Hari
yang menyebalkan, Sasori merasa jenuh dan tak betah dengan semua ini. Segalanya
tak berarti. Ibarat dikasih hati namun dibalas empedu. Tak ada rasa terimakasih,
welas asih, bahkan cacian yang didapat. Mencoba untuk terus bersabar sambil menyebar
kebaikan, namun hasil tidak seindah yang di harapkan. Sasori mulai marah pada
mereka yang acuh dan tak bertanggung jawab dalam menebar kebaikan, sama sekali
tak ada sebersit niat tulus yang dirasakan, bahkan pada dirinya sendiri.
“SUDAH CUKUP, AKU KELUAR!” teriak
Sasori menggetarkan ruang rapat sore itu. Sontak ruangan rapat menjadi hening.
Sang ketua mengernyitkan dahi, mencoba menimbang bahwa pernyataan Sasori hanya
candaan belaka.
“Keluar, Ruangan maksudmu?” tanya
Nita.
“Bukan, saya ingin keluar dari
organisasi ini. Saya sudah muak. Saya tak ingin lagi menipu diri dengan mencoba
bersikap sok baik dihadapan manusia. Saya sudah jerah berbohong terus dan ingin
kembali menjadi diriku lagi” Sasori berdiri dari kursinya, menuju pintu,
kemudian keluar meninggalkan rapat pleno pada sore itu.
Pernyataan
Sasori jelas menuai banyak kontrofersi. Beberapa orang berusaha melobi agar
Sasori mempertimbangkan pernyataan nyelenehnya kala itu. bahkan sang ketua
sampai turun tangan menemui Sasori di kosannya, Sasori tengah bermain Moba
Analog. Membawakan sekantong plastik martabak manis cap Sindo.
“kenapa Sasori? Apa alasanmu
keluar dari jalan kebaikan ini?” Tanya sang ketua, memelas, bahkan dia tak
habis pikir seorang alim nan taat macam Sasori bisa menjadi seperti ini.
Seorang yang bakal di damba-dambakan menjadi penerus estafetnya kelak ketika
dia sudah tidak menjabat sebagai ketua lagi.
“apakah perlu alasan konkrit
untuk sekedar keluar dari jalan menyebalkan itu?” tanya balik Sasori.
“Astagfirullah, istigfar Sas”
Kata Pak ketua.
“maaf saja pak ketua, tekadku
sudah bulat bagai tahu bulat di goreng dadakan, di jual lima ratusan. Saya
sudah bosan dengan jalan kebaikan yang tidak niat ini. Hanya menghabiskan
tenaga saja, mending aku gunakan waktu yang terbuang di organisasi itu untuk
sesuatu yang lebih berguna” Jelas Sasori.
“Mengapa kamu anggap Organisasi
ini membuang waktu, padahal niat kita semua baik untuk membuat orang-orang yang
nyeleneh berubah menjadi baik. Mengapa kamu yang sudah baik justru malah
nyeleneh?” tanya Pak ketua.
“Intinya saya kepingin seperti
dulu, tak kehilangan jati diri sebagai pemuda yang berkoloni dengan berbagai
pihak. Sedangkan disana gerakanku sangat terbatas dan aku merasa tidak terlalu
dipentingkan. Lebih enak jalan sendiri sebagai seorang personal. Bukan
organisasi yang bahkan tidak mengetahui indentitas jati dirinya sendiri. Jadi
biarkan aku berjalan menebar kebaikan seorang diri” Kata Sasori mantap. Matanya
masih berkonsentrasi memainkan Moba analog.
“ingat Sasori, Satu lidi itu mudah
patah. Tujuan organisasi dibentuk untuk menebar kebaikan adalah supaya lidi itu
Bersatu dan menjadi sulit untuk di patahkan”
“aku tau itu. Namun aku sudah
muak dengan kumpulan lidi yang kusam dan gampang patah. ketimbang menjadi lidi
yang Bersatu. Aku lebih ingin menjadi seonggok baja kuat yang bakal menang
melawan lidi-lidi payah itu. jujur di organisasi aku merasa payah, kewalahan
dan terus menerus menguras waktu dengan agenda yang jika dipikir tak membuahkan
hasil signifikan apapun. Hanya menguras tenaga, kantong uang, serta waktu”
Tak
berselang lama, Sasori segera mengusir ketua, tak menerima buah tangan yang
telah dibawakan untuknya. Kembali kekamar, mematikan gamenya dan berusaha
membaca dan menghabiskan waktu untuk mengasah kapasitas diri.
Apalah
artinya masuk ke dalam gerbong kebaikan. Walau akhirnya hanya akan menambah
beban serta tak berkembang. Tak peduli seberapa kontribusi yang di berikan,
namun tetap saja hardikan dan celaan yang di dapat. Sasori sudah jenuh dengan
semua itu, segala bentuk ke formalitasan di buangnya ke tempat sampah. Dituntut
untuk membenahi hati orang lain, mengatur orang dan bagaimana cara mengubah
seseorang untuk beralih menjadi baik. Tanpa peduli bagaimana perasaan hatinya
yang kelabu, hitam, dan kelam. Sekali lagi itu membuat hatinya begitu sakit.
“bangke,
ngapain juga jadi orang baik, SUSAH. dijauhi orang, saban hari selalu kena
guyonan sok alim lah, sok taat lah, mengajak kepada kebaikanpun suka di
olok-olok!” Gerutu Sasori ketika Nita bertanya alasan dirinya keluar dari
gerbong kebaikan.
“kenapa kok kamu jadi kek gini
sih. Kesambet apa lo?” Nita jadi khawatir.
Sasori terlampau emosi karena sudah
puluhan kali ditanya seperti ini, padahal biasanya dia hanya di abaikan tanpa
pernah peduli dirinya masuk got, kena rabies, atau sedang sekarat meratapi
tugas “bodo, ga usah sok peduli sama gua. Jadi orang baik itu ga enak, ga ada
artinya. Buat apa dah nebar-nebar kebaikan jika yang nebar aja kelakuannya juga
kek mekelar”
“Orang jahat mah real dan
mengakui kalo mereka itu jahat. Engga kayak orang munafik sok baik yang
ngaku-ngaku baik di luar sana”
“enakan jadi orang jahat itu bisa
korupsi, nyopet, ngambil barang, njarah tanah, kalo mau ena-ena gampang, kumpul
bareng temen sampe tengah malam ga ada yang peduli. Bisa tiduran tanpa mikirin
proker-proker ga mutu dan ga niat di buat itu. HAHA” kini Sasori makin
menjadi-jadi. Hatinya sudah tidak bisa tersentuh lagi dengan cahaya yang selama
ini dia dapatkan di organisasi.
Gaya
hidup Sasori berubah total. Kini dia sudah resmi keluar dari organisasi dengan
berbagai pertanyaan yang masih mengganjal dari beberapa pengurus dan pembesar.
Setahu mereka tidak ada masalah yang berarti akan kondisi Sasori, Dia bisa
dibilang sangat aktif dan kompeten melaksanakan berbagai tugas dan amanah yang
di berikan seberat apapun itu. Namun mengapa sekarang hatinya menjadi terbalik
dan cenderung mengarah ke arah lain? Sekarang Sasori yang dulu seorang Alim dan
suka nongkrong di masjid, mengaji, tersenyum ramah ke orang-orang. kini terlihat
sering terciduk nongkrong larut malam, jarang pergi ke masjid yang biasa dia singgahi,
suka kumpul dengan orang-orang ga bener dan lain-lain.
Sang
ketua melakukan rapat luar biasa di antara pembesar organisasi. Yang menjadikan
bahasan pokok pagi itu adalah bagaimana cara mengembalikan Sasori ke organisasi.
“ada yang punya saran atau
usulan?” tanya sang ketua. Beberapa masih bungkam dan beberapa menit berlalu
dengan keheningan.
“jadi… alasan sebenarnya Sasori
keluar itu apa ya?” tanya para pemuka disana.
“Intinya dia sudah ga mau di
organisasi dan bosan menjadi baik”
“bukannya kebaikan itu harus
terus diusung seterjal apapun jalannya dan sesedikit apapun orangnya ya?”
“benar”
“kalau memang dia sudah tidak
bisa mendapatkan hidayah, kita juga tidak bisa melakukan apapun. Yang jelas
kita sudah memberikan peringatan dengan memberi tahunya”
“jadi kita harus biarkan saja?”
“kan kita udah berusaha
menyampaikan kebaikan ke dia”
“padahal dulu Sasori saja
melakukan berbagai macam cara supaya anggota kita menjadi banyak seperti ini?”
Semua terdiam.
“akankah kita mengabaikannya?
padahal dulu saja dia tidak bisa mengabaikan orang yang menyimpang dari
pandangannya?”
Semua masih terdiam.
“atau jangan-jangan karena hal
ini dia menjadi keluar dan pergi meninggalkan kita?”
Saturday, 8 June 2019
M H A
0 komentar:
Posting Komentar