Minggu, 25 November 2018

Kumpulan Cerpen ; Rasa(kan)



                Kadang ekspektasi tidak seindah realita. Begitu pula yang sekarang tengah di alami oleh tukimin, mencoba marajut asa untuk menggait seorang pacar. Namun di tengah jalan malah tertikung oleh orang lain, yang tak lain adalah ayahnya sendiri.

“apakah ini yang Namanya kasih orang tua? Mengapa bapak tega mengembat calon pacarku!?” Kata tukimin kepada ayahnya.
Sang ayah masih saja fokus membaca koran pagi itu di sofa.
“ini semua bukan sepenuhnya salah bapak nak. Ini juga termasuk salahmu karena terlalu lama  tidak menyatakan perasaanmu padanya. Alhasil bapak duluan yang menyatakan perasaan ini. Padahal niatnya coba-coba, eh malah dapat jackpot” kata ayah Tukimin sambil tersenyum sumringah.
“BAPAK JAHAD!” kata tukimin, lalu lekas ia berlari membanting pintu kamarnya, dan terisak-isak di Kasur.

                Dunia serasa tidak Adil bagi mereka yang berpikir pendek. Membandingkan yang kaya dan miskin, sehat dan sakit, pintar dan goblok. Itu sama saja mereka sedang membandingkan antara siang dan malam. Semua di atur untuk mengatur keseimbangan yang ada. Siang itu panas, terik matahari terasa membakar kulit, Tukimin yang hatinya telah remuk sedang terduduk di kursi teras Beta Mart. Pandangannya kosong menatap depan. Seakan menatap masa depan suram yang tengah menantinya. Dirinya berpikir kelak akan memiliki ibu yang tak lain adalah wanita yang dia suka. Sampai pada akhirnya, Wanita yang selalu ada dalam pikirannya itu sedang tepat berada di hadapannya.

“Eh Tukimin, ngapain kamu ngelamun disini? wkwk” Kata Wanita itu. Senyumnya memang terlihat menawan di mata Tukimin. Alhasil tanpa sadar ia turut tersenyum juga.
“oh ah… ndak kok Zul, aku Cuma mikir E kok bisa sama dengan MC^2
Zulfa tanpa pikir Panjang langsung ikut duduk di samping Tukimin. Detak jantung tukimin yang normal pun berubah menjadi brutal.
“Hari ini aku seneeeng banget lho” kata Zulfa
“kalau kamu seneng aku juga seneng kok, emang ada apa Zul?”
“tadi bapakmu kereen banget. Pas aku pengen di palak sama preman. Tiba-tiba ayahmu langsung nolongin aku sambil bawa Pistolnya. Pokoknya gagah deh”
Bibir Tukimin lekas bersungut. Mendengar kata bapaknya membuatnya menjadi Bad mood. “yah, Namanya Juga Polisi, sudah pasti tugasnya untuk membasmi kejahatan”
“ehe… jadi ngga sabar deh bulan depan aku bakal bertunangan sama bapakmu. Ntar otomatis kamu jadi anakku dong. wkwkw”
“hehehe” Dalam tawa Tukimin yang dipaksakan. Tampak amarah dan dendam yang besar tersimpan dalam Qalbunya. Dirinya seakan ingin menjerit oleh rasa ini. “semoga aja langgeng Zul”
“hehe, makasih Ya Min selalu dukung aku, Kalau nggak salah Sejak SD dulu kamu selalu belain aku atas semua hal yang aku temui. Kamu memang sahabat terbaik deh”

Mendengar kata ‘sahabat’ membuat Tukimin menjadi nge-Feel. Rupanya kata tersebut adalah sebuah bencana yang harusnya kata itu ditiadakan saja.

                Langit yang bertabur bintang. Bapak Tukimin saat itu sedang melakukan peregangan tangan dan tubuhnya. Beberapa kali ikut senam dan konsultasi kesehatan. Tentu persiapan itu di lakukan untuk menyambut hari pernikahan. Karena umur yang dirasa memang sudah cukup lanjut, membuatnya harus mempersiapkan fisik yang prima. Tukimin saat itu masih saja terdiam di kamar tanpa sekalipun menyapa bapaknya selama dua puluh hari ini. Mengingat pertunangan sahabatnya dengan ayahnya akan menginjak waktu h-10.

“mau sampai kapan kamu berdiam diri di Kasur terus?” tanya ayahnya ketika membuka pintu kamar anaknya yang tidak terkunci. Tukimin tidak ingin mengunci kamarnya dikarenakan jika dikunci pasti akan jebol juga. Mengingat bapaknya dulu pernah menjebol Pintu kamarnya dengan menggunakan Pistolnya.
“masih ngga mau jawab? Apa memang sekarang kamu sudah bisu? He, kalau kamu ngurung disini terus. Kedepannya kamu mau jadi apa ha? Lihat, bapakmu ini sampai berkorban untuk menikahi Zulfa agar dia Ngga sengsara ketika menikah sama pengangguran yang Maniac Wibu sepertimu. Dasar bau bawang!”
“CUKUP! Bapak Cuma cari-cari alasan saja, udah ngaku aja, karena Zulfa cantik bapak jadi kepincut kan sama dia! Padahal dulu aku ngenalin bapak kedia agar mendapat restu dari bapak. Tapi nyatanya. Nyatanya…..”
“nyatanya kamu itu kolot dan tidak segera berbuat sesuatu untuk mendapatkannya!” Putus sang bapak. Kini Bapak Tukimin menjadi lebih serius. Pembicaraanpun mulai memanas.
“kamu tau! Sudah dari kapan kamu itu berteman dengan si Zulfa. Kemana saja kamu dari dulu sampai sekarang!? Kalau memang kamu niat untuk mendapatkan hatinya, mendapatkan dirinya, harusnya kamu rela mengorbankan apapun yang kamu punya agar bisa hidup berdampingan dengannya!. Namun nyatanya. Sampai selesai kuliah pun kerjaanmu hanya di kamar. Entah apa yang kamu lakukan disini sampai-sampai waktumu habis tanpa melakukan hal yang bermanfaat sedikitpun. Sadar Tukimin!” Nada Suara Ayah semakin naik. Tukimin saat itu tak bisa membantah apapun akan kebenaran yang di utarakan oleh ayahnya. Dirinya hanya meringkuk di balik bantal sambil menitikkan air mata.
“memangnya kalau kamu mendapatkan si Zulfa, mau kau kasih makan apa dia!?. Dia ngga akan kenyang kalau Cuma ngeliat kamu main Game. Jadi menenurut bapak ini adalah cara terbaik agar kamu bisa sadar dan keluar dari lingkaran rutinitasmu yang tak sehat ini”

Setelah itu sang bapak melangkah pergi tanpa menutup pintu. Malam itu adalah malam yang gelap tanpa bintang, tanpa bulan, dan listrik pun padam, karena ada pematian bergilir.

                Hari itupun akhirnya tiba. Para warga kampung pada datang untuk merayakan suka cita ini, meski pada kenyataannya niatnya untuk bisa makan banyak. Namun Bapak Tukimin tidak mempersoalkan masalah itu. Kini dia juga merasa sangat bahagia karena akhirnya mendapat istri baru, cantik dan muda pula.

“selamat ya pak. Sudah dapat istri lagi, ya ampun ini ngga pake pelet kan?” tanya pak Somad salah seorang ketua RT kampung itu.
“hoahahaha, tidak lah. Calon istri saya ini memang bidadari yang dikirimkan tuhan kepada saya” kata bapaknya tukimin sambil menggombal Zulfa yang saat itu sedang ada di sebelahnya. Mukanya menjadi merah padam ketika mendengar perkataan bapak Tukimin.
(Jan**k) Tukimin yang melihat dari jauh kemesraan para paslon Suami istri ini semakin terasa hancur hati dan perasaannya.
“yang sabar yan Min, aku yakin kamu bakal ada pengganti lain yang lebih baik” Tukijohn sahabat karib Tukimin mencoba menenangkan Perasaan Tukimin yang lebur menjadi Atom. “sudah sudah ikhlaskan saja dia. Lagian dia juga akan menjadi Calon ibumu”

Namun Tukimin masih saja tidak terima dan menangis dalam diam. Dia mencoba tetap tegar walau sakit serasa menusuk seluruh tubuhnya. Inikah yang dinamakan penyesalan? Waktu serasa ingin di ulang untuk memperbaiki kejadian sebelumnya. Namun itu jelas tak mungkin, Waktu sudah berlalu dan Tukimin tidak bisa lagi memperbaiki apa yang dulunya telah ia buat, apa yang dulunya telah dia sia-siakan, waktu berharganya dulu dengan santainya dia buang. Alhasil sekarang dia menjadi seorang pengangguran yang menyedihkan, tidak punya pekerjaan, tidak punya relasi, tidak punya uang, bahkan Wanita yang dia suka di embat oleh sang Ayah.

“baik. Resepsi pernikahan akan segera di mulai. Apakah bapak Tukimin Siap?” kata Pak Somad.
“Insyaa Allah” Kata Bapak Tukimin, penuh Wibawa.
“Saudara Tukiman Bin Tukishield saya nikahkan dan saya kawinkan dengan Zulfa bin Zulfid dengan seperangkat alat Sholat dibayar tunai”
“Saya Terima nikahnya dan Kawinnya Zulfa binti Zulfid dengan maskawin yang tersebut, tunai”
“sah?”
“SAH….” Kata seluruh tamu yang ada di acara Ijab Qabul tersebut, tak terkecuali Tukimin.


(Muhammad Habib Amrullah)

13 Mei 2018

0 komentar:

Posting Komentar