Selasa, 03 November 2015

Kumpulan Cerpen; BERSIH

BERSIH

           
            Rumahnya tampak selalu bersih. Dilihat dari segala sisi. Sama sekali tak ada bercak atau debu yang mengotori temboknya. Tamannya dihias sedemikian rupa. Sehingga tampak elok dan menyegarkan mata orang yang melihatnya. Lantai keramik juga mengkilap karna sekurang-kurangnya di pel tiga kali. Yang punya rumah bernama pak popo. Konon dia adalah keturunan dari cina, meski ada campuran dari indonesia. Tapi tetap saja karna dari cerita mbahnya mbah pak popo dulu adalah warga cina yang bermigrasi ke indonesia. Berkat itu, dia punya ciri khas dengan mata sipitnya dan kerja kerasnya.
            Pak popo orangnya rapi. Suka kebersihan dan menjadi moto dalam hidupnya. Acapkali saat dia menemui tempat yang kotor. Langsung saja dia bersihkan sendiri. Kadang orang lain yang tak sengaja melihat juga ikut membantu membersihkan. “bersih itu sehat, jadi apa salahnya saya bersih-bersih. Saya juga nggak pilih tempat kalau mau bersih-bersih. Pokoknya, apa yang menurut saya kotor pasti akan saya bersihkan” katanya kepada orang yang menanyainya karna menganggap apa yang dilakukan pak popo terlalu berlebih-lebihan. Meski begitu, Orang yang berada di dekat rumah pak popo maupun penduduk RT setempat tetap senang. Mereka merasa senang jika melihat pak popo bersih-bersih sampai ke jalan. Orang lain yang juga berkesempatan dan memiliki waktu luang juga ikut membersihkan jalanan. Lama-kelamaan semua orang gotong toyong ikut membantu membersihkan selokan dan memotong rumput liar. Semua bekerja. Tak ada yang tidur di kamar maupun menonton TV di ruang keluarga. Tidak ada yang bermalas-malasan. Semua tertuju pada kegiatan bersih-bersih. Pak RT juga tiba-tiba datang dan memberi apresiasi. Pak popo sebagai warga kampung itu dinilai sangat berpengaruh. Hampir semua orang membicarakannya dan selalu menghormatinya. Tapi pak popo tak tinggi hati. Dia tak peduli akan sanjungan dan tetap melaksanakan rutinitasnya.
            Sehabis kerja bakti biasanya ibu-ibu sudah menyiapkan minuman dan snack yang disiapkan dari urunan per-rumah. Istri pak popo juga membawakan gorengan dan es blewah. Kampung itu seperti keluarga besar. Tak ada rasa bermusuhan antara satu dan lainnya. Mereka makan dan minum, mengobrol, bercanda tanpa ada batas sosial
yang menghalangi. Pak popo juga sama halnya dengan mereka. Dia tetap memandang semua orang sama dan tak ada yang patut di beda-bedakan. Pada acara kumpul itu pak popo Cuma makan sedikit lalu pamit pulang dulu. Sementara seluruh warga masih berada di sana.
            Selain kebersihan lingkungan. Pak popo juga meperhatikan pola makan dan istirahat yang teratur. Istrinya sudah pulang kerumah dan mengambil sapu untuk membersihkan rumah lagi, padahal sejam yang lalu sudah di bersihkan. Beruntung pak popo memiliki istri yang kepribadiannya mirip dengannya. Dan selalu membantunya bersih-bersih.
            Di suatu waktu. Tanpa di duga pak popo jatuh sakit. Badannya lemas dan tubuhnya menggigil. Istrinya kaget karna melihat suaminya terbaring sakit sampai tak bisa berdiri. Dia mulai bingung melihat pak Popo, karna setahunya selama ini dia tak pernah sakit. Lama-lama penduduk desa mulai tahu. Semua geger dan seakan tak percaya. Tapi setelah berkunjung kerumahnya. Ternyata benar. Pak Popo sedang terbaring lemas di kasurnya. Akhirnya masalah ini menjadi buah bibir. Para ibu-ibu tak hentinya menggosip. Banyak orang yang berpendapat, mulai dari yang masuk akal sampai yang tidak masuk akal.
“padahal pak popo sangat memperhatikan kebersihan. Dia juga selalu bilang bahwa itu membuat kita sehat dan terhindar dari penyakit. Buktinya, sekarang kayak orang sekarat. Jadi bersih, kotor itu sama saja. Tetap saja penyakit itu datang”
“mungkin benar kata sponsor di TV. Bahwa kuman telah ber-evolusi. Mungkin juga kuman-kuman sudah pada pinter dan sebagian beralih tinggal di tempat yang bersih. Gara-gara tempat yang kotor jumlah penduduknya sudah kebanyakan”
“jadi percuma dong bersih-bersih atau enggak. Kita juga bisa sakit kapan saja”
“mungkin ini yang dinamakan takdir mubrom. Sekeras apapun usaha manusia, pasti ketetapan tuhan itu tetap”
“paling ini cobaan dari tuhan. Sepertinya pak popo sedang di uji karna ketekunannya menjalankan perintah-Nya, yaitu kebersihan. Karna tuhan cinta yang bersih”
Orang-orang saling debat dan menyimpulkan kejadian ini dengan pikiran masing-masing. Meski itu Cuma akal-akalan dan tak terbukti nyata. Tapi tak ada yang mencegah. Semua berjalan teratur hingga 4 hari berlalu dan pak Popo masih sakit.
            Istri pak popo mulai khawatir. Begitu juga penduduk sekitar dan warga kampung. Selokan yang dulunya terlihat bersih sekarang buntet oleh sampah yang ber-ceceran. Halaman rumah-rumah warga banyak yang kotor. Sekarang para warga sudah tak mau bersih-bersih karna takut jika mengalami apa yang dialami pak Popo. Tetapi istri pak popo tetap bersih-bersih dan tetap menjadi rumah terbersih sekampung.
“apa penduduk desa masih suka bersih-bersih” kata pak popo sewaktu itu. Istrinya Cuma menggelengkan kepala. Sedangkan pak popo seperti bertambah lesu, seperti menyimpan hal yang disayangkan dan agak timbul penyesalan.
“gimana ini.......kok jadi begini.........biarin......biarin........” gumam pak popo yang saat itu istrinya juga mendengarnya. Tapi dia Cuma terdiam
“biarinnn.......aku toh sudah.........biarin.......” gumamnya lagi, kali ini lebih pelan. Istrinya tetap diam karna tak mengerti apa yang dikatakan pak Popo. Dia malah menangis melihat sakit suaminya itu yang makin menjadi. Padahal pak Popo sebenar-nya masih muda. Sekitar 30 tahun lebih beberapa bulan. Mungkin itu yang membuat orang lain khawatir untuk bersih-bersih. Di usia semuda itu. Sangat jarang terjadi sakit keras seperti itu, kecuali memang kalau penyakit keturunan atau karna memang sakit yang terpendam. Tapi pak Popo yang sehat bugar, selalu bersih-bersih dan selalu menjaga pola makan  malah kena penyakit begituan yang entah apa namanya.
            Besoknya dibawalah pak Popo ke dokter. Pak RT yang juga cemas meminjamkan mobilnya dan juga ikut membawanya. Disana dia di periksa, biaya pengobatan dan lainnya di tanggung pak RT. Dia berharap pak Popo bisa sembuh dan mengajak warga sekampung bersih bersih lagi. Karna keadaan lingkungan disana sangat memprihatinkan. Pemeriksaan selesai. Pak RT dan istri pak Popo di panggil untuk menghadap dokter. Setelah bertemu dan berjabat tangan. Dokter itu mempersilakan ke-2 nya duduk.
“sebenarnya suami saya itu sakit apa dok?” tanya istri pak Popo membuka pembicaraan
“setelah saya periksa. Suami ibu ini sepertinya tidak mengalami penyakit apa-apa. Semua normal. Tapi dilihat dari luar, keadaannya memang kritis. Kalau menurut saya pak Popo ini mengalami penyakit yang langka”
“apa itu dok” tanya istri pak Popo
“penyakit kebersihan. Menurut saya, pak popo ini terlalu fanatik dengan namanya ‘bersih’. Pikirannya ngadat karna dihantui rasa was-was jika ada kotoran yang ia lupa bersihkan. Itulah yang membikinnya jadi seperti ini. Seluruh organnya baik tapi di satu sisi, entah itu adalah salah satu sarafnya atau zat lain yang membentuk suatu tanda agar pak popo selalu ingin semuanya itu bersih. Baik apapun dan bagaimanapun. Bisa di bilang. Baru kali ini saya menemui penyakit ini. Nama penyakitnya belum ada, jadi saya namai sendiri”
“apa penyakit ini bisa sembuh Dok?”
tanya pak RT yang semenjak tadi terus merasa khawatir. Bahkan melebihi istrinya pak popo
“setiap penyakit pasti ada obatnya. Karna ini penyakit baru, tentunya saya tak mau asal memberi obat. Jadi, tanya saja sama orang yang lebih tau atau mungkin orang yang lebih profesional. Saya disini hanya mampu menyimpulkan penyakitnya. Kurang lebih ya sudah saya jelentrehkan. Kalau masalah penyembuhan saya takutnya kalau nanti malah overdosis karna salah resep. Semoga ibu dan bapak ini maklum karna kemampuan saya yang juga terbatas”
Lalu mereka berjabat tangan lagi. Sambil ke duanya mengucap terimakasih kepada dokter itu. Pak RT dan istri pak Popo pun pulang membawa pak Popo yang sudah tak sadarkan diri semenjak di rawat tadi. Mereka membawanya ke dalam mobil sambil menidurkannya di kursi tengah sambil di pegangi oleh istri pak Popo agar pak Popo tidak terjatuh. Ke dua orang itu lalu bingung mau di bawa kemana agar pak Popo bisa sembuh.
            Salah satu warga mengusulkan agar pak Popo di bawa ke psikolog. Pak RT yang awalnya tak setuju menjadi setuju karna dipaksa setuju. Warga kampung yang tak acuh dulunya akan masalah pak Popo. Kini berbondong-bondong memberi bantuan. Mereka sudah tau penyakit pak Popo bukanlah suatu penyakit. Dan itu hanyalah seperti orang yang kebanyakan pikiran. atau sebatas hal yang  sepertinya itu memang harus terjadi dan bukan  penyakit. Dan memang pak Popo seharusnya tidak terkena penyakit. Itulah yang di percaya para warga. Orang-orang yang dulunya sok menyimpulkan penyakit pak Popo Cuma diam dan merasa bersalah. Akhirnya semua orang melaksanakan bersih-bersih. Tak ada yang malas-malasan ataupun Cuma diam di rumah. Semua bekerja dengan senang. Itu juga diharapkan akan membantu pak Popo supaya lekas sembuh.
            Saat semua warga sedang sibuk. Pak Popo yang sekarang masih tak sadarkan diri itu di bawa ke tempat psikolog. Di sana, awalnya psikolog itu bingung. Kenapa orang yang sakit keras begini malah di bawa kemari. Setelah di jelaskan secara rinci oleh pak RT dan istri pak Popo, barulah psikolog itu faham dan mempersilakan mereka duduk. Sementara tubuh pak Popo diminta agar tetap berada di mobil setelah di teliti oleh psikolog itu.
“jadi masalahnya pak Popo ini mengalami sakit kebersihan”
“iya pak, suami saya itu ternyata terlalu fanatik sama kebersihan”
Psikolog itu mengangguk dan menulis pada catatan kecilnya.
“oh Jadi begitu. Ini memang perlu penanganan khusus. Menurut saya, obat tak akan ampuh untuk bapak ini. Saya sebenarnya Cuma menimbang-nimbang saja. tapi yang jelas ini tidak perlu menggunakan obat. karna tak ada virus atau masalah apapun pada jasadnya dan juga organ-organnya masih stabil. Jadi tidak perlu obat. Itulah per-timbangan saya karna saya juga baru tahu tentang adanya penyakit ini”
“jadi gimana pak” kata istri pak Popo
“begini, kalau saya simpulkan dari beberapa difinisi dan hipotesis. Kemungkinan terbesar adalah memang dari faktor mentalnya yang tak siap. Bapak ini fisiknya memang sudah mumpuni untuk menghadapi kebersihan itu. Tapi dari dalam mentalnya keroak karna tak ada kemantapan dan kesaling pahaman antara mental dan fisiknya sehingga menjadi miss atau bisa di umpamakan, kurang koordinasinya. Jadi bapak ini mengalami disfungsi kinerja tubuh. Tubuhnya kuat tapi mentalnya tempe. Apa kalian paham semua yang saya jelaskan tadi”
Dua orang itu menggeleng.
“paham tak paham itu tak pentinglah. Yang jelas bapak ini harus segera di tangani. Terutama mentalnya. Karna faktor dari dalam akan  perbengaruh nantinya di luar”
“jadi saya harus mengobati mentalnya”
kata Pak RT yang mencoba memahaminya walau memang sedikit agak memaksa.
“bisa dibilang begitu”
“terus gimana caranya” tanya pak RT
“obatnya saya rasa dari orang terdekatnya saja. mungkin dari keluarga, teman atau saudara. Pokoknya mental bisa di benahi dengan orang yang sudah dianggap dan di percaya oleh pak Popo. Seperti ibu bapak ini. Kalau saya jelas nggak bisa. Karna kenal saja tidak”
“Jadi obatnya dari saya dan orang-orang terdekatnya begitu” kata istri pak Popo
“ya”
“tapi gimana caranya!!?...... apa Cuma di pentelengi. Di entutin. apa dibacai yasin. Diapain gitu loh.... yang jelas... jangan mental-mental terus. Kasih tau caranya juga”
 Bentak pak RT yang kesabarannya mulai habis karna mendengarka penjelasan yang begitu rumit. Istri pak Popo mencoba menenangkannya. Psikolog Cuma mengangguk faham apa yang disampaikan pasiennya.
“jujur saya juga tidak tau caranya pak. Maka dari itu, harapan saya anda atau orang lain yang menemukannya dan bisa menyembuhkan pak Popo. Masalahnya penyakit ini baru saja terjadi dan sangat sulit mengetahui cara apa yang ampuh untuk masalah ini. Cuma saya sudah mempunyai titik terang. Dan yakin kalau ini masalah mentalnya”
Psikolog itu bicara terus terang dan kali ini kata-katanya mudah untuk di pahami.
“jadi kita yang harus menemukan obatnya” kata istri Pak Popo
“betul dan hanya inilah yang bisa saya sampaikan. Jadi mohon maaf kalau ada kekurangan dan tolong jangan marah-marah”
“iya pak terimakasih” sambil istri pak popo menyodorkan amplop tebal.”kembaliannya ambil saja, saya ikhlas kok”
“wah... terimakasih bu” psikolog itu tampak senang sambil garuk-garuk kepala. Sedangkan pak RT sudah berada di luar bersama pak Popo yang masih saja terbaring. Setelah keduanya pergi, barulah psikolog itu berani membuka isi amplop itu. Dikira isinya ratusan ternyata Cuma uang seribuan 30 lembar.”kurang ajar” batinnya.
            Setelah pak RT memberi tau apa yang harus dilakukan kepada pak Popo. Banyak orang yang mencoba menyembuhkan dan mendatangi rumahnya. Mereka semua kesana bukan hanya sekedar menjenguk, kadang mereka memberikan lelucon atau hal yang menyangkut tentang kebersihan. Bukan hanya orang dewasa, tapi anak-anak pun juga ikut bertindak. Mereka bernyanyi dan menari. Ibu-ibu pada membawa makanan. Semua antusias. Rupanya pak Popo belum sadarkan diri juga. Kulitnya yang kuning berubah pucat. Namun detak jantung dan nafasnya masih teratur. Orang-orang tak putus asa. Mereka mulai menggelar wayangan di rumah pak Popo. Ada yang sholat berjama’ah sekalian mengadakan pengajian. Doa bersama untuk pak Popo. Hajatan, Arisan, Nganten, pidato. Pokoknya selama 24 jam tidak ada jam kosong. Semua dilakukan dirumah pak Popo. Bergilir dan terjadwal secara sistematis. Tujuannya Cuma satu. Yaitu mengharapkan agar pak Popo bisa sembuh.
            Seminggu sudah pak Popo sakit. Sebagian orang putus asa. Sedangkan istrinya Cuma menangis. Pak RT juga hampir menyerah. Mungkin ini memang takdirnya. Dia berharap ada orang lain yang bisa menyembuhkannya. Warga yang amat disukainya. Semoga ada harapan. Meski Cuma setitik, Itu tetap harapan. Dunia ini tak ada yang mustahil. Yang penting berjuang. Melakukannya dengan benar disertai dengan doa. Dengan itu peluang selalu ada. Sama seperti sakitnya pak Popo. Meski di anggap baru. Tapi jalan keluar mestinya tetap ada. Ia harus yakin. Semua juga yakin. Lalu pak RT melakukan rapat besar. Yang di panggil adalah seluruh warga kampung tak terkecuali manula dan anak-anak. Semua boleh usul. Boleh berikrar. Memberi saran atau mengkritik. Yang penting permasalahan pak Popo segera selesai. Di situ juga di datangkan beberapa orang ahli filosofi. Suasana menjadi ramai. Banyak yang memberikan saran dan rujukan.
“nyawanya harus segera di selamatkan. Kalau memang tak ada yang bisa, maka tunggu saja sampai ada yang bisa!”
“bawa saja ke dukun atau paranormal. Bisa jadi ada orang syirik yang menyantetnya”
Dari pojok podium seseorang bicara
“mendingan kita panggil ustadz atau para ulama. Mungkin dia kerasukan”
Lalu dari depan, orang yang tadinya menahan diri agar tak bicara malah ikut-ikutan.
“menurut saya. Kita serahkan kepada Tuhan yang maha esa. Biarlah ini berjalan seperti alakadarnya. Toh kita sudah berusaha. Hasilnya biar Tuhan yang mengatur”
“tapi kalau begitukan sama saja menyerah pada takdir. Serahkan sih serahkan. Tapi harus tetap diselingi dengan usaha”
“trus gimana?”
“orang nggak tau kok ditanya”
“begini saja. kita pecahkan masalah intern dulu. Baru kita sangkut masalah ekstern.”
“ekstern intern apaan. Wong Cuma membahas masalah tentang kesehatan”
“sudah-sudah. Mendingan menurut pendapat saya saja. taruh ke dukun atau paranormal”
“saya tidak setuju........”        “setuju saja”        “tidak. Aku setuju.........”                     “aku nurut voting terbanyak”                 “golput aja”         “bukan. Yang benar begini......”                 “salah. Bukan. Tapi betul”            “oke-oke. Saya nggak terima....”
Orang-orang makin ribut. Banyak orang yang memberikan pikirannya. Rapat jadi tak efisien dan hampir kacau. Pak RT selaku pemimpin mencoba menenangkan suasana yang kalangkabut. Setelah suasana sudah cukup tenang. Pak RT lalu menyerahkan kesimpulan itu kepada para filosof yang sudah di undang. Memang diantaranya juga terjadi perdebatan yang luamayan panjang. Karna situasi yang mendesak, maka mereka mulai sepakat dan mulai menyimpulkan. Salah satu yang tertua dari mereka di beri kesempatan maju ke depan. Mencoba mengecek mikrofon dengan mengetuk-ngetuknya. berdehem sebentar lalu memulai berbicara.
“dari argument yang dihasilkan. Dengan ini, kami menetapkan bahwa. Sebenarnya pak Popo tidak sakit. Dia sembuh dan normal. Hanya saja mengalami kelelahan. Bisa juga di sebut hibernasi. Pak Popo ini mengalaminya karena dia merasa sudah melakukan tugas yang diperintahkan oleh alam bawah sadarnya. Yaitu kebersihan. Dia sudah merasa terbebas dari belenggu itu dan mencoba mencari sensasi untuk menyegarkan diri. Setelahnya dia merasa tenang dan hidupnya serasa sudah tak lagi ada beban. Dia berpikir sudah melaksanakan dan melakukan semuanya. Dia merasa puas dan hidup di bawah angan-angan yang tak terjangkau oleh kita. Inilah menurut pendapat para filosof. Kejadian ini sangatlah biasa terjadi oleh siapa saja. pak Popo begitu karena Cuma ingin menemukan ketenangan. Dia mau istirahat setelah seleasai melaksanakan asanya. Jadi tolong semua orang yang ada disini mengerti dan tak perlu khawatir. Semua pasti berjalan lancar. Kita tinggal menunggu pak Popo jenuh dalam tidurnya. Pasti nantinya dia akan merasa ingin bersih-bersih lagi”
Semua yang disana diam. Mereka pada takjub dan terpesona. Kata-kata yang di ucapkan filosof itu seperti angin dingin yang menerpa hati mereka yang panas. Suasana hening beberapa saat. Suasana mulai pecah disaat orang-orang mulai bertepuk tangan. Mereka bersorak dan pak RT tersenyum puas. Usulan filosof memang jitu. Sementara filosof itu kembali ke podium sambil melambai-lambaikan tangan. Keputusan sudah diambil, semua puas karena keadilan sudah tercipta. Di akhir acara, rapat itu selesai dan semua pulang ke tempatnya masing-masing. Para filosofi yang di undang di beri tambahan bonus agak banyak. Mereka juga di beri rokok dan bebrapa snack tambahan. Pak RT rupanya senang karena mereka sudah membuat keputusan yang baik.
            Hari-hari telah berlalu. Sudah sebulan pak Popo tertidur. Semuanya masih berharap. Mereka setiap hari selalu bersih-bersih. Tidak kendur dan tetap semangat tanpa mengeluh. Mereka berpikir mungkin dengan cara itulah agar pak popo dapat segera bangun dan berbaur lagi dengan masyarakat. Rumah pak Popo juga tak pernah sepi dari pengunjung. Kurang lebih ada 4 sampai 5 warga yang datang menjenguk. Sesekali mereka membawa uang dan makanan. Kadang yang datang menjenguk juga membantu bersih-bersih rumah. Biasanya membantu merawat tamannya, ada yang ngepel, nyuci baju dan mereka semua tak butuh bayaran. Itu di maklumi saja sama istri pak Popo. Dia Cuma berterimakasih karna sudah banyak membantunya.
Di lain pihak, pak RT pada malam hariya bermimpi. Dia berada di suatu tempat yang tidak di kenal. Semua yang saat itu dilihat pak RT berwarna putih termasuk dirinya sendiri. Pak RT sama sekali tak tahu jika dia sedang bermimpi. Dia Cuma bengong sambil mengamati apa yang terjadi disitu. Tentunya tidak begitu jelas karna semua serba putih. Mulai dari tanahnya, lampu, batu air. Semuanya putih dan tidak memiliki warna lain sehingga sulit membedakan satu sama lainnya. Agak lama setelah memandangi sekeliling. Barulah matanya samar-samar menangkap seseoarang yang seperti sedang duduk di pinggiran danau yang juga sama putihnya dengan lainnya. Pak RT kaget. Tak salah lagi, dia hafal betul. Pertama dia mengucek matanya beberapa kali. Tak puas dia tapuk pipinya juga tapi tetap saja dia melihat orang itu sedang duduk-duduk. Dia masih terduduk di situ. Ya, tak salah lagi. Itu pak Popo. Kenapa bisa sampai disini? Pak RT yang dihantui rasa penasaran mendekat pelan-pelan. Karna jalanan yang samar-samar dan tak bisa di bedakan membuatnya tersandung beberapa kali bahkan dia seperti menabrak sesuatu. Tapi entah apa. Yang jelas dia tak mau memikirkan nya dan terus memlototi orang yang dianggapnya pak popo tadi agar tak hilang dari pandangannya. Setelah sampai didekatnya. Dia langsung ikut duduk di sebelah orang yang ternyata memang Pak Popo. Perasaan pak RT saat itu sangat senang. Dia melihat wajah pak Popo berseri-seri. Lantas pak Popo juga menoleh kearah pak RT.
“kenapa bapak bisa sampai ke sini?” tanyanya
“seharusnya saya yang tanya kenapa kamu ada di sini”
Pak Popo hanya tertawa kecil. Suasana hening sebentar.
“inilah tempat yang kuidam-idamkan dulu. Lihatlah sekelilingmu. Tak ada kotoran satupun disini. Semua sudah bersih tanpa aku harus bersihkan lagi. Tak akan bisa kotor karna kotoran disini juga bersih. Semua bersih, putih dan menyenangkan. Lihatlah keindahannya. Aku senang hidup disini karna sudah merasa cukup”
Pak RT mengrenyitkan dahinya. Barulah dia tahu selama ini pak Popo sedang berada di sini dan meninggalkan dunia sana.
“bukannya kamu suka bersih-bersih. Disini kamu tak bisa melakukan itu. Selain itu, banyak yang ada di sana menginginkan kamu balik. Kasihan istrimu. Semua yang Disana juga ingin kerja bakti bersama lagi. Kamu disini memang untung. Tapi yang di sana buntung. Kamu masih diperlukan untuk membimbing mereka. Tak hanya itu. Disini kamu juga kesepian. Jadi ayo pulang”
“aku disini tak sendiri. Coba Pak RT melihat sekeliling lagi”
Pak RT kembali memandang sekeliling. Ternyata memang ada banyak orang disini. Mungkin tadi tidak terlihat karna pak RT tidak begitu memperhatikan karena warnanya berbaur dengan sekitar.
“Pak RT. Bukannya aku tak mau pulang. Cuman inilah tempatku. Manusia sebenarnya hidup untuk menempuh suatu tujuan. Sedangkan tujuanku berada disini. Meski harus meninggalkan orang terdekat kita. Kalau ada pertemuan pasti ada perpisahan. Jadi jangan terlalu di pikirkan. Meski kehadirannya di tolak. Perpisahan pasti tetap terjadi. Setiap orang tak akan selamanya bersama karena setiap manusia itu hidup berkelana. Sedang batas muara ku berada disini. Ini pilihanku, ini hakku sebagai manusia yang merdeka. Aku memilih dengan mengorbankan yang disana. Seharusnya yang disana bisa mengerti. Kalau mau kerja bakti apa repotnya. Cuma dikerjain aja“
“kalau tempat ini yang jadi keinginanmu. Itu tak masalah. Aku sama sekali tak melarang. Tapi pikirkan yang disana. Kamu masih di butuhkan. Selesaikan dulu tugasmu. Baru kamu boleh bersenang-senang disini sekehendakmu. Jangan mengabaikan realita. Ingatlah kenyataan”
“masak bapak nggak tau. Sebenarnya ini kenyataan. Ini sudah jadi takdirku berada disini dan memang saya harus disini. Apa yang bapak ungkapkan hanyalah opini. Kenapa mereka masih butuh saya?. Saya disini sudah tenang dan tentram. Sangat lucu bila saya sudah meninggalkan mereka. Sudah pasrah dengan niatan baik. Tiba-tiba datang nyelonong kesana lagi. Mana ada yang kayak gitu. Coba saja para ilmuan yang tersohor seperti graham bell. Dia masih di butuhkan tapi sudah meninggal. Apa mau dia yang sudah meninggal disuruh balik? Kan lucu”
Pak RT hanya diam. Dia berpikir agak lama. Mungkin betul apa yang disampaikan Pak Popo. Dia sudah selesai.kalau diibaratkan sama dengan dia telah menyentuh garis finish. Tak mungkin dia diganggu dan di suruh melakukan sesuatu lagi.
“baiklah jika itu maumu, pak RT juga nggak mau maksa” lalu pak RT beranjak pergi meninggalkan pak Popo yang masih duduk di pinggiran danau.
“kalau kamu berubah pikiran. Kamu bisa balik kapan saja. yang jelas semua masih tetap menunggu”
Tiba-tiba pak RT hilang. Suasana saat itu buyar. Pemandangan sekeliling jadi makin tak jelas. Agak lama. Tanpa di duga pak RT sudah ada di kamarnya. Memang dia sudah di kamar. Tapi perasaannya agak aneh dan beberapa kali pak RT mengolet. Dia melihat jam yang ternyata sudah menunjuk angka 10. Korden semenjak tadi sudah terbuka dan cahaya matahari memenuhi ruangan yang tersirat dari jendela. Pak RT lalu bangkit dan keluar untuk menuju rumah pak Popo. Dia ingin menceritakan mimpi yang barusan di-alaminya kepada istri pak Popo. Sementara istrinya menyuruh untuk makan dulu. Tapi pak RT sudah keduluan berlalu dengan motornya.
            Di jalan seorang warga menyapanya “mau kemana pak?”
Pak RT menghentikan motornya. “mau kerumahnya pak Popo”
“oalah. Pasti mau ketemu sama pak Popo ya”
“bukan. Sama istrinya....... eh, lha kan pak Popo masih koma?”
“waduh. Masak pak RT belum tau. Pak Popo kan tadi pagi sudah siuman”
Mendengar kabar itu, pak RT jadi tak habis pikir. Dia senang, Cuma ada sedikit rasa dongkol yang menjamah sum-sum tulangnya.
“katanya mau enak. Mau tentram. Sok berkelana mengorbankan segalanya. Semua katanya sudah selesai. Akhir-akhirnya juga mau balik”
“apa pak?” warga itu bingung mendengar pak RT bicara sendiri
“oh bukan. Nggak ada apa-apa kok.... terus pak Popo sekarang ngapain?”
“lagi mbersihin rumah”
“lha kok dia bisa bangun? Emang di apain?”
“ditailnya saya nggak begitu tau pak. Tapi yang jelas. Kata orang-orang pak popo
Bangun-bangun sendiri”
“bangun sendiri?”  ulang pak RT
“ya, terus pas ditanya kenapa. Jawabnya simpel banget”
“apa?” pak RT semakin penasaran
“katanya........ ada tugas yang belum selesai”
           
M HABIB Amrullah.

            7 maret 2014

0 komentar:

Posting Komentar