softness

Selamat datang di blogku...

Hadits

Seungguhnya Allah Ta’ala senang melihat hambaNya bersusah payah/lelah dalam mencari rezeki yang halal.(HR.Ad-Dailami)

Tafakkur

tafakkur berarti memikirkan atau mengamati.

Road

pemandangan yang indah membantu pikiran kita menjadi indah

Al-Qur'an

Dan tidaklah sama kebaikan dan keburukan.Tolaklah keburukan itu dengan cara yang sebaik-baiknya, maka tiba-tiba ia, yang di antara engkau dan dirinya ada permusuhan, akan menjadi seperti seorang sahabat yang setia. Dan, tiada yang dianugerahi taufik itu selain orang-orang yang sabar, dan tiada yang dianugerahi taufik itu selain orang yang mempunyai bagian besar dalam kebaikan. (Q.S. 41: 35-36)

Himbauan

jangan marah, bagimu surga

Selasa, 28 Januari 2020

Berani tidak Disukai




Ada dua makna kata yang tertangkap dari judul buku yang sedang saya baca akhir-akhir ini. Awalnya saya pikir ‘berani tidak disukai’ adalah salah satu deklarasi seorang yang berani mengambil keputusan penting dan bijak walau banyak orang nantinya tidak akan menyukainya. Sebuah bentuk keberanian yang tidak takut dengan cara pandang orang lain terhadap dirinya. karena sejatinya hal itu dilakukan untuk kebenaran dan keadilan. Namun sepertinya saya salah kaprah. Meski pada hakikatnya pemikiran awal saya masih koheren dengan topik bahasan dalam buku ini.

Namun setelah saya selesai membaca buku ini. Saya baru tersadar dengan makna lain yang tersembunyi dalam judulnya ‘Berani tidak disukai’ yang berarti “sikap berani itu tidak lah disukai kebanyakan manusia” berani tidak disukai’ yang dijabarkan adalah sikap mental manusia yang selalu menghindari perubahan karena takut akan perubahan tersebut. Takut akan bekerja lebih keras, takut dengan lingkungan baru, takut dengan pandangan orang-orang ketika berlatih maju di depan panggung, takut salah ketika mengerjakan sesuatu. Dan berbagai macam ketakutan lain yang membuat seorang manusia lebih memilih untuk masuk ke zona nyaman tanpa sama sekali ingin berubah.

            Penulis memaparkan sudut pandang yang berbeda dengan menitikberatkan pada diri selaku pemilik jasad, dia yang bertanggung jawab atas segala keputusan dan pilihan yang hadir dalam dirinya. Mulai dari dirinya yang penakut, pemberani, suka membenci, suka bergaul, nakal, baik hati. Keseluruhan hal tersebut terbangung sebagian besar atas piliihannya sendiri dari penafsiran subjektif yang dia lihat di sekelilingnya.

            Opening yang terdapat dalam pendahuluan buku ini langsung memikat saya dengan pecakapan dua orang antara Filsuf dan pemuda (mereka terus berbincang dari awal hingga akhir buku ini). Pada mulanya sang pemuda bertanya pada Filsuf.

“apakah kau percaya bahwa dunia ini, dalam segala cara, adalah tempat yang sederhana?”
“ya, dunia ini sangatlah sederhana, begitu juga kehidupan” jawab sang filsuf
“jadi menurutmu segala persoalan yang ada dalam hidup ini juga sederhana?”
“ya, tentu saja”

Sang pemuda tidak terima dengan pernyataan sang Filsuf, karena pemuda itu telah merasakan perih dan sakitnya dunia ketika dirinya beranjak dewasa, mulai dari bekerja, membayar pajak, hubungan rumit keluarga dan teman, deskriminasi, pembantaian. Dan segala macam kegelapan dunia yang dilihat dalam hidupnya.

            Tapi sang filsuf tetap kokoh dengan pernyataannya yang mengganggap kehidupan itu tidak sekompleks itu, sangat sederhana. Mau tidak mau konflik pun terjadi. Perdebatan Panjang antara anak muda dan filsuf berjalan alot hingga memenuhi dua ratus halaman lebih buku ini.

Terdapat banyak intrik yang menarik, pandangan dari sudut pandang baru dari berbagai persoalan, hingga pengetahuan akan unsur diri terbahas dengan sangat jelas disini. Pembaca seperti digiring untuk lebih berpikir terkait dampak terbesar yang mempengaruhi hidup bukan karena orang lain. Tapi dari diri kita sendiri. Penulis menyiratkan agar seorang berhenti membuat alasan setiap kelakuan dan jalan yang dia pilih karena orang lain, dirinya menjadi nakal karena orang lain, dirinya menyimpang karena orang lain, dirinya menjadi penyendiri karena orang lain. sang penulis membantah dan menjabarkan Panjang lebar kalau itu semua adalah hasil keputusan dan tujuan dari diri itu sendiri.

Sebuah buku yang menarik yang dikemas cukup apik, percakapan antara seoarang dengan pemuda ini tak bosan-bosan dibaca dari awal hingga akhir meski kata-kata dan Bahasa yang dijabarkan begitu berat dan perlu proses ekstra untuk memahami maksud perkataannya.



Surakarta 29 January 2020

MHA

Kebiasaan Kecil




            Banyak orang beralasan perubahan yang selalu mereka upayakan akan berujung kepada kesia-siaan, buang-buang waktu, tenaga, pikiran, dan juga perasaan. Banyak orang berpikir. Melakukan suatu perubahan positif pada diri itu sangat menyakitkan, sangat susah setengah modar. Bahkan ada juga yang mencobanya berkali-kali, dan akhirnya tanpa memperoleh hasil, walhasil mereka mulai kembali ke jalan setan. Kembali menerapkan kebiasaan buruk, serta lambat laun kebiasaan baik yang sedang di pupuk, mulai ditinggalkan tak berbekas.

            Sebelum masuk ke inti, saya akan membawa pembaca untuk berjalan-jalan dahulu untuk melihat dunia dan sekelilingnya. Melihat ikan, laut, gunung pohon, awan, matahari, Transmart, genteng, pup, anjing, dan berbagai macam hal yang bisa anda lihat dan temui setiap hari. Semua hal besar itu tercipta pada dasarnya dari molekul-molekul kecil, sebuah partikel terkecil yang terdiri dari susunan Atom yang tak terhitung jumlahnya. Atom-atom tersebut terpadu membangun sebuah objek solid yang sering kita lihat sehari-hari. Bahka tubuh kita sendiri terbentuk dari gumpalan Atom yang saling menyatu.

            Yang saya tekankan dari penjabaran di atas adalah… untuk membangun sebuah kebiasaan, atau kita umpamakan sebuah benda berbentuk solid. Kita perlu mendirikan dan menselaraskan jutaan atom yang sebenarnya tak berguna, menjadi sebuah bentuk solid yang akhirnya menuai manfaat. Seperti menyusun batu bata kotakan menjadi sebuah rumah. Seperti memanfaatkan butiran pasir untuk membuat beton. Seperti menyusun sebuah puzzle untuk mendapatkan gambar atau bentuk yang diinginkan. Semua butuh pola, semua butuh usaha dan juga unsur-unsur kecil yang suatu saat akan membentuk sebuah objek yang bermanfaat.

Jadi marilah kita awali dan mulai dengan perubahan kecil, jangan melulu karena kita memiliki tujuan besar. Akhirnya kita mematok target yang besar, menginginkan sehari harus bisa lari lima kilometer, padahal sebelumnya kerjaannya hanya tura turu, berharap besok sudah bisa menulis buku satu bab, padahal kerjaannya setiap hari Cuma scroll sosmed, pengen menurunkan berat badan dalam satu bulan sebesar 20 kg, padahal setiap hari kerjaannya nge-meal.

            Alasan mereka mutung dan berhenti melakukan perubahan karena target dan harapan yang terlalu besar pada hasil. Mereka ingin segera mencicipi hasil nyata dengan memberatkan diri pada target besar yang sangat susah mereka capai. Alhasil sebelum mendapatkan hasil, mereka sudah menyerah dan mulai mengubur impian dan tujuan mereka.


Mengapa perubahan kecil bisa berdampak besar?

            Perubahan kecil, meski terlihat sepele dan lemot. Bahkan orang-orang berpikir tak ada gunanya ketika diri ingin berubah, mereka harus melakukan hal sepele yang mudah mereka lakukan. Banyak orang menyukai tantangan dengan membebani diri dengan target fantastis dan berujung kepada kelelahan kemudian tersungkur.

            Perubahan yang baik harus diawali dengan hal kecil, secara otomatis, hal kecil itu akan tersusun membentuk sebuah pola dan objek yang akan kita rasakan dimasa depan. tersenyum kepada orang lain, kebiasaan mandi pagi, kebiasaan tidur cepat dan bangun pagi, kebiasaan menggosok gigi. Hal sepele seperti itu akan membawa dampak besar di kemudian hari.

            Bahkan ketika seorang itu mustahil menghafal Al-Qur’an, cukup menerapkan satu hari satu ayat. Secara konsisiten mereka berhasil menghafalkan seluruh ayat Al-Qur’an. Untuk membentuk tubuh yang kuat, awalnya bukan berlari marathon sejauh lima kilo. Cukup berjalan satu kilo yang dilakukan setiap hari. Hal itu akan merubah dan berdampak positif di masa depan.

Dalam buku atomic habbit James Clear pernah mengatakan bahwa mungkin kamu akan malas mengerjakan sesuatu suatu saat nanti. Namun semalas apapun niatmu tetaplah lakukan hal itu. karena justru kamu akan menjadi pecundang ketika berhenti dan mulai kembali ke titik nol.  Seorang professional akan tetap menjalankannya meski dalam hatinya terdapat rasa malas. Itulah yang harus mereka lawan dengan perbuatan.

Mempelajari sesuatu mulai dari yang terkecil, mulai dari yang ringan, mudah dipahami, dan paling disukai. Memang hasil yang didapatkan tidak serta merta langsung hadir di hadapan, tapi dampak jangka panjangnya akan terasa luar biasa. Metode untuk membangun kebiasaan mulai dari kegiatan sederhana ini sangat bagus dan mudah di terapkan. Karena pada dasarnya kebiasaan itu memang dibangun dengan suatu yang mudah. Jika di awal kalian sudah bertekad dan melakukan penghabisan di awal. Saya yakin belum ada satu minggu tubuh tidak akan kuat dan lambat laun kebiasaan yang sudah di rancang dan di target sedemikian rupa akan hangus dan di tinggalkan.

Untuk itu perlulah merencanakan suatu hal yang paling kecil, yang paling simple, yang paling bisa anda lakukan untuk membuat kebiasaan it uterus terulang dan akhirnya secara otomatis tanpa anda pikirkan,kebiasaan itu akan berjalan sendiri, bahkan kalian akan merasa kurang jika tidak melaksanakannya.

Melakukan kebiasaan besar selain melelahkan juga akan membuat diri cepat bosan. walaupun akan mempercepat hasil yang di dapatkan. Tetap saja hal tersebut terasa sulit. Seperti seorang bayi berumur tiga tahun yang harus menyelesaikan tugas seorang anak SMP. Keuntungan melakukan kebiasaan kecil membuat perubahan itu lebih awet dan tahan lama, melaksanakannya tidak perlu membutuhkan kinerja ekstra dan hemat tenaga.

Kesimpulannya adalah, untuk memupuk kebiasaan positif, menghindarkan diri dari rasa malas dan bosan, kita harus menerapkan sistem yang benar dalam perubahan itu. menurut James Clear, ada empat tahapan utama ketika seorang ingin berubah.

-          Petunjuk yang nyata
-          Buat perbuatan itu terlihat menarik
-          Permudah kegiatan itu semudah mungkin
-          Beri ganjaran yang memuaskan pada tiap hasil kecil yang dilakukan


Dan agar kita bisa menghindari kebiasaan buruk, yang harus dilakukan adalah :

-          Buat segala hal yang merangsang perbuatan buruk itu menjadi tidak terlihat (misal, jauhkan seorang perokok yang ingin taubat dari iklan rokok atau bungkus rokok)
-          Buat kegiatan itu menjadi tidak menarik (misal bungkus rokok yang sekarang dipasang gambar orang penyakitan, atau beri mereka buku atau video tentang bahaya merokok)
-          Persulit akses (missal, suruh seseorang menyembunyikan charge Smartphone, supaya seorang itu tidak melanjutkan bermain Smartphone ketika baterai habis)
-          Beri ganjaran yang mengecewakan (missal, saya harus infaq sepuluh ribu ketika saya bermain game lebih dari satu jam dalam sehari)


 (Terinspirasi dari buku Atomic Habbit – James Clear)





Surakarta, January 28, 2020


M         H         A

Minggu, 26 Januari 2020

Kumpulan Cerpen : Bimbang




Sampai sekarang aku tidak tahu faktor apa yang mengganggu hidupku. Mungkin lebih tepatnya tidak mengerti masalah yang harus di selesaikan saat ini. Semua itu terasa aneh bagai makhluk astral yang sekarang sering dilempari gas LPG di yutub-yutub. Atau rasanya seperti sedang berada di daerah terpencil tanpa bisa menggunakan google maps. Rasanya panas, seperti kuah soto sebelum di celup es batu, atau bisa diibaratkan panasnya seperti ketika kaki terkena knalpot. Kemungkinan hal ini terjadi akibat dari efek berpikir keras.

“pesanan satu sudah datang” seorang pelayan cantik ber make up tebal datang menghampiri meja pesananku.
“ah terimakasih banyak” kataku dengan senyuman ramah, walaupun aku tahu di balik tebalnya make up itu, tersimpan lusinan jerawat yang sering dia plitesin.
Semangkuk kare sudah terhidang di hadapan. Uap panas dan harum membuat perut ini tak sabar untuk segera menyuruh mulut melahapnya. Dengan hati-hati sambil menghindari panas kuah, aku menyantapnya dengan khidmat. Sebuah kesempatan yang tak terkira bisa kembali memakan masakan enak ini lagi.

Tit tit tit tit….

Suara handphone kembali berderit. Kurasa aku mendapat panggilan lagi semenjak mengabaikan pesan selama dua hari belakangan. Perasaan jenuh bercampur aduk dikala beban selalu menindih dikala aku tidak siap menerimanya.
(tolong beri aku waktu untuk rehat sejenak)

Aku sama sekali tidak menggubrisnya. Mengabaikannya mungkin akan mendatangkan masalah baru. Masa bodoh, saat ini aku butuh ketenangan untuk dapat merasakan kehidupan kembali dikala sudah lama merasakan kematian dalam menjiwai peran kehidupan lain.
Telpon mati, sudah kelima kalinya dan aku tak peduli, kembali memakan masakan yang enak ini dengan penuh kekhidmatan.

            Beberapa hari ini tidak banyak yang terjadi, hanya mencoba mengasing sambil terus berpikir tanpa henti. Tak ada bedanya seperti orang mati, menghilang dalam jalan yang sudah kutempuh beberapa tahun ini. Apakah ini pilihan yang tepat? Siapa yang tahu. Aku merasakan kinerjaku selama ini belum sepenuhnya maksimal, atau kurasa sudah maksimal hanya saja beberapa faktor eksternal menghalangiku untuk dapat membuktikan kinerja maksimal yang dilakukan. Tak ada harapan atau penghargaan, walau itu bukan hal yang aku harapkan. Aku hanya ingin beberapa orang mengerti akan hasil kinerja yang selama ini terbangun, perubahan yang harus dilakukan, agenda yang harus di efektifkan, jalan pemikiran dan alur proses yang harus di perbaiki yang selama ini aku pelajari di bangku perkuliahan tapi…

“ti tung”

Aku kembali mengecek smartphone, sudah terdapat seratus enam belas pesan yang belum kubaca, Aku hanya membalas pesan ibu ku yang besok akan mengirim sari kurma karena mengetahui kondisi badanku yang tidak sehat. Memang benar, saat ini badanku tak sehat, mentalku rapuh dan ruh ku terasa kosong.

            Dahulu aku bisa bangkit begitu cepat, ketika menemui problem hanya butuh beberapa hari untuk segera mengatasinya. Pahitnya untuk bangkit dari posisi sekarang terasa sulit seperti melompati tembok setinggi lima meter. Suatu yang mustahil kecuali jika ada alat atau orang yang membantu. Dan aku belum menemukan alat atau orang yang dapat membantuku untuk melompati tembok setinggi lima meter itu.

“umik sudah kirim ya mas Sapto, sari kurma sama hebattusauda, diminum dua kali sehari”
“iya mik”
“jangan lupa makan tidur teratur, mandi yang bersih, baju di laundry saja kalau hujan, kalau uang jajan kurang bisa minta ke umi lagi”
“iya mik, makasih”
“ya udah, semoga cepat sehat. Kalau ada apa-apa kabari umik lagi”
“iya mik”
“assalamualaikum”
“waalaikumussalam”

Telfon dimatikan. Sampai sekarang aku masih bingung bagaimana cara membalas jasa kedua orang tuaku yang terus saja berjuang merawatku sampai sekarang. Padahal umurku sudah segede ini. Aku jadi merasa malu dengan Muhammad al faith yang sudah berjasa menjadi panglima perang yang padahal usianya lebih muda dariku.

            Guruku pernah berpesan banyak di kala SMA, dimana cerita yang dipaparkan terkait anak muda yang berprestasi, pantang menyerah, seperti Muhammad Al Fatih, Ali, Usamah bin Zain, Zaid bin Tsabit, dan berbagai macam pendahulu yang kisahnya masih bergaung hingga sekarang. Sebuah cerita menginspirasi yang membuatku bisa masuk ke universitas ini meski presentasenya teramat kecil.

            Dan sekarang aku terkapar. Kisah semangat juang yang sering dibaca tetap belum bisa menstarter semangat juang. Aku takut kehilangan arah dan berakhir mengenaskan. Seperti cerita-cerita kakak tingkat yang dulu berkeribadian baik, taat, dan soleh, kini menjadi bejat, no life, dan fuckboy.

beberapa cara sudah aku lakukan baik itu dengan pendekatan rohani maupun jasad. Semua sia-sia. Kinerja mesin ini sudah tidak berfungsi dengan baik. Aku benar-benar merasa dalam masa terburuk. Terlalu sering berpikir dan berpikir, meski itu pikiran yang tak penting untuk dipikirkan. Tak ada ruginya jika tak dipikir, tapi malah merugikan ketika dipikir. Tapi masih saja aku berpikir.

“seriusan kamu mau ngambil organisasi lagi To?”
“apa boleh buat, aku di desak terus dan tak ada yang bisa menggantikan posisi itu”
“sudah semester tua lho”
“ya benar, tapi yang menjadi problem utamanya bukan itu”
“lalu?”
“aku tak pantas saja, lagian, harusnya masih banyak di luar sana yang lebih baik. Hanya saja mereka malas saja mencari tahu”

“walhasil kamu menjadi korban”
“aku tidak merasa menjadi korban, hanya merasa sebagai seorang yang tak bisa mengerjakan sesuatu dengan baik. Atau mungkin sebenarnya sudah baik, tapi belum ada backup yang pas, kau tahu, jalan pikiranku sangat berbeda dengan orang kebanyakan. Hal itu sering menjadi crash ketika sedang berdebat atau menyelesaikan konflik, dan itu lumayan mengangguku”
“kau tidak bisa mengutarakan gagasanmu?”
“saat itu aku bersusah payah mengkulturasikan agar kita bisa sejalan. Cuma mungkin karena aku terlalu nyeleneh juga. Jadi terkadang pikiranku sulit di terima. Aku tak ingin membuat hal itu terjadi lagi, merepotkan dan juga menyebalkan. Kurasa hanya beberapa orang yang bisa aku ajak diskusi dengan baik”
“aku tahu perasaanmu, tapi bukankah hal itu sering terjadi di organisasi”
“jika dasarnya pas aku masih terima, aku selalu menggunakan dasar atas semua argumenku. Namun disini kadang dasarnya ngawur, hanya mengikut sistem dan terbatasi dengan cara pikir lama. itu yang membuatku lumayan bad mood
“mungkin caramu yang salah dalam menyikapi mereka yang tak sejalan denganmu. Bukankah para pendahulumu dulu lebih sulit memperjuangkan perkara agama kita di tengah kemrumunan orang-orang yang tak percaya”
“kau benar, aku memang terlalu lembek, untuk itu aku setidaknya tidak cocok untuk menjabat posisi se strategis itu”

“tapi sebenarnya kamu bisa kan melakukan itu, anggap saja ini kesempatan terakhirmu membenahi kesalahanmu dahulu”
“yah, aku menerimanya juga karena itu, Cuma luka dulu belum tersembuhkan sama sekali, semenjak itu aku mulai menjauh dan tak pernah kesana entah apapun caranya”
“ingat To, jangan sampai hal sekecil ini justru malah membikinmu babak belur, masih ada babak selanjutnya yang tak kalah garang dan tanpa ampun menggerusmu di waktu yang bersamaan. Ingatlah semakin tinggi pohon angin akan semakin kencang menerpa. Jangan pedulikan sesuatu yang sebenarnya tak pantas kau pikirkan. Muhasabah itu penting, namun jangan sampai gerak langkahmu terhenti. Kamu masih terhitung muda, masih ada berjuta kesempatan untuk mengubah di masa datang”
Aku tertawa kecil, temanku itu memoles kepalaku karena mengira celotehnya malah aku tertawakan.
“apa maksudmu malah menertawakan nasehatku. Lo yang minta dikasih nasehat kan tadi”
”aku hanya merasa senang saja”
“senang?”
“ya, senang sekaligus prihatin”
“prihatin? Kenapa?”
“aku senang kamu bisa menasehatiku sampai masuk ke dalam-dalamnya, namun aku juga prihatin karena orang yang melakukannya justru malah teman lamaku, bukan teman terdekatku yang selama ini aku habiskan waktu Bersama dengan mereka tiga tahun belakangan ini”
“oh begitu”

“meski kami dekat, tapi sebenarnya kita tidaklah dekat, justru ketika aku bertemu denganmu, sesuatu yang jauh namun terasa dekat. Padahal kita hanya bersua selama satu jam ini, tapi entah kenapa kamu selalu bisa melihatku sampai kedalamnya”
“hahahah, sudahlah ga usah baper, lagian kamu juga tak bisa menyalahkan mereka, mungkin mereka masih belum begitu tahu tipikalmu, karena dulu aku melihatmu juga sangat misterius”
“hahaha, namun pada akhirnya kau selalu saja bisa menebak apa yang kulakukan dan kubutuhkan”
“yah, kamu juga sama”
“setidaknya aku ingin mencari beberapa rekan yang bisa saling mengerti dan memahami seperti ini, hanya saja belum aku temukan sama sekali”
“santai bro, yakinlah masih banyak orang-orang di sekeleiling kita yang seperti itu, Cuma kita belum saling bertemu”


Surakarta, 27 Januari 2020

M         H         A