softness

Selamat datang di blogku...

Hadits

Seungguhnya Allah Ta’ala senang melihat hambaNya bersusah payah/lelah dalam mencari rezeki yang halal.(HR.Ad-Dailami)

Tafakkur

tafakkur berarti memikirkan atau mengamati.

Road

pemandangan yang indah membantu pikiran kita menjadi indah

Al-Qur'an

Dan tidaklah sama kebaikan dan keburukan.Tolaklah keburukan itu dengan cara yang sebaik-baiknya, maka tiba-tiba ia, yang di antara engkau dan dirinya ada permusuhan, akan menjadi seperti seorang sahabat yang setia. Dan, tiada yang dianugerahi taufik itu selain orang-orang yang sabar, dan tiada yang dianugerahi taufik itu selain orang yang mempunyai bagian besar dalam kebaikan. (Q.S. 41: 35-36)

Himbauan

jangan marah, bagimu surga

Sabtu, 30 April 2016

Download anime Kekkaishi MKV sub Indo New link (Part 1)



               Assalamualaikum warahmatullahiwabarokatuh, alhamdulillah, segala puji bagi Allah swt. yang telah memberikan saya kesehatan sehingga bisa mengupload semua koleksi Kekkaishi saya ke dalam "cloud storage", dan juga memberikan kesehatan kepada kalian, sehingga bisa ngenet dan mendownload file yang ada disini. Tak lupa juga, solawat serta salam, tetap tercurah kepada junjungan kita nabi besar Muhammad shallallahu'alaihiwasallam.beserta keluarga, para sahabat, para tabi'in, beserta setiap orang muslim yang menjalankan ajaran islam dan sunnah-sunnah beliau. semoga kita mendapatkan syafaatnya di yaumul akhir kelak, aamiin....
            
             oke bro, bagi kalian yang masih berkubang dengan kenangan masa kecil kalian. yang lahir tahun 90-an pasti tau nih anime. yak, disini saya nggak usah panjang lebar (lagian, tulisan kayak gini jarang dibaca.....). nah, LINK animenya ada di bawah INI :

Kekkaishi eps.1 : http://adf.ly/1Zy3AR
Kekkaishi eps.2 : http://adf.ly/1Zy3XO
Kekkaishi eps.3 : http://adf.ly/1Zy3ci
Kekkaishi eps.4 : http://adf.ly/1ZzAVb
Kekkaishi eps.5 : http://adf.ly/1ZzAe4
Kekkaishi eps.6 : http://adf.ly/1ZzAkk
Kekkaishi eps.7 : http://adf.ly/1ZzAoJ
Kekkaishi eps.8 : http://adf.ly/1ZzAro
Kekkaishi eps.9 : http://adf.ly/1ZzAvE
Kekkaishi eps.10 : http://adf.ly/1ZzB0C
Kekkaishi eps.11 : http://adf.ly/1ZzB4S
Kekkaishi eps.12 : http://adf.ly/1ZzB8n
Kekkaishi eps.13 : http://adf.ly/1ZzBDs
Kekkaishi eps.14 : http://adf.ly/1ZzBH8
Kekkaishi eps.15 : http://adf.ly/1ZzBKx


Jumat, 29 April 2016

Komik Indonesia; Sopo Aku # Chapter 2 #








































Minggu, 24 April 2016

Kumpulan Cerpen; Orang yang Sabar




Lelaki itu masih tetap menjaga kesabarannya. Meski di hina, di kucilkan, di lempari batu, di siram air ledeng, nginjek tai, di leletin upil. Dia masih sabar dan tetap istiqomah dalam menahan amarahnya. Orang sabar itu sebenarnya memiliki tubuh yang ideal dengan tinggi di atas rata-rata. Kalau memang ada orang yang mengganggu, mudah saja baginya menyepak kepala-kepala orang yang kurang ajar itu. Namun, dia masih memilih sabar dan tersenyum atas segala yang menimpanya.
“mana mungkin ada orang yang seperti itu?” tanya Ketut kepada Butut, mereka sedang duduk di trotoar jalan. Mereka berdua saat itu melihat lelaki penyabar itu sedang berjalan di dekat situ.
“dia memang orangnya begitu, selalu sabar jika tertimpa musibah atau saat digannggu orang” timpal Butut
“aku jadi penasaran nih, aku mau coba nyandung kakinya deh”
“yak, silakan”
Lalu Ketut menghampiri orang sabar itu. orang sabar itu sedang berjalan menuju ke surau untuk melaksanakan sholat dhuha. Kentut yang sudah siap sedia di tempat yang dijanjikan. Bersiap mengangkat kakinya untuk menyandung pemuda penyabar itu. lantas kaki pemuda itu tersandung oleh kaki Ketut. “Astagfirullah!” kata pemuda penyabar itu. disusul suara jedakan yang amat keras. Kepalanya terjerembab dulu di atas tanah. Ketut tak merasa bersalah. Dia malah menahan tawa dan lekas pergi dari tempat tersebut. Butut yang melihat dari jauh sudah terkekeh tak karuan. Sedangkan orang lain yang melihat kejadian itu tidak peduli, lalu melanjutkan aktivitas masing-masing.

Ketut sudah sampai di dekat Butut. Dia lalu melepas tawanya yang dia tahan sedari tadi
“bener kata loe bro. Dia sama sekali nggak ngejar gue. Hahahaha....... ”
“benerkan. Dia itu orangnya emang kaya’ gitu”
Pemuda sabar yang kepalanya terjedak itu bangkit kembali. Darah terlihat mengucur dari jidatnya. Dia hanya mengelus dada sambil mengusap darah itu agar hilang. Lalu ber-istigfar beberapa kali. dengan senyuman di bibir, dia melanjutkan perjalanannya menuju masjid.

Kawanan burung berterbangan di atas langit yang biru. Salah satu burung yang sudah kebelet boker semenjak tadi, akhirnya melepaskan hajatnya di atas langit. “cuii.......” plek. “fire in the holl” pemuda penyabar itu merasakan sesuatu yang aneh diatas kepalanya. Dengan senyum dibibir, dia coba mengusap kepala. Dan yang dia temui adalah sebuah gumpalan cair berbentuk tai. Bibirnya tersenyum lebih lebar. “ah... tai burung, Astagfirullah hal’adzim” pemuda sabar itu menggeleng-nggeleng sambil mengelus dada.
“eh” katanya setelah tau jika tangannya tadi habis digunakan untuk memegang tai tadi.
Dia kali ini tersenyum dengan keikhlasan tiada tara “aku harus mencuci baju dan menghilangkan najis ini”.
Lalu dia tetap melanjutkan perjalanannya menuju masjid. Tak sampai dua langkah. Bola pompan sudah melayang mengahantam kepalanya yang sudah melas. “innalillahi” pekiknya disambut takbir!
“haduh gimana nih.... bola yang aku tendang kena mas-mas” kata seorang anak seusia SMP yang sedang bermain bola bersama teman-teman yang lainnya.
Salah satu temannya berujar “hayo.... aku nggak mau tau lho. Bukan aku yang nendang, tapi kamu”
Sedangkan teman yang satunya memanasi “mas itu badannya besar. Kamu pasti bakal dihajar kalau nggak segera minta maaf”
Anak yang menendang bolanya ke arah lelaki penyabar itu gemetar ketakutan. Dia melihat dari kejauahan, mas-mas itu belum bangkit dari komanya.
“cepet kesana dan ambil bolanya. Kalau bolanya disana, kapan kita mau mainnya!” bentak salah satu anak dari mereka, rupanya dia yang menjadi pemimpin anakan disitu.
“iya, iya, aku ambilin” kata anak laki-laki yang menendang bolanya yang terkena pemuda penyabar itu. sambil menahan tangis, anak itu mengendap-endap dan berusaha mengambil bolanya. tapi yang dilakukannya sia-sia, pemuda penyabar itu langsung bangkit dari ketersungkuran. “Huaa...” anak laki-laki itu menjerit dan berlari lagi menuju teman-temannya. Sedangkan pemuda penyabar itu tetap tersenyum, walaupun giginya ada yang tanggal satu.
“ambil saja bolamu nak, lain kali hati-hati kalau terkena orang lain” senyum pemuda itu membuat anak-anak disana yang semula takut menjadi sejuk.
“maaf ya mas, saya nggak sengaja” kata anak laki-laki yang menendang tadi.
“tidak apa-apa. Ini hanya kecelakaan” lalu pemuda itu melempar bolanya ke sekumpulan anak-anak itu. pemuda penyabar itu melanjutkan lagi perjalannya menuju masjid. Anak-anak tadi juga melanjutkan permainan bola mereka.

Rimbunan kebul yang terhempas keluar dari knalpot kendaraan. Menambah gerah yang semakin lama semakin menyesakkan dada. Jika tidak ada penyaring di hidung dan di tenggorokan, sudah lama manusia akan selalu terkena gangguan pernafasan. “alhamdulillah, terima kasih ya Allah, atas segala nikmat yang telah Engkau berikan kepada hamba, yaitu penyaring di hidung dan di tenggorokan, untuk menyaring  udara kotor di luar” Syukur pemuda sabar itu saat menyebrangi jalan raya yang sudah sesak dengan kendaraan. Masjid yang ditujunya juga sudah terlihat. Kurang lebih tinggal 100 meter lagi. Saat itu, tak disangka-sangka pemuda itu sudah di ikuti oleh Ketut dan Butut. Mereka tampak belum puas menjahili pemuda yang sabar itu.
“dia pasti mau ke masjid, ayo kita jahili sebelum dia sampai ke tempat itu” kata Butut
“tapi kita mau apakan dia” sahut Ketut, dahinya berkrenyit memikirkan rencana buruk untuk menjahili pemuda itu
Jarak pemuda itu dengan masjid sudah diambang 50 meter. Ketut yang sudah kehabisan akal akhirnya menemukan rencana di sela-sela lekukan otaknya.
“Aha..... apa lebih baik kita seret dia ke gang. Lalu gebikun dia”
“ya udah, ayo kita laksanakan sebelum dia sampai ke tempat yang dirahmati Allah”
“oke”
lalu mereka bergegas berlari menghampiri pemuda penyabar itu. Ketut menyekap tangan kirinya, dan Butut menyekap tangan kanannya. Pemuda yang memiliki kesabaran yang luar biasa itu tidak berontak dan meladeni tindakan mereka.
Di sebuah gang sempit. Tak terlihat seorang pun yang bersliweran disana. Seketika, pemuda yang sabar itu di lempar oleh Ketut dan Butut ke tanah. Pemuda yang sabar itu terguling-guling sambil merintih kesakitan. Bibirnya bergerak-gerak mengucap tahmid, dan tahlil berulang kali. badannya sesekali terkena sepak dan terjangan kaki dari Ketut dan Butut.
“apa yang sebenarnya terpikir dalam benak kalian sehingga memperlakukanku sedemikian rupa” kata pemuda yang sabar itu.
Tapi Ketut dan Butut masih tidak peduli dan tetap menendangi pemuda penyabar itu
“apa pikiran kalian telah dibisiki oleh setan. Apa untungnya kalian menganiayai ku”
“jelas untuk kesenangan bego!, ini juga salah kamu sendiri. jadi orang kok sabarnya mintak ampun”
“nih rasain! Nyoh! Terima ini! Tendangan Gledek!” kata Ketut yang sudah menggila.
Lalu, dari arah yang tak disangka-sangka. Muncullah preman berotot baja yang memiliki kuasa di tempat itu, melihat Butut dan Ketut tengah menganiaya seseorang. Membuatnya berpikir jika kekuasaannya telah direbut oleh mereka.
“apa-apaan ini! Kenapa kalian seenaknya bermain di tempat kekuasaan ku!”
Butut dan Ketut kaget bukan kepalang, bulu kuduk mereka tiba-tiba berdiri dengan sendirinya
“a..ampun om.... saya nggak tau kalau daerah ini punyanya om” sahut Butut terbata-bata
“i...ya om, kalau om mau uang, saya masih punya uang 5000 di dompet saya”
“5000! Emangnya gue penjaga Warteg!” bentakan sang preman membuat Ketut dan Butut terjongkok sambil berpelukan. Mereka sudah merasakan hawa yang tidak enak saat sang preman melangkahkan kaki mendekati mereka.
“kalian memang harus diberi pelajaran” tangan preman itu sudah mengepal. Udara sekitar berubah menjadi panas. Tubuh Ketut dan Butut telah berkeringat. Dan sang preman tengah berlari sambil memberikan tinjunya kearah dua orang itu. “Jdashh.....” suasana seketika hening. Ketut dan Butut sudah semaput duluan. Sedangkan sang preman yang memiliki otot baja itu tidak habis pikir, jika ada seseorang yang bisa menghentikan pukulannya. Yaitu seorang pemuda sabar tadi.
“berhenti, kamu tidak boleh menganiaya orang yang bersalah, apalagi orang lemah seperti mereka” kata pemuda sabar itu, tangannya dengan erat memegang kepalan tangan dari preman itu
“cih” preman itu melepaskan tangannya dari tangkapan sang pemuda yang sabar “kalau begitu, pergi sono! jangan sampai aku melihat wajah kalian lagi di tempat ini!” kata preman tersebut
“baiklah” Pemuda sabar itu tersenyum kepada sang preman. Sang preman tetap memasang muka sangar. Pemuda sabar itu dengan senyuman ikhlas menjinjing Ketut dan Butut keluar dari tempat itu, dan suana kembali reda. Pemuda penyabar itu menaruh Ketut dan Butut di pos ronda yang ada di dekat sana.  Matahari sudah menyingsing terang di cakrawala. Musim panas menjadi saat yang paling tepat untuk anak kost menjemur pakaian mereka. Kali ini pemuda yang sabar itu kembali berjalan. Tujuannya kini Cuma satu. Yaitu datang ke masjid untuk melaksanakan sholat dhuha, Sebelum adzan dzuhur berkumandang.


Kartasura, 22 April 2016
M Habib Amrullah

Sabtu, 23 April 2016

Kumpulan Cerpen; Kebenaran?



Semua orang memiliki pandangan yang berbeda-beda. Itulah yang membuat manusia harus bisa saling mengerti satu dengan yang lain. kalau tidak. Bisa-bisa sesuatu yang tidak diinginkan akan terjadi.
“Tapi, bagaimana sekarang” kata Alif. Seorang mahasiswa yang sudah menggenapi hidupnya selama dua dekade ini. Matanya masih berjibaku menatap langit biru yang cerah. Dia masih saja berbaring sambil menopang kepalanya dengan tangan.
“apanya?” Nurman berhenti menceguk minuman isotoniknya. Lalu menatap Alif. Dia dan Alif memang terlihat seumuran. Tapi sebenarnya dia lebih tua 5 tahun dari pada Alif.
“bagi sebagian orang, dunia ini memang bisa dibilang aman. Namun, dilain sisi, banyak orang yang menjadi korban akan keamaanan yang kita rasakan sekarang ini. Kau tahu, sekarang konflik sudah merembet kemana-mana” eluh Alif. Tangannya mengepal menunjukkan rasa kekecewaan yang terbesit di dalam dada.
“aku tahu maksudmu. Apalagi saudara-saudara kita selalu saja menjadi korban kekejaman mereka. Akupun juga merasa terbakar. Tapi apa daya. Sekarang ini aku belum punya kekuatan apapun. Mungkin karena yang berkuasa sekarang adalah bukan dari orang-orang yang baik. Mungkin”

Panas matahari membuat kedua pria itu berkeringat. Sebotol minuman isotonik sudah habis diminum oleh Nurman. Si Alif marah karena tidak di turahi. Lantas dia bersabar dan menahan emosinya.

Tak lama kedua orang tersebut meninggalkan tempat tersebut. Mereka sudah tak betah menahan panas yang semenjak tadi memanggang mereka. Alif dan Nurman kembali berlari. Melanjutkan lari pagi yang semestinya sudah selesai dari tadi. tapi itu terhalang dengan adanya sebuah baku tembak antara teroris dengan aparat kepolisian. Kejadian itu terjadi di tengah-tengah perjalanan lari pagi mereka. Kalau tidak salah. Dalam tragedi tersebut terdapat 11 korban. 4 orang dinyatakan tewas akibat peluru nyasar dan 6 orang yang lain meninggal terkena bom. Sedangkan 1 orang lagi mengalami luka-luka

            Kedua orang itu berlari untuk kembali menuju kos-kos’an masing-masing. Tak heran jika mereka harus kembali melewati lokasi terjadi pemboman tadi. Garis-garis line polisi terpasang memutari sebuah gedung yang sudah runtuh terkena ledakan. Terlihat suasana sudah mulai bisa dikintrol dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya orang yang selfie di tempat kejadian perkara.
“siapa sebenarnya dalang dari semua ini?” Alif tak sengaja melontarkan kata tersebut.
“entahlah. Kita sepertinya cuma boleh tahu sampai disini”
“apakah kamu menerima hal seperti ini” Nurman melihat wajah Alif mulai terlihat geram
“tenanglah. Jika kau marah-marah disini. Yang ada kamu malah di foto’in sama para alayers dan di hastags dengan berbagai hastags yang aneh-aneh” Nurman mencoba menenangkan suasana. Alif yang merasa jika perbuatannya sia-sia, berusaha menenangkan kembali pikirannya.
Tak jauh dari tempat tersebut. di waktu yang bersamaan. Seorang gadis berbaju putih dan ber rok hitam, memandang tempat kejadian dari atas sebuah gedung pencakar langit. Rambut setengah bahunya berkibaran tertiup angin kencang. Semua orang tak menyadari ataupun tahu keberadaan gadis tersebut. Sampai disaat Alif dan Nurman meninggalkan tempat. Tanpa disadari, gadis itu juga menghilang dari tempatnya.

            Hari berikutnya, awan mendung yang gelap menyelubungi langit-langit. Saat itu, yang terjadi hanyalah sebuah gerimis. Namun miris. karena Cuma itu, air-air diselokan sudah mulai membanjiri jalanan. Alif berjalan melewati genangan air yang menguap dari selokan. Sebuah payung kecil di tentengnya. Wajahnya terlihat lesu karena hari ini dia habis mengerjakan 3 remidial. Lantas jalannya sempoyongan. Dia tak peduli jika sudah 2 kali hampir mampus di tabrak mobil. Untung sang sopir menginjak rem dalam-dalam. Sehingga dia masih mendapat kesempatan mengumpati si Alif yang masih hidup.
“woi bocah tuut...(mesoh). Kamu anaknya siapa to!. Emang ini jalan buyut lo!” bentak pak sopir sambil menekan klakson keras-keras. Tapi si Alif Cuma membalas dengan senyuman. Kali ini dia tak mau mencari ribut dengan pak sopir. Dan masih saja berjalan sempoyongan menuju kos-kos’annya.

            Gerimis pun berubah menjadi hujan yang lebat. Sebagian tempat sudah banyak yang terendam. Warga yang rumahnya sudah tidak layak tinggal, masih tetap nekat untuk berada di rumahnya. Alasannya dikarenakan, lebih mudah mendapatkan air. Alif masih berjalan menyusuri gang sempit. Sebentar lagi mungkin dia akan sampai di kos nya. Walau begitu, sepertinya Alif tidak bisa cepat-cepat datang ke kosnya. Dia baru sadar bahwa kunci pintu kosnya ketinggalan di laci meja. Tempat kelasnya berada.
“kutuuuu kupreeeet....!” suara Alif menggelegar sampai menjadi pusat perhatian orang-orang di sekitar sana. Dia yang tadinya loyo dan lemas. Tiba-tiba saja bisa lari dengan kencang, menuju ke kampusnya.

            Di sebuah pertigaan jalan gang yang sempit. Bertemulah si Alif dengan seorang perempuan berambut sepanjang bahu. Dirinya sama sekali tak peduli dan tetap berlari. Namun sang wanita dengan sengaja menjegal kaki Alif dengan kakinya. Sehingga membuatnya tersungkur dan mendusur beberapa meter.
“apa-apaan sih!” teriak Alif. Sebelum mengetahui jika yang dilihatnya hanyalah seorang perempuan yang kebasahan terkena hujan yang deras. Mata Alif yang garang seketika berubah. Dia menghembuskan nafas dalam-dalam sambil bangkit dari ketersungkurannya.
“mbak... saya bilangin ya... kalau jalan kakinya untuk melangkah jangan di panjang-pajangin. Kasihan orang yang terkena kaki si mbak.”
Perempuan itu tetap diam di tempatnya. Alif melihat wajahnya penuh duka, entah apa yang perempuan itu rasakan. Alif pun mencoba menanyakan
“ada masalah apa ya mbak?”
Perempuan itu tetap diam. Tapi dia melangkah mendekati Alif dan memberikan sebuah kertas yang sudah basah. Lantas perempuan itu pergi “tolong berikan ini kepada orang yang layak” kata perempuan itu sambil berlalu. Alif tak bisa berkata lagi. Dalam kebingungan yang tercampur oleh guyuran hujan yang lebat. Tatapannya terfokus pada sebuah kertas yang sedang di genggamnya. Pikirannya melamun pada berbagai hal yang ada. setelah dia membaca beberapa huruf yang leder terkena tetesan hujan. Ternyata adalah sebuah nama yang menyangkut kasus pemboman kemarin. Alif tiba-tiba kaget. Dalam suasana dingin yang menggigit. Dia tak bisa berkata selain hanya menganga. Dalam situasi tersebut. Dia tak ingin berpikiran terlalu panjang. Hal yang selama ini harus di perbuatnya haruslah hal yang benar-benar mungkin.
“apa ini semacam bukti dari kasus teror bom kemarin?” pikirannya terjun ke dalam bawah sadarnya
“tapi apakah ini benar-benar bukti yang nyata. Atau hanya sebuah guyonan” matanya sayu menatap kertas yang di pegangnya
“tapi kenapa perempuan tadi tidak memberikan hal ini kepada pihak polisi atau petugas keamanan yang lain? kenapa harus aku? Apa gara-gara hal ini hanya sebuah kebetulan” awang-awangnya menelusuri berbagai hal yang menurutnya mungkin untuk di pikirkan
“jelaskah ini untuk membuktikan tentang keinginanku untuk mencari sebuah kebenaran...? tidak. Tidak ada bukti untuk hal semacam ini. Mungkin orang-orang disana hanya menganggap ini sebuah humor belaka. Dan bisa jadi aku akan di cap sebagai orang yang terlibat dengan kasus ini. Apa mungkin begitu” pikirannya bercampur aduk menjadi satu. Membuat sebuah bubur kacang ijo yang siap di santap kapanpun
“tentunya wanita tadi pasrah. Mungkin karena  tidak ada orang yang percaya. Atau karena dia memang berbohong. Atau mungkin karena dia takut untuk menyampaikan kebenaran. Aku tidak mengerti. Ternyata aku hanyalah orang biasa. Pengetahuanku hanyalah sebatas tahu jika ada sebuah teror yang meruntuhkan sebuah gedung. Jika aku mencoba tahu lebih jauh. justru akulah yang akan tergusur.” Kali ini dia sudah menyimpulkan sesuatu. Apa itu kebenaran dan hal yang menyokongnya. Berbagai macam pikiran yang dipikirkannya seakan menolak untuk menemui kebenaran yang ada. Dirinya belum kuat terhadap tekanan yang di berikan dari berbagai penjuru. Nafasnya belum kuat untuk berlari dari monster-monster yang siap menerkamnya hidup-hidup.
“sudahlah, aku tidak peduli. aku belum siap untuk hal ini” lalu dia membuang kertas tersebut. membuatnya tergenang dalam air yang keruh. Tulisan disana sudah tidak bisa lagi di baca oleh siapapun. Sedangkan, Alif melanjutkan berlari untuk mengambil kuncinya yang tertinggal di laci mejanya.


14 Februari 2016

Kumpulan Cerpen; Nanti tak seindah saat ini jika saat ini merasa indah




Waktu terasa cepat bagi orang yang terperangkap dalam lingkaran kesibukan. Sebenarnya itu hanya perasaan mereka saja yang tak bisa mengontrol waktu mereka dengan benar. Hingga mereka tak sadar waktu mereka terbuang percuma. Sesal memang adanya di akhir. Dan kesenangan hanya hiasan di awal. Rangkaian hidup yang penuh dengan fatamorgana ini membuat banyak orang terperosok kedalam jurang terdalam. Sulit untuk  melepaskan diri dan keluar dari lubang gelap. Sampai tak jarang mereka melupakan tentang dirinya, siapa dirinya, dan membuang dirinya jauh-jauh hanya untuk mencapai angan-angan kosong. Apalah arti usaha mereka jika tak diselingi niat yang cukup. Tentu hasilnya nol.

            Tepat pukul sebelas aku sudah sampai di terminal terboyo, semarang. Aku keluar dari bis dan segera menuju ke toilet. karena aku sudah kebelet semenjak dua jam lalu. Suasana panas menyengat bercampur bau genangan air dan comberan yang menguap. Bau yang menyengat disebabkan air yang tak kunjung mengalir dalam selokan itu. Mungkin sejak dulu memang seperti itu. Walau musim panas pun, air comberan itu tetap saja menggenangi selokan. Apalagi kalau ada hujan. Banjir di terminal ini sudah tidak dapat dihindari lagi.

            Setelah merasa lega dan membayar uang retribusi. Aku lalu pergi menuju masjid untuk beristirahat sebentar. Aku masih capek karena semenjak dari jogja aku tak dapat kursi untuk duduk. Hal seperti ini sudah biasa terjadi. Apalagi menjelang hari libur begini. Semua bis muatannya pasti full.

            Aku bersandar di pojokan masjid. Seperti biasa untuk mencegah kegalauan aku memain-mainkan Hpku. Aku rencananya mau melanjutkan perjalanan menuju kudus. Tapi aku pending dulu menunggu sampai dzuhur tiba. Setelah itu aku baru berangkat.
            “mas. Mau beli koran” terdengar lontaran kata yang membuatku kaget. Ternyata seorang bapak-bapak penjual koran asongan.
“nggak usah pak” jawabku sopan sambil menyimpulkan sedikit senyum untuk menyakinkan jika aku tak begitu tertarik
“tapi ini ada berita bolanya juga lho” kembali dia menawarkan dagangannya
“maaf pak. Mungkin lain kali”
Dia agak kecewa, lalu pergi begitu saja. Dari tingkahnya, aku rasa dia sedang kesal. Dan tebakan ku betul. Beberapa langkah saat bapak itu pergi dia ngamuk-ngamuk di pelataran teras terminal, tempat penumpang turun.
“yoh.... Yoh. Ket mau kok ra payu-payu to yo...yo... jyan tenan!. Carane ngene nasibku piye iki, aku sesok piye nek dagangku ra payu. Arep mangan opo aku! ayo dituku. Koranku dituku!”
Dia masih marah-marah seperti itu terus sambil menawarkan korannya kepada para penumpang yang baru saja datang di terminal ini. Tentu saja semua orang menghindar dan tak mau beli. Aku mulai merasa agak kasihan, tapi yang juga aku pikirkan adalah orang lain apakah juga merasa kasihan?. Entahlah, jika kasihan, mungkin mereka akan membeli korannya dengan harga 2X lipat, atau mungkin memborong semua korannya. Namun nyatanya tidak ada yang melakukannya.

            Sudah setengah jam dan aku langsung mengambil air wudhu. Untungnya untuk wudhu tidak bayar. Coba kalau bayar. Pasti sudah aku siap-siapkan wudhu dari kos-kosan ku di jogja tadi. Untuk kencing di toilet kumuh yang airnya bau comberan saja harus bayar 2000, dan masuk terminal juga bayar. Air putih sekarang juga dijual dan harus bayar. Semua sudah berubah. Yang dulunya gampang untuk didapat, sekarang harus dibeli dengan uang.

            Bapak-bapak itu masih saja marah-marah. Padahal dagangannya sudah ada beberapa yang terjual. Apa dia masih nggak terima kalau dagangannya belum habis. Aku sudah tak mau mengurusnya lagi dan segera masuk masjid menunggu waktu sholat dzuhur datang. Sementara menunggu aku masih kepikiran akan sesuatu. Masyaallah!, aku lupa jemuranku belum aku angkat. Aku lantas menghirup napas dalam-dalam dan mengeluarkan dengan pelan untuk melegakan hatiku. Semoga temanku bisa pengertian sedikit. Untuk jaga-jaga mungkin aku akan meng-sms temanku yang ada disana untuk mengangkati jemuranku jika sudah kering. Lalu tak menjelang lama adzan dzuhur berkumandang.

            Setelah Sholat, aku bersiap dan mengecek barang-barang. Aku segera beranjak untuk melanjutkan perjalanan. Panasnya matahari membuat ketiakku tak bisa membendung keringatnya. Sementara bus yang dari semarang ke kudus tak ada yang  ber-AC. Aku kembali menarik nafas dalam-dalam dan bersiap dengan rasa panas yang nantinya aku rasakan. Apalagi jika bisnya nge-time terlalu lama, ditambah penuh. Aku bakalan jadi orang panggang. Huh.. tak ada waktu untuk mengeluh. Segeralah aku mencari bus semarang-kudus yang ternyata sesuai perkiraan bus itu sudah sesak dengan manusia. Aku dipaksa untuk berdiri lagi. Jika menunggu bis yang lain pasti akan banyak memakan waktu lagi. Orang-orang yang ada disini mungkin juga berpikiran hal yang sama. Namun aku tak mau disama-samakan. Aku ingin menjadi pembeda. Maka, akupun turun dari bis dan lebih memilih menunggu keberangkatan bis yang selanjutnya.
“mas. Kenapa turun? Ini bisnya sudah mau berangkat. Ayo naik” kata seorang kenek bis yang menghampiriku sedang terduduk di dekat warung bakso.
“maaf mas, bisnya penuh. Saya nunggu bis yang berangkat habis ini saja”
“tapi nanti lama lho mas. Mending sekarang saja”
“nggak mas” kataku teguh. Sedangkan kenek itu tampak memasang muka tak puas dan segera berpaling menuju ke bus yang sudah sesak dengan muatan manusia tersebut.

Apa yang sebenarnya para penumpang itu pikirkan. Apa mereka harus berdesak-desakkan seperti itu hanya untuk bisa pulang ke rumah lebih awal. Atau karena merasa terdesak dan tak ingin membuang waktu untuk menunggu bis yang lain. kenapa mereka tak khawatir dengan keselamatan diri sendiri. Harusnya mereka tahu jika terjadi hal yang tidak diinginkan misal kecelakaan. Kan mereka juga akan lama sampai kerumah. Paling bakalan masuk rumah sakit atau terparah masuk liang lahat. Kalau sampai rumah lebih awal,memang apa saja yang akan mereka lakukan disana. Menonton TV, berbincang-bincang, bersenda gurau bersama sanak keluarga, mainan HP, atau Cuma melongo di depan layar monitor? Paling tak lebih dari itu. jadi lebih baik jika menunggu. Sudahlah. Mungkin ini hanya sebuah persepsi. Pemikiran ini juga mencoba untuk membenarkan pilihanku. Setidaknya aku tidak perlu terlalu mengurusi orang lain. mengurus diri sendiri saja aku terkadang tidak bisa.

Para tukang asongan masih bersemangat menawarkan jajanannya. Meski cuaca cukup panas. Tanggungan hidup membuat mereka harus tetap bertahan dan berjuang. Banyak orang yang tidak membeli. Alasannya adalah jajanan mereka tidak aman, tidak higienis, dan tidak sehat. Bisa jadi mendoannya sudah dijual selama 2 minggu dan Cuma dipanasi agar baunya tidak prengus. Dan ada juga teh botol yang sudah expired tapi tanggal kadaluarsanya dihapus sama penjualnya untuk mengelabui para pembeli. Jujur saja aku jarang membeli produk mereka. Cuma orang kepepet saja yang akan membelinya. Di lain sisi, bapak-bapak yang berjualan koran tadi sudah tidak nampak. Apa dia menyerah? Mungkin dia mencari peruntungan di tempat lain. disinipun aku masih menunggu bis yang akan berangkat. Lama aku menunggu, akhirnya muncul sebuah bus yang dari tadi magang datang menuju ke marga bus.
“Sepertinya bus itu sudah siap berangkat. Tempatnya kosong lagi” gumamku sambil berjalan agak cepat menuju ke tempat bus itu. tujuanku adalah duduk di bangku paling depan dekat sopir. Karena disitu aku tak perlu merasakan desak-desakan antar sesama manusia.
“kudus, kudus mas mau ke kudus? ayo mau berangkat” kata seorang kenek bis tersebut.
“Preet” pikirku dalam hati, aku tahu logat mereka. Mereka bilang mau berangkat, tapi nyatanya harus menunggu 15 menit dulu baru berangkat.
 Seperti biasa dia menarik para penumpang sebanyak-banyaknya untuk kejar setoran. Aku Cuma mengangguk, lalu aku masuk kedalam bus dan duduk di kursi yang paling depan. Hah.... perasaanku mulai lega. Waktu menjelang mau pulang pasti selalu begini. Aku pernah merasakan panas, hujan, desak-desakan, juga pernah diancam pengamen karena aku tak memberinya uang. Namun hal ini menjadikanku tahu akan dunia luar yang lebih luas. Orang-orang yang berjuang bertahan hidup dengan perjuangan yang berbeda-beda. Lantas aku hanya sebagai pengamat. Namun terkadang selalu saja ada pertanyaan yang terbesit di benakku.
“ perjuangan apa yang akan aku lakukan kedepannya?”.
           
22 Desember, 2015


M habib Amrullah

Minggu, 17 April 2016

Komik Indonesia; Sopo Aku # Chapter 1 #






















Kumpulan Cerpen; Malas

Malas

            Terdapat sebuah benda yang ditakuti semua orang kecuali pemiliknya. Benda itu adalah hasil pengumpulan zat kotor yang menempel pada silia. Bentuknya padat namun bisa dibentuk jadi apa saja. Warnanya kuning keputih-putihan. Kadang warnanya coklat dan bisa juga hitam. Namun yang paling sering adalah kuning. Dialah upil. Tapi kita tidak sedang membahas tentang upil. Apalagi jika itu upil orang lain.
            Malas. Adalah sebuah kata untuk orang yang sedang tak mau melakukan apapun. Katanya malas adalah sebuah penyakit. Penyakit malas sering hinggap pada orang-orang yang kurang kerjaan atau orang yang sebenarnya punya kerja, tapi tidak memiliki semangat untuk melakukannya. Menurut Syamsuri. Seorang pelajar yang saat ini sedang berada di bangku kelas 2 SMA menyangkal pendapat tersebut. “malas tak selalu identik dengan kata sakit. Malas adalah sebuah gejala di saat pikiran seseorang tidak bisa mengetahui manfaat apa yang ingin dikerjakannya sehingga otak memilih untuk tidak mengerjakannya” katanya pada suatu waktu.

            Menurut kebanyakan orang yang ada di sekolahnya. Syamsuri termasuk orang yang pemalas. Dia sering terlihat tidur saat pelajaran. Sering tidak mengikuti les tambahan. Sering membolos saat ada ekstrakulikuler. Dan saat di suruh-suruh dia terkadang juga enggan melakukannya. sampai-sampai di kelas Syamsuri, hal itu menjadi bahan olok-olokan teman-temannya. Meskipun berulangkali dia menyangkalnya.
“aku ini bukan malas. Cuman.... aku hanya menghemat tenaga dan pikiran dari hal-hal yang tidak penting”
Syamsuri adalah seorang yang mudah bergaul. dia tidak pernah memilih-milih teman. Dan dirinya selalu bisa bersikap berbeda-beda sesuai dengan teman yang ada di hadapannya. Dia tak selalu tertutup, meskipun Syamsuri selalu menghindari kegiatan-kegiatan yang bersikap resmi seperti upacara atau rapat. Dia juga tak pernah mengikuti kegiatan organisasi. Karena dia pikir bahwa kegiatan tersebut sangat membosankan dan banyak menyita waktu.

            Sepulang dari sekolah, terlihat beberapa orang berkumpul di pinggiran pintu gerbang sekolah. Terdiri antara beberapa anak laki-laki dan perempuan. Mereka adalah siswa yang sangat aktif dengan kegiatan organisasi. Tak jarang mereka pulang larut hanya untuk mengejar proker yang belum selesai. Syamsuri memiliki beberapa firasat buruk saat ada seorang perempuan diantara mereka meliriknya. Syamsuri yang saat itu sudah kebelet ingin pulang kerumahnya tiba-tiba di cegat oleh seorang siswi yang meliriknya tadi.
“oi suri. Hari ini kamu nggak ada kerjaan kan?” kata perempuan itu. Badannya lebih kecil dari Syamsuri. Rambutnya sebahu dan berkulit sawo matang. Dilihat dari rupa-rupa capek dan senyum palsunya. Sudah jelas jika dia barusan minum 3 botol krati*gdeng.

“nggak. Tapi kalau aku disuruh-suruh mendingan kamu cari orang lain yang lebih pantas dari pada aku. Soalnya aku nggak mau disuruh-suruh” Syamsuri masih saja dengan muka malesnya meskipun dia menyangkal kalau tidak males, tapi memang bawaan dari lahir.
Perempuan yang berada di depannya memang berniat menyuruhnya jadi kerja rodi. Eh jadi perkap. Perempuan itu terus memohon dengan alasan sedang kekurangan orang. Tapi Syamsuri dengan upo yang masih di bibirnya terus menolak permintaan perempuan itu. Lalu perempuan yang sudah capek begadangan untuk membuat proker tersebut tersulut emosinya. “kalau kamu males disuruh-suruh. Kalau besar kamu mau jadi apa!”
“jadi bosmu” jawabnya santai
“bos dengkulmu. Siapa juga yang mau jadi anak buahmu. Bosnya aja malesnya kayak siput!”
“siput memang lambat. Tapi tetap bisa berjalan menuju ke arah tujuannya”
“berisik!, pulang aja sono. Dasar pemalas” lalu perempuan itu pergi sambil memaki. Syamsuri tidak peduli dengan apa yang dikatakannya. Lekas dia kembali berjalan untuk pulang.

            Entah mengapa meski Syamsuri terlihat malas namun dia sangat aktif dalam pelajaran bahasa inggris. Meski malas namun dia tak dijauhi temannya disebabkan sifat baik yang dimilikinya. Jarang Syamsuri mengejek teman apalagi nama bapak temannya. dan suatu waktu wanri merasa gelisah, kemudian segera datang menghampiri Syamsuri. Wanri adalah teman sekelas Syamsuri yang bisa dibilang cukup handal dalam bermain dota.
“bro, kamu sudah selesai ngerja’in PR B. Inggris belum?” tanya si Wanri dengan nada penuh harap.
“udah sih. Kamu pilih cara praktis atau harus aku ajari?”
“yang praktis ajalah. Soalnya B. Inggris mau mulai habis bel masuk nanti”
“oke” Syamsuri mengeluarkan buku catatan B. Inggris. Lalu dia berikan buku itu kepada Wanri. Wanri merasa sangat bahagia dan mengucapkan terimakasih. segera dia melihat sekeliling untuk mencari tempat yang cocok untuk menyalin pekerjaan  syamsuri.
“eh, aku juga mau pinjem”
“Lho, aku lupa kalau ada PR. Aku minjem habis kamu ya”
“aku juga, aku kurang setengah soal”
Para murid yang lain dengan cepat langsung mengantri untuk meminjam buku Syamsuri.

       Apakah hal itu juga disebut malas? Tapi kenapa kebanyakan orang tidak begitu mempermasalahkannya. Apa tugas dan perilaku itu berbeda sehingga mereka membedakan kemalasan hanya dengan pandangan mereka sendiri. Padahal diri mereka sendiripun terkadang juga malas meski mereka tidak mengetahui. Mengapa hanya tidur dikelas dinyatakan malas. Dan orang yang meniru pekerjaan teman hanya dikarenakan sudah berjuang menyalin tidak dikatakan malas? Padahal tadi malam Syamsuri rela begadangan untuk mengerjakan soal tersebut. Mungkinkah penilaian manusia sedangkal itu. Sedangkan mereka masih melakukan hal itu. Pikir Syamsuri. Namun dalam hati. Kalau tidak dalam hati. Sudah dari tadi dia di tempeleng temannya.

 “orang-orang lain berkata kalau aku malas? meskipun orang-orang yang mengataiku malas jarang mengerjakan PR dan memilih untuk menjiplak jawabanku. Berarti dia lebih malas dari orang malas karena menjiplak orang yang malas yang pernah di katainya pemalas?”
Dan ada juga yang menyebut Syamsuri pemalas tingkat akut karena tak mau berorganisasi. mekipun dirumah orang yang mengatai tadi sholatnya bolong-bolong. Padahal Syamsuri di surau dekat rumahnya selalu berada pada shaf terdepan. Apakah itu tidak di sebut malas? atau hal tersebut sudah menjadi hal biasa. Syamsuri mulai merasa kebingungan. Mungkin benar kata Syamsuri. “malas itu dikarenakan orang itu tidak tau manfaat dari apa yang dikerjakannya sehingga otak lebih memilih untuk tidak mengerjakannya” katanya lagi namun dibatin.

             Di hari-hari yang lain. Sinar matahari menerabas jendela kelas. Siang itu begitu panas sehingga membuat beberapa murid merasa gerah. Ruangan kelas tidak ber-AC. Dan hanya tersedia dua kipas angin yang tertempel di tembok kanan dan kiri ruangan. Saat itu, pak guru sedang menerangkan tentang proses peleburan molekul zat atom. “anak-anak. Kalian harus bisa memahami hakikat atom. Karena pasti materi ini nanti akan masuk UAS. Oleh karena itu kalian mesti serius mempelajari kimia. Harus bersungguh-sungguh agar nilai kalian nantinya bagus” kata-kata tersebut mungkin sudah sangat familiar terdengar oleh telinga. Beberapa guru sering mengucapkannya walaupun hanya diganti nama mata pelajarannya. Syamsuri juga sudah paham dengan kata-kata itu. dia sudah mengerti tentang atom-atom meski Cuma beberapa. Lantas dia merasa bosan dan dengan refleks sendiri. Dia tertidur pulas dengan kepala tertunduk di atas meja. Di lain pihak murid-murid yang lain juga merasa bosan. Panasnya cuaca juga membuat letih seluruh neuron dalam tubuh. Meski begitu, mereka tetap mencoba mendengarkan di karenakan sang guru saat itu di notabenekan sebagai guru yang galak.
“Plak!” hantaman penghapus hampir mengenai kepala Syamsuri. Namun entah mengapa dengan cekatan, tangan Syamsuri berhasil menangkap penghapus yang dilayangkan sang guru galak tersebut. Sehingga tidak sampai mengenai kepalanya. Sedangkan para murid yang lain terkagum-kagum. seakan tidak percaya dengan kegesitan Syamsuri yang dirasa itu Cuma kebetulan.
“Ada apa pak guru? Kok siang-siang panas begini main lempar-lemparan”
Kata Syamsuri setengah sadar. Dia tau jika guru yang berada di depannya adalah seorang guru galak yang berpredikat killer. Saat itu juga dia masih sempat mengolet dan menggali emas meski sudah tidak ada emas. Yang ada hanyalah semacam berbentuk cair yang ketika didapatkan langsung di oserkan di bawah meja oleh Syamsuri. disaat sang guru kepalanya sudah meluap-luap memikirkan siksaan apa yang cocok untuk anak ini. Syamsuri masih merasa sangat santai sesantai embun dipucuk daun. Para murid yang mendengar ataupun pura-pura dengar perkataan Syamsuri tidak habis pikir. Karena Syamsuri dianggap terlalu berani.
“Syamm....surii !!! berdiri !” bentakan suara pak guru menggelegar terdengar sampai radius gedung sekolah sebelah. Syamsuri dengan ketenangannya lekas berdiri dari tempat duduknya.
“ya pak”
“apa kamu tahu kesalahanmu?” guru itu menahan amarah untuk diledakkan di saat yang tepat. Sebuah spidol juga sudah berada di genggamannya.
“saya ketiduran pak. Soalnya cuaca panas. Sama materi bapak membosankan dan tidak interaktif sehingga membuat otak kanan saya tidak bekerja. Lalu menyuruh komponen syaraf otak yang saya miliki untuk tidur”
“Cklek!”spidol yang digenggam pak guru patah. Para murid membisu dan ketakutan. Mulut mereka menganga mendengar ucapan Syamsuri yang semakin berani. Suasana dalam ruangan yang panas semakin memanas oleh konflik yang sedang berlangsung di dalam kelas. Beberapa murid menelan ludah kemudian mereka pura-pura membaca materi di dalam buku pelajaran masing-masing. Seakan tak ingin tahu lagi nasib Syamsuri kedepannya. Guru yang amarahnya sudah berada di puncak tertinggi dengan langkah cepat mendatangi Syamsuri yang masih berdiri tenang di depan kursi. Sang guru dengan keras menampar pipi kiri Syamsuri “Plakk!” lalu pak guru itu berkata
“kamu kira, semua yang kamu bosani itu buruk buatmu. Tak berguna untukmu. Bisa jadi yang kamu bosani itu bermanfaat bagimu kelak! Camkan itu! dan kamu jangan pernah merasa sok keminter dan cuek dengan pelajaran-pelajaran yang lainnya. Itu bisa menjadi penghambatmu untuk maju. Ingat! Mencari ilmu itu dari pangkuan sampai ke liang lahat! Mengerti! kamu itu Buka jimmy neutron! Jadi jangan berlagak pintar!”
Amarah pak guru begitu menggelora. Sampai murid-murid kelas sebelah pada lari tunggang-langgeng, mengintip di luar jendela kelas Syamsuri untuk melihat apa yang sedang terjadi.
Syamsuri mengelus-elus pipinya yang masih terasa sakit . dia mengambil nafas panjang dan dihembuskan lewat mulut. Mulutnya mulai terbuka. Syamsuri lalu berbicara.
“pak guru. Saya ini memang hanya manusia. Dan sebagai manusia biasa, saya juga memiliki keterbatasan. Tidak semua ilmu bisa saya serap. Tidak semua yang ada di dunia ini bisa saya pahami. Saya memilih dan melakukan sesuatu berdasarkan apa yang saya kuasai. saya melakukan sesuatu sesuai dengan yang bisa saya lakukan untuk saya lakukan di masa mendatang nanti. Dan saya juga mencoba meninggalkan sesuatu yang menurut saya itu bukan tempatku. Jadi biarlah orang lain yang menempati. Sebagai seorang manusia biasa. Setiap orang pasti memiliki kelebihannya di bidang masing-masing. Berarti itu tandanya bapak tidak bisa memaksakan kelebihan yang bapak miliki kepada saya karena saya bukan manusia super yang bisa mempelajari segalanya. Jadi mohon pengertian bapak. Saya menghormati bapak dan tetap mengikuti pelajaran bapak. Namun dengan hormat, saya tidak tertarik dengan pelajaran bapak. Maka dari itu disini saya hanya ikut untuk mengejar nilai saya agar tidak dibawah KKM dan untuk menggenapi nilai rapor saya agar tuntas”
Para murid di kelas tersebut serasa tak bisa bergerak. Tak ada yang menyangka bila ada murid yang berani berkata seperti itu, apalagi kepada guru killernya.
“jika memang anda tidak berniat untuk mengikuti pelajaran saya. Kalau begitu silakan anda keluar dari kelas ini. Dan selamanya anda tidak usah mengikuti pelajaran dari saya!”
“saya tidak bilang kalu saya tidak berniat. Saya sudah memiliki niat belajar pelajaran bapak namun hanya sebatas mencukupi nilai raport saya”
“kalau begitu nilai anda akan saya tulis KKM. Jadi kamu tidak perlu risau. Jadi cepat pergi!”
“tapi itu perbuatan yang tidak jujur. Lebih baik saya masih berjuang menggarap soal yang bapak berikan”
“lha maumu gimana. Sebelum saya suruh kamu tri-up 100 kali!”
“saya nggak masalah jika keluar dari kelas atau terkena hukuman bapak. Saya juga ikhlas ditampar bapak tadi. Namun di waktu pelajaran bapak yang akan datang mohon biarkan saya tidur jika memang itu membosankan. Dan saya pastinya juga akan mendengarkan jika saya merasa tertarik. Jadi mohon pengertiannya. Saya sekarang pamit keluar dulu”
Lalu Syamsuri melangkah keluar. Konflik sudah mereda. Para murid yang melihat dari luar jendela lama kelamaan mulai bubar dan pada balik ke kelas mereka masing-masing. Suasana kelas mulai terasa hening. Detikan jarum jam terdengar disela-sela hembusan angin yang dihembuskan kipas angin. Panas sudah tidak terasa, yang ada hanyalah ketegangan. Sang guru masih terdiam dan pikirannya kacau oleh seorang murid. Sedangkan murid lain masih bungkam dan tak ingin memikirkan kejadian ini lagi. Mereka menguburnya pada benak masing-masing.

***
            Syamsuri sedang berada di dekat kantin sekolah. Dia menabahkan hati dan menenangkan pikiran. “aku kena marah deh. Apa begini susahnya jadi orang yang jujur” sistem yang sudah lama tertanam memang akan sangat susah dicabut. Syamsuri yang sudah terlanjur berada dimana nilai mapel menjadi segalanya membuat dirinya terbelenggu dengan sesuatu yang tidak disukainya “apa salahnya jika aku memilih keinginanku sendiri. Dan belajar yang memang aku ingini. Apakah penjurusan Cuma ada di kuliahan. Apakah dengan mempelajari semuanya membuat orang tidak dikatai malas? buaknkah itu malah membuang-buang waktu?” dia masih bergumam dalam batinnya. Dalam kesendiriannya.

            Waktu semakin berlalu dan Syamsuri masih berada dalam konsistensinya mengejar apa yang sudah menjadi tujuannya, karena dia tahu, tak semuanya bisa dia miliki. Dalam hari-hari yang penuh dengan cobaan. Dinginnya air menjadi senjata untuk penyejuk jiwa. Di dalam ruangan yang tenang membuat Syamsuri melupakan hal-hal yang memang harus dilupakan.

            Langit putih mendung berbalut dengan awan hitam. Dalam hitungan menit hujan sepertinya akan  segera datang. Ibu-ibu sudah pada sibuk mengangkati jemuran. Lubang-lubang dijalanan yang menganga seakan sudah siap kapanpun untuk menampung tetesan air sehingga menimbulkan genangan. Para pengendara motor yang peka pasti sudah menepi di pinggiran jalan untuk mengenakan mantelnya. Hari masih pagi menjelang siang. Kira-kira masih sekitar pukul 10. Diruangan guru, seorang Guru yang berpredikat killer sedang merasa letih sehabis mengajar dari kelas atas. Dia menyandarkan punggungnya ke kursi sembari melihat suasana diluar yang sudah mulai gerimis. Seorang guru lain saat itu juga sedang berada di sampingnya.

“sepertinya bapak kecape’an sekali hari ini. Apa tadi malem ngelembur lagi?” tanya guru disampingnya sambil menyodorkan secangkir kopi hitam yang aroma harumnya sudah tercium di hidung guru killer tersebut.
“enggak kok. Saya Cuma kepikiran waktu dapat kejadian tidak mengenakkan dengan murid saya” sambil menerima kopi dari tangan temannya. Lalu menyeruputnya pelan-pelan. Rasa panasnya kopi terasa pas disaat hujan lebat sudah mulai menderu di luar ruangan.
“masalah apa pak?” tanya guru disebelahnya dengan rasa penasaran
“apa kita harus tidak memaksa para murid untuk memakan materi yang kita berikan. Dan membuat mereka semua untuk bisa memilih mata pelajaran apa yang benar-benar mereka inginkan. Lalu menjadikan mereka menjadi beberapa kelompok belajar. Dengan kata lain. Merubah sistem yang ada?”
“ah bapak ini. Ngapain mikir kayak gitu. Sekarang ini tugas kita adalah membina para murid untuk mendapat nilai yang baik di rapot mereka. Untuk membantu mereka memilih jurusan kuliah kedepannya. Dengan nilai nilai yang cantik untuk perjuangan mereka merengkuh pendidikan yang lebih tinggi. Dan juga untuk memperbaiki predikat sekolah kita ini. Biarlah sistem berjalan seperti biasanya. Toh kita juga nggak usah susah-susah nambahin ini ngurangin itu. yang penting kita masih dapet gaji untuk menafkahi keluarga. Jadi untuk apa kita memikirin apa yang semestinya tidak usah dipikirin. Ya kan pak?” lalu dia tertawa agak keras. Sambil menyeruput kopi yang sudah diseruput guru killer tersebut.

   Guru killer itu menganggukkan kepalanya namun dalam hatinya dia tak terlalu setuju dengan pendapat tersebut. Dalam hatinya dia merasa bertanggung jawab sebagai seorang guru yang kelak akan menyukseskan murid-muridnya. Dia sadar jika banyak orang-orang diluar sana sehabis wisuda menjadi pengangguran disana-sini. Lalu dia memikirkan murid yang berani menentangnya. Serasa orang tersebut Cuma ada satu dari ribuan yang lain.
“apa mungkin para murid yang lain juga berpikiran hal yang sama?”


Surkarta, 16 desember 2015


M Habib Amrullah