Minggu, 22 Desember 2019

Kumpulan Cerpen; Kapasitas




Siapa yang bisa mengukur usaha dari masing-masing individu yang telah berjuang? Manusia? Tidak. Diri sendiri? Tidak, karena diri juga tergolong manusia. Lalu siapa? Jawabnya ada di ujung langit. Kita kesana dengan seorang anak. Anak yang sekarang tengah berkelana dari pulau satu ke pulau lain untuk mencari rezeki.

            Kapal telah berlabuh ke tepian dermaga. Kerumunan orang mulai berduyun turun dari kapal kayu itu. Enam jam sudah berlalu semenjak Rais berangkat dari pulau sebelah. Berbekal seperangkat nasi bungkus dan beberapa uang, dirinya berusaha agar bisa menjalani hidup yang lebih baik dengan mencari kerja di pulau ini.

“nak, kamu sudah bisa turun” sahut sang nahkoda yang saat itu membuyarkan lamunan Rais.
“baik pak” Rais turun. Penumpang baru mulai berduyun mengisi kapal yang kosong. menunggu terisi penuh untuk kembali berlabuh menuju pulau tempat tinggalnya dahulu.

            Laut selalu biru. Matahari berwarna kuning cerah, terkadang berubah oranye, atau berubah menjadi hitam ketika gerhana. Daun berwarna hijau, ada yang kuning, ada yang berwarna coklat karena meranggas. Semua benda yang Rais lihat pasti memiliki warna pada setiap bentuknya. semua memiliki ciri khas tersendiri untuk di manfaatkan oleh manusia.
***

“Pak, saya ingin melamar kerja di pabrik ini. Kemarin saya sudah kirim email ke perusahaan ini” kata Rais kepada seorang satpam yang tengah menjaga pintu masuk pabrik.
“baik tunggu sebentar ya” sang satpam menelpon bagian RnD untuk mengabarkan calon pekerja baru. “mohon untuk menunggu di ruang pelayanan terlebih dahulu, nanti lurus, belok kanan jalan terus kira-kira sepuluh meter, lalu balik kanan, maju lagi sepuluh meter, nanti kamu sudah sampai di tempat itu”
Rais berpikir sejenak “bukannya saya bakal balik lagi ke tempat awal pak?”
“hwahahaha, maf-maaf saya tadi bercanda, ruangan tepat berada di depan, kamu bisa tunggu dulu disitu” kata pak satpam sambil mempersilakan Rais untuk masuk ke ruang pelayanan.

            Lama menunggu hingga pengeras suara memanggilnya menuju ke pintu RnD. Ruangan itu ber AC dan tampak elegan. Tidak seperti pemandangan di luar pabrik yang penuh dengan tumbuhan dan bau tembakau kering.

Rais duduk di bangku panas tersebut. Meski udara sekitar ruangan begitu dingin, entah mengapa kursi yang di dudukinya terasa panas.

“Jelaskan profil diri anda secara singkat dan lengkap” kata mas-mas bermata tajam itu. Dia tak serta merta memperkenalkan diri, namun langsung mengorek info pribadi Rais.
“Nama Rais Alam, tinggal di pulau Ulu-ulu seberang sana, umur 17 tahun, pengalaman bekerja di ladang bapak, tidak tamat SMP, pernah menjuarai lomba balap karung antar RT, pernah juga menjuarai lomba bertumbuk antar kelas waktu SD, tidak ada yang bisa saya banggakan selain tubuh lengkap yang siap melakukan pekerjaan apapun di pabrik ini”
“apa alasan nak Rais ingin bekerja di pabrik ini?”
“saya ingin berguna di pabrik rokok ini. Melancarkan usahanya supaya rokok-rokok yang terjual bisa bermanfaat bagi mereka yang ingin cepat mati di luar sana”
“hahaha, alasan yang menarik. Anda perokok?”
“tidak, tapi saya suka ngemut puntung rokoknya, karena ada manis-manisnya”
“okey, saya sudah menerima infonya. Saya akan kabari lagi lewat Email yang akan dikirim tiga hari lagi”
“baik pak terimakasih”
Mereka berdua bersalaman, Rais berlalu pergi untuk menemukan masjid tempat dia tinggal selama tiga hari.
***

            Setelah mengecek email di warnet, ternyata Rais di terima dan bisa bekerja mulai besok, dirinya berada di bagian mengurusi pengangkatan rokok menuju ke tempat pengemasan. Sift kerjanya malam hari dari jam 5 sore sampai jam 9 malam.

            Rais menjalani hari-harinya bekerja di pabrik rokok dengan perasaan yang Bahagia, mengirim uang hasil jerih payahnya selama ini kepada kedua orang tua, bahkan hasil rokok bonus yang selalu di terimanya perbulan Rais berikan kepada ayahnya yang memang seorang pecandu rokok.

            Karena hasil kerja yang memuaskan, dalam kurun waktu satu tahun Rais di angkat menjadi kepala divisi pengangkutan barang. Semangatnya sangat di contoh para pekerja lain di pabrik itu. Rais ingin agar rokok-rokok ini bisa terdistribusi dengan baik. Supaya para penikmat rokok tidak pada sakau karena kehabisan stok. Dia menjamin rokok-rokok ini akan sampai kepada mereka yang menginginkannya.

            Semua berjalan lancar, keuntungan perusahaan meningkat pesat. Tak ada yang membantah bahkan mendukung ketika di tahun kedua Rais menjadi manajer di perusahaan itu. Rais pun tanpa sadar juga tak membayangkan posisinya saat ini. Dia hanya berkerja tak kenal Lelah dan dengan senang hati menerima tugas tanpa beban. Hingga sang bos saat itu ingin membuka pabrik cabang baru. Dan menginginkan Rais lah yang memegang kendali di perusahaan tersebut.

“hai, halo” sapa sang bos kala itu.
“ah pak bos, ada yang bisa saya bantu?” jawab Rais sopan.
“begini, berhubung saya akan membuka cabang baru di daerah pulau tempat tinggal nak Rais, saya ingin menembusi kamu untuk menjadi manajer utama di perusahaan tersebut. Bagaimana?”
Rais berpikir sejenak, tidak terlihat kaget dengan tawaran sang bos kala itu, bahkan kemungkinan Rais sudah menebak bahwa dialah yang pastinya akan terpilih “gimana ya bos…”
“lha gimana, apa kamu ragu untuk menjadi pemimpin di sana?”

Rais menangguk sambil tersenyum masam “saya merasa tidak pantas menjabat disana, saya rasa kemampuan saya tidak akan cocok berada disitu, toh masih banyak orang lain yang lebih berkompeten. Bukan seperti saya yang hanya seorang lulusan SMP”

“mengapa? Bukankah hasil kerjamu sangat baik selama dua tahun terakhir?”
“Tidak ada yang baik ketika saya tidak bisa membuat yang lain merasa nyaman. Mereka bisa lebih bersatu dan berbuat lebih baik ketika saya tidak ada. Justru karena adanya saya melah menjadi penghalang bagi perusahaan untuk bisa lebih maju”
“mengapa nak Rais bisa berpikir seperti itu?”
“Dari pengamatan selama ini. Saya merasa tidak sefrekuensi. Jika memang hasil kinerjaku bagus, itu toh juga karena mereka. Pada akhirnya saya tidak bisa berbuat apa-apa, tak mampu melakukan apa-apa. Hanya berujung kegagalan yang nantinya akan memberatkan perusahaan ini”
“nak Rais pingin resign?”
“ya”




Surakarta, 22 Desember 2019

M         H         A

0 komentar:

Posting Komentar