Selasa, 10 September 2024
Kumpulan Cerpen; Nelangsa
Jumat, 23 Agustus 2024
Kumpulan Cerpen; Kerja
HARI SENIN. Kendaraan berdesakan di sepanjang jalan. Setiap orang terbangun bersiap berangkat kerja untuk meraih cuan. Para pelapak pasar, pemalak pasar, pekerja kantoran, para guru, teknisi, penjaga toko, penjaga bank, penjaga stand, dan penjaga sumbangan kuburan semua beradu di jalan saling sikut dan klakson untuk bergegas ke tempat kerja menghimpun rezeki. Masripul salah satunya. Berdandan serapi mungkin, menggunakan sepatu hitam legam hasil polesan semalam. Beranjak keluar untuk menghela nafas menghirup udara knalpot di senin pagi.
“ah... keampasan suasana perkotaan di pagi hari” batinnya. Dirinya tetap tersenyum. Menjaga senyuman sangatlah penting bagi seorang pegawai, apalagi saat bertemu dengan atasan.
Dikantor merupakan saat yang paling tepat membangun branding. Bagaimana cara bersikap di tempat kerja, bagaimana cara merangkul dan mendekatkan diri dengan lawan bicara, cara kita bertegur sapa dengan sepantaran dan juga dengan atasan. Semua di bangun senormal mungkin dengan tujuan yang sama.
“Tujuan apa yang ingin kamu capai?”
“hmm pertanyaan mudah namun sulit dijawab. Semua orang memiliki tujuan masing-masing dalam bekerja, bahkan mereka yang menganggur pun juga memiliki tujuan” Jawab Masripul.
“kamu sangat lucu, bisakah kamu menjelaskan tujuan bekerja disini?”
“sesimpel ingin berkembang dan terus berkembang pak” sahut masripul. Sebuah perbincangan berat di senin pagi. Tapi pada sejatinya senin merupakan hari terberat bagi mereka yang berada di divisi penjualan. Selalu ada target mingguan dan bulanan yang harus dikejar walau mereka sekarat sekalipun.
“hanya itu? kamu tidak mau menjabarkannya kepada seniormu?” Pak Nando menyodorkan segelas kopi kehadapan Masripul. “minum kopi di pagi hari membantumu untuk berkonsentrasi disini anak baru. Bukan hanya itu, kopi juga membantu asam lambung mu naik dengan cepat. hahahaha”
Masripul menirukan tawa renyah seniornya. Tawa alami untuk seorang anak baru yang harus beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
“banyak orang memiliki tujuan dan alasannya sendiri pak. bahkan dalam sikap menunaikan pekerjaan” senyum masripul. Sudah sebulan dirinya disini dan biasanya hanya pertanyaan tempat tinggal dimana? ngekos atau di saudara? single atau Married, kesukaan, hobi, artis Java terfavorit dan berbagai pertanyaan ringan lain. Hingga akhirnya Masripul mendapatkan pertanyaan yang menginterogasi dirinya.
“Tuh sudah di cariin pak Mulyono. Senin ini bapak ada meeting lho” kata Masripul
“ah tau aja kau”
“hehehe, ayolah pak, target sales bulan depan harus sudah sesuai dengan rancangan yang diatur minggu lalu”
Pak Nando tersenyum dan bergegas pamit. Dirinya sadar tanggung jawab itu bisa memutus urat lehernya jika tidak dikerjakan dengan baik. Menelpon seorang staf kemudian melontarkan kata-kata pedas saat target yang dicapai tidak sesuai dengan kondisi dilapangan. Tuntutan pekerjaan di perusahaan swasta. Dimana ketika target penjualan tidak tercapai maka arus cash flow dan operasional perusahaan akan terganggu.
***
Turun ke lantai satu. Seorang pegawai mantan astra menemui Masripul dalam koridor kecil penghubung kantor. Bercerita panjang lebar soal perjalanannya dalam menempuh pekerjaan selama 14 tahun. Sebuah pengalaman berharga ketika bapak itu sudah jungkir balik mengais rezeki disaat Masripul sibuk memilih color yang tepat bergambar teletabis.
“disini tidak seperti itu” jawab bapak itu menunjukkan ke-sepuhannya dalam bekerja.
Masripul mengangguk antusias. Tersenyum renyah dengan apa yang dibicarakan pak Sukris.
“waktu itu sangat berharga, kita dikejar target dan kewajiban tak peduli kondisi apapun menghadang di depan. Selalu siap, banyak hal tidak terduga bisa terjadi di setiap harinya”
Masripul sangat kagum dengan apa yang didengarnya. Tempo hari dirinya sangat tidak terlibat dengan tim, bingung dengan fungsi, tugas, jobdesk yang harus diperbuat dalam perusahaan ini.
“tim bagus adalah ketika mereka sadar pekerjaannya tanpa harus diberi tahu. Pekerja itu harus mencari bukan dicari. Kalau dicari habislah dia dicari untuk dipecat hahaha” celetuk Pak Sukris sambil tertawa ngakak.
***
Masripul kembali ke tempat kerja di lantai dua. Berkonsentrasi dengan tugas dan KPI (key performance indicator) yang ditetapkan perusahaan. berpikir, menerka, mengulik, mencari jawaban, mencari solusi, menyelesaikan masalah, menyelesaikan penjualan, menyusun strategi dan straight edgy.
Sampai pada suatu ketika Masripul melepas fokus dan beralih ke media sosial untuk merilekskan diri. Banyak sekali pembahasan fyp yang berseliweran di dalam scroll bar medsosnya. Mulai dari bahasan tipe karyawan, budak korporat, partner bisnis, keluarga yang royal pada perusahaan, dan berbagai istilah lain yang dapat di bangun dari kata tersebut. Banyak ditemukan para karyawan mengeluh di medsos. Bagaimana cara mereka diperlakukan sebagai keluarga yang harus loyal pada perusahaan. Diberikan jobdesk lebih serta lembur tanpa dibayar. Semua berdasarkan loyalitas dan keikhlasan.
“IKHLAS NDASMU!” sahut seorang guru yang nongkrong di sore hari di seberang jalan. Kakinya terangkat satu, ketidakpuasan tercermin dari raut wajahnya. Masripul dapat melihat pria itu dari kaca jendela kantor. Meski tidak bisa mendengar percakapan, tapi penulis tahu apa yang sedang mereka bicarakan.
“MASAK KAMU PASRAH SAJA SIH CUMA DIGAJI SETENGAH UMP!” tanya bapak itu pada teman sebelahnya.
“ya mau bagaimana lagi pak. Kita kerja disini untuk meraih ridho, dibayar berapapun asal cukup buat hidup saya mah sudah bersyukur”
“MAKAN TU BERSYUKUR! yang ada malah di sukurin sama tukang parkir. Masak gaji kita sebagai seorang guru yang di ajeni dan di banggakan sebagai pencipta generasi penerus bangsa kalah sama juru parkir yang kerja seenak udel bisa pergi haji 3x sehari! mikirrr, atasan kita ini kikirrr. mana bantuan dana bos yang di gembar gemborkan ituuuu!” tukasnya dengan muka merah padam seperti habis di sulut oleh sumbu pendek.
“sudahlah pak jangan suka membandingkan, nanti syukur dalam diri bisa hilang. Sudah benar kita bekerja meraih ridho-Nya. Jangan memikirkan dunia muluk-muluk yang ada kita malah terjerembab pada kesesatan yang nyata. Tujuan akhir kita itu akhirat”
“itu mindset yang harus dirubah!!! tujuan akhirat tapi dunia cuma dilewati begitu aja!? lebih baik gue bersyukur bekerja ikhlas dengan gaji dua digit, dari pada harus bersyukur dan kerja ikhlas dengan gaji yang dimana gw beli beras satu karung aja harus di kredit 12x!” tampaknya bapak itu sudah muak dengan pekerjaannya di sekolah itu. Tak lama dirinya sudah resign dan mulai mencari pekerjaan yang lain.
Disisi lain masripul kembali men-scroll medsos. Banyak sekali pencari kerja yang terdiri dari umur 35 keatas, Gen Z dan generasi sandwich. Mereka bekerja atas dasar kebutuhan keluarga, menunjang gaya hidup, mengejar gaji besar, atau berusaha meraih perusahaan impian yang mentereng untuk memenuhi hasrat pansos. Di lain sisi para pemilik usaha dan manajemen pabrikan dengan upah minimum merasa tidak laku, dan bersusah payah dalam mencari pekerja untuk ditempatkan pada unit mereka.
“bagaimana kondisinya, dari kemarin ga ada yang daftar?” sahut Pak HR.
“turnover kita tinggi pak. Berbagai orang potensial keluar dan kita kekurangan tenaga kerja untuk menggerakkan dapur operasional kita” jawab si staff
“masa bodo, lihat para pencari kerja yang berjajar itu. Lihat para pengangguran yang parah di negeri ini. Lihat mereka semua butuh kerja untuk sekedar makan, sekedar memenuhi lifestyle. Berjejer rapi layak semut yang berkerumun mendekati serpihan makanan sisa. Tapi kamu tidak bisa mencarikanku pegawai dengan spek minimum untuk keuntungan perusahaan ini!?” tangan telunjuknya menuding hingga menyentuh hidung sang staf.
“ba-baik pak saya akan berusaha semaksimal mungkin” staf itu gemetaran sambil keringat dingin bercampur pesing.
“carikan spek yang lulusan SMP bahkan SD pun gapapa. Syarat cuma formalitas ktp saja cukup asal dia bisa dibayar 1 juta sebulan. Cari mereka yang kurang pendidikan dan gampang bersyukur. Tidak gembar-gembor bahkan demo berjilid-jilid meskipun digaji cuma segitu. CEPAATTT! walau sampai ke lubang bakteri sekalipun!”
“ba-baik pak saya carikan segera”
staff itu lari tunggang langgang untuk mencarikan spek yang dimaksud.
Jum’at, 23 Agustus 2024
Rabu, 21 Agustus 2024
Kumpulan Cerpen; Penting
Perjalanan yang asing, bagaikan seorang yang terasing dari tanah bekas ngising. Bangunan yang kokoh persegi tertera di depanku. warna hijau menyala, dengan ventilasi segede gaban, kuyakin para maling akan sangat menyukai jendela besar seperti ini, tanpa teralis, tanpa gorden, cukup terbuka hingga aku tahu apa yang ada di dalamnya walau sedang melihat dari luar.
“selamat datang kos baru” kataku, menghela napas sejenak sambil berdecak pinggang.
overall aku cukup puas dengan suasana baru ini, meski pindahan kos ini terasa menyebalkan dan menguras tenaga, senyuman hangat masih tergambar dari wajahku. aku merogoh kantong celana kemudian membayar upah 50 ribuan ke mobil pick up, barang-barangku kini sudah terangkut semua menuju ke sini.
Sudah hampir 5 tahun aku ngekos dan kini aku memutuskan untuk pindah dari kosan laknat itu.
“pancen asu” ketusku ketika mengingat kembali masa lalu di kosan terdahulu, tiba-tiba aku disuruh mengurus kos reot itu ketika kos itu benar2 hancur porak poranda. Bahkan aku tak habis pikir mereka tak punya malu untuk meminta hal itu.
“heh dasar, udah dibantuin malah di pisuhi” jawab rekanku sambil membawa ember dan peralatan jemuran. Dirinya tak terima ketika aku berceletuk asu.
“hehe, sorry Parjo ga bermaksud, aku cuma kepikiran masa lalu”
“halah yang itu kan, yg kamu disuruh jadi pimpinan perkumpulan pengurus kosan seluruh RT 8? atau biasa disingkat pepeks_8”
“ho’o. semprul tenan”
“itu sudah kamu ceritain 100 kali lebih, dah bosan aku dengernya. Sehabis ini aku ada acara penting untuk anniversary yang ke tiga hari jadianku sama mbak munaroh” Kata Parjo.
“iya iya” kumaklumi dirinya sedang berbunga-bunga menantikan hari jadian ke 3 harinya bersama mbak Munaroh.
Parjo dan aku menggotong barang berat termasuk lemari plastik yang sudah bercampur sarang laba, Menyapu lantai, menata peralatan kerja dan gaming, menempatkan kasur, bantal dan seprai. Pindahan ternyata cukup melelahkan, walau begitu aku berterimakasih kepada Parjo karena mau membantu, akhirnya ku sangoni dia dengan uang 10rb untung biaya bensin.
“nih salam tempel. makasih udah di bantuin”
“ok thanks bro, kabar2 aja kalo butuh sesuatu”
“ok2 siap”
Dia langsung melipir menggunakan motor ninja 4 hastag untuk segera menemui pujaan hatinya.
Kini ruangan dan segala isinya menjadi bersih. Ku tatap lekat-lekat dari ujung ke ujung. kebersihan ruangan menjadi salah satu faktor agar cepat beradaptasi disini.
“gimana le, cocok kan” aku terkejut mendengar suara ibu kos yang tiba-tiba berada di belakangku.
“hehe iya buk” sahutku ketika ibu kos datang berkunjung, dia takjub melihat barangku sebegitu banyaknya.
“wah banyak juga barangmu, baru pindah tapi sudah tertata rapi semua. namun tetap saja mirip gudang di rumahku hahaha” tawanya sambil termangap-mangap.
“hehehe iya bu, jadi gudang” celetukku sambil mengeluarkan tawa karir supaya harga kosannya siapa tau turun.
“nanti harga kos sudah sesuai di awal ya karena juga banyak yang antri, jadi kamu harus maklum” sahut ibu kos. Dia tahu tujuanku, harga kosan masih tetap sama.
Aku garuk kepala sambil mengangguk, ibu kos lekas pergi sambil mengendarai mobil mercy merahnya menuju tawangmangu untuk staycation bareng berondong. ternyata dia mampir kesini hanya untuk formalitas belaka.
“kurang asem” batinku sambil menghela napas.
***
Seminggu berlalu, orang-orang disini cukup tidak peduli dan masa bodoh dengan penghuni kamar satu dengan yang lain. Terasa sepi namun tetap nyaman karena tak perlu effort berlebih untuk memasang muka palsu kepada kenalan baru, yang acapkali bersilaturahmi agar tidak putus dan tiba-tiba saja pinjam dulu seratus.
Whatsapp telpon berdering.
“Halo Mento” sahutku kepada teman sejurusan.
“oi, kosmu pindah to? kok gak kabar-kabar. aku terlanjur ke kos lamamu nih”
“hehe sorry, ini ku sherlock”
rencana kita mau berangkat bareng untuk acara volunteer, lumayan menambah pengalaman di CV. Maklum dunia kerja sangat keras sehingga meminta fresh graduate memiliki pengalaman minimal 10 tahun kerja dengan batasan usia 25 tahun, sungguh permintaan yang sangat manuk akal dan tidak habis fikri.
Singkat cerita Mento sudah datang ke kosku. Motor vespanya menggonggong merdu di gendang telinga. Vespa butut peninggalan bapaknya yang sudah diproduksi bahkan sebelum nyonya meneer berdiri.
“bro?”
“sans, aku bawa helm 2”
“ok sip”
sepanjang perjalanan dia hanya membicarakan vespa, ke-trendingan nya dan bagaimana semua orang trendi sekarang wajib memiliki vespa.
“gila ga tuh, vespa sekarang dihargai 35 jt, 60 jt. motor ninja 4 tag hastag aja kalah bray”
Aku hanya tersenyum mendengar celotehannya. Tugasku kini mendengarkan sambil berharap volunter ku berjalan lancar.
Tempat volunteer cukup ramai. Banyak orang ambis dan sok edge berada disana. Dari lulusan muda umur 21 tahunan bahkan banyak Maba juga berada disini. Membuatku yang kini sudah semester 11 tersenyum kecut sambil meringis berharap mereka tidak menanyakan aku angkatan berapa dan sudah lulus atau belum.
“ayo kita harus tetap semangat memajukan agenda kita supaya event ini berjalan lancar” teriak salah satu pemimpin acara.
“saya memiliki usulan untuk melakukan penggalangan dana dengan berkelompok. kita memerlukan dana untuk melancarkan proses acara”
walhasil tiap anggota harus iuran 30 ribu. Memang luar biasa. Kita yang kerja, Kita yang susah, dan Kita yang bayar. sebuah kombinasi yang pas untuk kesejahteraan pemuda dan olahraga.
“luar binasa” batinku, namun orang-orang ini masih tetap optimis dan sangat antusias mengikuti acara volunter ini. Meski pada kenyataannya mereka diperas habis-habisan untuk nama baik perusahaan volunteer. Begitupun juga temanku yang ternyata oh ternyata dapat kenalan baru yang seketika menjadi pacar keduanya disini. Acara ini nantinya akan mendapat sertifikat plus dokumentasi untuk membuktikan bahwa volunter ini valid dan bisa diterima oleh HRD berbagai perusahaan.
***
Sebulan berlalu cepat, menorehkan laju kilatan kecil di langit malam, musim penghujan merembes dingin terketuk oleh butiran tetesan air kecil di sela langit. Tersekat oleh balutan gelap malam, tapi tetap saja terjun menghantam tanah yang mulai basah sedikit demi sedikit. Pagi berselang mendung, dan area sekitar masih basah bekas hujan semalam yang tidak deras, tapi cukup lama bergulir. Rutinitas harian pagiku adalah berangkat ke tempat volunteer. Turun kejalanan menggalang dana pendidikan, rapat mentor untuk mendapat motivasi dan arahan, berkomunikasi serta menampakkan diri supaya terlihat sebagai sosok yang user friendly, kutahu banyak dari mereka cukup lelah dan beberapa juga sudah berharap hal ini akan segera berakhir. Tak lain menunggu satu harapan pasti. Yah benar, selembar kertas sertifikat.
“terimakasih atas partisipasi luar biasa kalian untuk mengikuti agenda ini. Kalian semua hebat. Ini akan mendongkrak kualitas untuk generasi emas indonesia 2045!” sorak dan tepuk tangan membanjiri ruangan aula. Kepala acara tersenyum sumringah melihat semangat kami yang tak luntur walau sudah diperas tenaga, uang, dan ingusnya.
“untuk sertifikat tidak di cetak, namun akan kami bagikan ke email masing-masing ya. Untuk menghemat penggunaan kertas juga” kata pimpinan volunteer.
“oh ya tambahan selepas kita menutup acara yang luar biasa ini, saya harapkan selepas event ini kalian tidak saling melupakan, terus ramaikan grup dan jalin komunikasi kalian ya agar silaturahmi kita tidak putus, jangan cuma bisanya pinjam seratus” sontak membuat yang lain tertawa karir mendengar jokes ketua. Aku hanya ikut tertawa karir menirukan nada tawa lainnya. tentu saja hal itu kulakukan agar di CV bisa tertulis kalau aku mudah beradaptasi dan mengikuti suasana sekitar.
Usai sudah acara ini, sampai rumah, mandi, makan, dan kembali ke kasur. kubuka HP dan melihat email sudah berdering. Mereka cukup cepat untuk membagikan sertifikat di email tiap peserta. Tidak seperti di kampus yang bahkan aku bisa menunggu sampai akhir semester baru dibuatkan, itupun jika mereka tidak lupa.
Pikiranku melayang, mengalir ke belakang dengan agenda yang dijalani. Sertifikat dari hasil jerih payah yang bisa aku taruh di muka CV. Membuat para HRD setidaknya melirik untuk memanggilku tes wawancara kerja. Dan yup seperti kebanyakan orang ketika sudah diterima dalam sebuah perusahaan atau instansi. Rutinitas kerja di pagi hari, rutinitas kehidupan di sepanjang hari, perlakuan monoton di tiap sesi, sampai keberulangan yang tak henti sampai kontrak habis. Seperti tidak ada pilihan lain, seperti hal ini adalah satu-satunya jalan untuk sukses. Bahkan aku mempertanyakan arti sukses itu sendiri. Apakah hanya ditentukan selembar kertas CV ini? kurasa tidak. Namun, kita masih mengisi CV, dan mencari sertifikat dan pengalaman lain untuk dimasukkan ke dalam CV. Sebuah pengalaman berharga yang kini hanya tertuang di seonggok kertas berharga. Luar biasa.
Muhammad Habib Amrullah
Surakarta
3 Juli, 2024