Kurasa baru kemarin Aku berada di
sini. Menapak tilas kehidupanku yang kurasa tak berubah sampai saat ini. Kurasa
baru kemarin. Angin laut merhembus kencang sampai menghantarkan kakiku berpijak
di sini. Kali ini mungkin batinku bertanya tanya tentang apa yang ingin Aku
lakukan setelah ada disini. Tapi tentu jawabanku pasti. Melakukan sesuatu untuk
sesuatu.
Masalahnya apa sesuatu itu? apa arti
kata sesuatu itu? akankah sesuatu itu menghantarkanku ke arah yang lebih baik?
Atau justru sesuatu itu menjerumuskanku ke dasar gua yang gelap? Entahlah. Saat
berada di sini Aku bingung mau melakukan apa? Apa yang harus di lakukan? Aku
melakukan untuk apa? Dan berbagai pertanyaan yang hampir serupa tapi intinya
berbeda. Lalu bagaimana? Tentunya hanya Aku yang tau jawabannya. Aku yang tau
jawaban dari pertanyaanku sendiri. Hanya saja. aku kurang yakin untuk menjawab
sekarang karena aku belum berbuat sesuatu tentang apa yang harus kulakukan.atau
aku harus jawab dulu baru aku melakukan. Kebimbangan itulah yang selalu muncul
saat berhadapan dengan pilihan yang sulit.
Terasa sudah satu jam aku disini.
Sedang aku belum melakukan sesuatu. Tapi tampaknya ada seorang yang kemari.
Seorang lelaki muda yang berpakaian sederhana. Dengan sorot mata yang seperti
kebanyakan orang lakukan dengan teman dekat mereka. Dia terus mendekat
menghampiriku. Aku tahu siapa dia. Dia yang selama ini membantuku untuk
menemukan jalan keluar dari segala permasalahan yang sering ku alami sepanjang
hari.
Dia menyapa seperti biasa. Ku balas
sapaannya dan kami duduk di sebuah bangku yang ada di tempat ini.
“masihkah
engkau merasa bimbang” dia mulai mengawali
pembicaraan
“ya,
bukannya aku setiap saat seperti ini. Meski diriku yang satunya tidak sadar
jika selama ini dia selalu di uji dengan pilihan-pilihan”
“benar
juga sih, tapi bukannya kau sudah berpengalaman tentang masalah yang menimpamu
dan juga dirimu?”
“tapi
biasanya kita selalu berdebat. Kadang kita menemukan jalan keluar. Kadang
perdebatan itu juga menemukan jalan buntu. Sehingga pilihan akhirnya adalah
menghindar dari ketidakpastian tersebut”
Lelaki
muda itu agak sedikit tersenyum. Sepertinya dia memikirkan sesuatu yang sulit
di tebak.
“lalu”
dia kembali bicara “bagaimana setelah engkau memperoleh jalan keluar tentang
masalah tersebut?”
“tentu
sebagaimana yang kau tahu. Kadang kami melakukannya. Dan tidak jarang kami
bungkam dan tidak melakukannya. Sulit aku mempengaruhi aku yang lain. Dimana
aku dan aku yang satunya sudah susah payah memikirkan yang menurut kami para
aku adalah baik untuk aku yang satunya”
“sejatinya
bukankah begitu”
“tentang
apa?”
“musuh
utamamu adalah dirimu. Bagaimana kau tidak akan sanggup melangkah keluar sebaik
ataupun sebanyak apapun sesuatu yang kau punya jika kau tidak bisa melewati
gerbang yang ada pada dirimu”
“maka
dari itulah aku aku kesini. Aku bertukar tempat untuk menjajal seberapa
sulitnya di tempat ini. Menjadi diriku yang utuh dengan sesuatu yang ada pada
diriku. Tapi itu pikiranku sebelum berada disini”
Lalu
suasana menjadi hening. Mulutku diam beberapa saat. Tempat ini kurasa sangat
berbeda dan penuh dengan liku. Terasa ramai tapi sebenarnya hampa buatku.
Desahan yang menampar rerumputan. Membuatnya melambai seperti memberi isyarat
agar aku tidak ragu. Hari selalu berjalan terus dan kesempatan juga silih
berganti berdatangan seperti ketukan jarum jam. Betapa banyaknya. Tapi yang di
manfaatkan tidak lebih dari yang di harapkan.
“setelah
disini” sambungku kembali ”aku merasakan perasaanyang diriku satunya rasakan.
Aku merasakan betapa susahnya menjadi diriku yang berada di garis depan. Dimana
tekanan bertubi-tubi menderu bagai hujan. Dimana aku juga harus berhadapan dengan
orang lain yang juga sama denganku dan tentu dengan pikiran yang berbeda. Aku
terkejut. Aku hampir tak percaya ketika kakiku beserta kesadaranku berpijak
disini. Aku tak tau apa yang harus kulakukan. Karena dunia ini sangat berbeda
dengan dunia yang ada di dalam diriku. Dimana aku bebas bermimpi, berpendapat,
bersepakat, dan membayangkan apa yang aku inginkan. tapi disini mustahil
melakukan sesuatu itu dengan pegorbanan kecil. Tidak seperti halnya duniaku
yang cukup mengkhayalkannya saja semua bakalan jadi kenyataan. Tapi disini.
Perlu sesuatu yang besar agar sesuatu yang kuinginkan di duniaku menjadi nyata
di dunia ini. Karena aku juga harus melawan keinginan orang lain serta
memerlukan orang lain”
“jadi....”
“jadi
aku sudah tahu jawabannya”
“tentu
saja. hanya kau yang tahu jawaban atas pertanyaanmu. Jadi seperti biasa. Aku
hanya menjadi media saja atas segala permasalahanmu”
aku
tersenyum dan dia juga tersenyum. Dia berdiri dan meninggalkanku pergi dalam
keputihan yang terlihat jauh di mataku. Aku masih duduk di tempat ini. suasana
sekitar tadi tampak hening. Aku belum sepenuhnya ada di dunia ini. hanya
tubuhku, namun kesadaranku masih setengah saja yang merasuk. Tak lama. Lolongan
anjing membuyarkan lamunanku. Sebuah troli langsung terdengar berderet dengan
gesekan aspal yang memuai tersiram panas teriknya sang surya. Seorang anak
bermain dan berlari di sekitar tempat ini. lampu merah juga senantiasa
menertibkan lalu lintas agar jalanan aman dan nyaman. Tukang asongan keliling
juga sudah pada berkeliling menjajakan makanannya. Orang-orang kantoran sudah
pada pergi kerja dengan dasi yang menempel di kerah mereka. Seluk beluk
kehidupan yang komplek dengan dengan orang-orang yang berbeda idiologi dan
serta pemikiran. Mereka juga ingin mewujudkan keinginannya. Dengan berjuang
dengan dengan apa yang bisa mereka lakukan dan tentu dengan usaha masing-masing
orang. Begitu juga aku. Aku sudah mempunyai banyak keinginan. Tinggal bagaimana
dan cara apa yang akan aku lakukan untuk mewujudkannya di dunia ini.
M HABIB Amrullah
Surakarta,
17 oktober 2014
0 komentar:
Posting Komentar