Minggu, 09 Juni 2019

Kumpulan Cerpen ; Asal Mula




            Sampai saat ini Kiraimin baru menyadari suatu hal penting. Suatu hal yang amat sepele dan sering di pandang remeh kebanyakan orang. Suatu hal yang acapkali tidak dipedulikan, tak di gubris, terkacangi, bahkan sama sekali tidak diminati oleh mereka-mereka yang berilmu tinggi. Padahal kenyataannya suatu hal itu sangatlah penting untuk dikaji, bahkan sangat recommended pula jika digunakan untuk bahan kajian skripsi.

“…asal mula
“apa-apaan itu, Kiraimin” tanya Sukimin, tak paham dengan segala macam rentetan pemikiran tak mutu yang Kiraimin paparkan barusan.
“halah, gitu aja kok ngga mudeng, purcuma kamu punya IPK 4 kalau masalah sepele bin remeh ini ngga bisa kamu pahami” jelas Kiraimin. Meneguk segelas kopi berharga lima puluh ribuan.
“lha kamu neranginnya belibet kayak orang keselek permen”
“simplenya gini deh, kamu tahu kopi?”
“iya, ini kopi” sambil mengangkat gelas kopi di meja.
“dari mana itu berasal?”
“biji kopi”
“dari mana biji kopi?”
“dari pohon kopi”
“dari mana pohon kopi?”
“dari biji kopi”
“dari mana biji kopi?”
“Dari pohon kopi”
“kok muter-muter sih?”
“ya ga tau, anda bertanya saya menjawab”
“kenapa ini bisa di namakan kopi?”
“tanya aja sama penemunya”
“mengapa kok dinamakan kopi, Bukannya teh? kenapa di inggris sebutannya coffe, sedangkan disini kopi, di arab torabika dan di rusia kopi susu?”
“perbedaan sudut pandang budaya dan Bahasa?” jawab Sukimin.
“intinya adalah, semua itu ada dasarnya, kopi inipun memiliki proses yang cukup rumit sebelum tersedia di hadapan kita. Dia memiliki sejarah, dia memiliki khasiat, kandungan gizi tertentu, dan tentu memiliki sebuah tujuan dimana awalnya biji kopi ini bergelantungan di pohon menjadi ter-server di meja kita”
“lalu?”
“Tak semua yang kita ketahui itu dipelajari sampai ke inti. Kita tak pernah paham asal mula, tapi kita selalu asal pake. Contoh kopi ini, kita minum kopi asal beli, asal minum, nikmat, kenyang, udah selesai. Tujuan hanya sebagai teman berbincang, milih di tempat mahal agar bisa dibuat ajang selfi dan di pamerkan ke medsos. Tak ada esensi, tak ada urgensi, tak ada efisiensi bahkan tak ada alasan statemik untuk menjelaskan mengapa kita memilih tempat berbincang di kedai ini. Itulah yang membuat para pelaku ekonom mengetahui selera konsumen secara praktis dan membikin mereka makin kaya dan membikin kita menjadi babu kerja”
“bukankah kalau kita pikir ulang kita bisa memilih tongkrongan di hik? Meski kita kaya namun bukan berarti kita risih dengan tempat itu. justru kita tanamkan modal kepada rakyat kecil itu. memperindah warungnya, harga kopinya lebih mahal sedikit paling Cuma lima ribuan. Kita bisa hemat, uang kita manfaat, membantu masyarakat kecil, sekaligus memajukan ekonomi kerakyatan. Mereka ga sampe mikir kek gitu? Lha wong katanya mau pemerataan ekonomi untuk bangsa dianya sendiri suka nongki di restoran bergaya jepang dan makan-makanan khas korea. Mikir, itulah pentingnya telisik asal mula, berpikir sampe kedalam” Kiraimin kembali memaparkan jalan pikirannya.
 “masalahnya adalah, kita merasa tidak membutuhkan itu, tak ada gunanya memikirkan itu, proses lah, dampaklah, yang penting mereka enak semua nyaman”
“itu masalahnya”

            Kiraimin berada dikelas memandang dosennya lekat-lekat. Sang dosen merasa tak nyaman hingga akhirnya memanggilnya.
“Ada apa Kiraimin? Apakah anda memiliki dendam dengan saya?”
“bukan seperti itu pak”
“terus?”
“saya merasa kosong pak. Tak mengerti dasar dari apa yang bapak paparkan”
“anda tidak bisa mengikuti pelajaran saya?”
“bahkan saya tidak tau mengapa saya ingin sarjana. Keinginan saya adalah bisa membuat lapangan kerja secepatnya”
“untuk itu anda memerlukan ini untuk menunjang kemampuan anda”
“dulu guru biologi juga bilang kayak gitu, nyatanya sekarang sama sekali tak dibutuhkan bagi saya. Saya menyesal lima jam waktu efektif saya perminggu terbuang dengan pelajaran biologi itu. saya tak ingin mengulang penyesalan yang sama” Sahut Kiraimin.
Saat itu juga dosen menyuruhnya untuk pulang dan menenangkan diri. Memberikan secarik uang dua puluh ribuan untuk digunakan beli susu supaya pikirannya jernih kembali.

            Selepas di kos, Kiraimin bertanya dengan teman sebelah kamarnya.
“Buat apa kamu kuliah”
“menambah ilmu”
“terus?”
“membahagiakan orang tua dengan IPK cumlaude”
“terus”
“Cari kerja”
“terus”
“udah”
“kalo mau cari Ilmu situ perpus daerah banyak merangkum Ilmu. Pengen IPK cumlaude tinggal bayar makelar, ngapain kuliah mahal-mahal ngabisin waktu dan daya upaya kalo akhirnya Cuma mau cumlaude, kalo mau cari kerja ya sekarang kan bisa. Ngapain nunggu lulus!”
 “lah kok ngegas” dia tak mengerti mengapa Kiraimin berubah menjadi se rasionalis ini.
“lah, segala sesuatu itu harus dipikir dulu. Baru bertindak. Bertindak tanpa dipikir bakal menyebabkan kasus seperti bocil kena bucin. Kalau dipikir pasti mereka bakal mikirin dampak jangka pendek dan Panjang. Nyatanya mereka Cuma mikir enaknya karena tak paham akan esensi dan urgensi pacaran, tak paham akan konsep serta konsekuensi dari apa yang dilakukan. Orang kuliahpun sekarang tujuannya Cuma dangkal. IPK, Kerja, Biar ga malu dengan kebanyakan anak-anak sepantaran yang kuliah, tanpa tau maksud dan apa tujuan mereka kuliah. Miris!”
***


Kiraimin Nampak gusar dan gundah. Semua yang dia lihat hanya sebatas kekosongan akan perilaku dan tindak tunduk keseharian. Seakan segala bentuk kegiatan tak memiliki jati dirinya lagi. Bergerak tanpa arti, melaju tanpa inti. Tak mengerti dasar mengapa mereka melakukan semua itu. Menjadi awal mula kehancuran dan kehampaan dunia. Mereka bak memori yang menyimpan berbagai macam file, tanpa tahu makna isi dari semua file yang ada didalamnya.

            Semua sudah tak bertuju, padahal mereka harusnya tahu aka nasal mula, akan dasar dari berbagai macam situasi yang ada di sekitar mereka. Bagai mengerti asal mula manusia sebagai adam dan hawa. Dari kegusaran itulah Kiraimin mampir untuk bersilaturahmi menuju ke rumah guru SMA nya dulu.

“Saya merasa gregetan karena banyak manusia hidup tak memiliki tujuan. Sok idealis dan pinteris dengan argument yang tak jelas dan statement ngawur. Bertindak bak rasionalis tanpa mengerti pekem akan ilmu yang digeluti maupun yang di pelajari”
“kalau kamu sadar, sudah menjadi tugasmu untuk membenahi itu semua”
“tapi susah guru, mereka keras kepala!”
“Asal bacot memang kadang ga mempan. Untuk itu perlunya memberikan pemahaman dengan tindakan. Tunjukkan urgensi dan implementasikan itu tepat di depan matanya. Kalau dapat hidayah, pasti dia akan paham dan mengerti, jika tidak? Maka kembali untukmu pemahamanmu dan untukku pemahamanku”



Monday, 9 June 2019


M         H         A


0 komentar:

Posting Komentar