Sabtu, 08 Juni 2019

Kumpulan Cerpen ; Jahat




            Hari yang menyebalkan, Sasori merasa jenuh dan tak betah dengan semua ini. Segalanya tak berarti. Ibarat dikasih hati namun dibalas empedu. Tak ada rasa terimakasih, welas asih, bahkan cacian yang didapat. Mencoba untuk terus bersabar sambil menyebar kebaikan, namun hasil tidak seindah yang di harapkan. Sasori mulai marah pada mereka yang acuh dan tak bertanggung jawab dalam menebar kebaikan, sama sekali tak ada sebersit niat tulus yang dirasakan, bahkan pada dirinya sendiri.

“SUDAH CUKUP, AKU KELUAR!” teriak Sasori menggetarkan ruang rapat sore itu. Sontak ruangan rapat menjadi hening. Sang ketua mengernyitkan dahi, mencoba menimbang bahwa pernyataan Sasori hanya candaan belaka.
“Keluar, Ruangan maksudmu?” tanya Nita.
“Bukan, saya ingin keluar dari organisasi ini. Saya sudah muak. Saya tak ingin lagi menipu diri dengan mencoba bersikap sok baik dihadapan manusia. Saya sudah jerah berbohong terus dan ingin kembali menjadi diriku lagi” Sasori berdiri dari kursinya, menuju pintu, kemudian keluar meninggalkan rapat pleno pada sore itu.

            Pernyataan Sasori jelas menuai banyak kontrofersi. Beberapa orang berusaha melobi agar Sasori mempertimbangkan pernyataan nyelenehnya kala itu. bahkan sang ketua sampai turun tangan menemui Sasori di kosannya, Sasori tengah bermain Moba Analog. Membawakan sekantong plastik martabak manis cap Sindo.

“kenapa Sasori? Apa alasanmu keluar dari jalan kebaikan ini?” Tanya sang ketua, memelas, bahkan dia tak habis pikir seorang alim nan taat macam Sasori bisa menjadi seperti ini. Seorang yang bakal di damba-dambakan menjadi penerus estafetnya kelak ketika dia sudah tidak menjabat sebagai ketua lagi.
“apakah perlu alasan konkrit untuk sekedar keluar dari jalan menyebalkan itu?” tanya balik Sasori.
“Astagfirullah, istigfar Sas” Kata Pak ketua.
“maaf saja pak ketua, tekadku sudah bulat bagai tahu bulat di goreng dadakan, di jual lima ratusan. Saya sudah bosan dengan jalan kebaikan yang tidak niat ini. Hanya menghabiskan tenaga saja, mending aku gunakan waktu yang terbuang di organisasi itu untuk sesuatu yang lebih berguna” Jelas Sasori.
“Mengapa kamu anggap Organisasi ini membuang waktu, padahal niat kita semua baik untuk membuat orang-orang yang nyeleneh berubah menjadi baik. Mengapa kamu yang sudah baik justru malah nyeleneh?” tanya Pak ketua.
“Intinya saya kepingin seperti dulu, tak kehilangan jati diri sebagai pemuda yang berkoloni dengan berbagai pihak. Sedangkan disana gerakanku sangat terbatas dan aku merasa tidak terlalu dipentingkan. Lebih enak jalan sendiri sebagai seorang personal. Bukan organisasi yang bahkan tidak mengetahui indentitas jati dirinya sendiri. Jadi biarkan aku berjalan menebar kebaikan seorang diri” Kata Sasori mantap. Matanya masih berkonsentrasi memainkan Moba analog.
“ingat Sasori, Satu lidi itu mudah patah. Tujuan organisasi dibentuk untuk menebar kebaikan adalah supaya lidi itu Bersatu dan menjadi sulit untuk di patahkan”
“aku tau itu. Namun aku sudah muak dengan kumpulan lidi yang kusam dan gampang patah. ketimbang menjadi lidi yang Bersatu. Aku lebih ingin menjadi seonggok baja kuat yang bakal menang melawan lidi-lidi payah itu. jujur di organisasi aku merasa payah, kewalahan dan terus menerus menguras waktu dengan agenda yang jika dipikir tak membuahkan hasil signifikan apapun. Hanya menguras tenaga, kantong uang, serta waktu”

Tak berselang lama, Sasori segera mengusir ketua, tak menerima buah tangan yang telah dibawakan untuknya. Kembali kekamar, mematikan gamenya dan berusaha membaca dan menghabiskan waktu untuk mengasah kapasitas diri.

Apalah artinya masuk ke dalam gerbong kebaikan. Walau akhirnya hanya akan menambah beban serta tak berkembang. Tak peduli seberapa kontribusi yang di berikan, namun tetap saja hardikan dan celaan yang di dapat. Sasori sudah jenuh dengan semua itu, segala bentuk ke formalitasan di buangnya ke tempat sampah. Dituntut untuk membenahi hati orang lain, mengatur orang dan bagaimana cara mengubah seseorang untuk beralih menjadi baik. Tanpa peduli bagaimana perasaan hatinya yang kelabu, hitam, dan kelam. Sekali lagi itu membuat hatinya begitu sakit.

“bangke, ngapain juga jadi orang baik, SUSAH. dijauhi orang, saban hari selalu kena guyonan sok alim lah, sok taat lah, mengajak kepada kebaikanpun suka di olok-olok!” Gerutu Sasori ketika Nita bertanya alasan dirinya keluar dari gerbong kebaikan.
“kenapa kok kamu jadi kek gini sih. Kesambet apa lo?” Nita jadi khawatir.
Sasori terlampau emosi karena sudah puluhan kali ditanya seperti ini, padahal biasanya dia hanya di abaikan tanpa pernah peduli dirinya masuk got, kena rabies, atau sedang sekarat meratapi tugas “bodo, ga usah sok peduli sama gua. Jadi orang baik itu ga enak, ga ada artinya. Buat apa dah nebar-nebar kebaikan jika yang nebar aja kelakuannya juga kek mekelar”
“Orang jahat mah real dan mengakui kalo mereka itu jahat. Engga kayak orang munafik sok baik yang ngaku-ngaku baik di luar sana”
“enakan jadi orang jahat itu bisa korupsi, nyopet, ngambil barang, njarah tanah, kalo mau ena-ena gampang, kumpul bareng temen sampe tengah malam ga ada yang peduli. Bisa tiduran tanpa mikirin proker-proker ga mutu dan ga niat di buat itu. HAHA” kini Sasori makin menjadi-jadi. Hatinya sudah tidak bisa tersentuh lagi dengan cahaya yang selama ini dia dapatkan di organisasi.

            Gaya hidup Sasori berubah total. Kini dia sudah resmi keluar dari organisasi dengan berbagai pertanyaan yang masih mengganjal dari beberapa pengurus dan pembesar. Setahu mereka tidak ada masalah yang berarti akan kondisi Sasori, Dia bisa dibilang sangat aktif dan kompeten melaksanakan berbagai tugas dan amanah yang di berikan seberat apapun itu. Namun mengapa sekarang hatinya menjadi terbalik dan cenderung mengarah ke arah lain? Sekarang Sasori yang dulu seorang Alim dan suka nongkrong di masjid, mengaji, tersenyum ramah ke orang-orang. kini terlihat sering terciduk nongkrong larut malam, jarang pergi ke masjid yang biasa dia singgahi, suka kumpul dengan orang-orang ga bener dan lain-lain.

            Sang ketua melakukan rapat luar biasa di antara pembesar organisasi. Yang menjadikan bahasan pokok pagi itu adalah bagaimana cara mengembalikan Sasori ke organisasi.
“ada yang punya saran atau usulan?” tanya sang ketua. Beberapa masih bungkam dan beberapa menit berlalu dengan keheningan.

“jadi… alasan sebenarnya Sasori keluar itu apa ya?” tanya para pemuka disana.
“Intinya dia sudah ga mau di organisasi dan bosan menjadi baik”
“bukannya kebaikan itu harus terus diusung seterjal apapun jalannya dan sesedikit apapun orangnya ya?”
“benar”
“kalau memang dia sudah tidak bisa mendapatkan hidayah, kita juga tidak bisa melakukan apapun. Yang jelas kita sudah memberikan peringatan dengan memberi tahunya”
“jadi kita harus biarkan saja?”
“kan kita udah berusaha menyampaikan kebaikan ke dia”
“padahal dulu Sasori saja melakukan berbagai macam cara supaya anggota kita menjadi banyak seperti ini?”
Semua terdiam.
“akankah kita mengabaikannya? padahal dulu saja dia tidak bisa mengabaikan orang yang menyimpang dari pandangannya?”
Semua masih terdiam.
“atau jangan-jangan karena hal ini dia menjadi keluar dan pergi meninggalkan kita?”



Saturday, 8 June 2019



M         H         A

0 komentar:

Posting Komentar