Sabtu, 06 Agustus 2016

Kumpulan Cerpen; Sistem



Rutinitas. Hal yang selalu berulang dalam hidup kita. Suatu sistem yang memaksa kita untuk masuk ke dalamnya. Sistem yang memiliki berbagai aturan yang tak boleh dilanggar. Dan jika di langgar. Akan membuat seseorang sulit mengikuti sistem yang lainnya. Bahkan, sistem yang dilanggar itu sendiri.

            Seorang anak SMP. Adalah seorang anak yang sudah terikat dengan sebuah sistem. Sistem keluarga, sistem pendidikan, sistem agama, sistem pencernaan, sistem pernapasan, dan masih banyak sistem lainnya yang telah dia dapat semenjak lahir ke dunia. Sistem adalah suatu yang terikat. Namun andaikan sebuah sistem itu salah. Tentu output yang akan dihasilkan juga salah. Seperti, jika sistem pernapasan salah, dan dia bernapas dengan menggunakan lambung, maka dia akan innalillahi. Wallahu’alam bishowab.

            Dunia tersusun dari berbagai sistem yang cukup rumit. Dimana tiap sistem saling berhubungan satu dengan yang lain. udara. Sistem udara selalu berputar setiap waktu. Kadang menjadi 02  , kadang menjadi CO2. Anak SMP itu merasakan hembusan nafas yang terserap dari hidungnya, mengalir menuju paru-paru, dan keluar menjadi udara jenis lain. dia berfikir, berarti sistem pernafasannya masih stabil dan berjalan dengan baik. Setelah beberapa menit mengecek sistem pernafasannya. Anak SMP itu berjalan kembali, dengan menggunakan seragam putih osis, celana biru tua, serta topi dan dasi yang selalu diwajibkan pada seluruh siswa pada hari senin.

            Sistem adalah sesuatu yang mengikat. Siapa saja yang tidak membawa seragam lengkap saat upacara. Maka hukuman akan jatuh padanya. Seorang anak SMP topinya ketinggalan. Guru yang melihat langsung memergokinya dan menyuruhnya maju kedepan sambil menanti upacara selesai. Dan saat itulah, hukuman akan menimpanya. Sebuah ranting kering jatuh dari atas pohon. Jatuhnya tepat diatas kepala seorang anak SMP yang tadi mengecek sistem pernafasannya. Kepalanya tak begitu sakit terkena ranting kering itu. lagian, saat itu dia sedang mengenakan topi. Jadi, beban yang diterima dari gaya jatuh ranting itu tak ber-efek sama sekali. Saat upacara selesai, dia melihat temannya yang tak beratribut lengkap itu dihukum push up 50 kali. dia berfikir sejenak. Merenungkan apa sedang yang dilihatnya.
“kalau caranya begini. Mungkin di hari-hari selanjutnya, dia akan jera dan selalu mengingat hukuman ini. Boleh-boleh” kata anak SMP itu dalam batinnya.
Selama hidupnya. Dia selalu mengamati segala sistem yang ada, mempelajarinya, memahaminya, berusaha mengerti fungsi dan peran sebuah sistem yang bekerja. Dan yang terakhir, memetik manfaat sebuah sistem yang telah dipelajarinya. Saat dia mengamati temannya yang dihukum, karena tidak beratribut lengkap. Dia jadi sadar. Bahwa ketertiban akan membawa pada keselamatan.

              Kegiatan belajar dan mengajar sudah dimulai. Bu guru menerangkan pelajaran matematika di depan. beberapa rumus sudah tertulis di papan tulis. Dan seluruh murid di kelas itu disajikan sebuah soal dan disuruh mengerjakannya. Anak SMP yang tadi mengecek sistem pernafasannya kembali berfikir. Dia berfikir sambil mengerjakan soal dari bu guru. Karena, jika tidak berfikir, dia tidak akan bisa mengerjakan soal itu (you don’t say !). tapi bukan itu. Dia tidak hanya berfikir tentang soal yang saat ini ada di hadapannya. Namun, ada sepercik rasa gundah yang tiba-tiba terasa dalam syarafnya. Apakah itu? rasa sesalkah? Atau rasa kesal? Rasa linglung bercampur rasa alpukat? Anak itu mulai bingung. Dia sama sekali tak mengerti maksud dari pikirannya sendiri. dahinya mulai mengkrenyit. Soal matematikanya sudah terselesaikan. Tapi masih ada satu masalah lain yang belum terselesaikan. “Apa itu?” dia terus berfikir. Berusaha menemukan apa yang dia cari. Menerjemahkan sesuatu tentang apa yang sebenarnya dia fikirkan. Karena acapkali, disaat dia berada di sebuah sekolah, di saat dia bertemu dengan berbagai mapel yang diajarkan disana. Selalu saja kepalanya terasa sangat pusing. Dia pusing bukan karena pelajaran yang sulit. Bahkan dia mendapat peringkat ketiga di kelasnya. Yang membuatnya pusing adalah bisikan-bisikan yang selalu saja mengganggunya disaat dia duduk manis, di saat jam pelajaran. Bisikan dari dalam hatinya yang menyuruhnya untuk keluar.
“DIAAM!!” jerit anak itu. kali ini dia tak tahan lagi dengan bisikan yang sudah 11 tahun mengganggu hidupnya.
“a..ada apa nak Einten. Apa soalnya terlalu sulit buat kamu?” kata bu guru, anak yang tadi mengecek pernafasannya yang ternyata bernama Einten itu menjadi pusat perhatian seluruh murid di kelas. Apa yang sudah dilakukannya membuat suasana disana menjadi tegang. Bahkan teman yang duduk di samping Einten hampir pingsan karena ketakutan. rupanya, celananya sudah basah. Dan saat itulah Einten yang sudah menenangkan diri mulai angkat bicara
“bu, boleh saya menghirup udara segar di luar. Sebentar saja kok”
“ya, tidak papa. Kalau kamu nggak enak badan. Nak Einten bisa istirahat di UKS saja” bu guru merasa kasihan.  Dia khawatir akan keadaan Einten yang tak seperti biasanya.
Einten tersenyum “saya nggak sakit bu guru. Saya mau cari udara segar sebentar saja” lalu Einten beranjak dari kelas. Dia keluar dari kelas itu. dan saat itu pula, otaknya yang terbebani fikiran aneh tiba-tiba lenyap.
“Apa maksudnya ini?” dia kembali meneliti apa yang sudah dia rasakan tadi
“apa kelas sudah membuat otakku tidak nyaman.... kenapa setelah aku keluar dari kelas. Segala sesuatu yang sudah mengusikku tiba-tiba hilang?”
Derap langkah seseorang terdengar di belakang Einten. Saat itu Einten sedang termenung di pagar lantai dua gedung sekolah. sambil melihati gumpalan awan yang terus bergerak. Tangan seseorang memegang pundaknya.
“Kamu sepertinya punya masalah” kata seseorang itu.
Einten menoleh kearah orang yang memegang pundaknya. Ternyata pak Afik
“sepertinya begitu pak”
“apa bapak boleh tahu masalahmu saat ini?”
Einten terdiam. Sepertinya pak Afik tahu apa yang sudah dilakukannya di kelas tadi
“pak afik”
“ya”
“saya mempunyai cita-cita sebagai seorang pemain sepakbola”
“wah itu cita-cita yang bagus. kalau kamu giat berlatih, tak mustahil kamu bisa menjadi gabungan antara messi dan ronaldo kelak” setelah itu pak Afik tertawa cekaka'an.
Einten tersenyum mendengar ucapan pak Afik
“jika begitu....” Einten memutus omongannya. Sementara pak afik masih menyimak kata yang nantinya akan keluar dari mulut Einten.
“kenapa ya pak. Pelajaran olahraga hanya ada dua jam dalam seminggu. Itupun olahraganya ganti-ganti. Tidak mesti sepakbola. Padahal saya sangat ingin menjadi pemain bola yang handal. Seperti yang bapak katakan sebelumnya. Tapi kenapa? Aku lebih banyak mendapat pelajaran yang bermacam-macam dan sama sekali tak penting buatku di masa mendatang” kata Einten
Pak afik tertegun. Dia melihat anak didiknya itu menatapnya dengan tatapan ingin tahu yang teramat sangat. Seperti, hal ini sangatlah penting untuk membuka suatu rahasia yang selama ini dia pendam dalam benaknya.
“hah... begini nak Einten. Saya tau maksutmu itu. namun kamu harus ingat. kita sebagai manusia harus tahu segala hal. Bukan hanya tahu satu ilmu saja. Agama kan juga mengajarkan kita menuntut ilmu sampai keliang lahat. Nah, sekolah ini bertujuan untuk itu. membuatmu lebih tahu dari pada orang-orang yang saat ini tidak bersekolah. Derajatmu juga akan lebih tinggi dengan berbagai macam ilmu yang kau pelajari disini”
Penjelasan pak Afik membuat Einten berfikir kembali. Sinar matahari yang panas membuat tubuh Einten yang berada di dekat pagar kepanasan. Dengan reflek, Einten berpindah dari pagar menuju tempat yang teduh dari sinar matahari yang menyengat. Begitu juga pak Afik yang melakukan hal yang sama. lalu mereka duduk di situ karena capek berdiri dari tadi.
“gimana. Apa hatimu sudah merasa plong sekarang” kata pak Afik
“saya tak tahu dengan pasti pak. Pikiran saya entah mengapa terus bergejolak”
“ya udah, paling kamu stress karena kebanyakan mikir. Coba kamu sejenak refreshing untuk mengistirahatkan processor otakmu itu supaya tidak konslet”
“baik pak”
Lalu Einten diijinkan libur satu hari.

Air menggenang di berbagai sudut jalan. Dedaunan pepohon basah kuyup akibat hantaman hujan deras tadi malam. Seorang anak sekolahan yang jahil menggoyangkan pohon itu, lalu dia lari sambil tertawa cekiki’an. sedangkan temannya yang tak selamat berada di bawah pohon itu, terkena air bah yang berjatuhan dari dedaunannya. Di hari itu, Einten berjalan diantara kerumunan orang di tempat umum. Saat itu, dia ingin menguji ilmu yang telah dia peroleh semenjak TK sampai kelas 2 SMP. Dia mencoba menguji sistem yang sudah merenggut 11 tahun hidupnya itu. Einten mengecek seberapa bergunanya ilmu yang dia peroleh untuk kehidupan sosial yang nyata. saat itu, dia mempraktekkan hal-hal yang diingatnya saja. sedangkan ilmu-ilmu lain yang pernah juga dia dapatkan hilang tersapu waktu. lupa, karena jarang di muroja'ah. beberapa saat Einten berjalan, dia menghampiri seorang tukang becak dan menjelaskan tentang rumus   dan hukum gaya Newton padanya
“kwe ngomong opo to le.... mau mbecak. Sini, murah murah” katanya. Dia sama sekali tidak mudeng dengan ucapan Einten. Yang dia tahu tentang becak itu hanyalah menggenjotnya saja
Einten kembali berjalan. Kali ini dia mendatangi tempat penjualan pembibitan tanaman. Dia mendatangi salah seorang karyawan di sana dan menjaelaskan soal fotosintesis. Tanah yang baik untuk tumbuhan, serta cara mekanisme masuknya air dari akar menuju kedaun dengan menggunakan xilem dan floem.
“oh, kalau itu saya juga tau dek” kata karyawan itu
“tapi itu tak ada manfaatnya disini. Kalau kamu kerja di laboratorium mungkin baru akan berguna” katanya lagi. Lalu Einten malah diajari karyawan itu untuk praktek menanam tanaman dengan baik. Menentukan kadar pupuk organik yang sesuai, serta mengatur cahaya matahari yang bisa diserap oleh tumbuhan itu. cara merawat tanaman. Serta proses penjualan tanaman kepada para pembeli. Hal itu dia ketahui dalam satu hari. Sebuah praktek yang tak sebanding dengan pelajaran teori fotosintesis yang rumusnya tertulis di papan tulis. Dan itu dipelajarinya selama satu semester. Dan fungsinya tak lain hanya untuk menggarap ujian soal kenaikan kelas. Dan dimasa depan, belum tentu itu akan digunakan disaat mencari pekerjaan.

            Einten mulai tahu. dia telah membuka tabir yang selama ini mengganggu jalan pikirannya. Selama dia melihat sistem yang salah. Selama itu pula dia akan terus meronta. Dia tak bisa terima jika sebuah sistem itu hanya membuat dirinya merasakan penyesalan. Seperti sistem pernafasan yang rusak. Seperti sistem udara yang rusak oleh pencemaran asap karbon dan cerobong papbrik. Seperti sistem air yang tercemar oleh limbah dan kotoran BAB. Dia sama sekali tak menginginkan hal  itu. 11 tahun yang sudah dia sia-siakan. tak mungkin dia diam saja. Melihat waktunya habis untuk mempelajari sebuah pelajaran yang tak lain hanya untuk menggarap soal. Mendapat nilai bagus, dan naik kelas. Apa artinya sebuah rumus, jika tidak ada praktek yang membuat otak kita mengerti tentang rumus yang sedang dipelajari. Meski sudah dijelaskan di buku. Toh sehari, seminggu, sebulan kemudian juga akan lupa. Jadi apa untungnya hanya sekedar tahu, lalu dilupakan. Einten menjadi geram. Dia berencana keluar dari sistem yang rusak. Sebuah sistem yang tidak benar. Sebuah sistem yang sudah jelas-jelas salah. Dia ingin mencari sistem lain yang benar. Jika tidak ada. Maka dialah yang akan membuat sebuah sistem yang benar. Sistem yang tidak membuang-buang waktu. Sebuah sistem yang memiliki manfaat bukan hanya untuk organisasi yang menerapkan sistem itu. tapi juga untuk kehidupan nyata.

Maka, Einten kembali berjalan. Dia melihat sebuah gedung. Dia tau, hal itu tak memerlukan ilmu olahraga untuk membuatnya. Dia membaca komik. Dia tau, hal itu tak memerlukan ilmu geologi yang membahas proses pelapukan. Dia melihat tukang parkir. Dia tau, hal itu tak memerlukan ilmu matematika dan fisika untuk menentukan kordinat titik yang tepat untuk parkir tegak lurus sesuai garis yang tersedia di tempat. Dia berjalan, terus berjalan, dia melihat lalu menyimpulkan ilmu yang membuatnya. Sampai akhirnya dia berada di rumah, dan menunggu hari esok agar lekas datang. Tapi, bisakah dia merubah sistem yang salah itu dalam keadaannya yang sekarang. Lalu dia kembali berfikir. Berfikir tentang masa depan nanti yang akan diperbuatnya kelak.

Selasa, 31 Mei 2016



M Habib A

0 komentar:

Posting Komentar