melakukan interaksi, memperlakukan tiap individu dengan cara-cara berbeda. Mengenal mereka yang di dakwahi dan mengetahui kebutuhan apa yang mereka butuhkan per-individu, bayangin, per-individu! Bukan hanya sekedar agenda formal rutinan yang sering digembar-gemborkan memalui jarkoman! (itupun hanya di scroll up).

            Intinya dakwah muntijah bukan hanya sekedar mengandalkan aspek kualitas proker yang dirancang dan dilaksanakaan. Bukan hanya sekedar mengeksekusi kuantitas proker yang telah dijalankan. Namun disini juga ada kualitas diri dan kualitas dalam berinteraksi, kualitas dalam mengajak, kualitas dalam merangkul hati, kuantitas dalam memperbanyak channel pertemanan, kuantitas dalam berbagai interaksi yang dilakukan setiap hari. Semua perlu di upayakan untuk apa? Tentu dan pasti, untuk dakwah muntijah yang tidak hanya membeku dalam kontek formalitas belaka. Namun juga masuk ke ranah informal di tiap kehidupan, di tiap-tiap hari yang selalu kita lewati dengan saudara kita.