Jam sudah menunjuk pukul 16.30,
padahal bukber kelas akan dilaksanakan pukul 5 sore nanti. Semua terlihat
santai, ingin menelatkan diri dengan berangkat pukul 5 sore. Waktu yang
seharusnya digunakan sebagai patokan agar sampai dilokasi justru malah di buat
untuk menjadi patokan OTW. Itupun baru siap-siap mandi, manasin motor, dll.
Berusaha
mengikuti budaya, Ran berangkat dari kos jam 17.05. Jalanan sudah ramai penuh
sesak. Rupanya para pencari takjil sudah mulai keluar dari sarangnya. Menanti menunggu
berbuka, mereka tak ingin ketinggalan mengikuti agenda pengajian masjid. Semoga
niatnya bukan karena takjil.
Seorang
muadzin hampir menangis, baru kali ini dia merasa senang ketika banyak orang
menantikan adzan magrib dan mengikuti kajian-kajian di masjid. Padahal di
bulan-bulan biasanya mereka tak menggubris kajian, mereka tak anggap adzan.
Namun sekerang mereka seperti seorang kekasih yang menanti pasangannya yang
tengah berpisah lama.
Ran
kembali mengegas motor, melaju zig-zag melewati hala rintang kemacetan sore
itu. Sudah tidak terhitung berapa banyak bukber yang tengah Ran ikuti, mulai
dari bukber organisasi, kumpul reuni, kumpul temen kos, keluarga, dll. Baik itu
yang sudah terencana jauh-jauh hari, baru tempo hari, dadakan, bahkan yang ter
wacanakan sekalipun. Ran berpikir segala agenda itu justru menyibukkan
agendanya dalam melakukan ibadah di bulan Ramadhan. Begitupun isi dompetnya.
Sampai di
SS (Serba Sambat), Ran memarkirkan motor, berjalan menuju ke dalam resto yang
sudah ramai dengan hiruk pikuk orang-orang.
“Kursi nomor berapa mas?“ seorang
ukhti berkerudung merah berjalan ke arah Ran dengan senyuman mematikan, pelayan
di restoran ini memang telah di desain untuk membuat klepek-klepek para
pelanggan, apalagi mereka yang sudah jones akut stadium empat.
“atas Nama Sayuti” kata Raid
membalas senyuman ramah pelayanan resto. Semenjak tadi hatinya ketar-ketir
cetar menahan luapan kegembiraan yang membuncah di hatinya.
“mari ikuti saya”
(sampai ke ujung dunia bumi datar
pun saya ikutin mbak) batin Ran dalam hati
mereka berdua berjalan ke salah
satu meja Panjang yang tengah di siapkan.
Kursi
yang tersedai berjumlah 36 sesuai teman satu kelas. terlihat hanya satu orang
yang datang lebih dulu di tempat, padahal waktu berbuka tinggal lima belas
menit lagi. Raid mendekat ke sampingnya.
“janjiannya padahal jam lima,
tapi ini kurang lima belas menit tapi yang datang Cuma kita berdua?” Kata Ran
dengan ekspresi tidak percaya.
“yah, mungkin udah jadi budaya Ran,
kita khusnudzan aja paling mereka lagi kejebak macet”
“padahal tadi aku udah
nelat-nelatin diri lho. Tapi Taunya nomor dua. hehe”
Ran menyampirkan tas yang ia
bawa, menyalakan smartphone dan melihat notif line. Rupanya mereka baru pada
otw dari rumah masing-masing dengan alasan tertentu yang ga mutu.
“awalnya aku juga niatnya g mau
ikut, tapi yah yang diperhitungkan disini adalah kumpulnya sih, uang ga jadi
masalah semahal apapun” sahut Roy.
“memang bro” Timpal Ran,
mengangguk setuju.
Untuk melampiaskan
kekesalan, akhirnya ran dan roy memilih untuk keluar sebentar sembari menunggu
teman-teman mereka datang.
Mereka
berjalan di tengah kota, melihat berbagai macam penjual dadakan yang
berduyun-duyun memenuhi trotoar. Beberapa para simpatisan membagikan takjil
gratis kepada para pengendara motor di lampu merah. Kegiatan bakti sosial
berbalut proker organisasi kental di dalamnya, semoga niat mereka benar, tidak
hanya sebatas mengugurkan proker tahunan.
“eh ini ada WA masuk, beberapa
udah ada yang nyampe” sahut Ran.
“ah, biarin, kita datengnya pas
mepet-mepet buka aja”
“Tapi ini dah mau buka cuy”
“ya udah, yuk balik”
Mereka
berdua berjalan santai kembali ke restoran, sambil menikmati udara knalpot di
perkotaan. Roy dan Raid menikmati suasana itu sambil berbincang.
“gimana puasa lo?”
“alhamdulillah lancar, Cuma tadi
pagi aku kesiangan jadi ga sempet sahur”
“ga minta bangunin Doi lu?”
“dasar lo, gua masih jomblo Ran”
“wkwk, sorry-sorry, justru lo
harus bangga lho kalau jomblo”
“kenapa emang? Ga laku kok malah
bangga”
“yee, jangan dilihat dari
situnya, itu tandanya lo masih di lindungin, masih gress, kayak barang baru,
orang yang dah pacarana itu ibarat barang second”
Roy
kembali mengecek wa dan jam sudah menunjuk pukul lima lebih tiga puluh menit,
semua sudah berkumpul atas jarkoman bercapslok dan blod yang ada di grup.
Rupanya ketua kelas sudah memberikan taklimat sehingga mereka yang masih otw
(on the wc) mulai kalang kabut, ngebut, semrawut untuk bisa segera datang ke
lokasi bukber.
“eh, katanya tinggal kita yang
belum dateng, udah di tungguin nih” sahut Roy.
“kira-kira kita bakalan dimarahin
ga ya?” Ran Nampak khawatir.
“sans, aku udah bilang ke ketua
kelasnya kalau tadi kita udah sampe, udah naruh tas pula. Alasan kita colut
juga udah tak jelasin ke dia karena kita lama nunggu”
“okey”
Mereka
berjalan balik menuju restoran.
Ternyata
semua sudah datang. Beberapa orang berusaha mengejek keterlambatan Roy dan Ran,
padahal pada dasarnya mereka sudah datang lebih dulu dari yang lain. namun Roy
dan Ran Nampak biasa dan menggubris mereka dengan gurauan belaka. Tak ayal
memang kebanyakan orang selalu memandang negative orang lain tanpa melihat
perilaku diri mereka sendiri.
Adzan
telah tiba. Tak disangka Ran diberikan kesempatan untuk memimpin doa. Setelah
selesai mereka makan dengan porsi yang tak seberapa dengan harga maksimal. Dan
ketika pulang Raid harus menambah porsi makannya dengan mengunjungi warung
burjo setempat.
Senin, 27 Mei 2019
M H A







0 komentar:
Posting Komentar