softness

Selamat datang di blogku...

Hadits

Seungguhnya Allah Ta’ala senang melihat hambaNya bersusah payah/lelah dalam mencari rezeki yang halal.(HR.Ad-Dailami)

Tafakkur

tafakkur berarti memikirkan atau mengamati.

Road

pemandangan yang indah membantu pikiran kita menjadi indah

Al-Qur'an

Dan tidaklah sama kebaikan dan keburukan.Tolaklah keburukan itu dengan cara yang sebaik-baiknya, maka tiba-tiba ia, yang di antara engkau dan dirinya ada permusuhan, akan menjadi seperti seorang sahabat yang setia. Dan, tiada yang dianugerahi taufik itu selain orang-orang yang sabar, dan tiada yang dianugerahi taufik itu selain orang yang mempunyai bagian besar dalam kebaikan. (Q.S. 41: 35-36)

Himbauan

jangan marah, bagimu surga

Rabu, 04 November 2015

Kumpulan Cerpen; GILA

Gila


            Asap menyembul dari knalpot. Jalanan sudah sesak oleh kendaraan. Orang mau menyebrang saja susah. Perlu suatu kebejanan sajalah orang bisa sampai ke seberang. Dimana jika ada orang yang sembrono menyebrang. Biasanya para penyupir itu menekan keras-keras klaksonnya agar si penyebrang jera. Lalu ada motor. Sang pengendara itu sadar jika jalanan sedang ramai-ramainnya. Maka dia melakukan taktik tersendiri. Dia turun dari motornya. Pertama orang-orang di sekitar sana tak ada yang peduli. Tapi, rupanya sang pengendara motor tadi sedang mengalami suatu gangguan. sehingga tanpa di duga, dia lempar itu motor ke tengah jalan. Truk kontainer yang sedang melajupun harus menggenjet semua rem secara bersamaan. Sedangkan bus patas yang sedang ngebut-ngebutnya turut mengerem dengan cara yang sama.  meski akhirnya tetap nabrak kontainernya. DUES....! orang di sekitar lokasi pada histeris. Jalanan macet total. Dan polisi langsung bergerak ke tempat kejadian. Sang pengendara yang melempar motornya tadi Cuma tertawa melihati kejadian yang sedang dilihati. Motornya remuk akibat keplindes truk, tapi dia biasa saja. Lalu dia menyebrang dengan santai karena semua kendaraan berhenti total.
            Polisi datang, situasi di sekitar langsung di netralkan. Di tempat itu polisi sempat kaget, karena menurut saksi mata. pelaku melempar motornya ke jalan hanya untuk menyebrang.  Lantas polisi tadi membekuk pelaku yang masih berdiri di lokasi kejadian. Dia tidak melawan dan manut saja digiring untuk di tanyai.
“kenapa Bapak melakukan itu!”
“tidak tahu”
“lho. Kok nggak tahu? Bukannya Bapak tadi ngelempar motor bapak”
“iya betul”
“terus, apa alasan bapak sampai melempar motor bapak”
“untuk menyebrang”
“lho, gimana sih Bapak ini. Wong cuman mau nyebrang kok motor di lempar. Lihat tuh.  Akibat ulah bapak. 6 korban meninggal dunia”
Sang pemilik motor diam saja. sedangkan polisi tadi masih tak habis pikir
“saya tahu pak kalau jalanan sekarang udah ramai. Saya juga memaklumi kalau mau menyebrang itu sulit. Tapi ya dipikir dululah. Kita kan bisa ngawe-ngawe dulu sebelum menyebrang. Ketimbang ngelempar motor. Toh, motor bapak juga remuk kan. Ruginya jadi berkalilipat”
Sang pemilik motor Cuma diam. Tapi matanya dari tadi sesekali melirik ke luar. Polisi cuma membiarkan dan menyuruh polisi yang lainnya agar menaruh pelaku ke sel tahanan untuk di sidang besoknya. Tapi setelah mau di borgol, pemilik motor itu langsung berontak.
“apa-apaan ini. Apa salah saya!”
Polisi tadi makin bingung dengan kelakuan pelaku.
“kesalahan anda adalah membuat kecelakaan serta membuat kemacetan panjang. Selain itu. anda juga sama saja telah membunuh orang”
“pak polisi, saya mau tanya”
“apa?”
“saya ini orang gila, masak orang gila mau di jeblosin penjara. Kan nggak ada UU nya. Gimana to bapak ini. Ya wajar lah saya ngelempar motor saya. Namanya juga orang gila. Jadi saya boleh bertindak sesuka saya”
Dahi polisi itu mengkerut. Sedangkan rekannya tadi Cuma bengong menunggu otaknya ngerespon.
“bapak ini waras. Bukan gila”
“lha buktinya. Saya ngelempar motor saya. Mana ada orang waras yang mau ngelempar motornya”
“lha bapak juga. Jika gila, kenapa masih bisa menanggapi omongan saya”
Lalu hening seketika. Kemacetan sudah melebihi 12 kilometer. Truk dan bis yang mengalami kecelakaan tadi juga sudah di derek ke pinggiran jalan. Orang-orang masih berkerumun di tempat kejadian. Sedangkan para wartawan dari berbagai televisi tetap meliput dan meng-stand by kameranya. Disaat semua berlangsung. Pemilik motor yang dari tadi diam tiba-tiba tertawa terbahak-bahak
“gwahahahaha...... hahahahaha........”
“ada apa ini!” polisi yang mau memborgol tadi ketakutan.
“aku ini gila goblok! Aku gila! Aku gila! Gwahahaha........hahaha.......”
“apapun pengakuan Bapak. Bapak tetap kami tangkap”
“apa! Saya di tangkep! Gyahahaha....... mimpi lu...”
Para polisi yang mengamankan tempat kejadian yang mendengarkan ketawaan tadi langsung mendatangi tempat pelaku. Sedangkan sebagian wartawan juga berlari kesana karena penasaran juga. Tak selang beberapa waktu. Semua berkumpul di situ. Polisi yang dari tadi menanyai langsung menyiapkan pemukulnya. Pelaku masih tertawa dan mengigau tidak jelas.
“pak, ini orang gila apa waras?” tanya polisi yang baru datang
“dia itu waras, cuman pura-pura gila. Jadi mendingan kita buat dia pingsan dulu”
Polisi yang baru datang itu Cuma mengangguk dan di pukulnya pemilik motor itu berulang kali sampai babak belur. Sampai megap-megap. Sampai tak sadarkan diri dan akhirnya pingsan.
            Besoknya sidang di mulai. Keluarga para korban juga sudah pada datang di persidangan. Sedangkan pelaku Cuma duduk dengan tenang di kursinya. Sang hakim lalu memutuskan pelaku langsung bersalah dan di hukum mati dua hari lagi.
“sebelum sidang di tutup, apakah pelaku mempunyai pesan terakhir untuk di sampaikan?”
“punya yang mulia hakim”
“silakan katakan”
Lalu dia berdiri sambil menghadap ke para penonton yang hadir saat itu
“disini saya merasa sangat menyesal dan juga kecewa. Saya menyesal karena tidak bisa melakukan yang lebih heboh dari ini. Dan saya juga kecewa. Bahkan sangat kecewa karena tak ada yang mau percaya jika saya ini benar-benar gila. Apa bukti saya itu kurang bahwa saya ini orang gila. Atau memang orang sekarang itu sulit mempercayai orang yang lainnya?. Mereka Cuma memutuskan tok. Mereka Cuma pilih-pilih. Jika saya orang penting pasti hukumannya nggak bakalan sampai hukuman mati. Saya aja yang gila di hukum mati. Keadilan sudah punah. Dan orang-orang juga tak ada lagi yang saling bela membela. Jadi disini dengan sangat kecewanya. Saya mau membuktikan lagi bahwa saya ini benar-benar gila”
Lalu dia keluarkan bom yang ada di dalam pakainnya. Rupanya dia masih menempelkan bom itu di badannya. Lalu dia menghitung mundur dari lima. Semua yang disitu berlarian keluar.
“kalian lari percuma. Bom ini bisa meletus sampai 200 meter lho”
Sang hakim yang gemuk itu pasrah saja. karena sudah terlambat untuk lari. Dan pada hitungan ke satu. Suara letusan keras terdengar sampai radius 2 kilometer. DUAAARRR.........

M HABIB Amrullah

            6 Oktober 2014

Kumpulan Cerpen; Di tempat ini

Di tempat ini




            Kurasa baru kemarin Aku berada di sini. Menapak tilas kehidupanku yang kurasa tak berubah sampai saat ini. Kurasa baru kemarin. Angin laut merhembus kencang sampai menghantarkan kakiku berpijak di sini. Kali ini mungkin batinku bertanya tanya tentang apa yang ingin Aku lakukan setelah ada disini. Tapi tentu jawabanku pasti. Melakukan sesuatu untuk sesuatu.
            Masalahnya apa sesuatu itu? apa arti kata sesuatu itu? akankah sesuatu itu menghantarkanku ke arah yang lebih baik? Atau justru sesuatu itu menjerumuskanku ke dasar gua yang gelap? Entahlah. Saat berada di sini Aku bingung mau melakukan apa? Apa yang harus di lakukan? Aku melakukan untuk apa? Dan berbagai pertanyaan yang hampir serupa tapi intinya berbeda. Lalu bagaimana? Tentunya hanya Aku yang tau jawabannya. Aku yang tau jawaban dari pertanyaanku sendiri. Hanya saja. aku kurang yakin untuk menjawab sekarang karena aku belum berbuat sesuatu tentang apa yang harus kulakukan.atau aku harus jawab dulu baru aku melakukan. Kebimbangan itulah yang selalu muncul saat berhadapan dengan pilihan yang sulit.
            Terasa sudah satu jam aku disini. Sedang aku belum melakukan sesuatu. Tapi tampaknya ada seorang yang kemari. Seorang lelaki muda yang berpakaian sederhana. Dengan sorot mata yang seperti kebanyakan orang lakukan dengan teman dekat mereka. Dia terus mendekat menghampiriku. Aku tahu siapa dia. Dia yang selama ini membantuku untuk menemukan jalan keluar dari segala permasalahan yang sering ku alami sepanjang hari.
            Dia menyapa seperti biasa. Ku balas sapaannya dan kami duduk di sebuah bangku yang ada di tempat ini.
“masihkah engkau merasa bimbang”  dia mulai mengawali pembicaraan
“ya, bukannya aku setiap saat seperti ini. Meski diriku yang satunya tidak sadar jika selama ini dia selalu di uji dengan pilihan-pilihan”
“benar juga sih, tapi bukannya kau sudah berpengalaman tentang masalah yang menimpamu dan juga dirimu?”
“tapi biasanya kita selalu berdebat. Kadang kita menemukan jalan keluar. Kadang perdebatan itu juga menemukan jalan buntu. Sehingga pilihan akhirnya adalah menghindar dari ketidakpastian tersebut”
Lelaki muda itu agak sedikit tersenyum. Sepertinya dia memikirkan sesuatu yang sulit di tebak.
“lalu” dia kembali bicara “bagaimana setelah engkau memperoleh jalan keluar tentang masalah tersebut?”
“tentu sebagaimana yang kau tahu. Kadang kami melakukannya. Dan tidak jarang kami bungkam dan tidak melakukannya. Sulit aku mempengaruhi aku yang lain. Dimana aku dan aku yang satunya sudah susah payah memikirkan yang menurut kami para aku adalah baik untuk aku yang satunya”
“sejatinya bukankah begitu”
“tentang apa?”
“musuh utamamu adalah dirimu. Bagaimana kau tidak akan sanggup melangkah keluar sebaik ataupun sebanyak apapun sesuatu yang kau punya jika kau tidak bisa melewati gerbang yang ada pada dirimu”
“maka dari itulah aku aku kesini. Aku bertukar tempat untuk menjajal seberapa sulitnya di tempat ini. Menjadi diriku yang utuh dengan sesuatu yang ada pada diriku. Tapi itu pikiranku sebelum berada disini”
Lalu suasana menjadi hening. Mulutku diam beberapa saat. Tempat ini kurasa sangat berbeda dan penuh dengan liku. Terasa ramai tapi sebenarnya hampa buatku. Desahan yang menampar rerumputan. Membuatnya melambai seperti memberi isyarat agar aku tidak ragu. Hari selalu berjalan terus dan kesempatan juga silih berganti berdatangan seperti ketukan jarum jam. Betapa banyaknya. Tapi yang di manfaatkan tidak lebih dari yang di harapkan.
“setelah disini” sambungku kembali ”aku merasakan perasaanyang diriku satunya rasakan. Aku merasakan betapa susahnya menjadi diriku yang berada di garis depan. Dimana tekanan bertubi-tubi menderu bagai hujan. Dimana aku juga harus berhadapan dengan orang lain yang juga sama denganku dan tentu dengan pikiran yang berbeda. Aku terkejut. Aku hampir tak percaya ketika kakiku beserta kesadaranku berpijak disini. Aku tak tau apa yang harus kulakukan. Karena dunia ini sangat berbeda dengan dunia yang ada di dalam diriku. Dimana aku bebas bermimpi, berpendapat, bersepakat, dan membayangkan apa yang aku inginkan. tapi disini mustahil melakukan sesuatu itu dengan pegorbanan kecil. Tidak seperti halnya duniaku yang cukup mengkhayalkannya saja semua bakalan jadi kenyataan. Tapi disini. Perlu sesuatu yang besar agar sesuatu yang kuinginkan di duniaku menjadi nyata di dunia ini. Karena aku juga harus melawan keinginan orang lain serta memerlukan orang lain”
“jadi....”
“jadi aku sudah tahu jawabannya”
“tentu saja. hanya kau yang tahu jawaban atas pertanyaanmu. Jadi seperti biasa. Aku hanya menjadi media saja atas segala permasalahanmu”
aku tersenyum dan dia juga tersenyum. Dia berdiri dan meninggalkanku pergi dalam keputihan yang terlihat jauh di mataku. Aku masih duduk di tempat ini. suasana sekitar tadi tampak hening. Aku belum sepenuhnya ada di dunia ini. hanya tubuhku, namun kesadaranku masih setengah saja yang merasuk. Tak lama. Lolongan anjing membuyarkan lamunanku. Sebuah troli langsung terdengar berderet dengan gesekan aspal yang memuai tersiram panas teriknya sang surya. Seorang anak bermain dan berlari di sekitar tempat ini. lampu merah juga senantiasa menertibkan lalu lintas agar jalanan aman dan nyaman. Tukang asongan keliling juga sudah pada berkeliling menjajakan makanannya. Orang-orang kantoran sudah pada pergi kerja dengan dasi yang menempel di kerah mereka. Seluk beluk kehidupan yang komplek dengan dengan orang-orang yang berbeda idiologi dan serta pemikiran. Mereka juga ingin mewujudkan keinginannya. Dengan berjuang dengan dengan apa yang bisa mereka lakukan dan tentu dengan usaha masing-masing orang. Begitu juga aku. Aku sudah mempunyai banyak keinginan. Tinggal bagaimana dan cara apa yang akan aku lakukan untuk mewujudkannya di dunia ini.

M HABIB Amrullah
Surakarta, 17 oktober 2014

Selasa, 03 November 2015

Kumpulan Cerpen; BERSIH

BERSIH

           
            Rumahnya tampak selalu bersih. Dilihat dari segala sisi. Sama sekali tak ada bercak atau debu yang mengotori temboknya. Tamannya dihias sedemikian rupa. Sehingga tampak elok dan menyegarkan mata orang yang melihatnya. Lantai keramik juga mengkilap karna sekurang-kurangnya di pel tiga kali. Yang punya rumah bernama pak popo. Konon dia adalah keturunan dari cina, meski ada campuran dari indonesia. Tapi tetap saja karna dari cerita mbahnya mbah pak popo dulu adalah warga cina yang bermigrasi ke indonesia. Berkat itu, dia punya ciri khas dengan mata sipitnya dan kerja kerasnya.
            Pak popo orangnya rapi. Suka kebersihan dan menjadi moto dalam hidupnya. Acapkali saat dia menemui tempat yang kotor. Langsung saja dia bersihkan sendiri. Kadang orang lain yang tak sengaja melihat juga ikut membantu membersihkan. “bersih itu sehat, jadi apa salahnya saya bersih-bersih. Saya juga nggak pilih tempat kalau mau bersih-bersih. Pokoknya, apa yang menurut saya kotor pasti akan saya bersihkan” katanya kepada orang yang menanyainya karna menganggap apa yang dilakukan pak popo terlalu berlebih-lebihan. Meski begitu, Orang yang berada di dekat rumah pak popo maupun penduduk RT setempat tetap senang. Mereka merasa senang jika melihat pak popo bersih-bersih sampai ke jalan. Orang lain yang juga berkesempatan dan memiliki waktu luang juga ikut membersihkan jalanan. Lama-kelamaan semua orang gotong toyong ikut membantu membersihkan selokan dan memotong rumput liar. Semua bekerja. Tak ada yang tidur di kamar maupun menonton TV di ruang keluarga. Tidak ada yang bermalas-malasan. Semua tertuju pada kegiatan bersih-bersih. Pak RT juga tiba-tiba datang dan memberi apresiasi. Pak popo sebagai warga kampung itu dinilai sangat berpengaruh. Hampir semua orang membicarakannya dan selalu menghormatinya. Tapi pak popo tak tinggi hati. Dia tak peduli akan sanjungan dan tetap melaksanakan rutinitasnya.
            Sehabis kerja bakti biasanya ibu-ibu sudah menyiapkan minuman dan snack yang disiapkan dari urunan per-rumah. Istri pak popo juga membawakan gorengan dan es blewah. Kampung itu seperti keluarga besar. Tak ada rasa bermusuhan antara satu dan lainnya. Mereka makan dan minum, mengobrol, bercanda tanpa ada batas sosial
yang menghalangi. Pak popo juga sama halnya dengan mereka. Dia tetap memandang semua orang sama dan tak ada yang patut di beda-bedakan. Pada acara kumpul itu pak popo Cuma makan sedikit lalu pamit pulang dulu. Sementara seluruh warga masih berada di sana.
            Selain kebersihan lingkungan. Pak popo juga meperhatikan pola makan dan istirahat yang teratur. Istrinya sudah pulang kerumah dan mengambil sapu untuk membersihkan rumah lagi, padahal sejam yang lalu sudah di bersihkan. Beruntung pak popo memiliki istri yang kepribadiannya mirip dengannya. Dan selalu membantunya bersih-bersih.
            Di suatu waktu. Tanpa di duga pak popo jatuh sakit. Badannya lemas dan tubuhnya menggigil. Istrinya kaget karna melihat suaminya terbaring sakit sampai tak bisa berdiri. Dia mulai bingung melihat pak Popo, karna setahunya selama ini dia tak pernah sakit. Lama-lama penduduk desa mulai tahu. Semua geger dan seakan tak percaya. Tapi setelah berkunjung kerumahnya. Ternyata benar. Pak Popo sedang terbaring lemas di kasurnya. Akhirnya masalah ini menjadi buah bibir. Para ibu-ibu tak hentinya menggosip. Banyak orang yang berpendapat, mulai dari yang masuk akal sampai yang tidak masuk akal.
“padahal pak popo sangat memperhatikan kebersihan. Dia juga selalu bilang bahwa itu membuat kita sehat dan terhindar dari penyakit. Buktinya, sekarang kayak orang sekarat. Jadi bersih, kotor itu sama saja. Tetap saja penyakit itu datang”
“mungkin benar kata sponsor di TV. Bahwa kuman telah ber-evolusi. Mungkin juga kuman-kuman sudah pada pinter dan sebagian beralih tinggal di tempat yang bersih. Gara-gara tempat yang kotor jumlah penduduknya sudah kebanyakan”
“jadi percuma dong bersih-bersih atau enggak. Kita juga bisa sakit kapan saja”
“mungkin ini yang dinamakan takdir mubrom. Sekeras apapun usaha manusia, pasti ketetapan tuhan itu tetap”
“paling ini cobaan dari tuhan. Sepertinya pak popo sedang di uji karna ketekunannya menjalankan perintah-Nya, yaitu kebersihan. Karna tuhan cinta yang bersih”
Orang-orang saling debat dan menyimpulkan kejadian ini dengan pikiran masing-masing. Meski itu Cuma akal-akalan dan tak terbukti nyata. Tapi tak ada yang mencegah. Semua berjalan teratur hingga 4 hari berlalu dan pak Popo masih sakit.
            Istri pak popo mulai khawatir. Begitu juga penduduk sekitar dan warga kampung. Selokan yang dulunya terlihat bersih sekarang buntet oleh sampah yang ber-ceceran. Halaman rumah-rumah warga banyak yang kotor. Sekarang para warga sudah tak mau bersih-bersih karna takut jika mengalami apa yang dialami pak Popo. Tetapi istri pak popo tetap bersih-bersih dan tetap menjadi rumah terbersih sekampung.
“apa penduduk desa masih suka bersih-bersih” kata pak popo sewaktu itu. Istrinya Cuma menggelengkan kepala. Sedangkan pak popo seperti bertambah lesu, seperti menyimpan hal yang disayangkan dan agak timbul penyesalan.
“gimana ini.......kok jadi begini.........biarin......biarin........” gumam pak popo yang saat itu istrinya juga mendengarnya. Tapi dia Cuma terdiam
“biarinnn.......aku toh sudah.........biarin.......” gumamnya lagi, kali ini lebih pelan. Istrinya tetap diam karna tak mengerti apa yang dikatakan pak Popo. Dia malah menangis melihat sakit suaminya itu yang makin menjadi. Padahal pak Popo sebenar-nya masih muda. Sekitar 30 tahun lebih beberapa bulan. Mungkin itu yang membuat orang lain khawatir untuk bersih-bersih. Di usia semuda itu. Sangat jarang terjadi sakit keras seperti itu, kecuali memang kalau penyakit keturunan atau karna memang sakit yang terpendam. Tapi pak Popo yang sehat bugar, selalu bersih-bersih dan selalu menjaga pola makan  malah kena penyakit begituan yang entah apa namanya.
            Besoknya dibawalah pak Popo ke dokter. Pak RT yang juga cemas meminjamkan mobilnya dan juga ikut membawanya. Disana dia di periksa, biaya pengobatan dan lainnya di tanggung pak RT. Dia berharap pak Popo bisa sembuh dan mengajak warga sekampung bersih bersih lagi. Karna keadaan lingkungan disana sangat memprihatinkan. Pemeriksaan selesai. Pak RT dan istri pak Popo di panggil untuk menghadap dokter. Setelah bertemu dan berjabat tangan. Dokter itu mempersilakan ke-2 nya duduk.
“sebenarnya suami saya itu sakit apa dok?” tanya istri pak Popo membuka pembicaraan
“setelah saya periksa. Suami ibu ini sepertinya tidak mengalami penyakit apa-apa. Semua normal. Tapi dilihat dari luar, keadaannya memang kritis. Kalau menurut saya pak Popo ini mengalami penyakit yang langka”
“apa itu dok” tanya istri pak Popo
“penyakit kebersihan. Menurut saya, pak popo ini terlalu fanatik dengan namanya ‘bersih’. Pikirannya ngadat karna dihantui rasa was-was jika ada kotoran yang ia lupa bersihkan. Itulah yang membikinnya jadi seperti ini. Seluruh organnya baik tapi di satu sisi, entah itu adalah salah satu sarafnya atau zat lain yang membentuk suatu tanda agar pak popo selalu ingin semuanya itu bersih. Baik apapun dan bagaimanapun. Bisa di bilang. Baru kali ini saya menemui penyakit ini. Nama penyakitnya belum ada, jadi saya namai sendiri”
“apa penyakit ini bisa sembuh Dok?”
tanya pak RT yang semenjak tadi terus merasa khawatir. Bahkan melebihi istrinya pak popo
“setiap penyakit pasti ada obatnya. Karna ini penyakit baru, tentunya saya tak mau asal memberi obat. Jadi, tanya saja sama orang yang lebih tau atau mungkin orang yang lebih profesional. Saya disini hanya mampu menyimpulkan penyakitnya. Kurang lebih ya sudah saya jelentrehkan. Kalau masalah penyembuhan saya takutnya kalau nanti malah overdosis karna salah resep. Semoga ibu dan bapak ini maklum karna kemampuan saya yang juga terbatas”
Lalu mereka berjabat tangan lagi. Sambil ke duanya mengucap terimakasih kepada dokter itu. Pak RT dan istri pak Popo pun pulang membawa pak Popo yang sudah tak sadarkan diri semenjak di rawat tadi. Mereka membawanya ke dalam mobil sambil menidurkannya di kursi tengah sambil di pegangi oleh istri pak Popo agar pak Popo tidak terjatuh. Ke dua orang itu lalu bingung mau di bawa kemana agar pak Popo bisa sembuh.
            Salah satu warga mengusulkan agar pak Popo di bawa ke psikolog. Pak RT yang awalnya tak setuju menjadi setuju karna dipaksa setuju. Warga kampung yang tak acuh dulunya akan masalah pak Popo. Kini berbondong-bondong memberi bantuan. Mereka sudah tau penyakit pak Popo bukanlah suatu penyakit. Dan itu hanyalah seperti orang yang kebanyakan pikiran. atau sebatas hal yang  sepertinya itu memang harus terjadi dan bukan  penyakit. Dan memang pak Popo seharusnya tidak terkena penyakit. Itulah yang di percaya para warga. Orang-orang yang dulunya sok menyimpulkan penyakit pak Popo Cuma diam dan merasa bersalah. Akhirnya semua orang melaksanakan bersih-bersih. Tak ada yang malas-malasan ataupun Cuma diam di rumah. Semua bekerja dengan senang. Itu juga diharapkan akan membantu pak Popo supaya lekas sembuh.
            Saat semua warga sedang sibuk. Pak Popo yang sekarang masih tak sadarkan diri itu di bawa ke tempat psikolog. Di sana, awalnya psikolog itu bingung. Kenapa orang yang sakit keras begini malah di bawa kemari. Setelah di jelaskan secara rinci oleh pak RT dan istri pak Popo, barulah psikolog itu faham dan mempersilakan mereka duduk. Sementara tubuh pak Popo diminta agar tetap berada di mobil setelah di teliti oleh psikolog itu.
“jadi masalahnya pak Popo ini mengalami sakit kebersihan”
“iya pak, suami saya itu ternyata terlalu fanatik sama kebersihan”
Psikolog itu mengangguk dan menulis pada catatan kecilnya.
“oh Jadi begitu. Ini memang perlu penanganan khusus. Menurut saya, obat tak akan ampuh untuk bapak ini. Saya sebenarnya Cuma menimbang-nimbang saja. tapi yang jelas ini tidak perlu menggunakan obat. karna tak ada virus atau masalah apapun pada jasadnya dan juga organ-organnya masih stabil. Jadi tidak perlu obat. Itulah per-timbangan saya karna saya juga baru tahu tentang adanya penyakit ini”
“jadi gimana pak” kata istri pak Popo
“begini, kalau saya simpulkan dari beberapa difinisi dan hipotesis. Kemungkinan terbesar adalah memang dari faktor mentalnya yang tak siap. Bapak ini fisiknya memang sudah mumpuni untuk menghadapi kebersihan itu. Tapi dari dalam mentalnya keroak karna tak ada kemantapan dan kesaling pahaman antara mental dan fisiknya sehingga menjadi miss atau bisa di umpamakan, kurang koordinasinya. Jadi bapak ini mengalami disfungsi kinerja tubuh. Tubuhnya kuat tapi mentalnya tempe. Apa kalian paham semua yang saya jelaskan tadi”
Dua orang itu menggeleng.
“paham tak paham itu tak pentinglah. Yang jelas bapak ini harus segera di tangani. Terutama mentalnya. Karna faktor dari dalam akan  perbengaruh nantinya di luar”
“jadi saya harus mengobati mentalnya”
kata Pak RT yang mencoba memahaminya walau memang sedikit agak memaksa.
“bisa dibilang begitu”
“terus gimana caranya” tanya pak RT
“obatnya saya rasa dari orang terdekatnya saja. mungkin dari keluarga, teman atau saudara. Pokoknya mental bisa di benahi dengan orang yang sudah dianggap dan di percaya oleh pak Popo. Seperti ibu bapak ini. Kalau saya jelas nggak bisa. Karna kenal saja tidak”
“Jadi obatnya dari saya dan orang-orang terdekatnya begitu” kata istri pak Popo
“ya”
“tapi gimana caranya!!?...... apa Cuma di pentelengi. Di entutin. apa dibacai yasin. Diapain gitu loh.... yang jelas... jangan mental-mental terus. Kasih tau caranya juga”
 Bentak pak RT yang kesabarannya mulai habis karna mendengarka penjelasan yang begitu rumit. Istri pak Popo mencoba menenangkannya. Psikolog Cuma mengangguk faham apa yang disampaikan pasiennya.
“jujur saya juga tidak tau caranya pak. Maka dari itu, harapan saya anda atau orang lain yang menemukannya dan bisa menyembuhkan pak Popo. Masalahnya penyakit ini baru saja terjadi dan sangat sulit mengetahui cara apa yang ampuh untuk masalah ini. Cuma saya sudah mempunyai titik terang. Dan yakin kalau ini masalah mentalnya”
Psikolog itu bicara terus terang dan kali ini kata-katanya mudah untuk di pahami.
“jadi kita yang harus menemukan obatnya” kata istri Pak Popo
“betul dan hanya inilah yang bisa saya sampaikan. Jadi mohon maaf kalau ada kekurangan dan tolong jangan marah-marah”
“iya pak terimakasih” sambil istri pak popo menyodorkan amplop tebal.”kembaliannya ambil saja, saya ikhlas kok”
“wah... terimakasih bu” psikolog itu tampak senang sambil garuk-garuk kepala. Sedangkan pak RT sudah berada di luar bersama pak Popo yang masih saja terbaring. Setelah keduanya pergi, barulah psikolog itu berani membuka isi amplop itu. Dikira isinya ratusan ternyata Cuma uang seribuan 30 lembar.”kurang ajar” batinnya.
            Setelah pak RT memberi tau apa yang harus dilakukan kepada pak Popo. Banyak orang yang mencoba menyembuhkan dan mendatangi rumahnya. Mereka semua kesana bukan hanya sekedar menjenguk, kadang mereka memberikan lelucon atau hal yang menyangkut tentang kebersihan. Bukan hanya orang dewasa, tapi anak-anak pun juga ikut bertindak. Mereka bernyanyi dan menari. Ibu-ibu pada membawa makanan. Semua antusias. Rupanya pak Popo belum sadarkan diri juga. Kulitnya yang kuning berubah pucat. Namun detak jantung dan nafasnya masih teratur. Orang-orang tak putus asa. Mereka mulai menggelar wayangan di rumah pak Popo. Ada yang sholat berjama’ah sekalian mengadakan pengajian. Doa bersama untuk pak Popo. Hajatan, Arisan, Nganten, pidato. Pokoknya selama 24 jam tidak ada jam kosong. Semua dilakukan dirumah pak Popo. Bergilir dan terjadwal secara sistematis. Tujuannya Cuma satu. Yaitu mengharapkan agar pak Popo bisa sembuh.
            Seminggu sudah pak Popo sakit. Sebagian orang putus asa. Sedangkan istrinya Cuma menangis. Pak RT juga hampir menyerah. Mungkin ini memang takdirnya. Dia berharap ada orang lain yang bisa menyembuhkannya. Warga yang amat disukainya. Semoga ada harapan. Meski Cuma setitik, Itu tetap harapan. Dunia ini tak ada yang mustahil. Yang penting berjuang. Melakukannya dengan benar disertai dengan doa. Dengan itu peluang selalu ada. Sama seperti sakitnya pak Popo. Meski di anggap baru. Tapi jalan keluar mestinya tetap ada. Ia harus yakin. Semua juga yakin. Lalu pak RT melakukan rapat besar. Yang di panggil adalah seluruh warga kampung tak terkecuali manula dan anak-anak. Semua boleh usul. Boleh berikrar. Memberi saran atau mengkritik. Yang penting permasalahan pak Popo segera selesai. Di situ juga di datangkan beberapa orang ahli filosofi. Suasana menjadi ramai. Banyak yang memberikan saran dan rujukan.
“nyawanya harus segera di selamatkan. Kalau memang tak ada yang bisa, maka tunggu saja sampai ada yang bisa!”
“bawa saja ke dukun atau paranormal. Bisa jadi ada orang syirik yang menyantetnya”
Dari pojok podium seseorang bicara
“mendingan kita panggil ustadz atau para ulama. Mungkin dia kerasukan”
Lalu dari depan, orang yang tadinya menahan diri agar tak bicara malah ikut-ikutan.
“menurut saya. Kita serahkan kepada Tuhan yang maha esa. Biarlah ini berjalan seperti alakadarnya. Toh kita sudah berusaha. Hasilnya biar Tuhan yang mengatur”
“tapi kalau begitukan sama saja menyerah pada takdir. Serahkan sih serahkan. Tapi harus tetap diselingi dengan usaha”
“trus gimana?”
“orang nggak tau kok ditanya”
“begini saja. kita pecahkan masalah intern dulu. Baru kita sangkut masalah ekstern.”
“ekstern intern apaan. Wong Cuma membahas masalah tentang kesehatan”
“sudah-sudah. Mendingan menurut pendapat saya saja. taruh ke dukun atau paranormal”
“saya tidak setuju........”        “setuju saja”        “tidak. Aku setuju.........”                     “aku nurut voting terbanyak”                 “golput aja”         “bukan. Yang benar begini......”                 “salah. Bukan. Tapi betul”            “oke-oke. Saya nggak terima....”
Orang-orang makin ribut. Banyak orang yang memberikan pikirannya. Rapat jadi tak efisien dan hampir kacau. Pak RT selaku pemimpin mencoba menenangkan suasana yang kalangkabut. Setelah suasana sudah cukup tenang. Pak RT lalu menyerahkan kesimpulan itu kepada para filosof yang sudah di undang. Memang diantaranya juga terjadi perdebatan yang luamayan panjang. Karna situasi yang mendesak, maka mereka mulai sepakat dan mulai menyimpulkan. Salah satu yang tertua dari mereka di beri kesempatan maju ke depan. Mencoba mengecek mikrofon dengan mengetuk-ngetuknya. berdehem sebentar lalu memulai berbicara.
“dari argument yang dihasilkan. Dengan ini, kami menetapkan bahwa. Sebenarnya pak Popo tidak sakit. Dia sembuh dan normal. Hanya saja mengalami kelelahan. Bisa juga di sebut hibernasi. Pak Popo ini mengalaminya karena dia merasa sudah melakukan tugas yang diperintahkan oleh alam bawah sadarnya. Yaitu kebersihan. Dia sudah merasa terbebas dari belenggu itu dan mencoba mencari sensasi untuk menyegarkan diri. Setelahnya dia merasa tenang dan hidupnya serasa sudah tak lagi ada beban. Dia berpikir sudah melaksanakan dan melakukan semuanya. Dia merasa puas dan hidup di bawah angan-angan yang tak terjangkau oleh kita. Inilah menurut pendapat para filosof. Kejadian ini sangatlah biasa terjadi oleh siapa saja. pak Popo begitu karena Cuma ingin menemukan ketenangan. Dia mau istirahat setelah seleasai melaksanakan asanya. Jadi tolong semua orang yang ada disini mengerti dan tak perlu khawatir. Semua pasti berjalan lancar. Kita tinggal menunggu pak Popo jenuh dalam tidurnya. Pasti nantinya dia akan merasa ingin bersih-bersih lagi”
Semua yang disana diam. Mereka pada takjub dan terpesona. Kata-kata yang di ucapkan filosof itu seperti angin dingin yang menerpa hati mereka yang panas. Suasana hening beberapa saat. Suasana mulai pecah disaat orang-orang mulai bertepuk tangan. Mereka bersorak dan pak RT tersenyum puas. Usulan filosof memang jitu. Sementara filosof itu kembali ke podium sambil melambai-lambaikan tangan. Keputusan sudah diambil, semua puas karena keadilan sudah tercipta. Di akhir acara, rapat itu selesai dan semua pulang ke tempatnya masing-masing. Para filosofi yang di undang di beri tambahan bonus agak banyak. Mereka juga di beri rokok dan bebrapa snack tambahan. Pak RT rupanya senang karena mereka sudah membuat keputusan yang baik.
            Hari-hari telah berlalu. Sudah sebulan pak Popo tertidur. Semuanya masih berharap. Mereka setiap hari selalu bersih-bersih. Tidak kendur dan tetap semangat tanpa mengeluh. Mereka berpikir mungkin dengan cara itulah agar pak popo dapat segera bangun dan berbaur lagi dengan masyarakat. Rumah pak Popo juga tak pernah sepi dari pengunjung. Kurang lebih ada 4 sampai 5 warga yang datang menjenguk. Sesekali mereka membawa uang dan makanan. Kadang yang datang menjenguk juga membantu bersih-bersih rumah. Biasanya membantu merawat tamannya, ada yang ngepel, nyuci baju dan mereka semua tak butuh bayaran. Itu di maklumi saja sama istri pak Popo. Dia Cuma berterimakasih karna sudah banyak membantunya.
Di lain pihak, pak RT pada malam hariya bermimpi. Dia berada di suatu tempat yang tidak di kenal. Semua yang saat itu dilihat pak RT berwarna putih termasuk dirinya sendiri. Pak RT sama sekali tak tahu jika dia sedang bermimpi. Dia Cuma bengong sambil mengamati apa yang terjadi disitu. Tentunya tidak begitu jelas karna semua serba putih. Mulai dari tanahnya, lampu, batu air. Semuanya putih dan tidak memiliki warna lain sehingga sulit membedakan satu sama lainnya. Agak lama setelah memandangi sekeliling. Barulah matanya samar-samar menangkap seseoarang yang seperti sedang duduk di pinggiran danau yang juga sama putihnya dengan lainnya. Pak RT kaget. Tak salah lagi, dia hafal betul. Pertama dia mengucek matanya beberapa kali. Tak puas dia tapuk pipinya juga tapi tetap saja dia melihat orang itu sedang duduk-duduk. Dia masih terduduk di situ. Ya, tak salah lagi. Itu pak Popo. Kenapa bisa sampai disini? Pak RT yang dihantui rasa penasaran mendekat pelan-pelan. Karna jalanan yang samar-samar dan tak bisa di bedakan membuatnya tersandung beberapa kali bahkan dia seperti menabrak sesuatu. Tapi entah apa. Yang jelas dia tak mau memikirkan nya dan terus memlototi orang yang dianggapnya pak popo tadi agar tak hilang dari pandangannya. Setelah sampai didekatnya. Dia langsung ikut duduk di sebelah orang yang ternyata memang Pak Popo. Perasaan pak RT saat itu sangat senang. Dia melihat wajah pak Popo berseri-seri. Lantas pak Popo juga menoleh kearah pak RT.
“kenapa bapak bisa sampai ke sini?” tanyanya
“seharusnya saya yang tanya kenapa kamu ada di sini”
Pak Popo hanya tertawa kecil. Suasana hening sebentar.
“inilah tempat yang kuidam-idamkan dulu. Lihatlah sekelilingmu. Tak ada kotoran satupun disini. Semua sudah bersih tanpa aku harus bersihkan lagi. Tak akan bisa kotor karna kotoran disini juga bersih. Semua bersih, putih dan menyenangkan. Lihatlah keindahannya. Aku senang hidup disini karna sudah merasa cukup”
Pak RT mengrenyitkan dahinya. Barulah dia tahu selama ini pak Popo sedang berada di sini dan meninggalkan dunia sana.
“bukannya kamu suka bersih-bersih. Disini kamu tak bisa melakukan itu. Selain itu, banyak yang ada di sana menginginkan kamu balik. Kasihan istrimu. Semua yang Disana juga ingin kerja bakti bersama lagi. Kamu disini memang untung. Tapi yang di sana buntung. Kamu masih diperlukan untuk membimbing mereka. Tak hanya itu. Disini kamu juga kesepian. Jadi ayo pulang”
“aku disini tak sendiri. Coba Pak RT melihat sekeliling lagi”
Pak RT kembali memandang sekeliling. Ternyata memang ada banyak orang disini. Mungkin tadi tidak terlihat karna pak RT tidak begitu memperhatikan karena warnanya berbaur dengan sekitar.
“Pak RT. Bukannya aku tak mau pulang. Cuman inilah tempatku. Manusia sebenarnya hidup untuk menempuh suatu tujuan. Sedangkan tujuanku berada disini. Meski harus meninggalkan orang terdekat kita. Kalau ada pertemuan pasti ada perpisahan. Jadi jangan terlalu di pikirkan. Meski kehadirannya di tolak. Perpisahan pasti tetap terjadi. Setiap orang tak akan selamanya bersama karena setiap manusia itu hidup berkelana. Sedang batas muara ku berada disini. Ini pilihanku, ini hakku sebagai manusia yang merdeka. Aku memilih dengan mengorbankan yang disana. Seharusnya yang disana bisa mengerti. Kalau mau kerja bakti apa repotnya. Cuma dikerjain aja“
“kalau tempat ini yang jadi keinginanmu. Itu tak masalah. Aku sama sekali tak melarang. Tapi pikirkan yang disana. Kamu masih di butuhkan. Selesaikan dulu tugasmu. Baru kamu boleh bersenang-senang disini sekehendakmu. Jangan mengabaikan realita. Ingatlah kenyataan”
“masak bapak nggak tau. Sebenarnya ini kenyataan. Ini sudah jadi takdirku berada disini dan memang saya harus disini. Apa yang bapak ungkapkan hanyalah opini. Kenapa mereka masih butuh saya?. Saya disini sudah tenang dan tentram. Sangat lucu bila saya sudah meninggalkan mereka. Sudah pasrah dengan niatan baik. Tiba-tiba datang nyelonong kesana lagi. Mana ada yang kayak gitu. Coba saja para ilmuan yang tersohor seperti graham bell. Dia masih di butuhkan tapi sudah meninggal. Apa mau dia yang sudah meninggal disuruh balik? Kan lucu”
Pak RT hanya diam. Dia berpikir agak lama. Mungkin betul apa yang disampaikan Pak Popo. Dia sudah selesai.kalau diibaratkan sama dengan dia telah menyentuh garis finish. Tak mungkin dia diganggu dan di suruh melakukan sesuatu lagi.
“baiklah jika itu maumu, pak RT juga nggak mau maksa” lalu pak RT beranjak pergi meninggalkan pak Popo yang masih duduk di pinggiran danau.
“kalau kamu berubah pikiran. Kamu bisa balik kapan saja. yang jelas semua masih tetap menunggu”
Tiba-tiba pak RT hilang. Suasana saat itu buyar. Pemandangan sekeliling jadi makin tak jelas. Agak lama. Tanpa di duga pak RT sudah ada di kamarnya. Memang dia sudah di kamar. Tapi perasaannya agak aneh dan beberapa kali pak RT mengolet. Dia melihat jam yang ternyata sudah menunjuk angka 10. Korden semenjak tadi sudah terbuka dan cahaya matahari memenuhi ruangan yang tersirat dari jendela. Pak RT lalu bangkit dan keluar untuk menuju rumah pak Popo. Dia ingin menceritakan mimpi yang barusan di-alaminya kepada istri pak Popo. Sementara istrinya menyuruh untuk makan dulu. Tapi pak RT sudah keduluan berlalu dengan motornya.
            Di jalan seorang warga menyapanya “mau kemana pak?”
Pak RT menghentikan motornya. “mau kerumahnya pak Popo”
“oalah. Pasti mau ketemu sama pak Popo ya”
“bukan. Sama istrinya....... eh, lha kan pak Popo masih koma?”
“waduh. Masak pak RT belum tau. Pak Popo kan tadi pagi sudah siuman”
Mendengar kabar itu, pak RT jadi tak habis pikir. Dia senang, Cuma ada sedikit rasa dongkol yang menjamah sum-sum tulangnya.
“katanya mau enak. Mau tentram. Sok berkelana mengorbankan segalanya. Semua katanya sudah selesai. Akhir-akhirnya juga mau balik”
“apa pak?” warga itu bingung mendengar pak RT bicara sendiri
“oh bukan. Nggak ada apa-apa kok.... terus pak Popo sekarang ngapain?”
“lagi mbersihin rumah”
“lha kok dia bisa bangun? Emang di apain?”
“ditailnya saya nggak begitu tau pak. Tapi yang jelas. Kata orang-orang pak popo
Bangun-bangun sendiri”
“bangun sendiri?”  ulang pak RT
“ya, terus pas ditanya kenapa. Jawabnya simpel banget”
“apa?” pak RT semakin penasaran
“katanya........ ada tugas yang belum selesai”
           
M HABIB Amrullah.

            7 maret 2014