Rumahnya tampak selalu bersih.
Dilihat dari segala sisi. Sama sekali tak ada bercak atau debu yang mengotori
temboknya. Tamannya dihias sedemikian rupa. Sehingga tampak elok dan
menyegarkan mata orang yang melihatnya. Lantai keramik juga mengkilap karna sekurang-kurangnya
di pel tiga kali. Yang punya rumah bernama pak popo. Konon dia adalah keturunan
dari cina, meski ada campuran dari indonesia. Tapi tetap saja karna dari cerita
mbahnya mbah pak popo dulu adalah warga cina yang bermigrasi ke indonesia. Berkat
itu, dia punya ciri khas dengan mata sipitnya dan kerja kerasnya.
Pak popo orangnya rapi. Suka
kebersihan dan menjadi moto dalam hidupnya. Acapkali saat dia menemui tempat
yang kotor. Langsung saja dia bersihkan sendiri. Kadang orang lain yang tak
sengaja melihat juga ikut membantu membersihkan. “bersih itu sehat, jadi apa
salahnya saya bersih-bersih. Saya juga nggak pilih tempat kalau mau
bersih-bersih. Pokoknya, apa yang menurut saya kotor pasti akan saya bersihkan”
katanya kepada orang yang menanyainya karna menganggap apa yang dilakukan pak
popo terlalu berlebih-lebihan. Meski begitu, Orang yang berada di dekat rumah
pak popo maupun penduduk RT setempat tetap senang. Mereka merasa senang jika
melihat pak popo bersih-bersih sampai ke jalan. Orang lain yang juga
berkesempatan dan memiliki waktu luang juga ikut membersihkan jalanan.
Lama-kelamaan semua orang gotong toyong ikut membantu membersihkan selokan dan
memotong rumput liar. Semua bekerja. Tak ada yang tidur di kamar maupun
menonton TV di ruang keluarga. Tidak ada yang bermalas-malasan. Semua tertuju
pada kegiatan bersih-bersih. Pak RT juga tiba-tiba datang dan memberi
apresiasi. Pak popo sebagai warga kampung itu dinilai sangat berpengaruh.
Hampir semua orang membicarakannya dan selalu menghormatinya. Tapi pak popo tak
tinggi hati. Dia tak peduli akan sanjungan dan tetap melaksanakan rutinitasnya.
Sehabis kerja bakti biasanya ibu-ibu
sudah menyiapkan minuman dan snack yang disiapkan dari urunan per-rumah. Istri
pak popo juga membawakan gorengan dan es blewah. Kampung itu seperti keluarga
besar. Tak ada rasa bermusuhan antara satu dan lainnya. Mereka makan dan minum,
mengobrol, bercanda tanpa ada batas sosial
yang
menghalangi. Pak popo juga sama halnya dengan mereka. Dia tetap memandang semua
orang sama dan tak ada yang patut di beda-bedakan. Pada acara kumpul itu pak
popo Cuma makan sedikit lalu pamit pulang dulu. Sementara seluruh warga masih
berada di sana.
Selain kebersihan lingkungan. Pak
popo juga meperhatikan pola makan dan istirahat yang teratur. Istrinya sudah
pulang kerumah dan mengambil sapu untuk membersihkan rumah lagi, padahal sejam
yang lalu sudah di bersihkan. Beruntung pak popo memiliki istri yang
kepribadiannya mirip dengannya. Dan selalu membantunya bersih-bersih.
Di suatu waktu. Tanpa di duga pak
popo jatuh sakit. Badannya lemas dan tubuhnya menggigil. Istrinya kaget karna
melihat suaminya terbaring sakit sampai tak bisa berdiri. Dia mulai bingung
melihat pak Popo, karna setahunya selama ini dia tak pernah sakit. Lama-lama
penduduk desa mulai tahu. Semua geger dan seakan tak percaya. Tapi setelah
berkunjung kerumahnya. Ternyata benar. Pak Popo sedang terbaring lemas di
kasurnya. Akhirnya masalah ini menjadi buah bibir. Para ibu-ibu tak hentinya
menggosip. Banyak orang yang berpendapat, mulai dari yang masuk akal sampai
yang tidak masuk akal.
“padahal
pak popo sangat memperhatikan kebersihan. Dia juga selalu bilang bahwa itu
membuat kita sehat dan terhindar dari penyakit. Buktinya, sekarang kayak orang
sekarat. Jadi bersih, kotor itu sama saja. Tetap saja penyakit itu datang”
“mungkin
benar kata sponsor di TV. Bahwa kuman telah ber-evolusi. Mungkin juga
kuman-kuman sudah pada pinter dan sebagian beralih tinggal di tempat yang
bersih. Gara-gara tempat yang kotor jumlah penduduknya sudah kebanyakan”
“jadi
percuma dong bersih-bersih atau enggak. Kita juga bisa sakit kapan saja”
“mungkin
ini yang dinamakan takdir mubrom. Sekeras apapun usaha manusia, pasti ketetapan
tuhan itu tetap”
“paling
ini cobaan dari tuhan. Sepertinya pak popo sedang di uji karna ketekunannya menjalankan
perintah-Nya, yaitu kebersihan. Karna tuhan cinta yang bersih”
Orang-orang
saling debat dan menyimpulkan kejadian ini dengan pikiran masing-masing. Meski
itu Cuma akal-akalan dan tak terbukti nyata. Tapi tak ada yang mencegah. Semua
berjalan teratur hingga 4 hari berlalu dan pak Popo masih sakit.
Istri pak popo mulai khawatir.
Begitu juga penduduk sekitar dan warga kampung. Selokan yang dulunya terlihat
bersih sekarang buntet oleh sampah yang ber-ceceran. Halaman rumah-rumah warga
banyak yang kotor. Sekarang para warga sudah tak mau bersih-bersih karna takut
jika mengalami apa yang dialami pak Popo. Tetapi istri pak popo tetap
bersih-bersih dan tetap menjadi rumah terbersih sekampung.
“apa
penduduk desa masih suka bersih-bersih” kata pak popo sewaktu itu. Istrinya
Cuma menggelengkan kepala. Sedangkan pak popo seperti bertambah lesu, seperti
menyimpan hal yang disayangkan dan agak timbul penyesalan.
“gimana
ini.......kok jadi begini.........biarin......biarin........” gumam pak popo
yang saat itu istrinya juga mendengarnya. Tapi dia Cuma terdiam
“biarinnn.......aku
toh sudah.........biarin.......” gumamnya lagi, kali ini lebih pelan. Istrinya
tetap diam karna tak mengerti apa yang dikatakan pak Popo. Dia malah menangis
melihat sakit suaminya itu yang makin menjadi. Padahal pak Popo sebenar-nya
masih muda. Sekitar 30 tahun lebih beberapa bulan. Mungkin itu yang membuat
orang lain khawatir untuk bersih-bersih. Di usia semuda itu. Sangat jarang
terjadi sakit keras seperti itu, kecuali memang kalau penyakit keturunan atau
karna memang sakit yang terpendam. Tapi pak Popo yang sehat bugar, selalu
bersih-bersih dan selalu menjaga pola makan malah kena penyakit begituan yang entah apa
namanya.
Besoknya dibawalah pak Popo ke dokter.
Pak RT yang juga cemas meminjamkan mobilnya dan juga ikut membawanya. Disana
dia di periksa, biaya pengobatan dan lainnya di tanggung pak RT. Dia berharap
pak Popo bisa sembuh dan mengajak warga sekampung bersih bersih lagi. Karna
keadaan lingkungan disana sangat memprihatinkan. Pemeriksaan selesai. Pak RT
dan istri pak Popo di panggil untuk menghadap dokter. Setelah bertemu dan
berjabat tangan. Dokter itu mempersilakan ke-2 nya duduk.
“sebenarnya
suami saya itu sakit apa dok?” tanya istri pak Popo membuka pembicaraan
“setelah
saya periksa. Suami ibu ini sepertinya tidak mengalami penyakit apa-apa. Semua
normal. Tapi dilihat dari luar, keadaannya memang kritis. Kalau menurut saya
pak Popo ini mengalami penyakit yang langka”
“apa
itu dok” tanya istri pak Popo
“penyakit
kebersihan. Menurut saya, pak popo ini terlalu fanatik dengan namanya ‘bersih’.
Pikirannya ngadat karna dihantui rasa was-was jika ada kotoran yang ia lupa
bersihkan. Itulah yang membikinnya jadi seperti ini. Seluruh organnya baik tapi
di satu sisi, entah itu adalah salah satu sarafnya atau zat lain yang membentuk
suatu tanda agar pak popo selalu ingin semuanya itu bersih. Baik apapun dan
bagaimanapun. Bisa di bilang. Baru kali ini saya menemui penyakit ini. Nama
penyakitnya belum ada, jadi saya namai sendiri”
“apa
penyakit ini bisa sembuh Dok?”
tanya
pak RT yang semenjak tadi terus merasa khawatir. Bahkan melebihi istrinya pak
popo
“setiap
penyakit pasti ada obatnya. Karna ini penyakit baru, tentunya saya tak mau asal
memberi obat. Jadi, tanya saja sama orang yang lebih tau atau mungkin orang
yang lebih profesional. Saya disini hanya mampu menyimpulkan penyakitnya.
Kurang lebih ya sudah saya jelentrehkan. Kalau masalah penyembuhan saya
takutnya kalau nanti malah overdosis karna salah resep. Semoga ibu dan bapak
ini maklum karna kemampuan saya yang juga terbatas”
Lalu
mereka berjabat tangan lagi. Sambil ke duanya mengucap terimakasih kepada
dokter itu. Pak RT dan istri pak Popo pun pulang membawa pak Popo yang sudah
tak sadarkan diri semenjak di rawat tadi. Mereka membawanya ke dalam mobil
sambil menidurkannya di kursi tengah sambil di pegangi oleh istri pak Popo agar
pak Popo tidak terjatuh. Ke dua orang itu lalu bingung mau di bawa kemana agar
pak Popo bisa sembuh.
Salah satu warga mengusulkan agar
pak Popo di bawa ke psikolog. Pak RT yang awalnya tak setuju menjadi setuju
karna dipaksa setuju. Warga kampung yang tak acuh dulunya akan masalah pak
Popo. Kini berbondong-bondong memberi bantuan. Mereka sudah tau penyakit pak
Popo bukanlah suatu penyakit. Dan itu hanyalah seperti orang yang kebanyakan
pikiran. atau sebatas hal yang
sepertinya itu memang harus terjadi dan bukan penyakit. Dan memang pak Popo seharusnya
tidak terkena penyakit. Itulah yang di percaya para warga. Orang-orang yang
dulunya sok menyimpulkan penyakit pak Popo Cuma diam dan merasa bersalah.
Akhirnya semua orang melaksanakan bersih-bersih. Tak ada yang malas-malasan
ataupun Cuma diam di rumah. Semua bekerja dengan senang. Itu juga diharapkan
akan membantu pak Popo supaya lekas sembuh.
Saat semua warga sedang sibuk. Pak
Popo yang sekarang masih tak sadarkan diri itu di bawa ke tempat psikolog. Di
sana, awalnya psikolog itu bingung. Kenapa orang yang sakit keras begini malah
di bawa kemari. Setelah di jelaskan secara rinci oleh pak RT dan istri pak
Popo, barulah psikolog itu faham dan mempersilakan mereka duduk. Sementara
tubuh pak Popo diminta agar tetap berada di mobil setelah di teliti oleh
psikolog itu.
“jadi
masalahnya pak Popo ini mengalami sakit kebersihan”
“iya
pak, suami saya itu ternyata terlalu fanatik sama kebersihan”
Psikolog
itu mengangguk dan menulis pada catatan kecilnya.
“oh
Jadi begitu. Ini memang perlu penanganan khusus. Menurut saya, obat tak akan
ampuh untuk bapak ini. Saya sebenarnya Cuma menimbang-nimbang saja. tapi yang
jelas ini tidak perlu menggunakan obat. karna tak ada virus atau masalah apapun
pada jasadnya dan juga organ-organnya masih stabil. Jadi tidak perlu obat.
Itulah per-timbangan saya karna saya juga baru tahu tentang adanya penyakit ini”
“jadi
gimana pak” kata istri pak Popo
“begini,
kalau saya simpulkan dari beberapa difinisi dan hipotesis. Kemungkinan terbesar
adalah memang dari faktor mentalnya yang tak siap. Bapak ini fisiknya memang
sudah mumpuni untuk menghadapi kebersihan itu. Tapi dari dalam mentalnya keroak
karna tak ada kemantapan dan kesaling pahaman antara mental dan fisiknya
sehingga menjadi miss atau bisa di
umpamakan, kurang koordinasinya. Jadi bapak ini mengalami disfungsi kinerja
tubuh. Tubuhnya kuat tapi mentalnya tempe. Apa kalian paham semua yang saya
jelaskan tadi”
Dua
orang itu menggeleng.
“paham
tak paham itu tak pentinglah. Yang jelas bapak ini harus segera di tangani.
Terutama mentalnya. Karna faktor dari dalam akan perbengaruh nantinya di luar”
“jadi
saya harus mengobati mentalnya”
kata
Pak RT yang mencoba memahaminya walau memang sedikit agak memaksa.
“bisa
dibilang begitu”
“terus
gimana caranya” tanya pak RT
“obatnya
saya rasa dari orang terdekatnya saja. mungkin dari keluarga, teman atau
saudara. Pokoknya mental bisa di benahi dengan orang yang sudah dianggap dan di
percaya oleh pak Popo. Seperti ibu bapak ini. Kalau saya jelas nggak bisa.
Karna kenal saja tidak”
“Jadi
obatnya dari saya dan orang-orang terdekatnya begitu” kata istri pak Popo
“ya”
“tapi
gimana caranya!!?...... apa Cuma di pentelengi. Di entutin. apa dibacai yasin.
Diapain gitu loh.... yang jelas... jangan mental-mental terus. Kasih tau
caranya juga”
Bentak pak RT yang kesabarannya mulai habis
karna mendengarka penjelasan yang begitu rumit. Istri pak Popo mencoba
menenangkannya. Psikolog Cuma mengangguk faham apa yang disampaikan pasiennya.
“jujur
saya juga tidak tau caranya pak. Maka dari itu, harapan saya anda atau orang
lain yang menemukannya dan bisa menyembuhkan pak Popo. Masalahnya penyakit ini
baru saja terjadi dan sangat sulit mengetahui cara apa yang ampuh untuk masalah
ini. Cuma saya sudah mempunyai titik terang. Dan yakin kalau ini masalah
mentalnya”
Psikolog
itu bicara terus terang dan kali ini kata-katanya mudah untuk di pahami.
“jadi
kita yang harus menemukan obatnya” kata istri Pak Popo
“betul
dan hanya inilah yang bisa saya sampaikan. Jadi mohon maaf kalau ada kekurangan
dan tolong jangan marah-marah”
“iya
pak terimakasih” sambil istri pak popo menyodorkan amplop tebal.”kembaliannya
ambil saja, saya ikhlas kok”
“wah...
terimakasih bu” psikolog itu tampak senang sambil garuk-garuk kepala. Sedangkan
pak RT sudah berada di luar bersama pak Popo yang masih saja terbaring. Setelah
keduanya pergi, barulah psikolog itu berani membuka isi amplop itu. Dikira
isinya ratusan ternyata Cuma uang seribuan 30 lembar.”kurang ajar” batinnya.
Setelah pak RT memberi tau apa yang
harus dilakukan kepada pak Popo. Banyak orang yang mencoba menyembuhkan dan
mendatangi rumahnya. Mereka semua kesana bukan hanya sekedar menjenguk, kadang
mereka memberikan lelucon atau hal yang menyangkut tentang kebersihan. Bukan
hanya orang dewasa, tapi anak-anak pun juga ikut bertindak. Mereka bernyanyi
dan menari. Ibu-ibu pada membawa makanan. Semua antusias. Rupanya pak Popo
belum sadarkan diri juga. Kulitnya yang kuning berubah pucat. Namun detak
jantung dan nafasnya masih teratur. Orang-orang tak putus asa. Mereka mulai
menggelar wayangan di rumah pak Popo. Ada yang sholat berjama’ah sekalian
mengadakan pengajian. Doa bersama untuk pak Popo. Hajatan, Arisan, Nganten,
pidato. Pokoknya selama 24 jam tidak ada jam kosong. Semua dilakukan dirumah pak
Popo. Bergilir dan terjadwal secara sistematis. Tujuannya Cuma satu. Yaitu
mengharapkan agar pak Popo bisa sembuh.
Seminggu sudah pak Popo sakit.
Sebagian orang putus asa. Sedangkan istrinya Cuma menangis. Pak RT juga hampir
menyerah. Mungkin ini memang takdirnya. Dia berharap ada orang lain yang bisa
menyembuhkannya. Warga yang amat disukainya. Semoga ada harapan. Meski Cuma
setitik, Itu tetap harapan. Dunia ini tak ada yang mustahil. Yang penting
berjuang. Melakukannya dengan benar disertai dengan doa. Dengan itu peluang
selalu ada. Sama seperti sakitnya pak Popo. Meski di anggap baru. Tapi jalan
keluar mestinya tetap ada. Ia harus yakin. Semua juga yakin. Lalu pak RT
melakukan rapat besar. Yang di panggil adalah seluruh warga kampung tak
terkecuali manula dan anak-anak. Semua boleh usul. Boleh berikrar. Memberi
saran atau mengkritik. Yang penting permasalahan pak Popo segera selesai. Di
situ juga di datangkan beberapa orang ahli filosofi. Suasana menjadi ramai.
Banyak yang memberikan saran dan rujukan.
“nyawanya
harus segera di selamatkan. Kalau memang tak ada yang bisa, maka tunggu saja
sampai ada yang bisa!”
“bawa
saja ke dukun atau paranormal. Bisa jadi ada orang syirik yang menyantetnya”
Dari
pojok podium seseorang bicara
“mendingan
kita panggil ustadz atau para ulama. Mungkin dia kerasukan”
Lalu
dari depan, orang yang tadinya menahan diri agar tak bicara malah ikut-ikutan.
“menurut
saya. Kita serahkan kepada Tuhan yang maha esa. Biarlah ini berjalan seperti
alakadarnya. Toh kita sudah berusaha. Hasilnya biar Tuhan yang mengatur”
“tapi
kalau begitukan sama saja menyerah pada takdir. Serahkan sih serahkan. Tapi
harus tetap diselingi dengan usaha”
“trus
gimana?”
“orang
nggak tau kok ditanya”
“begini
saja. kita pecahkan masalah intern dulu. Baru kita sangkut masalah ekstern.”
“ekstern
intern apaan. Wong Cuma membahas masalah tentang kesehatan”
“sudah-sudah.
Mendingan menurut pendapat saya saja. taruh ke dukun atau paranormal”
“saya
tidak setuju........” “setuju
saja” “tidak. Aku setuju.........” “aku nurut voting
terbanyak” “golput
aja” “bukan. Yang benar
begini......” “salah.
Bukan. Tapi betul” “oke-oke.
Saya nggak terima....”
Orang-orang
makin ribut. Banyak orang yang memberikan pikirannya. Rapat jadi tak efisien
dan hampir kacau. Pak RT selaku pemimpin mencoba menenangkan suasana yang
kalangkabut. Setelah suasana sudah cukup tenang. Pak RT lalu menyerahkan
kesimpulan itu kepada para filosof yang sudah di undang. Memang diantaranya
juga terjadi perdebatan yang luamayan panjang. Karna situasi yang mendesak, maka
mereka mulai sepakat dan mulai menyimpulkan. Salah satu yang tertua dari mereka
di beri kesempatan maju ke depan. Mencoba mengecek mikrofon dengan
mengetuk-ngetuknya. berdehem sebentar lalu memulai berbicara.
“dari
argument yang dihasilkan. Dengan ini, kami menetapkan bahwa. Sebenarnya pak
Popo tidak sakit. Dia sembuh dan normal. Hanya saja mengalami kelelahan. Bisa
juga di sebut hibernasi. Pak Popo ini mengalaminya karena dia merasa sudah
melakukan tugas yang diperintahkan oleh alam bawah sadarnya. Yaitu kebersihan.
Dia sudah merasa terbebas dari belenggu itu dan mencoba mencari sensasi untuk
menyegarkan diri. Setelahnya dia merasa tenang dan hidupnya serasa sudah tak
lagi ada beban. Dia berpikir sudah melaksanakan dan melakukan semuanya. Dia
merasa puas dan hidup di bawah angan-angan yang tak terjangkau oleh kita.
Inilah menurut pendapat para filosof. Kejadian ini sangatlah biasa terjadi oleh
siapa saja. pak Popo begitu karena Cuma ingin menemukan ketenangan. Dia mau
istirahat setelah seleasai melaksanakan asanya. Jadi tolong semua orang yang
ada disini mengerti dan tak perlu khawatir. Semua pasti berjalan lancar. Kita
tinggal menunggu pak Popo jenuh dalam tidurnya. Pasti nantinya dia akan merasa
ingin bersih-bersih lagi”
Semua
yang disana diam. Mereka pada takjub dan terpesona. Kata-kata yang di ucapkan
filosof itu seperti angin dingin yang menerpa hati mereka yang panas. Suasana
hening beberapa saat. Suasana mulai pecah disaat orang-orang mulai bertepuk
tangan. Mereka bersorak dan pak RT tersenyum puas. Usulan filosof memang jitu.
Sementara filosof itu kembali ke podium sambil melambai-lambaikan tangan.
Keputusan sudah diambil, semua puas karena keadilan sudah tercipta. Di akhir
acara, rapat itu selesai dan semua pulang ke tempatnya masing-masing. Para
filosofi yang di undang di beri tambahan bonus agak banyak. Mereka juga di beri
rokok dan bebrapa snack tambahan. Pak RT rupanya senang karena mereka sudah
membuat keputusan yang baik.
Hari-hari telah berlalu. Sudah
sebulan pak Popo tertidur. Semuanya masih berharap. Mereka setiap hari selalu
bersih-bersih. Tidak kendur dan tetap semangat tanpa mengeluh. Mereka berpikir mungkin
dengan cara itulah agar pak popo dapat segera bangun dan berbaur lagi dengan
masyarakat. Rumah pak Popo juga tak pernah sepi dari pengunjung. Kurang lebih
ada 4 sampai 5 warga yang datang menjenguk. Sesekali mereka membawa uang dan
makanan. Kadang yang datang menjenguk juga membantu bersih-bersih rumah.
Biasanya membantu merawat tamannya, ada yang ngepel, nyuci baju dan mereka
semua tak butuh bayaran. Itu di maklumi saja sama istri pak Popo. Dia Cuma
berterimakasih karna sudah banyak membantunya.
Di
lain pihak, pak RT pada malam hariya bermimpi. Dia berada di suatu tempat yang
tidak di kenal. Semua yang saat itu dilihat pak RT berwarna putih termasuk
dirinya sendiri. Pak RT sama sekali tak tahu jika dia sedang bermimpi. Dia Cuma
bengong sambil mengamati apa yang terjadi disitu. Tentunya tidak begitu jelas
karna semua serba putih. Mulai dari tanahnya, lampu, batu air. Semuanya putih
dan tidak memiliki warna lain sehingga sulit membedakan satu sama lainnya. Agak
lama setelah memandangi sekeliling. Barulah matanya samar-samar menangkap
seseoarang yang seperti sedang duduk di pinggiran danau yang juga sama putihnya
dengan lainnya. Pak RT kaget. Tak salah lagi, dia hafal betul. Pertama dia
mengucek matanya beberapa kali. Tak puas dia tapuk pipinya juga tapi tetap saja
dia melihat orang itu sedang duduk-duduk. Dia masih terduduk di situ. Ya, tak
salah lagi. Itu pak Popo. Kenapa bisa sampai disini? Pak RT yang dihantui rasa
penasaran mendekat pelan-pelan. Karna jalanan yang samar-samar dan tak bisa di
bedakan membuatnya tersandung beberapa kali bahkan dia seperti menabrak
sesuatu. Tapi entah apa. Yang jelas dia tak mau memikirkan nya dan terus
memlototi orang yang dianggapnya pak popo tadi agar tak hilang dari
pandangannya. Setelah sampai didekatnya. Dia langsung ikut duduk di sebelah
orang yang ternyata memang Pak Popo. Perasaan pak RT saat itu sangat senang.
Dia melihat wajah pak Popo berseri-seri. Lantas pak Popo juga menoleh kearah
pak RT.
“kenapa
bapak bisa sampai ke sini?” tanyanya
“seharusnya
saya yang tanya kenapa kamu ada di sini”
Pak
Popo hanya tertawa kecil. Suasana hening sebentar.
“inilah
tempat yang kuidam-idamkan dulu. Lihatlah sekelilingmu. Tak ada kotoran satupun
disini. Semua sudah bersih tanpa aku harus bersihkan lagi. Tak akan bisa kotor
karna kotoran disini juga bersih. Semua bersih, putih dan menyenangkan.
Lihatlah keindahannya. Aku senang hidup disini karna sudah merasa cukup”
Pak
RT mengrenyitkan dahinya. Barulah dia tahu selama ini pak Popo sedang berada di
sini dan meninggalkan dunia sana.
“bukannya
kamu suka bersih-bersih. Disini kamu tak bisa melakukan itu. Selain itu, banyak
yang ada di sana menginginkan kamu balik. Kasihan istrimu. Semua yang Disana
juga ingin kerja bakti bersama lagi. Kamu disini memang untung. Tapi yang di
sana buntung. Kamu masih diperlukan untuk membimbing mereka. Tak hanya itu.
Disini kamu juga kesepian. Jadi ayo pulang”
“aku
disini tak sendiri. Coba Pak RT melihat sekeliling lagi”
Pak
RT kembali memandang sekeliling. Ternyata memang ada banyak orang disini.
Mungkin tadi tidak terlihat karna pak RT tidak begitu memperhatikan karena
warnanya berbaur dengan sekitar.
“Pak
RT. Bukannya aku tak mau pulang. Cuman inilah tempatku. Manusia sebenarnya
hidup untuk menempuh suatu tujuan. Sedangkan tujuanku berada disini. Meski
harus meninggalkan orang terdekat kita. Kalau ada pertemuan pasti ada
perpisahan. Jadi jangan terlalu di pikirkan. Meski kehadirannya di tolak.
Perpisahan pasti tetap terjadi. Setiap orang tak akan selamanya bersama karena
setiap manusia itu hidup berkelana. Sedang batas muara ku berada disini. Ini
pilihanku, ini hakku sebagai manusia yang merdeka. Aku memilih dengan
mengorbankan yang disana. Seharusnya yang disana bisa mengerti. Kalau mau kerja
bakti apa repotnya. Cuma dikerjain aja“
“kalau
tempat ini yang jadi keinginanmu. Itu tak masalah. Aku sama sekali tak
melarang. Tapi pikirkan yang disana. Kamu masih di butuhkan. Selesaikan dulu
tugasmu. Baru kamu boleh bersenang-senang disini sekehendakmu. Jangan
mengabaikan realita. Ingatlah kenyataan”
“masak
bapak nggak tau. Sebenarnya ini kenyataan. Ini sudah jadi takdirku berada
disini dan memang saya harus disini. Apa yang bapak ungkapkan hanyalah opini.
Kenapa mereka masih butuh saya?. Saya disini sudah tenang dan tentram. Sangat
lucu bila saya sudah meninggalkan mereka. Sudah pasrah dengan niatan baik.
Tiba-tiba datang nyelonong kesana lagi. Mana ada yang kayak gitu. Coba saja
para ilmuan yang tersohor seperti graham bell. Dia masih di butuhkan tapi sudah
meninggal. Apa mau dia yang sudah meninggal disuruh balik? Kan lucu”
Pak
RT hanya diam. Dia berpikir agak lama. Mungkin betul apa yang disampaikan Pak
Popo. Dia sudah selesai.kalau diibaratkan sama dengan dia telah menyentuh garis
finish. Tak mungkin dia diganggu dan
di suruh melakukan sesuatu lagi.
“baiklah
jika itu maumu, pak RT juga nggak mau maksa” lalu pak RT beranjak pergi
meninggalkan pak Popo yang masih duduk di pinggiran danau.
“kalau
kamu berubah pikiran. Kamu bisa balik kapan saja. yang jelas semua masih tetap
menunggu”
Tiba-tiba
pak RT hilang. Suasana saat itu buyar. Pemandangan sekeliling jadi makin tak
jelas. Agak lama. Tanpa di duga pak RT sudah ada di kamarnya. Memang dia sudah
di kamar. Tapi perasaannya agak aneh dan beberapa kali pak RT mengolet. Dia
melihat jam yang ternyata sudah menunjuk angka 10. Korden semenjak tadi sudah
terbuka dan cahaya matahari memenuhi ruangan yang tersirat dari jendela. Pak RT
lalu bangkit dan keluar untuk menuju rumah pak Popo. Dia ingin menceritakan
mimpi yang barusan di-alaminya kepada istri pak Popo. Sementara istrinya
menyuruh untuk makan dulu. Tapi pak RT sudah keduluan berlalu dengan motornya.
Di jalan seorang warga menyapanya
“mau kemana pak?”
Pak
RT menghentikan motornya. “mau kerumahnya pak Popo”
“oalah.
Pasti mau ketemu sama pak Popo ya”
“bukan.
Sama istrinya....... eh, lha kan pak Popo masih koma?”
“waduh.
Masak pak RT belum tau. Pak Popo kan tadi pagi sudah siuman”
Mendengar
kabar itu, pak RT jadi tak habis pikir. Dia senang, Cuma ada sedikit rasa
dongkol yang menjamah sum-sum tulangnya.
“katanya
mau enak. Mau tentram. Sok berkelana mengorbankan segalanya. Semua katanya
sudah selesai. Akhir-akhirnya juga mau balik”
“apa
pak?” warga itu bingung mendengar pak RT bicara sendiri
“oh
bukan. Nggak ada apa-apa kok.... terus pak Popo sekarang ngapain?”
“lagi
mbersihin rumah”
“lha
kok dia bisa bangun? Emang di apain?”
“ditailnya
saya nggak begitu tau pak. Tapi yang jelas. Kata orang-orang pak popo
Bangun-bangun
sendiri”
“bangun
sendiri?” ulang pak RT
“ya,
terus pas ditanya kenapa. Jawabnya simpel banget”
“apa?”
pak RT semakin penasaran
“katanya........
ada tugas yang belum selesai”
M HABIB Amrullah.
7 maret 2014