Minggu, 13 Januari 2019

Kumpulan Cerpen ; NIAT



            Tidak mungkin!” Pikir Suki, tak habis pikir.
ini pasti bohong!” sangkalnya sekali lagi, geleng-geleng kepala.
“apa mungkin perbuatan baik yang aku lakukan selama ini hanya untuk kepentingan diri dan hawa nafsuku saja. Apakah semua kebaikan yang telah aku lakukan dahulu hanya untuk mengangkat derajatku saja!” kini seluruh badannya gemetar tak karuan.

***
Semua bermula atas ketidaksengajaan, sebuah fenomena yang disebut hidayah.

Di sekolah…

“kamu yang waktu itu bantuin aku bawain buku tugas ya, ayo aku jajanin ke kantin”
“ah, ngga papa kok, biasa aja”
“aduh jangan gitu, akunya jadi ngga enak nih” dia terus saja memaksakan pentol yang ada di tangannya itu ke tangan Suki. Suki akhirnya dengan terpaksa walaupun mau mau kucing menerimanya.
“hehe, makasih ya, aku ngga minta lho”
“ngga papa, itung-itung ini juga termasuk tanda terimakasihku” sahut teman laki-lakinya sambil memberikan senyuman.

            Di Kosan Suki…

“wah makasih banget nih udah mau nganterin, Ki. Hampir aja aku pesen Bo-jek tadi”
“ah ngga masalah” kata Suki, penuh senyuman.
Suki berbalik arah untuk kembali ke kos. Berpamitan dengan temannya yang sebentar lagi akan memasuki sesi perkuliahan.

            Di dalam sebuah mini bus…

seorang pria sepuh tengah masuk ke dalam mini bis. Kakek itu melihat sekekliling,  mendapati semua tempat duduk telah terisi. Mengetahui hal tersebut, Suki berdiri dan mempersialakan simbah itu untuk menduduki kursinya. Semua mata tertuju padanya dan sebagian memberikan apresiasi. Tapi itu bukan yang diharapkan oleh Suki. Dia lebih memilih menunduk dan berusaha melupakan hal itu, karena dia tahu riya’ bisa membuang keikhlasannya.

Di dalam Masjid…

Suki dengan khusyu’ melaksanakan sholat qobliyah ashar. Beberapa makmum di belakangnya tanpa sangaja membicarakan Suki, dan di dengar oleh telinganya.
“Masyaa Allah, aku pengen banget pak punya anak kayak dia, baik, rajin, suka beribadah ke masjid”
“bener pak, Selalu saja istiqomah untuk sholat lima waktu tiap hari ke masjid. Bahkan setiap kali saya kesini selalu saja keduluan sama dia”
“jelas lah pak. Wong bapak selalu masbuk datang ke masjid. wkwkwk”
“ah iya, wkwkwk”

            Di dalam kesibukan, rutinitas, dan perbuatan yang terlintas di pikiran Suki…  

            “Hari ini jangan lupa untuk tilawah, aku harus menyelesaikan program one day one juz” pikirnya. Tak berselang lama Suki membuka Al-Quran kemudian membacanya.

“astagfirullah, hampir saja aku lupa untuk dzikir pagi. Aku ngga boleh tidur sebelum subuh” katanya dalam hati. Dia sedang melaksanakan program harian yang di tempel di tembok kamarnya. Semua sudah dia program dan atur untuk membentuk dirinya ke arah yang lebih baik.

“aku harus belajar, menuntut ilmu, membahagiakan orang tua. Aku harus berjuang dapat nilai bagus” pikirnya. Dia sampirkan game yang melenakan kemudian berusaha mengumpulkan konsentrasi untuk belajar.

“amanah organisasi harus di selesaikan, tidak boleh mensia-siakan kesempatan yang diberikan, toh juga manfaatnya bisa di rasakan di masa depan” pikirnya, Suki kembali semangat mengerjakan proker-proker menantang dari organisasi yang di ikuti.

Suki menjalani rutinitas harian dengan perasaan yang bahagia, penuh rasa optimis dan penuh harap. Dia yakin semua akan di balas oleh Allah. Semua yang telah dia lakukan di niatkan hanya semata-mata untuk Allah Subhanahu wata’ala. Menolong tanpa pamrih, belajar dengan gigih, berlatih dengan tekun, dan juga beribadah dengan rajin. Dia dikenal semua orang atas ke’aliman dan ketekunan yang dimiliki. Tak ayal dia mendapat banyak teman karena perbuatan baiknya.

“ih, kamu baik banget deh, jadi suka” kata sabrina yang saat itu sedang mencoba menggoda ke-soleh-an Suki.

“ah biasa aja, aku hanyalah insan yang penuh kekurangan”
“kamu Sukanya merendah terus Ki. Ngga baik lho padahal kenyataannya kamu keren banget”
Suki terlena beberapa saat namun dia sadar kalau itu hanya godaan dunia yang melenakan.

            Di kosannya dia juga dikenal banyak orang karena sering membantu. Menebar senyuman saat sedang jogging mengitari kompleks kampung itu. membuat beberapa orang di kampung sampai sudah sangat familiar dengan perbuatan Suki yang suka menyapa, ramah, sering sholat ke masjid, dan rajin menabung.

“Nak Suki, sini ibu kasih lauk tambahan” Ibu Burjo menambahkan lauk ke dalam piring Suki.
“ya ampun bu, ngga usah malah ngerepotin” tolak Suki, Halus.
“halah ngga papa, udah terima aja”
Mereka melakukan perdebatan beberapa jam hingga akhirnya Suki mau menerima lauk tambahan itu.
“terimakasih bu, semoga Allah membalas kebaikannya” kata Suki.
“sama-sama”

Segalanya dirasa baik dan masuk akal. Membantu sesama adalah pokok utama yang dia bangun terhadap dirinya. Amal ma’ruf nahi munkar, terjun langsung ke lapangan untuk menyelesaikan segala problem yang ada. Yang Suki tahu semua itu dia lakukan hanya untuk Allah semata, hanya berhasrat untuk menggapai ridhonya tanpa meminta pamrih di dunia. Namun…

“Suki, kamu sore nanti longgar ndak?” tanya Sabrina, dengan muka polos dan penuh harap.
“nanti sore aku kosong kok. Memang ada apa, Na?”
“aku minta tolong nih buat nemenin aku beli buku-buku”
“boleh, tapi bukannya lebih enak kalau ditemenin sama temen cewekmu?”
“mereka itu pada males kalau disuruh nemenin beli buku, baru semangatnya pas diajakin ke mall” katanya dengan ekspresi jutek.
“oh ya udah, ntar sore tak temenin”
“oke, nanti aku bakal mampir ke kosanmu”
“siap”

***
            Sore yang direncanakan telah tiba, Suki menunggu beberapa menit hingga akhirnya orang yang dinanti datang juga ke situ.

“maafin ya, kamu nunggu lama ngga?” kata Sabrina penuh penyesalan.
“Sans, lagian kan aku nunggunya di kos, ayok segera ke Garmendia sebelum kemalaman” ajak Suki.
“Okee”
Kemudian mereka berdua berangkat menuju Garmendia untuk membeli beberapa buku.

            Sesampainya disana mereka berdua melihat buku-buku berjajar rapi terpasang di tiap sudut. Berputar kesana kemari mencari buku-buku yang ingin dibeli. Suki juga melihat beberapa sekaligus memperhatikan Sabrina agar tidak hilang dari pandangan. Namun tanpa di duga disana dia bertemu dan terpergok oleh mantan calon pacar Sabrina.
“SUKI?” kata Leo memastikan.

“eh Leo, apa kabar?” tanya Suki balik.
“ka-kamu kok bisa-bisanya jadian sama Sabrina! Jalan bareng! Di depan gua!?” kini Leo sudah dalam tahap mode nge-gas.
Suki berusaha mengkalemkan suasana. Seluruh mata tertuju pada mereka berdua, Sabrina segera sadar kalau Suki sedang tertimpa masalah langsung berlari ke arah Suki.
“eh Leo, ngapain kamu kesini! Ngajakin ribut Suki lagi, ngga malu lo”
“kamu yang harusnya malu, ngapain ngajak jalan anak sok ‘alim ini!”
“astagfirullah”
“sok-sok an astagfirullah. Kerjaannya paling di kosan tura-turu tok kan! cuma pamer amal perbuatan pas ada banyak orang. Niat lo Cuma pengen popular biar disegani orang-orang kan! ngaku aja!” ceplos Leo tanpa basa-basi.
Suki tercekat di buatnya. Sabrina dengan respon nge-gas yang sama berusaha menghujat Leo yang ngomong sembarangan di hadapan Suki. Setelah itu Leo dengan terpaksa harus pergi setelah mendapat banyak cacian dari Sabrina dan usiran dari satpam.
“kamu ngga kenapa-napa kan Suki?” Sabrina merasa bersalah dan gelisah, melihat muka Suki yang Sayu.
Suki hanya menggeleng sambil tersenyum renyah, walau di wajahnya tersirat makna yang mendalam setajam silet.

***
            Udara dingin meresap terserap ke lubang hidung. Tak terasa ingus masuk kedalam menimbulkan riak yang tak menentu. Hati terasa gundah dikala segala amal yang susah payah di bangun harus pupus terbakar riya’. Suki dengan kepala mengadah ke bawah, mengangkat tangannya seraya berdo’a kepada sang pencipta atas segala kesalahannya, kedzaliman, ketidak tahuan, dan kesalahan.

“Ya Rabb, andaikan hamba tahu jika segala perbuatan yang telah hamba lakukan menuju kepada materialistik, menuju ke arah dunia yang fana ini, menuju ke arah murka-Mu. Hamba mohon ampun yang sebesar-besarnya ya Allah, tak sekalipun niat hamba menginginkan itu, tapi entah kenapa setan selalu membersitkan kedalam hati hampa kesenangan atas segala balasan dunia yang melenakan dan membutakan hati hamba. Hamba merasa hampa, hamba merasa bersalah, hamba merasa berdosa, sia-sialah apa yang hamba perjuangkan jika pada akhirnya yang saya ingin kan hanyalah kesenangan dunia yang menipu”

“ya Rabb, berilah keikhlasan kepada hamba, kekuatan atas segala macam godaan setan, harta, takhta, dan manusia. Hapuslah kesalahan hamba dan orang-orang di sekitar hamba. Hamba sadar ingin enak sendiri, hamba masih lebih mencitai diri hamba sendiri. Hamba tersadar jika pada dasarnya segala macam perbuatan yang telah hamba lakukan hanya untuk pamer, hanya untuk meningkatkan jati diri, hanya untuk menambah kapasitas dan kepentingan diri, entah itu hamba sadari atau hamba tidak sadar. Hamba mohon ampun atas itu semua Ya Allah. Hamba benar-benar Khilaf”

Setelah mengakhiri sesi doa, Suki menunaikan sholat sunah dua roka’at.  Kemudian keluar dari masjid dengan perasaan bersih, lagi bercahaya.

14 Januari 2019
M         H         A

0 komentar:

Posting Komentar