Kadang
ekspektasi tidak seindah realita. Begitu pula yang sekarang tengah di alami
oleh tukimin, mencoba marajut asa untuk menggait seorang pacar. Namun di tengah
jalan malah tertikung oleh orang lain, yang tak lain adalah ayahnya sendiri.
“apakah ini yang Namanya kasih
orang tua? Mengapa bapak tega mengembat calon pacarku!?” Kata tukimin kepada
ayahnya.
Sang ayah masih saja fokus
membaca koran pagi itu di sofa.
“ini semua bukan sepenuhnya salah
bapak nak. Ini juga termasuk salahmu karena terlalu lama tidak menyatakan perasaanmu padanya. Alhasil
bapak duluan yang menyatakan perasaan ini. Padahal niatnya coba-coba, eh malah
dapat jackpot” kata ayah Tukimin sambil tersenyum sumringah.
“BAPAK JAHAD!” kata tukimin, lalu
lekas ia berlari membanting pintu kamarnya, dan terisak-isak di Kasur.
Dunia
serasa tidak Adil bagi mereka yang berpikir pendek. Membandingkan yang kaya dan
miskin, sehat dan sakit, pintar dan goblok. Itu sama saja mereka sedang
membandingkan antara siang dan malam. Semua di atur untuk mengatur keseimbangan
yang ada. Siang itu panas, terik matahari terasa membakar kulit, Tukimin yang
hatinya telah remuk sedang terduduk di kursi teras Beta Mart. Pandangannya
kosong menatap depan. Seakan menatap masa depan suram yang tengah menantinya.
Dirinya berpikir kelak akan memiliki ibu yang tak lain adalah wanita yang dia
suka. Sampai pada akhirnya, Wanita yang selalu ada dalam pikirannya itu sedang
tepat berada di hadapannya.
“Eh Tukimin, ngapain kamu
ngelamun disini? wkwk” Kata Wanita itu. Senyumnya memang terlihat menawan di
mata Tukimin. Alhasil tanpa sadar ia turut tersenyum juga.
“oh ah… ndak kok Zul, aku Cuma
mikir E kok bisa sama dengan MC^2”
Zulfa tanpa pikir Panjang
langsung ikut duduk di samping Tukimin. Detak jantung tukimin yang normal pun
berubah menjadi brutal.
“Hari ini aku seneeeng banget
lho” kata Zulfa
“kalau kamu seneng aku juga
seneng kok, emang ada apa Zul?”
“tadi bapakmu kereen banget. Pas
aku pengen di palak sama preman. Tiba-tiba ayahmu langsung nolongin aku sambil
bawa Pistolnya. Pokoknya gagah deh”
Bibir Tukimin lekas bersungut.
Mendengar kata bapaknya membuatnya menjadi Bad mood. “yah, Namanya Juga Polisi,
sudah pasti tugasnya untuk membasmi kejahatan”
“ehe… jadi ngga sabar deh bulan
depan aku bakal bertunangan sama bapakmu. Ntar otomatis kamu jadi anakku dong.
wkwkw”
“hehehe” Dalam tawa Tukimin yang
dipaksakan. Tampak amarah dan dendam yang besar tersimpan dalam Qalbunya.
Dirinya seakan ingin menjerit oleh rasa ini. “semoga aja langgeng Zul”
“hehe, makasih Ya Min selalu dukung
aku, Kalau nggak salah Sejak SD dulu kamu selalu belain aku atas semua hal yang
aku temui. Kamu memang sahabat terbaik deh”
Mendengar kata ‘sahabat’ membuat
Tukimin menjadi nge-Feel. Rupanya
kata tersebut adalah sebuah bencana yang harusnya kata itu ditiadakan saja.
Langit
yang bertabur bintang. Bapak Tukimin saat itu sedang melakukan peregangan
tangan dan tubuhnya. Beberapa kali ikut senam dan konsultasi kesehatan. Tentu
persiapan itu di lakukan untuk menyambut hari pernikahan. Karena umur yang
dirasa memang sudah cukup lanjut, membuatnya harus mempersiapkan fisik yang
prima. Tukimin saat itu masih saja terdiam di kamar tanpa sekalipun menyapa
bapaknya selama dua puluh hari ini. Mengingat pertunangan sahabatnya dengan
ayahnya akan menginjak waktu h-10.
“mau sampai kapan kamu berdiam
diri di Kasur terus?” tanya ayahnya ketika membuka pintu kamar anaknya yang
tidak terkunci. Tukimin tidak ingin mengunci kamarnya dikarenakan jika dikunci
pasti akan jebol juga. Mengingat bapaknya dulu pernah menjebol Pintu kamarnya
dengan menggunakan Pistolnya.
“masih ngga mau jawab? Apa memang
sekarang kamu sudah bisu? He, kalau kamu ngurung disini terus. Kedepannya kamu
mau jadi apa ha? Lihat, bapakmu ini sampai berkorban untuk menikahi Zulfa agar
dia Ngga sengsara ketika menikah sama pengangguran yang Maniac Wibu sepertimu.
Dasar bau bawang!”
“CUKUP! Bapak Cuma cari-cari
alasan saja, udah ngaku aja, karena Zulfa cantik bapak jadi kepincut kan sama
dia! Padahal dulu aku ngenalin bapak kedia agar mendapat restu dari bapak. Tapi
nyatanya. Nyatanya…..”
“nyatanya kamu itu kolot dan
tidak segera berbuat sesuatu untuk mendapatkannya!” Putus sang bapak. Kini
Bapak Tukimin menjadi lebih serius. Pembicaraanpun mulai memanas.
“kamu tau! Sudah dari kapan kamu
itu berteman dengan si Zulfa. Kemana saja kamu dari dulu sampai sekarang!?
Kalau memang kamu niat untuk mendapatkan hatinya, mendapatkan dirinya, harusnya
kamu rela mengorbankan apapun yang kamu punya agar bisa hidup berdampingan
dengannya!. Namun nyatanya. Sampai selesai kuliah pun kerjaanmu hanya di kamar.
Entah apa yang kamu lakukan disini sampai-sampai waktumu habis tanpa melakukan
hal yang bermanfaat sedikitpun. Sadar Tukimin!” Nada Suara Ayah semakin naik.
Tukimin saat itu tak bisa membantah apapun akan kebenaran yang di utarakan oleh
ayahnya. Dirinya hanya meringkuk di balik bantal sambil menitikkan air mata.
“memangnya kalau kamu mendapatkan
si Zulfa, mau kau kasih makan apa dia!?. Dia ngga akan kenyang kalau Cuma
ngeliat kamu main Game. Jadi menenurut bapak ini adalah cara terbaik agar kamu
bisa sadar dan keluar dari lingkaran rutinitasmu yang tak sehat ini”
Setelah itu sang bapak melangkah
pergi tanpa menutup pintu. Malam itu adalah malam yang gelap tanpa bintang,
tanpa bulan, dan listrik pun padam, karena ada pematian bergilir.
Hari
itupun akhirnya tiba. Para warga kampung pada datang untuk merayakan suka cita
ini, meski pada kenyataannya niatnya untuk bisa makan banyak. Namun Bapak
Tukimin tidak mempersoalkan masalah itu. Kini dia juga merasa sangat bahagia
karena akhirnya mendapat istri baru, cantik dan muda pula.
“selamat ya pak. Sudah dapat
istri lagi, ya ampun ini ngga pake pelet kan?” tanya pak Somad salah seorang
ketua RT kampung itu.
“hoahahaha, tidak lah. Calon
istri saya ini memang bidadari yang dikirimkan tuhan kepada saya” kata bapaknya
tukimin sambil menggombal Zulfa yang saat itu sedang ada di sebelahnya. Mukanya
menjadi merah padam ketika mendengar perkataan bapak Tukimin.
(Jan**k) Tukimin yang melihat
dari jauh kemesraan para paslon Suami istri ini semakin terasa hancur hati dan
perasaannya.
“yang sabar yan Min, aku yakin
kamu bakal ada pengganti lain yang lebih baik” Tukijohn sahabat karib Tukimin
mencoba menenangkan Perasaan Tukimin yang lebur menjadi Atom. “sudah sudah
ikhlaskan saja dia. Lagian dia juga akan menjadi Calon ibumu”
Namun Tukimin masih saja tidak
terima dan menangis dalam diam. Dia mencoba tetap tegar walau sakit serasa
menusuk seluruh tubuhnya. Inikah yang dinamakan penyesalan? Waktu serasa ingin
di ulang untuk memperbaiki kejadian sebelumnya. Namun itu jelas tak mungkin,
Waktu sudah berlalu dan Tukimin tidak bisa lagi memperbaiki apa yang dulunya
telah ia buat, apa yang dulunya telah dia sia-siakan, waktu berharganya dulu
dengan santainya dia buang. Alhasil sekarang dia menjadi seorang pengangguran
yang menyedihkan, tidak punya pekerjaan, tidak punya relasi, tidak punya uang,
bahkan Wanita yang dia suka di embat oleh sang Ayah.
“baik. Resepsi pernikahan akan
segera di mulai. Apakah bapak Tukimin Siap?” kata Pak Somad.
“Insyaa Allah” Kata Bapak
Tukimin, penuh Wibawa.
“Saudara Tukiman Bin Tukishield
saya nikahkan dan saya kawinkan dengan Zulfa bin Zulfid dengan seperangkat alat
Sholat dibayar tunai”
“Saya Terima nikahnya dan
Kawinnya Zulfa binti Zulfid dengan maskawin yang tersebut, tunai”
“sah?”
“SAH….” Kata seluruh tamu yang
ada di acara Ijab Qabul tersebut, tak terkecuali Tukimin.
(Muhammad Habib Amrullah)
13 Mei 2018
0 komentar:
Posting Komentar