Minggu, 25 November 2018

Kumpulan Cerpen; Kehidupan Hari Ini



Hari ini adalah hari dimana aku masih di beri kesempatan hidup. Hari yang kujalani sampai sekarang, tentunya membawa berbagai macam kenangan yang beragam. Hal yang sulit terlupa sampai yang bisa langsung dilupa. Terus berdatangan bagai tetesan hujan yang turun deras dari langit.

            Pagiku, suasana yang sekilas terlihat seperti biasa saja. Matahari yang terbit dari ufuk timur, udara dingin dan angina sepoi-sepoi yang menerpa kulit. Langit berbalut awan yang tengah menutupi sebagian langit. Semua terasa sama saja dari hari ke hari. Namun di balik semua itu, tersimpan berbagai keindahan yang tak pernah jemunya mata ini memandang kejadian alam yang terus berulang itu. Hingga kini, sampai saat ini, hal itu membawaku ke ranah lain dari masa ke masa. Sebuah waktu yang terus mendorongku ke dalam masa dan peradaban yang berbeda. Hal itu berlalu begitu cepat, secepat peluru yang terlontar dari mulut senjata api.

           Pernahkah kau berpikir jika dunia ini sedang mengalami masa-masa akhir. Kulihat persiapan yang aku bawa belum cukup untuk memenuhi standar minimal yang dibutuhkan. Perlahan tapi pasti aku sadar pada akhirnya aku mungkin bisa tergerus dan menjadi bulan-bulanan peradaban. Apa yang bisa aku perbuat? Apa yang sekiranya bisa aku lakukan dengan semua kelakuan tidak berguna yang aku jalankan seumur hidupku. Kini semua telah hangus dan lewat bagai kilat yang menyambar. Hilang tak berbekas. Dan tentunya hanya diselingi dengan Guntur penyesalan.

            Pernahkah kau berpikir sejenak. Menyiapkan kehidupanmu di masa datang. Ataukah mungkin bisa berdiam diri untuk merenung dan mempelajari kejadian yang sudah lalu terjadi. Lantas untuk apa kau hidup saat ini. Apa yang akan diberikan jika saat ini telah di sediakan waktu untuk hidup. Apakah hanya akan menjadi sebuah beban ‘yang ada maupun tidak adanya’ tidak akan berpengaruh, atau justru dengan ‘adanya’ malah membuat yang lain merasa terbebani?

            Banyak sekali himbauan dan penyadaran yang bertubi-tubi memberitahuku, mengingatkan akan kematian yang tak pernah permisi untuk menjemput. Mengingatkan jika penyesalan akan ada di akhir jika sekarang tidak mau bertaubat. Mengingatkan akan tugas dan amanah yang tiap hari terus menumpuk menjadi gunung. Sebuah kehidupan yang tentunya membawa seseorang terus termobilisasi untuk bergerak dan jika berhenti maka akan tertinggal. Sebuah system dimana diri di buat sibuk dengan berbagai macam hal. Yang itu sendiri menuntut untuk melakukan sesuatu yang kita inginkan, maupun yang sebenarnya tidak diinginkan. Lantas jika tidak ingin, masih saja kata “paksaan” akan membuat kita bergerak meski kita enggan untuk melakukannya.

            Hari ini aku masih di beri kesempatan hidup. Dimana kesempatan ini hampir sebagian besar orang tidak merasakannya. Mereka telah mati karena jatah waktu telah habis. Dan sekarang mereka sedang berpikir apa yang telah mereka perbuat setelah hidup. Jika kuingat lagi dalam hidup ini, jika aku memang ditakdirkan mati saat ini, lantas apa yang telah aku perbuat selama hidup dulu? Semua yang telah kulewati hanya terasa sebentar. Itupun kebanyakan berisi tentang hal-hal yang tidak berguna. Lalu, apa yang sebenarnya bisa aku banggakan pada diri ini? Apa yang sebenarnya bisa aku sombongkan tentang diri ini? Bahkan tidak akan salah jika ada orang yang berkata jika hidupku ini tidak berguna. Yah, aku tak bisa membantahnya. Betapa aku sia-siakan kesempatan hidup saat ini, pada hari ini. Dimana ketika sebagian yang lain tidak di beri kesempatan dan pergi dari dunia untuk selama-lamanya.

            Pernahkah kau merasakan kehampaan. Hal itu terjadi karena hatimu yang kosong akan serat Iman. Hati yang hanya terisi dengan noda dan gumpalan sampah dunia. Akan terasa seperti sampah yang tidak ada artinya. Bukankah itu tarasa hampa dan tidak ada nilainya. Memiliki hati sampah tentu tak kan ada yang mau, namun kebanyakan orang memilikinya. Rasa angkuh, ingin berkuasa, merasa benar, merasa besar, merasa bisa segalanya, meremehkan, merendahkan, benci, dengki, iri, hasad, segala macam keburukan tanpa sadar mengena ke arah organ vital hatinya.

            Bisakah aku mencari solusi atas setiap permasalahan dunia yang sedang terjadi? Hal itu tidak akan mungkin ketika tidak bisa menyelesaikan permasalahan diri. Sekarang berkacalah dan lihatlah betapa hitam dan gelapnya dirimu. Bahkan segala upaya yang dikerahkan tak akan mampu menggerakkan segelintir tempat di dunia. Solusi bisa dipecahkan ketika solusi yang menjadi akar masalah bisa ditemukan dan diselesaikan. Dan akar dari permasalahan dunia akan ditemukan ketika diri bisa menyelesakan permasalahan yang ada pada diri.

            Namun, tentu pastinya ada orang yang sangat kuat, berjibaku akan pendirian dan rasa angkuhnya. Menelantarkan dan menginjak-injak para jelata yang merengek dan merangkak di bawahnya. Harusnya bisa terlihat dan bahkan terpampang jelas ketimpangan yang menyebar luas ke pelosok-pelosok Dunia.

            Kehidupan yang kunikmati hari ini. Akankah menjadi sia-sia seperti hari lalu yang telah berlalu. Aku tidak ingin itu terjadi lagi, namun, pasti akan terasa sulit ketika ingin mengubah atau merubah hari ini menjadi lebih baik. Godaan dan kefanaan pastinya akan menjerat lebih kuat dari pada sebelumnya. Apa yang dibayangkan tidak selalu sama seperti yang orang lain bayangkan. Namun diharapkan ada rasa pengertian dari dua belah pihak untuk saling memahami. Mungkin, Hari ini adalah kesempatan terakhir. Bisa jadi, ini adalah batas yang sebenarnya telah menungguku di ujung sana. Tinggal bagaimana aku menangani hal ini. Entah dengan akhir yang baik atau buruk.

            Setiap orang pasti akan memilih untuk mendapat akhir yang bahagia di detik terakhir kematian mereka. Tapi tak semua mendapat kesempatan itu karena tercekik oleh hasrat yang sampai akhir hayat tak bisa di atasi dengan benar.

            Sampai di titik yang terakhir. Aku hanya bisa berharap jika semua khayalan ini akan berakhir. Beralih menuju ke medan perang yang sudah lama di tinggal pergi. Keadaanku sekarang tak lebih seperti seonggok ranting kering, yang tak berdaya dan begitu rapuh. Kebencian akan diri semakin nyata dikala tak bisa melakukan maupun merubah apapun. Hal yang sama terjadi berulan-ulang dan terlewatkan begitu saja. Tanpa pernah kusadari waktu terus berjalan menuju ke akhir perjalanan.

            Apa yang bisa menyadarkanku itu hanya akan berfungsi sesaat. Setelahnya aku kembali pada rutinitas biasa yang pada hakikatnya tidak membuat diri ini berbangga dengan hasil gemilang yang di dapat. Haruskah ini selalu terjadi sampai hembus nafas terakhir datang. Kubayangkan perlahan ketika moment itu tiba. Sungguh keadaan yang tidak mengenakkan dan tidak akan pernah aku menginginkannya.

            Hari ini, bisakah ada hal baru yang bisa kulakukan. Atau aku hanya tetap melihat dengan mata telanjang segala macam kehancuran yang bertebaran di bumi yang indah. Atau mungkin aku hanya bisa diam ketika kebusukan dan kekacauan menyerang kebanyakan orang yang tidak beruntung di luar sana. Saat ini aku diberi kesempatan hidup. Saat ini aku diberi kebebasan berpikir. Saat ini pula aku diberi kedamaian dan tentunya beragam nikmat yang lain. Apakah dengan semua kenikmatan ini sama sekali tidak digunakan dengan baik olehku? Oleh diri ini yang malah selalu saja tak pernah memperhatikan betapa dermawannya sang pencipta memberikan karunianya kepadaku. Kepada ku yang selalu saja mendua kan dan bahkan tak acuh ketika mendengar panggilannya. Apa yang salah akan diri ini yang selalu mengingkar dan menunda untuk mendapat jalan kebenaran. Jalan yang lurus seperti sebuah surat yang tiap hari aku lantunkan.

            Omong kosong. Diri ini sama sekali tidak menggubris akan hal itu dan tetap saja melenceng semakin jauh. Jika dibiarkan bergerak sudah pasti ujungnya akan tersesat semakin jauh dan tak kan bisa kembali. Tapi apa yang bisa aku lakukan dikala hal ini terus saja terjadi. Semua hal yang terjadi di tambah diri ini menjadi linglung akan keadaan yang entah mengapa serasa kacau dari berbagai sisi. Apa Cuma perasaanku. Atau memang banyak yang sadar, namun tidak bisa melakukan apa-apa seperti apa yang aku lakukan saat ini. Berdiam, tak acuh, dan mengurung diri di dunia yang kubuat sendiri.

             Masih ingatkah tulisan-tulisan di kertas yang disobek. Lalu di tempelnya di dinding agar kau bisa melihatnya setiap hari, tapi nyatanya itu terabaikan dan tak pernah sama sekali di pegang atau dilirik. Yang ada itu hanya seperti tempelan biasa yang tak pernah kau pedulikan. Apakah itu akan mengubah jika rasa acuh masih di kembangbiakkan. Ini masih menjadi pertanyaan yang belum memiliki jawaban penyelesaiannya. Dan ketika dirimu telah selesai melewati hari ini. Jika memang di waktu berikutnya kau juga diberikan kesempatan yang kesekian kalinya lagi. Masihkah perbuatan, tingkah laku, watak, sifat, masih sama seperti dengan hari yang telah lalu. Yang digunakan dengan penuh kesia-siaan?



Muhammad Habib A.

 29 April 2018

0 komentar:

Posting Komentar