“Tidak mungkin!” Pikir Suki, tak habis pikir.
“ini pasti bohong!” sangkalnya sekali lagi, geleng-geleng kepala.
“apa mungkin perbuatan baik yang
aku lakukan selama ini hanya untuk kepentingan diri dan hawa nafsuku saja. Apakah
semua kebaikan yang telah aku lakukan dahulu hanya untuk mengangkat derajatku
saja!” kini seluruh badannya gemetar tak karuan.
***
Semua
bermula atas ketidaksengajaan, sebuah fenomena yang disebut hidayah.
Di sekolah…
“kamu yang waktu itu bantuin aku
bawain buku tugas ya, ayo aku jajanin ke kantin”
“ah, ngga papa kok, biasa aja”
“aduh jangan gitu, akunya jadi
ngga enak nih” dia terus saja memaksakan pentol yang ada di tangannya itu ke
tangan Suki. Suki akhirnya dengan terpaksa walaupun mau mau kucing menerimanya.
“hehe, makasih ya, aku ngga minta
lho”
“ngga papa, itung-itung ini juga
termasuk tanda terimakasihku” sahut teman laki-lakinya sambil memberikan
senyuman.
Di Kosan Suki…
“wah makasih banget nih udah mau
nganterin, Ki. Hampir aja aku pesen Bo-jek tadi”
“ah ngga masalah” kata Suki,
penuh senyuman.
Suki berbalik arah untuk kembali
ke kos. Berpamitan dengan temannya yang sebentar lagi akan memasuki sesi
perkuliahan.
Di dalam sebuah mini bus…
seorang pria
sepuh tengah masuk ke dalam mini bis. Kakek itu melihat sekekliling, mendapati semua tempat duduk telah terisi. Mengetahui
hal tersebut, Suki berdiri dan mempersialakan simbah itu untuk menduduki
kursinya. Semua mata tertuju padanya dan sebagian memberikan apresiasi. Tapi
itu bukan yang diharapkan oleh Suki. Dia lebih memilih menunduk dan berusaha
melupakan hal itu, karena dia tahu riya’
bisa membuang keikhlasannya.
Di dalam Masjid…
Suki
dengan khusyu’ melaksanakan sholat qobliyah ashar. Beberapa makmum di
belakangnya tanpa sangaja membicarakan Suki, dan di dengar oleh telinganya.
“Masyaa Allah, aku pengen banget pak
punya anak kayak dia, baik, rajin, suka beribadah ke masjid”
“bener pak, Selalu saja istiqomah
untuk sholat lima waktu tiap hari ke masjid. Bahkan setiap kali saya kesini selalu
saja keduluan sama dia”
“jelas lah pak. Wong bapak selalu
masbuk datang ke masjid. wkwkwk”
“ah iya, wkwkwk”
Di dalam kesibukan, rutinitas, dan perbuatan
yang terlintas di pikiran Suki…
“Hari
ini jangan lupa untuk tilawah, aku harus menyelesaikan program one day one juz” pikirnya. Tak berselang
lama Suki membuka Al-Quran kemudian membacanya.
“astagfirullah,
hampir saja aku lupa untuk dzikir pagi. Aku ngga boleh tidur sebelum subuh”
katanya dalam hati. Dia sedang melaksanakan program harian yang di tempel di
tembok kamarnya. Semua sudah dia program dan atur untuk membentuk dirinya ke arah
yang lebih baik.
“aku
harus belajar, menuntut ilmu, membahagiakan orang tua. Aku harus berjuang dapat
nilai bagus” pikirnya. Dia sampirkan game yang melenakan kemudian berusaha
mengumpulkan konsentrasi untuk belajar.
“amanah
organisasi harus di selesaikan, tidak boleh mensia-siakan kesempatan yang
diberikan, toh juga manfaatnya bisa di rasakan di masa depan” pikirnya, Suki
kembali semangat mengerjakan proker-proker menantang dari organisasi yang di
ikuti.
Suki menjalani
rutinitas harian dengan perasaan yang bahagia, penuh rasa optimis dan penuh
harap. Dia yakin semua akan di balas oleh Allah. Semua yang telah dia lakukan di
niatkan hanya semata-mata untuk Allah Subhanahu wata’ala. Menolong tanpa
pamrih, belajar dengan gigih, berlatih dengan tekun, dan juga beribadah dengan
rajin. Dia dikenal semua orang atas ke’aliman dan ketekunan yang dimiliki. Tak
ayal dia mendapat banyak teman karena perbuatan baiknya.
“ih, kamu baik banget deh, jadi
suka” kata sabrina yang saat itu sedang mencoba menggoda ke-soleh-an Suki.
“ah biasa aja, aku hanyalah insan
yang penuh kekurangan”
“kamu Sukanya merendah terus Ki.
Ngga baik lho padahal kenyataannya kamu keren banget”
Suki terlena beberapa saat namun
dia sadar kalau itu hanya godaan dunia yang melenakan.
Di
kosannya dia juga dikenal banyak orang karena sering membantu. Menebar senyuman
saat sedang jogging mengitari kompleks kampung itu. membuat beberapa orang di
kampung sampai sudah sangat familiar dengan perbuatan Suki yang suka menyapa,
ramah, sering sholat ke masjid, dan rajin menabung.
“Nak Suki, sini ibu kasih lauk
tambahan” Ibu Burjo menambahkan lauk ke dalam piring Suki.
“ya ampun bu, ngga usah malah
ngerepotin” tolak Suki, Halus.
“halah ngga papa, udah terima
aja”
Mereka melakukan perdebatan
beberapa jam hingga akhirnya Suki mau menerima lauk tambahan itu.
“terimakasih bu, semoga Allah
membalas kebaikannya” kata Suki.
“sama-sama”
Segalanya
dirasa baik dan masuk akal. Membantu sesama adalah pokok utama yang dia bangun
terhadap dirinya. Amal ma’ruf nahi munkar, terjun langsung ke lapangan untuk
menyelesaikan segala problem yang ada. Yang Suki tahu semua itu dia lakukan
hanya untuk Allah semata, hanya berhasrat untuk menggapai ridhonya tanpa
meminta pamrih di dunia. Namun…
“Suki, kamu sore nanti longgar
ndak?” tanya Sabrina, dengan muka polos dan penuh harap.
“nanti sore aku kosong kok.
Memang ada apa, Na?”
“aku minta tolong nih buat
nemenin aku beli buku-buku”
“boleh, tapi bukannya lebih enak
kalau ditemenin sama temen cewekmu?”
“mereka itu pada males kalau disuruh
nemenin beli buku, baru semangatnya pas diajakin ke mall” katanya dengan
ekspresi jutek.
“oh ya udah, ntar sore tak
temenin”
“oke, nanti aku bakal mampir ke kosanmu”
“siap”
***
Sore
yang direncanakan telah tiba, Suki menunggu beberapa menit hingga akhirnya
orang yang dinanti datang juga ke situ.
“maafin ya, kamu nunggu lama
ngga?” kata Sabrina penuh penyesalan.
“Sans, lagian kan aku nunggunya
di kos, ayok segera ke Garmendia sebelum kemalaman” ajak Suki.
“Okee”
Kemudian mereka berdua berangkat
menuju Garmendia untuk membeli beberapa buku.
Sesampainya
disana mereka berdua melihat buku-buku berjajar rapi terpasang di tiap sudut. Berputar
kesana kemari mencari buku-buku yang ingin dibeli. Suki juga melihat beberapa
sekaligus memperhatikan Sabrina agar tidak hilang dari pandangan. Namun tanpa
di duga disana dia bertemu dan terpergok oleh mantan calon pacar Sabrina.
“SUKI?” kata Leo memastikan.
“eh Leo, apa kabar?” tanya Suki
balik.
“ka-kamu kok bisa-bisanya jadian
sama Sabrina! Jalan bareng! Di depan gua!?” kini Leo sudah dalam tahap mode nge-gas.
Suki berusaha mengkalemkan
suasana. Seluruh mata tertuju pada mereka berdua, Sabrina segera sadar kalau
Suki sedang tertimpa masalah langsung berlari ke arah Suki.
“eh Leo, ngapain kamu kesini! Ngajakin
ribut Suki lagi, ngga malu lo”
“kamu yang harusnya malu, ngapain
ngajak jalan anak sok ‘alim ini!”
“astagfirullah”
“sok-sok an astagfirullah. Kerjaannya
paling di kosan tura-turu tok kan! cuma pamer amal perbuatan pas ada banyak
orang. Niat lo Cuma pengen popular biar disegani orang-orang kan! ngaku aja!”
ceplos Leo tanpa basa-basi.
Suki tercekat di buatnya. Sabrina
dengan respon nge-gas yang sama berusaha menghujat Leo yang ngomong sembarangan
di hadapan Suki. Setelah itu Leo dengan terpaksa harus pergi setelah mendapat
banyak cacian dari Sabrina dan usiran dari satpam.
“kamu ngga kenapa-napa kan Suki?”
Sabrina merasa bersalah dan gelisah, melihat muka Suki yang Sayu.
Suki hanya menggeleng sambil
tersenyum renyah, walau di wajahnya tersirat makna yang mendalam setajam silet.
***
Udara
dingin meresap terserap ke lubang hidung. Tak terasa ingus masuk kedalam
menimbulkan riak yang tak menentu. Hati terasa gundah dikala segala amal yang susah
payah di bangun harus pupus terbakar riya’. Suki dengan kepala mengadah ke
bawah, mengangkat tangannya seraya berdo’a kepada sang pencipta atas segala
kesalahannya, kedzaliman, ketidak tahuan, dan kesalahan.
“Ya Rabb, andaikan hamba tahu
jika segala perbuatan yang telah hamba lakukan menuju kepada materialistik,
menuju ke arah dunia yang fana ini, menuju ke arah murka-Mu. Hamba mohon ampun
yang sebesar-besarnya ya Allah, tak sekalipun niat hamba menginginkan itu, tapi
entah kenapa setan selalu membersitkan kedalam hati hampa kesenangan atas
segala balasan dunia yang melenakan dan membutakan hati hamba. Hamba merasa
hampa, hamba merasa bersalah, hamba merasa berdosa, sia-sialah apa yang hamba
perjuangkan jika pada akhirnya yang saya ingin kan hanyalah kesenangan dunia
yang menipu”
“ya Rabb, berilah keikhlasan
kepada hamba, kekuatan atas segala macam godaan setan, harta, takhta, dan
manusia. Hapuslah kesalahan hamba dan orang-orang di sekitar hamba. Hamba sadar
ingin enak sendiri, hamba masih lebih mencitai diri hamba sendiri. Hamba
tersadar jika pada dasarnya segala macam perbuatan yang telah hamba lakukan
hanya untuk pamer, hanya untuk meningkatkan jati diri, hanya untuk menambah
kapasitas dan kepentingan diri, entah itu hamba sadari atau hamba tidak sadar.
Hamba mohon ampun atas itu semua Ya Allah. Hamba benar-benar Khilaf”
Setelah
mengakhiri sesi doa, Suki menunaikan sholat sunah dua roka’at. Kemudian keluar dari masjid dengan perasaan bersih,
lagi bercahaya.
14 Januari 2019
M H A
0 komentar:
Posting Komentar