Sabtu, 31 Desember 2016

Cerpen; BUKAN SEKEDAR PENGORBANAN


            Di sudut kota tinggalah seorang anak laki-laki bernama Arya yang hidup bersama ibu dan kakak perempuannya yang bernama Naura. Kakak beradik ini sangat berbeda, mulai dari fisik dan kepandaian. Ibunya sangat bangga dengan anak perempuannya, sudah cantik, pintar bahkan sekolahnya menggunakan beasiswa, ibunya seperti tidak mementingkan anak laki-lakinya yang bodoh dalam hal pelajaran, selalu memaksa untuk bisa menyamai kakaknya, dan tidak memikirkan keahliannya dalam bidang lain, entah karena itu atau karena masa lalu. Arya menduduki kelas satu sekolah menengah pertama, satu sekolah dengan kakanya yang sudah kelas tiga SMP.          
            Ini adalah hari yang cerah, tiada awan yang menghalangi sang surya untuk terbit. Dengan bergegas Arya melompat dari ranjangnya dan bergegas untuk berangkat sekolah, saat ia membuka pintu kamarnya, PLAKK!!!, ibunya menghantamkan sapu lidi ke tangan Arya, ia tersentak kaget dan berteriak.                    “Sudah jam berapa ini! Cepat salat subuh! Kak Naura sudah mau berangkat  kamu malah baru bangun.” Amarah ibunya adalah suatu yang menjengkelkan sekaligus kebahagiaannya karena ia berfikir ibu masih peduli dengannya. dilihatnya jam dinding menunjuk angka enam, lalu dia teringat tadi malam dia tidak bisa tidur karena memikirkan sekolah barunya, dan juga teringat dia belum salat subuh. Setelah selesai bersiap-siap ia berlari menuju halte bus dekat rumah dan sampai sekolah pukul tujuh, ia datang tepat waktu. Aduh!, Arya tertabrak oleh orang yang lari tanpa mempedulikan sekitar. Tapi ada tangan yang menopangnya dari belakang, yang menyelamatkannya untuk tidak terjatuh.
“Makasih ...”
“Adit”        
“Ya, makasih,Dit”
“Sama-sama”. Perkenalan yang singkat lalu Arya dan Adit menjadi teman yang akrab, Adit adalah orang cerdas, lembut, dan baik tentunya.
            Bel pulang sekolah berdering, Arya pulang dengan kakak perempuannya naik bus.
“Kak, aku sudah punya kenalan baru, namanya Adit, dia baik.” Arya memulai bertanya memecah keheningan dalam bus, kakaknya hanya mengangguk.
”Tadi pagi kok nggak nungguin aku?”
“Buru-buru.” Suasana hening kembali sampai mereka turun di halte dekat rumah. Seperti biasanya Arya dan Naura membantu ibunya berjualan empek-empek di pertigaan kompleks, tapi kali ini ia harus berjualan sendiri karena kakaknya ada acara sekolah dan ibunya sibuk menyiapkan pesanan di rumah. Kebosanan mulai hilang saat ada Adit yang baru turun dari mobilnya dan menghampiri Arya. Dilihatnya Adit mengenakan baju taekwondo yang mengingatkannya pada suatu kejadian terlebih pada ayahnya.
“Kamu jualan disini? Ayahku sering beli disini lho, soalnya enak.”
“Iya, kamu ikut taekwondo?”
“Hanya untuk mengisi waktu luang, memang kenapa? Kamu mau ikut?, ayo sama aku, ayahku punya club taekwondo tempatnya di depan perpustakaan kota.”
“Aku ingin ikut, tapi mungkin ibuku tidak mengijinkan, juga aku tidak punya biaya.”
“Kalo gitu, ikut yang hari minggu saja, gratis, bilang sama ibumu, kalau kamu ikut kamu berjanji akan menjaga ibumu.” Ide yang sangat mengagumkan. Lalu Arya menerima tawaran itu.                        
            Malam harinya Arya mempersiapkan mental untuk berbicara pada ibunya. “Bu...,”
“Apa?, kalau uang jajan ibu lagi tidak punya.”
“Bukan bu, aku ingin ikut latihan taekwondo lagi.”Ibu menatap Arya kaget. “Hanya hari minggu, itupun tanpa biaya.”
Kamu itu punya hobi kok berantem.”                                                          
 “Aku lemah pelajaran bu, aku berjanji akan ngebanggain ibu, aku akan ngebahagiain ibu, melindungi ibu sama kak Naura, aku sungguh-sungguh.”
“maka dari itu, contoh kakakmu, berprestasi, itu baru membanggakan. Kalau soal taekwondo itu terserah kamu.” Ibu berlalu dengan meninggalkan kata-kata terakhirnya tanpa memikirkan gagasan dewasa anak seumuran Arya. Dan Arya menyimpulkan bahwa ia diperbolehkan.                                                                                                             *          *          *
             Suasana kelas masih sepi, hanya ada Arya dan Adit, semakin bertambah waktu, semakin bertambah juga volume muridnya, dan datanglah seorang anak yang super nakal dan super jahil namanya Riko.                                                       “ Arya, Riko mau naruh apa itu ke tas Eko ?” Tanpa basa-basi Arya menahan tangan Riko yang membawa botol air mineral berisi pasir yang hendak dituangkan ke tas Eko. “Jangan Rik, kasihan” Riko tidak mempedulikan ucapan Arya, ia malah menuangkannya ke wajah Arya. Tiba-tiba semua rapi termasuk Arya dan Riko karena ada guru. Arya ingin sekali membalas perbuatan Riko, namun ia teringat nasihat ibunya waktu kecil, “Kalau ada orang yang jahat, kita harus sabar, jika bisa balas dengan kebaikan. Karena api hanya bisa dipadamkan dengan air bukan dengan api”.                                                                                    
            Keesokan harinya. “Ibu, aku berangkat dulu, Assalamu’alaikum...” “Wa’alaikum salam...” Arya berlari menuju halte bus menuju gedung depan perpustakaan kota, hari ini ia mengenakan baju taekwondo miiknya yang sudah usang dengan sabuk hijau-biru. Sampainya di dalam gedung  Adit dan seorang bapak-bapak bersabuk hitam menuju ke arahnya. “Arya ini ayahku, panggil saja sabeum Tomo.” Saling berkenalan dan bercakap-cakap lalu dimulailah latihan. Kali ini latihannya tidak terlalu berat, hanya latihan fisik dan beberapa poomsae. “Kita sudahi latihan hari ini, minggu depan, kita akan latihan fighting, paham anak-anak?” Lalu serentak menjawab ya! “Gamsahamnida!” “Gansahamida!” Lalu tepuk tangan menandakan berakhirnya latihan. Arya pulang setelah berpamitan dengan Adit dan sabeum Tomo.”                                                                                     
Sepulang dari latihan Arya ganti baju dan menuju kamar ibunya.
“I.., ibu kenapa kak?” Arya terkejut melihat ibunya terbaring lemas di ranjang, padahal tadi pagi ibu terlihat baik.
“Ibu sakit, beliin obat sakit kepala di apotik ya,
“Ya!” Arya mengangguk dan bergegas menuju apotek, dilihatnya Riko dan segerombolan anak geng motor di sebrang apotik. Arya cepat-cepat beli obat. Niatnya ingin pulang dan mengabaikan Riko menjadi buyar saat dilihatnya Riko mengangkat kerah anak kecil dan memaksanya memberi uang. Arya lalu lari menghampiri Riko.
“Anak kecil ini punya masalah apa hah?! Dasar pengecut, beraninya sama anak kecil!” Lantas anak itu langsung bersembunyi di balik badan Arya dan lari meninggalkannya saat dua teman Riko memegang tangan Arya. Duak!!!  Tangan Riko menghantam pipi Arya berulang kali hingga hidungnya mengeluarkan darah. Tak lama seorang satpam apotik melihat dan mengusir Riko dan gerombolannya
            Sampai dirumah kak Naura dan ibu terkejut melihat Arya  babak belur dan pakaiannya terdapat bercak darah.
“Kamu habis ngapain Ya?, jangan mentang-mentang jago bela diri sekarang kamu jadi berandal!, mana obat ibu?” Arya mengeluarkan obat ibunya dari saku celana.
”Tadi aku dikeroyok Riko sama gerombolannya kak, padahal aku mau tolongin-.” “makannya jangan suka cari masalah!” Ibu menatap Arya dengan tatapan penuh kecewa. Tenang bu, aku pasti akan ngebanggain ibu. Batin Arya.                                                                                                                          
***
            Hari demi hari keadaan ibu mulai membaik, Arya dan kakaknya juga semakin rajin membantu ibu berjualan empek-empek.
“Ibu, kakak, aku berangkat latihan dulu ya...!” Arya mencium tangan ibunya lalu segera pergi menuju gedung depan perpustakaan kota.
“Baik anak-anak, hari ini kita fighting, Arya, Syafiq, ayo maju!” Arya kaget saat namanya dipanggil ditambah suara ciri khas sabeum Tomo yang menggelegar. Priiit!!! Refleks Arya langsung menendang lawannya dan menangkis setiap tendangan yang mengarah ke arahnya, sepertinya bakat sekaligus hobinnya belum hilang. Arya pun menang. Lalu ia di tandingkan lagi, tandingannya adalah orang bersabuk merah, ia sempat menolak namun Adit menghampirinya dan berkata “Jangan lihat sabuknya, percaya pada kemampuanmu, jangan takut!” kata-kata yang mengingatan pada perkataan ayahnya yang sama persis waktu menyemangatinya. Dengan percaya diri Arya maju, tapi tendangan lawannya lebih cepat dari tangkisannya, tendangan itu mengenai kepalanya, Arya menjadi geram, lalu ia menendang kepalanya tiga kali tanpa ampun. Alhasil Arya memenangkan pertandingan lagi.
            “Ya, Arya, jangan pulang dulu, sabeum Tomo mau ngomong!” Arya berlari menuju Adit dan sabeum Tomo.
“Tadi sangat luar biasa Arya, kamu pernah ada pengalaman bela diri?”
 “Iya, beum,  dulu waktu masuk SD saya pernah ikut takwondo di kecamatan sampai sabuk hijau-biru.tapi saya berhenti sampai kelas lima SD.”
 “Ooh, begini, kalau Arya saya ikutkan turnamen tahun depan di Singapura mau?”
 “Ya, saya sangat ingin, tapi saya tidak ada biaya,Adit ikut juga?”                   
“Aku punya asma, kalau terlalu capek nanti kumat paling-paling aku hanya ikut lihat.”                                                                                                                   “Kalau masalah biaya gampang, untuk Arya gratis, yang penting Arya mau sungguh-sungguh,untuk gantinya kamu bawain empek-empek gratis saja. Gimana?” “Ya, sabeum, saya mau, terima kasih banyak.”
***
            Dua semester telah dilalui Arya, dia akan menduduki kelas dua SMP. Hari ini adalah pembagian nilai rapot, banyak nilai rapot Arya yang kurang memuaskan, kakaknya justru sebaliknya, dia mendapat beasiswa untuk melanjutkan SMA ke sekolah terfavorit di kota. Ibunya sangat bangga kepada anak perempuannya, ia memujinya berulang kali, sementara Arya hanya bisa memutar teguran yang diberikan ibu padanya. Tapi, Arya masih bisa tersenyum karna ibunya masih mempedulikannya.
            Keesokan harinya. Saat Arya hendak naik tangga menuju kelas atas dia terhenti karena seperti ada suara minta tolong. Di bawah tangga tepatnya di gudang Arya melihat Riko sedang menyiksa Eko dengan menenggelamkan kepala Eko ke ember berisi air. “Aku cuma punya uang lima ribu Rik”
“Bohong, rasain nih!” sebelum melakukan aksinya Arya sudah terlebih dahulu menahan tangan Riko.
“lepasin dia Rik!” Akhirnya Eko terlepas dari cengkraman Riko,karena perhatiannya menjadi ke Arya.
“Nggak usah ikut campur deh Ya, mau jadi pahlawan?, berantem aja nggak bisa, lemah, nilai ulangannya jelek-jelek lagi, mau jadi apa hah?!”
“Mending nilainya jelek tapi jujur dan hasil sendiri, daripada bagus tapi hasil contekan! Kamu jadi anak nakal nanti mau jadi apa? Penjahat?” tangan Riko yang tiba-tiba melesat dapat ditangkis Arya karena kali ini dia memang sudah kehabisan kesabaran karena Riko sudah merendahkan dirinya. Baku hantam diantara mereka pun terjadi, untungnya belum parah, karena guru BK sudah mengamankan keduanya. Dan mengancam akan memanggil orangtua ke sekolah.
Sepulang sekolah Arya dan Adit berniat untuk pergi ke taman kota, di tengah perjalanan dilihatnya Riko sedang dikeroyok segerombolan anak-anak SMP lain. Majulah Arya untuk melindungi Riko. Riko terkagum melihat orang-orang yang mengeroyoknya dihabisi dalam sekejap dengan orang yang dianggapnya lemah. “Terimakasih, ya Ya, maafin aku.”
“Makannya jangan suka cari masalah, aku maafin kalau kamu baik sama semua orang termasuk Eko.”    Arya dan Adit melanjutkan perjalanannya dan duduk di bangku taman.
“Adit, aku dikeluargaku itu seperti angin, ada atau tidak ada aku dianggapnya tidak ada, kehadiranku itu nggak penting, ibu hanya mementingkan kakakku yang pintar, tapi tidak melihat kemampuanku dalam bidang lain ibuku tidak pernah mendukungku, padahal aku selalu berusaha membahagiakan ibu, entah karena aku bodoh atau karena masa laluku, tapi aku sudah berjanji di depan makam ayahku, aku akan membahagiakan ibu.”
 “Tenang, aku akan mendukungmu agar bisa ngebahagiain ibumu, maksudnya masa lalu itu...,?”
 “Itu tentang ayahku, dia adalah ayah terbaik, yang menjadi sahabat, penyemangat dan menjadi bagian dari diriku, tapi dia telah tiada, dan itu karena aku,dia kecelakaan, pada saat hujan badai, dia berusaha mengantarku untuk ikut turnamen waktu kelas lima SD, lalu tiba-tiba ada bus yang menabrak ayahku dari depan, dia mengalami pendarahan di otak dan terlambat untuk di selamatkan, sementra aku hanya memar, mungkin karena kejadian itu kasih sayang ibuku kepadaku mulai memudar, karena dia kehilangan suaminya, aku pun kehilangan sebagian dari hidupku. Saat itu juga aku berhenti lathan.  Arya menghela napas panjang. Hening.                                                                                                                       “Ya, itu bukan salahmu, itu takdir Yang Maha Kuasa. Sekarang kamu harus buktikan jati dirimu pada ibumu, jangan sampai pengorbananmu dan ayahmu terbuang percuma, buktikan bahwa kau bukan sekedar berkorban tapi berjuang untuk membahagiakan orang yang kau sayangi, dan menemukan jati dirimu!, menangkan turnamen di Singapura, dan tunjukanlah pada ibumu semua pengorbananmu!”
“Kau sangat bijaksana, aku akan berjanji akan memenangkan turnamen itu.” Sepulangnya Arya bicara baik-baik di depan ibu untuk meminta doa dan dukungan agar menang di turnamen tapi, bukannya dapat restu ibu, tapi semprotan amarah dari ibunyalah yang ia dapatkan. “Kamu ini, udah nilai rapotnya jelek, kamu tahu nggak, ibu dipanggil ke sekolahmu karena kamu berantem di sekolah, belum cukup apa kamu buat ibu malu, sekarang malah mau ke Singapura!.” Arya lari keluar rumah sebelum amarahnya meledak pada ibunya. Ia berlari menuju makam ayahnya. Suasana lenggang, hanya ada tangis Arya.
“Maaf ayah, kali ini Arya harus menangis, tapi bukan karena Arya lemah, Arya hanya tidak mau menyakiti ibu. Ayah aku akan turnamen di Singapura, tolong beri aku restu, aku berjanji akan menang, aku akan membahagiakan ibu, sesuai janjiku pada ayah.” Bunga kamboja yang tertiup angin malam membawanya pada tangan Arya. Lalu Arya melihat bulan yang seolah-olah tersenyum padanya, ia bisa merasakan ada ayahnya yang memberi semangat.
“Ayo, majulah nak, ayah akan selalu bersamamu, kau adalah anak yang hebat!.” Kata-kata ayahnya saat ia pertama kali ikut turnamen waktu kecil masih teringat jelas dipikiran Arya. Lalu ia mencium batu nisan ayahnya dan segera pulang.                                                                                              *              *              *
Esoknya Arya berkemas-kemas, mencium tangan ibunya, ia memandang dengan penuh keyakinan, ibunya hanya mengelus kepalanya. Semangat Arya semakin berkobar. Ia menaiki taksi menuju bandara, disana sudah dilihatnya sabeum Tomo, Adit,  kak Fikri, dan dua orang dari club lain yaitu kak Tian dan kak Dika, mereka ikut bersama sabeum Tomo yang akan mewakili Indonesia. Mereka saling tos dan bersenda gurau.
“Bagaimana restumu?”
“Aku sudah mendapatkannya dari ayahku, Dit.” Panggilan jadwal lepas landas sudah diumumkan, mereka check-in dan langsung menaiki pesawat yang akan membawa mereka. Ini adalah kali pertama Arya naik pesawat, ia grogi, cemas, senang, takut, semua bercampur aduk di pikirannya. Pesawat pun melesat, membelah langit. Arya takjub melihat dunia dari langit, bibirnya tak henti-henti mengucap kalimat syukur dan pujian pada Sang Pencipta.
Arya bangun dari tidurnya waktu pesawat landing di bandara Changi Singapura. Sabeum Tomo dan gerombolannya turun lalu menaiki bis menuju hotel tempat mereka bermalam. Esoknya, mereka menuju tempat turnamen di salah satu gedung di pusat kota Singapura. Hari yang ditunggu-tunggu oleh Arya, yang akan menunjukkan jati dirinya, yang akan membuktikan sebuah janji yang ia genggam. Di dalam gedung sudah ada atlet-atlet yang kebanyakan berwajah melayu. Tapi tidak terlalu banyak, karena ini hanya perlombaan persahabatan, dan hanya ada perwakilan maksimal empat setiap negara dan hanya diikuti beberapa negara ASEAN. Daak!!! Seseorang menabrak Arya dari samping, entah apa yang dia mau, tapi bukannya minta maaf dia malah membentak dengan bahasa asing, Adit menepuk pundak Arya dan memberi isyarat untuk mengikuti sabeum Tomo. “Di sini bukan main-main, lawan kalian bukan dari negeri sendiri, keluarkan semua kekuatan kalian, banggakanlah Indonesia, banggakanlah orang tua kalian. Kuncinya adalah, jangan takut!” dorongan seorang pelatih yang membuat semangat murid-muridnya berkobar, termasuk Arya. Sembari menunggu dimulainya lomba mereka latihan menendang target dan melatih tangkisan. Perlombaan pun dimulai. Setiap anak akan mendapat satu grup sesuai berat badan; 40, 45 dan 50 dan diambil masing-masing tiga juara. Arya masuk ke dalam grup under  40, kak Fikri dan kak Tian under 45, sedangkan kak Dika under 50. Setelah membagi grup ,Bunyi terompet panjang menandakan di mulainya turnamen.  Pertandingan dimulai dari grup dengan berat paling kecil, di layar gedung ditampilkan layar besar yang menunjukan urutan nama pemain. Arya melihat dirinya urutan terakhir, urutan keenam melawan orang Malaysia. Satu persatu pemain gugur dan ada pula yang menang. Lalu tibalah saat nama Arya dipanggil. Sorakan dari teman-temannya membuat Arya semakin percaya diri. Arya dan lawannya berhadapan di atas arena, mereka menundukan kepala sebagai tanda hormat lalu memakai pelindung kepala. Priiittt!!! Arya terus menendang lawanya tanpa ampun sampai poin penuh. Dan Arya menang telak. Dia masuk ke babak perempat final. Setelah penyisihan semua grup. Hanya Arya dan kak Fikri yang lolos. Kak Tian dan kak Dika tereliminasi. Pada babak perempat final Arya akan melawan orang Thailand. Dimulailah pertarungan itu, Arya sempat tidak fokus karena lawannya memiliki warna iris mata yang berbeda. Tiga poin telah di dapatkan lawannya.
“Arya, fokus, ingat janjimu!!!” Teriak Adit. Arya lalu menendang kepala dan perut lawannya sekuat tenaga, dan satu poin lagi Arya bisa menang. Drrakkk!!! Lutut kaki kiri Arya menghantam keras siku lawannya, sampai-sampai Arya kesulitan untuk bangun lalu sabeum Tomo dan Adit menghampiri Arya dengan membawa kotak obat. Lutut Arya di semprot obat anti nyeri, lalu Arya berdiri dan pertandingan dilanjutkan. Lalu dihabisinya lawan Arya dan Arya unggul Tiga poin lebih. Dengan nafas terengah-engah dan senyum yang samar Arya melihat layar yang bertuliskan Arya winner!!! Sabeum Tomo dan teman-teman Arya berlari dan memeluk Arya. Pertandingan semi final dan final akan dilanjuttkan esok hari. Sabeum Tomo dan gerombolannya kembali ke hotel.  Hari ini ada dua murid sabeum Tomo yang akan melanjutkan pertandingan semifinal besok. Yaitu Arya dan kak Fikri. Mereka berlatih keras di hotel. Tidak lupa keduanya juga lebih rajin beribadah dan berdoa meminta kelancaran dan kekuatan.
Hari yang mendebarkan itu datang, sabeum Tomo beserta murid-muridnya segera pergi ke gedung final turnamen. Lalu sabeum menggarahkan Arya dan kak Fikri taktik jitu dan kelemahan musuh yang akan dihadapinya. Arya akan melawan orang dari Kamboja, bertarung untuk memperebutkan final yang akan melawan orang dari Singapura. Tak lama setelah di tiupnya terompet nama Arya dan lawannya dianggil. Priittt!!! Mereka sama-sama kuat, lalu Arya menendang tepat di wajah lawanya , orang Kamboja itu mengambil tendangan belakang dan menjegal kaki Arya, Arya terjatunh dengan punggungnya yang menghantam dahulu. Orang itu lalu mengunci tubuh Arya dan meninju wajah Arya. Pertandinganpun di hentikan, lawan Arya di diskualifikasi karena menggunakan tangan untuk menyerang. Alhasil Arya  maju ke babak final. Sabeum Tomo dan murid-muridnya membopong Arya turun dari arena dan mengobati pipi Arya yang lembam. Arya merasakan sakit yang luar biasa di punggung dan wajah.
”Arya, sepertinya kamu menyerah saja, kondisi kamu tidak memungkinkan untuk melajutkan ke final.” Saran sabeum Tomo.
“Menyerah?” jawab Arya dengan lirih, ia tak pernah mengunakan kosa kata itu dalam kehidupannya. “Saya tidak akan berhenti disini, apapun kondisiku, kalau misalkan saya mati di arena itu lebih baik daripada menyerah untuk menghadapi.
Sabeum Tomo tahu kesungguhan Arya dan tidak bisa mencegah keteguhannya.
“Ayo, Arya, buktikan!, anggaplah  semua kesakitanmu adalah syarat untuk membahagiakan ibumu, jangan pernah takut!” Adit menyemangati sahabatnya, dan Arya membalasnya dengan anggukan pasti, lalu Arya bangkit dan menendang target yang disiapkan Adit setinggi kepala, rasa sakit di tubuhnya mendadak menjadi semangat yang berkobar. Sayangya kak Fikri kalah dalam perempat final. Dan satu-satunya harapan adalah Arya. dilihatnya layar menamplkan nama Arya dan lawanya ; Xiau Lee dari Singapura. Kedua pemain itu berhadapan. Arya terkejut, ternyata lawanya  adalah orang yang menabraknya waktu itu, dan sabuknya tingkat merah. Tapi Arya tetap tidak takut. Pertandinganpun dimulai, keduanya saling menendang dan tangkis menangkis. Xiaou Lee menendang tepat pada hidung Arya, darah hidung Arya bercucuran, dilihatnya Xiaou Lee mengejek dengan jempolnya diarahkan ke bawah. Sabeum Tomo dan Adit menghampirinya dan berhenti karena tangan Arya menandakan jangan mendekat. Kini amarah Arya sudah meluap. Yaaa!!! Arya berteriak dan menendang kepala dan wajah lawanya berkali-kali, tangkisan lawannya pun bisa di tembusnya. Lalu layar menunjukkan namanya sebagai pemenang. Kepala Arya mendadak pusing dan jatuh tak sadarkan diri. Arya membuka matanya, ia melihat Adit ada di depannya.
“Bangun, Ya, majulah ke podium, raihlah hasil pengorbananmu.” Arya berlari ke podium setelah namanya dipanggil, didapatkannya mendali,  piala, dan uang tunai 100 juta. Tepuk tangan dan sorak sorai memenuhi gedung. Xiaou Lee menghampiri Arya lalu menepuk pundaknya. “Congratulation!” “Thanks.” Arya membalasnya lalu tersenyum.
Malamnya club sabeum Tomo pulang ke Indonesia setelah check-out hotel. Sesampainya di Indonesia Sabeum Tomo, dan Adit diajak Arya untuk memberi Ibu hadiah. “Sabeum, tolong bantu saya membuat persyaratanya.”  setelah mendapatkan paspor untuk Ibu, mereka menuju rumah Arya. Di depan rumah, Arya menulis secarik surat yang akan diberikan ke Ibunya. “Sabeum, ini saya ingin memberi sumbangan untuk club kita.” Sabeum menepuk pundak Arya lalu berterima kasih. Arya melarangnya untuk pulang sebelum menemui Ibunya. “Lepasin Ibu sama kakak saya!, maling pengecut! Aaarrgghhh!.” Sabeum Tomo dan Adit tersentak kaget  mendengar teriakan Arya, saat ingin masuk, dua orang asing keluar dari rumah Arya, sabeum Tomo sudah memegang salah satunya, tapi terlepas karena kulit tanganya dilukai pisau. Dilihatnya Ibu dan kakak Arya di sekap dan Arya terjatuh dengan luka di perunya, luka tusukan pisau. Adit melepas tali yang melilit di tubuh Ibu dan kakak Arya. Cepat-cepat  Sabeum Tomo, Adit dengan membawa tas Arya dan keluarga Arya membawa Arya ke rumah sakit. Dalam ruang tunggu UGD, hanya ada tangis keluarga Arya. sepi. Karena memang sudah tengah malam, hanya ada perawat dan penjaga malam. Adit memberikan hadiah yang ingin diberikan Arya pada ibunya, secarik surat, dan sejumlah uang. “Bu, inilah hasil jerih payah Arya demi membahagiakan ibunya.” Ibu Arya kaget, anak yang selalu dianggapnya bodoh memberikan paspor haji plus. Di bukalah lipatan kertas itu, lalu dibacanya ;                                                                                                                                                                                                                                  
Untuk ibuku tersayang,                                                                                               Ibu kenapa ibu nggak terlalu sayang sama Arya, selalu kakak yang disayang, Arya pengen ibu adil sama kedua anak ibu. Apa gara-gara Arya nakal, Arya bodoh, atau karena meninggalnya ayah?, Arya berantem karena pengen ngebela orang yang teraniyaya bu, maaf kalau Arya udah buat ibu malu, marah, sedih. Arya hanya pengen buat ibu bahagia dengan cara Arya sendiri, soalnya Arya udah janji sama ayah untuk bahagiain ibu. Sekarang Arya udah bisa nge hajiin ibu, moga ibu senang, ibu harus tau, Arya sayang ayah, Arya juga sayang ibu.                                                                                                                                                                                                        Dari Arya, anak ibu paling nakal :]
            Tangis ibu semakin pecah setelah membaca surat Arya, kak Naura lalu memeluk ibu. Setelah menungu tiga jam, doktor yang menangani  Arya keluar dari ruang operasi, dan mendatangi keluarga Arya. “Anak ibu tidak kenapa-kenapa, robekan pada perut anak ibu sudah di jahit, tusukan pada perutnya tidak menembus organ dalam. Ibu istirahat saja, kemungkinan besok anak ibu bisa pulih.”  Wajah ibu penuh kebahagiaan, berulang kali mengucap syukur. Keesokan harinya doktor memberikan ijin kepada keluarga Arya, sabeum Tomo dan Adit untuk masuk. Di dalam ruangan Arya menyambut mereka dengan senyum lugu, seperti tidak ada beban sakit yang dirasanya.  Ibu Arya langsung memeluk anaknya itu. “Lebih baik aku sakit saja bu, agar selalu bisa di peluk ibu, Arya pengen ibu perhatiin Arya.”  Pelukan ibu semakin kuat. “Ibu sayang banget sama Arya, maafin ibu ya, ibu selalu bikin Arya sedih. Ibu bangga sama kamu nak, terima kasih hadiahnya, anakku .”  Suasana menjadi seperti drama kesedihan. Arya yang selalu kuat, sekarang menangis,tapi bukan tangisan kelemahan, tapi tangisan kasih sayang.
***
            Semakin bertambahnya waktu, situasi mulai membaik, kasih sayang ibu yang selalu diimpikan Arya telah didapatnya. Lima tahun berlalu, sekarang Arya menjadi guru taekwondo di club sabeum Tomo, dan kuliah dengan mengambil jurusan ekonomi. Dia juga sudah memulai usaha empek-empek buatan ibunya. Sedangkan kakak Arya sekarang sudah menjadi doktor spesialis anak. Ibu Arya bersyukur, kedua anaknya sukses, ibunya tahu , mereka butuh dukungan, dan kasih sayang.
 Hari ini adalah hari keberangkatan ibu ke tanah suci.
“Ibu, keberangkatannya kurang dua jam lagi, ayo, aku sama kakak sudah siap.”
“Iyaa, ini ibu juga sudah siap fisik maupun rohani.” Sesampainya di bandara.
”Ibu jaga kesehatan ya.” Ibunya memeluk Arya
“Arya, ibu bangga sama kamu nak, terima kasih.” Kak Naura pun memeluk ibu. Ibunya melambaikan tangan pada kedua anaknya, dan dibalas lambaian juga.
“Jangan lupa doakan ayah bu!” Teriak Arya .
“Pasti!” dengan mengajukan jempol. Tiada kebahagiaan yang Arya rasakan  selain ini. Akhirnya dia bisa membuktikan janjinya pada ayahnya. Dan menemukan jati dirinya.                                                                                                                                                             *          *          *
            Semua orang memiliki impian, semua orang memiliki harapan dan angan-angan, semua orang berhak memiliki kebebasan dalam meraih tujuan. Dalam meraih impian seseorang akan mengalami proses, jungkir balik keadaan, dan sekali-kali akan jatuh dalam kegagalan. Karena kehidupan seberti roda yang berputar, kadang berada pada titik paling atas atau puncak kebahagiaan dan kesuksesan, namun ada kalanya kita berada pada titik terbawah yaitu masa kegagalan, keputus asaan, kekecewaan, dan penyesalan, dan saat berada titik terbawah itu seseorang memerlukan semangat, bimbingan, dan dukungan dari orang-orang sekitar, terutama orang tua dan tentu saja dengan kegigihannya untuk bisa bangkit dari keterpurukan. Seberapa besar hasil ditentukan dari seberapa besar usaha yang dilakukan. Dan kehendak dari Yang Maha Kuasa.

TAMAT


Glosarium :  
Poomsae : Tekhnik / jurus-jurus dalam taekwondo  
Sabeum : Pak/Guru                                                                                                
Gansahamnida : Terima kasih                                                                                    
Under : Dibawah
                                                     
Fathimatuz zahro, IX B. SMPIT AI
Jepara, 18.09.2016

0 komentar:

Posting Komentar