softness

Selamat datang di blogku...

Hadits

Seungguhnya Allah Ta’ala senang melihat hambaNya bersusah payah/lelah dalam mencari rezeki yang halal.(HR.Ad-Dailami)

Tafakkur

tafakkur berarti memikirkan atau mengamati.

Road

pemandangan yang indah membantu pikiran kita menjadi indah

Al-Qur'an

Dan tidaklah sama kebaikan dan keburukan.Tolaklah keburukan itu dengan cara yang sebaik-baiknya, maka tiba-tiba ia, yang di antara engkau dan dirinya ada permusuhan, akan menjadi seperti seorang sahabat yang setia. Dan, tiada yang dianugerahi taufik itu selain orang-orang yang sabar, dan tiada yang dianugerahi taufik itu selain orang yang mempunyai bagian besar dalam kebaikan. (Q.S. 41: 35-36)

Himbauan

jangan marah, bagimu surga

Sabtu, 08 Oktober 2016

Kumpulan Cerpen; Pagi




            Pagi ini, kebanyakan orang sudah terbangun dari tidur, mimpi-mimpi yang tercipta menguap di udara, lalu terlupa oleh ingatan. Pagi ini, segala aktivitas sudah mulai dikerjakan. Hening dan sepi yang terasa tadi malam. Kini sudah mulai terisi oleh suara bising knalpot kendaraan. Semua bangun. Semua tersadar. Setelah puas mengistirahatkan badan, kini waktunya melanjutkan rutinitas sehari-hari. Untuk mencari nafkah, untuk belajar, untuk bermain dan bercanda, untuk membersihkan selokan yang mampet, dan juga untuk-untuk yang lainnya. Semua akan bermulai. Di pagi hari ini.

            Pagi ini, seorang murid tak sengaja menyandung batu. Untung saja dia mengenakan sepatu, sehingga hanya mengalami terjatuh. Pagi ini, ada kecelakaan di perempatan jalan itu. alasannya mengantuk. Karena semalaman orang itu mengerjakan skripsi, sehingga tidak bisa tidur. Pagi ini, si Jaki mengenakan kaos kaki yang belum dicuci selama enam bulan. Membuat bau seisi ruang kelas seperti kandang kambing, bisa dilihat dari teman sebelahnya yang sudah sakau menahan tengik. Pagi ini, banyak nyawa anak-anak di bagian dunia lain melayang. Terkena hantaman roket, artileri, dan berbagai senjata pemusnah lain. Pagi ini, seorang ibu memarahi anaknya yang malas bersekolah. Pagi ini, pengemis yang magang di lampu merah itu menghilang dari tempatnya. Pagi ini, matahari terbit di sebelah timur. Pagi ini, pagi yang cerah menjemur jemuran.

            Pagi ini, aku menulis Cerpen ini. dan di waktu yang sama. temanku masih ada yang mandi. Ada yang sarapan pagi. Kucing mengeong meminta teri. Lauk kami pagi ini. langit cerah dan matahari menyinari. Membuat tumbuhan-tumbuhan melakukan reaksi Hill.

            Karena alarm mati. Seseorang bangun pada waktu siang hari. Dia tidak bisa merasakan indahnya pagi. Dia pun menangis. Bukannya menyesal karena tidak bisa melihat pagi. Tapi karena lupa seragam sekolahnya belum di cuci.

Anjing menggong-nggong mengoyak maling. Maling lari terbirit-birit. Tersadar jika hari sudah pagi. Dan dirinya sudah kesiangan untuk mencuri.

            Pagi, kehadirannya selalu di nanti. Dimana impian baru akan tercipta, menggilas impian lama yang sudah berkarat oleh arus laju zaman.

Aku disini, dia disitu. Aku disana, mereka kemana. Angin kemana, air disitu. Setan disini, membisikkan hal itu. ranting disana, embun kesana. Malaikat disini, mencegah untuk melakukan itu. apa itu? entahlah. Yang jelas, disana tidak ada itu. mata terbuka, hati terketuk. Seorang yang buta, masih bisa bersyukur. Kenapa bersyukur? Karena masih bisa merasakan sejuknya pagi.

“pagi bro”
“pagi juga”
“gimana PR fisika mu?”
“belum aku kerjakan. Kalau kamu?”
“udah aku kerjakan. Tapi ketinggalan dirumah”
“enggak kamu ambil”
“nggak usah. Aku baru mengerjakan satu soal kok”
Di belahan pagi lainnya.....
“selamat datang di BetaMaret. Selamat berbelanja....”
“hmmm”
“beli pulsanya sekalian”
Pria itu menggeleng.
“ada bonusan beli satu dapat dua. anda ingin rokok rasa apa?”
“rasah mbayar...”

Di belahan pagi lainnya.....

“bank ini penjagaanya sangat ketat. Butuh strategi jitu untuk bisa mengambil uang dari dalam brangkasnya”
“betul. Tapi ngomong-ngomong, tempat diskusi kita sepertinya salah tempat bos”
“kenapa?”
“masak kita buat rencana di depan satpam yang jaga pintu”
“dia kan nggak tau!”
“nggak tau gimana to bos. Wong kita sudah jelas banget menenteng senjata AK-47”

Di belahan Pagi lainnya.....

“huh.... susahnya jadi buruh tani. Gaji nggak seberapa tapi peluh sudah berceceran membasahi dahi. Andaikata kita gagal panen lagi kali ini. kita mau makan apa di hari-hari yang lain?”
“nggak usah ngresulo begitu to yu....yu. jalani aja, selama hati ikhlas, jalan pasti akan selalu ada. Tuhan pasti tak kan membiarkan kita mendapatkan cobaan melebihi batas kemampuan kita”

Begitulah pagi. Beginilah pagi. Sebuah pagi dengan berbagai macam kejadian-kejadian. Kejadian yang berbeda-beda dari tiap belahan bumi. Pagi ini, banyak kejadian baru yang akan dialami. Bukankah kau juga sama merasakannya. Atau, justru tidak pernah merasakannya.

M Habib A


26 September 2016

Kumpulan Cerpen; Buang Sampah



            Di pagi menjelang siang yang terik. Suasana riuh klakson terdengar bergantian memekakkan telinga. Di sepanjang trotoar. Salah seorang yang mengenakan jas kantoran dengan langkah cepat, berjalan mengejar waktu agar dirinya tidak terlambat. Lalu entah sadar atau tidak, dia membuang sebuah botol isotonik yang baru saja di tengguknya ke jalanan. Orang di belakangnya yang tidak terima dengan apa yang dilihatnya, langsung menegur pria ber jas itu.

“eh, pak pak pak. Tunggu!” sahut Parjan.
Pria yang membuang sampah sembarangan itu menoleh ke arah Parjan
“ada apa?” alisnya bersungut, dari gerakannya tampak sekalipun ia tak ingin membuang waktu.
“apakah bapak sadar dengan perbuatan yang bapak lakukan?”
“saya berjalan ke kantor saya” sahutnya, ringkas.
“bukan.... bukan itu, selain itu”
“saya kentut semenit yang lalu”
“Bukan lagi... sesudah itu”
“emh...” Bapak itu berpikir lama sampai kesabaran Parjan habis. Padahal sudah jelas bahwa bapak tadi telah membuang sampah sembarangan.
“begini pak, bapak itu tadi” kata Parjan setengah menjerit “membuang sampah tidak pada tempatnya”
“lalu apa masalahmu?”
“Justru itu masalah bagi saya, dan jutaan warga negara indonesia lainnya. Berkat bapak. Tiap tahun kita selalu dilanda kebanjiran” Tegas Parjan
“lho lho lho kok. Saya tok yang disalahin. Lihat tuh... itu.... itu juga” sambil menunjuki sampah-sampah yang berceceraan di mana-mana. “liat. Bukan Cuma saya tok. Banyak orang yang membuang sampah sembarangan”
“dibilangin kok malah ngeyel. Bapak ini lho yang tertangkap dengan mata kepala saya sendiri, telah membuang sampah sembarangan. Nggak mungkinlah saya kagebunshin (jurus seribu bayangan) terus niteni setiap orang yang membuang sampah sembarangan!”
“Kayak bapak sendiri nggak pernah mbuang sampah sembarangan aja. Sadar diri pak. Bapak juga pernahkan, membuang sampah sembarangan!?”
“enggak pernah”
“bohong!”
“Beneran!”
“jangan coba-coba bohong. Allah maha melihat”
“yah... satu dua kali seminggu sih” sambil garuk kepala
“tuh... bapak sendiri saja mbuang sampah sembarangan, malah sok-sok’an ngandani orang yang mbuang sampah sembarangan. Sadar diri pak. Jangan jadi orang munafik”
“tapi sekarang saya sudah insyaf pak. Bapak ini lho, tadi mbuang sampah sembarangan”
“Insyaf apaan. Nanti kalau lupa juga diulangi lagi. kalau Cuma insyaf, saya sekarang juga bisa insyaf”
“tapi kan insyafnya duluan saya. Bapak dibilangin kok malah balik mbilangin”
Lalu keduanya gelut.

            Mereka saling adu jotos dan adu sepak. Orang-orang di sekitar tak ingin melewatkan peristiwa yang jarang terjadi ini. Sebagian merekamnya untuk ditaruh di instagram. Tak ada yang melerai. Justru penonton semakin ramai. Dalam sebuah kota bernama Solai. Petugas sedang menyebul peluit untuk mengatur para pengendara motor agar tertib. Pak polisi saat itu penasaran dengan kerumunan massa yang bergerumul di trotoar. Mungkin itu juga salah satu penyebab kemacetan. Lantas pak polisi itu memberikan peluit bekas mulutnya kepada temannya yang berada di tenda pos kepolisian.

“ganti kamu yang ngatur. Saya mau ngurusi yang disana”

Temannya tanpa bertanya dengan sigap mengangguk. Lalu pak polisi itu dengan cepat menyeberang jalan dan menuju kerumunan itu. orang-orang yang tau jika ada polisi langsung bubar tanpa di apa-apain.

            Pak polisi amat tercengang setelah berada di tempat kejadian, Melihat dua orang yang babak belur karena sedang berkelahi. Mereka berdua sudah terlihat lelah. Dan hidung keduanya sudah mengeluarkan cairan merah.

“Kalian Kenapa bisa berantem disini!! Apa kalian nggak malu sama orang-orang yang meng-upload video berantem kalian!” pak polisi menghardik dengan suara intonasi tinggi.
“dia yang mulai pak. Dia munafik!”
“oi, kamu duluan yang membuang sampah tidak pada tempatnya!”
“dia juga mbuang sampah sembarangan pak!”
“dia juga kentut sembarangan pak polisi!”
“DIAMM!!!” polisi itu berteriak keras. Membuatnya menjadi pusat perhatian kembali. Sehingga kemacetan dijalanan bertambah lagi. karena banyak orang yang mulai penasaran, lalu mulai memperlambat laju kendaraan.
“Sudah-sudah. Perkara seperti ini, sebaiknya kita selesaikan di pos polisi. Mari ikut saya kesana”
“tapi pak. Saya mau berangkat kerja. Gaji saya bisa dipotong 10.000 pak kalau terlambat satu menit. Itupun berlaku kelipatan” sang pekerja kantoran berusaha mengiba, namun hati pak polisi itu sama sekali tak tergelitik untuk ter-iba. Dan tetap menyuruhnya menyelasaikan kasus ini di pos polisi. Dan setelah melewati perdebatan yang tidak begitu panjang. Akhirnya mereka sama-sama ridho untuk digiring ke pos polisi yang ada di perempatan itu.

            Sesampainya di pos polisi. Merekapun duduk di sebuah kursi yang telah di sediakan. Pak polisi itu juga duduk di antara keduanya. Bapak-bapak kantoran itu tak henti-hentinya memelototi Parjan. Bapak itu sangat marah karena si Parjan telah membuang waktunya yang sangat berharga dengan percuma. Parjan yang tahu jika sedang di plototi memilih untuk mengalihkan pandangan ke arah lain sambil bersiul meniru bunyi kicauan burung di pagi hari.
“ehm. Jadi, saya mau bertanya pada anda duluan” kata pak polisi sambil menepuk punggung Parjan “ada masalah apa yang membuat kalian bisa berkelahi di tempat umum seperti itu?”
“begini pak, tadi saya melihat bapak ini sedang membuang sampah sembarangan, lalu saya menegurnya. Eh, dia malah marah-marah dan balik negur saya. Kan rancu, jelas itu membuat saya nggak terima dong pak. Sebagai manusia yang cinta kebenaran dan membenci kedzaliman. Dan selalu mengamalkan ‘Amal ma’ruf nahi munkar. Maka dari itu saya ingin membenarkan kesalahan-kesalahan yang ada di hadapan saya”
“hei, sadar diri! Kamu juga sama! sok negur-negur orang. Padahal kamu juga pernah buang sampah sembarangan!” bentak si bapak berdasi.
“tapi kan, saya sudah insyaf pak”
“insap gundulmu. Kalau begitu sekarang saya juga bisa insap”
“insyaf pak, bukan insap”
“bodho!. Penting pelafatannya sama! sok-sok’an ngandani lagi”
“bapak ini. dengarkan dulu. saya ini sebagai seorang yang insyaf duluan. Berkewajiban menginsyafkan orang yang belum insyaf. Jadi bapak saya bilangi agar insyaf lillahi ta’ala. Jangan asal insap-insup. Tapi insyaf beneran”
“saya nggak bakalan mau insap kalau anda belum merubah perilaku anda!”
“sudah sudah!. Ribut lagi. tenang, segala permasalahan itu harus di selesaikan dengan kepala dingin. Mengerti!” kata pak polisi. Kedua orang itu meng-iyakan dengan memberi isyarat anggukan.
“lalu dari bapak sendiri pak....”
“Eric”
“ya, pak Eric. Apa yang membuat anda berkelahi dengan pak Parjan ini?”
“Soalnya, orang ini bikin geregetan pak. Sok ngandani saya. Padahal dirinya sendiri juga melakukan”
“tadi kan sudah saya jelaskan...” Parjan menyanggah
“Sudah cukup!” Pak polisi lekas memutus dialeg Parjan. “jadi begitu” pak polisi sudah mengetahui inti dari permasalahan kasus ini.
“jadi begini saja. Pertama pada Pak Eric, tolong lain kali jangan membuang sampah sembarang. Dan untuk Pak Parjan, sudah bagus menegur orang yang salah. Tapi anda harus sadar diri untuk tidak melakukan hal itu juga. Kalian berdua mengerti” kedua orang itu mengangguk bersama.
“nah, sekarang salaman. Kalian berdua harus saling maaf-maaf’an” ke dua orang itu saling lirik. Mereka berdua masih tampak kesal antara satu dengan yang lain, sehingga enggan untuk segera bersalaman. Tapi karena desakan polisi. Akhirnya mereka pun bersalaman juga. Lalu keduanya pergi meninggalkan Pos polisi itu dengan perasaan setengah lega.

            Jalanan tampak lengang dan lancar. Para pengendara  sudah sampai ke tempat tujuan masing-masing. Teman pak polisi yang juga bekerja sebagai polisi tadi sudah lelah mengatur para pengendara semenjak tadi. dan kini dia bisa beristirahat dan bersantai di dalam pos polisi di dekat perempatan itu.
“Haduuuh cuapeknyaa.....” keluhnya “apa setiap jam kerja harus selalu macet seperti ini sih” pak polisi itu menyeka peluh yang ada di dahi. Keringatnya berjatuhan menghantam bumi. Sebagian lagi dengan titisnya mengahantam semut yang sedang ada di bawahnya. Sehingga membuat semut itu mati karena terkontaminasi. “lalu, bagaimana dengan kedua orang tadi yang engkau urus” tanyanya pada polisi temannya.
“udah beres” katanya sambil mengemut permen sunduknya.
“masalah mereka memangnya apa pak?”
“cuman sepele kok. Ada orang yang buang sampah sembarangan”
“oh begitu”

            Udara panas yang menyergap dari luar tertepis oleh putaran kipas angin yang berputar di dalam ruangan pos polisi. Awan jarang terlihat dilangit. membuat langit cerah biru terbentang luas tak terkira jauhnya. Sebuah bis kota menurunkan penumpang. Ada sebuah genangan comberan yang tak sengaja terinjak oleh penumpang. Pedagang asongan berebut mencari pembeli. Menawarkan dagangannya yang entah masih bagus atau sudah basi. Tapi begitulah yang sering terjadi. walau tak pernah di ketahui, tapi terkadang itu sangat penting untuk dikaji. Di lain sisi. pak polisi itu telah selesai mengabiskan permennya. Dan entah sadar atau tidak. Dia membuang sunduk permen itu di sembarangan tempat.


M Habib A


Kartasura, 1 Juni 2016