Minggu, 26 Mei 2019

Kumpulan Cerpen ; Bukber



Jam sudah menunjuk pukul 16.30, padahal bukber kelas akan dilaksanakan pukul 5 sore nanti. Semua terlihat santai, ingin menelatkan diri dengan berangkat pukul 5 sore. Waktu yang seharusnya digunakan sebagai patokan agar sampai dilokasi justru malah di buat untuk menjadi patokan OTW. Itupun baru siap-siap mandi, manasin motor, dll.

Berusaha mengikuti budaya, Ran berangkat dari kos jam 17.05. Jalanan sudah ramai penuh sesak. Rupanya para pencari takjil sudah mulai keluar dari sarangnya. Menanti menunggu berbuka, mereka tak ingin ketinggalan mengikuti agenda pengajian masjid. Semoga niatnya bukan karena takjil.

Seorang muadzin hampir menangis, baru kali ini dia merasa senang ketika banyak orang menantikan adzan magrib dan mengikuti kajian-kajian di masjid. Padahal di bulan-bulan biasanya mereka tak menggubris kajian, mereka tak anggap adzan. Namun sekerang mereka seperti seorang kekasih yang menanti pasangannya yang tengah berpisah lama.

            Ran kembali mengegas motor, melaju zig-zag melewati hala rintang kemacetan sore itu. Sudah tidak terhitung berapa banyak bukber yang tengah Ran ikuti, mulai dari bukber organisasi, kumpul reuni, kumpul temen kos, keluarga, dll. Baik itu yang sudah terencana jauh-jauh hari, baru tempo hari, dadakan, bahkan yang ter wacanakan sekalipun. Ran berpikir segala agenda itu justru menyibukkan agendanya dalam melakukan ibadah di bulan Ramadhan. Begitupun isi dompetnya.

Sampai di SS (Serba Sambat), Ran memarkirkan motor, berjalan menuju ke dalam resto yang sudah ramai dengan hiruk pikuk orang-orang.

“Kursi nomor berapa mas?“ seorang ukhti berkerudung merah berjalan ke arah Ran dengan senyuman mematikan, pelayan di restoran ini memang telah di desain untuk membuat klepek-klepek para pelanggan, apalagi mereka yang sudah jones akut stadium empat.
“atas Nama Sayuti” kata Raid membalas senyuman ramah pelayanan resto. Semenjak tadi hatinya ketar-ketir cetar menahan luapan kegembiraan yang membuncah di hatinya.
“mari ikuti saya”
(sampai ke ujung dunia bumi datar pun saya ikutin mbak) batin Ran dalam hati
mereka berdua berjalan ke salah satu meja Panjang yang tengah di siapkan.

            Kursi yang tersedai berjumlah 36 sesuai teman satu kelas. terlihat hanya satu orang yang datang lebih dulu di tempat, padahal waktu berbuka tinggal lima belas menit lagi. Raid mendekat ke sampingnya.

“janjiannya padahal jam lima, tapi ini kurang lima belas menit tapi yang datang Cuma kita berdua?” Kata Ran dengan ekspresi tidak percaya.
“yah, mungkin udah jadi budaya Ran, kita khusnudzan aja paling mereka lagi kejebak macet”
“padahal tadi aku udah nelat-nelatin diri lho. Tapi Taunya nomor dua. hehe”
Ran menyampirkan tas yang ia bawa, menyalakan smartphone dan melihat notif line. Rupanya mereka baru pada otw dari rumah masing-masing dengan alasan tertentu yang ga mutu.
“awalnya aku juga niatnya g mau ikut, tapi yah yang diperhitungkan disini adalah kumpulnya sih, uang ga jadi masalah semahal apapun” sahut Roy.
“memang bro” Timpal Ran, mengangguk setuju.

Untuk melampiaskan kekesalan, akhirnya ran dan roy memilih untuk keluar sebentar sembari menunggu teman-teman mereka datang.

            Mereka berjalan di tengah kota, melihat berbagai macam penjual dadakan yang berduyun-duyun memenuhi trotoar. Beberapa para simpatisan membagikan takjil gratis kepada para pengendara motor di lampu merah. Kegiatan bakti sosial berbalut proker organisasi kental di dalamnya, semoga niat mereka benar, tidak hanya sebatas mengugurkan proker tahunan.

“eh ini ada WA masuk, beberapa udah ada yang nyampe” sahut Ran.
“ah, biarin, kita datengnya pas mepet-mepet buka aja”
“Tapi ini dah mau buka cuy”
“ya udah, yuk balik”

            Mereka berdua berjalan santai kembali ke restoran, sambil menikmati udara knalpot di perkotaan. Roy dan Raid menikmati suasana itu sambil berbincang.

“gimana puasa lo?”
“alhamdulillah lancar, Cuma tadi pagi aku kesiangan jadi ga sempet sahur”
“ga minta bangunin Doi lu?”
“dasar lo, gua masih jomblo Ran”
“wkwk, sorry-sorry, justru lo harus bangga lho kalau jomblo”
“kenapa emang? Ga laku kok malah bangga”
“yee, jangan dilihat dari situnya, itu tandanya lo masih di lindungin, masih gress, kayak barang baru, orang yang dah pacarana itu ibarat barang second”

            Roy kembali mengecek wa dan jam sudah menunjuk pukul lima lebih tiga puluh menit, semua sudah berkumpul atas jarkoman bercapslok dan blod yang ada di grup. Rupanya ketua kelas sudah memberikan taklimat sehingga mereka yang masih otw (on the wc) mulai kalang kabut, ngebut, semrawut untuk bisa segera datang ke lokasi bukber.

“eh, katanya tinggal kita yang belum dateng, udah di tungguin nih” sahut Roy.
“kira-kira kita bakalan dimarahin ga ya?” Ran Nampak khawatir.
“sans, aku udah bilang ke ketua kelasnya kalau tadi kita udah sampe, udah naruh tas pula. Alasan kita colut juga udah tak jelasin ke dia karena kita lama nunggu”
“okey”

            Mereka berjalan balik menuju restoran.

Ternyata semua sudah datang. Beberapa orang berusaha mengejek keterlambatan Roy dan Ran, padahal pada dasarnya mereka sudah datang lebih dulu dari yang lain. namun Roy dan Ran Nampak biasa dan menggubris mereka dengan gurauan belaka. Tak ayal memang kebanyakan orang selalu memandang negative orang lain tanpa melihat perilaku diri mereka sendiri.

            Adzan telah tiba. Tak disangka Ran diberikan kesempatan untuk memimpin doa. Setelah selesai mereka makan dengan porsi yang tak seberapa dengan harga maksimal. Dan ketika pulang Raid harus menambah porsi makannya dengan mengunjungi warung burjo setempat.


Senin, 27 Mei 2019



M         H         A

0 komentar:

Posting Komentar