Rabu, 04 November 2015

Kumpulan Cerpen; Di tempat ini

Di tempat ini




            Kurasa baru kemarin Aku berada di sini. Menapak tilas kehidupanku yang kurasa tak berubah sampai saat ini. Kurasa baru kemarin. Angin laut merhembus kencang sampai menghantarkan kakiku berpijak di sini. Kali ini mungkin batinku bertanya tanya tentang apa yang ingin Aku lakukan setelah ada disini. Tapi tentu jawabanku pasti. Melakukan sesuatu untuk sesuatu.
            Masalahnya apa sesuatu itu? apa arti kata sesuatu itu? akankah sesuatu itu menghantarkanku ke arah yang lebih baik? Atau justru sesuatu itu menjerumuskanku ke dasar gua yang gelap? Entahlah. Saat berada di sini Aku bingung mau melakukan apa? Apa yang harus di lakukan? Aku melakukan untuk apa? Dan berbagai pertanyaan yang hampir serupa tapi intinya berbeda. Lalu bagaimana? Tentunya hanya Aku yang tau jawabannya. Aku yang tau jawaban dari pertanyaanku sendiri. Hanya saja. aku kurang yakin untuk menjawab sekarang karena aku belum berbuat sesuatu tentang apa yang harus kulakukan.atau aku harus jawab dulu baru aku melakukan. Kebimbangan itulah yang selalu muncul saat berhadapan dengan pilihan yang sulit.
            Terasa sudah satu jam aku disini. Sedang aku belum melakukan sesuatu. Tapi tampaknya ada seorang yang kemari. Seorang lelaki muda yang berpakaian sederhana. Dengan sorot mata yang seperti kebanyakan orang lakukan dengan teman dekat mereka. Dia terus mendekat menghampiriku. Aku tahu siapa dia. Dia yang selama ini membantuku untuk menemukan jalan keluar dari segala permasalahan yang sering ku alami sepanjang hari.
            Dia menyapa seperti biasa. Ku balas sapaannya dan kami duduk di sebuah bangku yang ada di tempat ini.
“masihkah engkau merasa bimbang”  dia mulai mengawali pembicaraan
“ya, bukannya aku setiap saat seperti ini. Meski diriku yang satunya tidak sadar jika selama ini dia selalu di uji dengan pilihan-pilihan”
“benar juga sih, tapi bukannya kau sudah berpengalaman tentang masalah yang menimpamu dan juga dirimu?”
“tapi biasanya kita selalu berdebat. Kadang kita menemukan jalan keluar. Kadang perdebatan itu juga menemukan jalan buntu. Sehingga pilihan akhirnya adalah menghindar dari ketidakpastian tersebut”
Lelaki muda itu agak sedikit tersenyum. Sepertinya dia memikirkan sesuatu yang sulit di tebak.
“lalu” dia kembali bicara “bagaimana setelah engkau memperoleh jalan keluar tentang masalah tersebut?”
“tentu sebagaimana yang kau tahu. Kadang kami melakukannya. Dan tidak jarang kami bungkam dan tidak melakukannya. Sulit aku mempengaruhi aku yang lain. Dimana aku dan aku yang satunya sudah susah payah memikirkan yang menurut kami para aku adalah baik untuk aku yang satunya”
“sejatinya bukankah begitu”
“tentang apa?”
“musuh utamamu adalah dirimu. Bagaimana kau tidak akan sanggup melangkah keluar sebaik ataupun sebanyak apapun sesuatu yang kau punya jika kau tidak bisa melewati gerbang yang ada pada dirimu”
“maka dari itulah aku aku kesini. Aku bertukar tempat untuk menjajal seberapa sulitnya di tempat ini. Menjadi diriku yang utuh dengan sesuatu yang ada pada diriku. Tapi itu pikiranku sebelum berada disini”
Lalu suasana menjadi hening. Mulutku diam beberapa saat. Tempat ini kurasa sangat berbeda dan penuh dengan liku. Terasa ramai tapi sebenarnya hampa buatku. Desahan yang menampar rerumputan. Membuatnya melambai seperti memberi isyarat agar aku tidak ragu. Hari selalu berjalan terus dan kesempatan juga silih berganti berdatangan seperti ketukan jarum jam. Betapa banyaknya. Tapi yang di manfaatkan tidak lebih dari yang di harapkan.
“setelah disini” sambungku kembali ”aku merasakan perasaanyang diriku satunya rasakan. Aku merasakan betapa susahnya menjadi diriku yang berada di garis depan. Dimana tekanan bertubi-tubi menderu bagai hujan. Dimana aku juga harus berhadapan dengan orang lain yang juga sama denganku dan tentu dengan pikiran yang berbeda. Aku terkejut. Aku hampir tak percaya ketika kakiku beserta kesadaranku berpijak disini. Aku tak tau apa yang harus kulakukan. Karena dunia ini sangat berbeda dengan dunia yang ada di dalam diriku. Dimana aku bebas bermimpi, berpendapat, bersepakat, dan membayangkan apa yang aku inginkan. tapi disini mustahil melakukan sesuatu itu dengan pegorbanan kecil. Tidak seperti halnya duniaku yang cukup mengkhayalkannya saja semua bakalan jadi kenyataan. Tapi disini. Perlu sesuatu yang besar agar sesuatu yang kuinginkan di duniaku menjadi nyata di dunia ini. Karena aku juga harus melawan keinginan orang lain serta memerlukan orang lain”
“jadi....”
“jadi aku sudah tahu jawabannya”
“tentu saja. hanya kau yang tahu jawaban atas pertanyaanmu. Jadi seperti biasa. Aku hanya menjadi media saja atas segala permasalahanmu”
aku tersenyum dan dia juga tersenyum. Dia berdiri dan meninggalkanku pergi dalam keputihan yang terlihat jauh di mataku. Aku masih duduk di tempat ini. suasana sekitar tadi tampak hening. Aku belum sepenuhnya ada di dunia ini. hanya tubuhku, namun kesadaranku masih setengah saja yang merasuk. Tak lama. Lolongan anjing membuyarkan lamunanku. Sebuah troli langsung terdengar berderet dengan gesekan aspal yang memuai tersiram panas teriknya sang surya. Seorang anak bermain dan berlari di sekitar tempat ini. lampu merah juga senantiasa menertibkan lalu lintas agar jalanan aman dan nyaman. Tukang asongan keliling juga sudah pada berkeliling menjajakan makanannya. Orang-orang kantoran sudah pada pergi kerja dengan dasi yang menempel di kerah mereka. Seluk beluk kehidupan yang komplek dengan dengan orang-orang yang berbeda idiologi dan serta pemikiran. Mereka juga ingin mewujudkan keinginannya. Dengan berjuang dengan dengan apa yang bisa mereka lakukan dan tentu dengan usaha masing-masing orang. Begitu juga aku. Aku sudah mempunyai banyak keinginan. Tinggal bagaimana dan cara apa yang akan aku lakukan untuk mewujudkannya di dunia ini.

M HABIB Amrullah
Surakarta, 17 oktober 2014

0 komentar:

Posting Komentar