Tak ada
yang salah dalam berpolitik. Tak ada yang masalah jika ada seseorang yang ingin
terjun ke dalam medan perpolitikan. Politik bagi saya tak lain hanyalah sebuah medan
pertempuran dimana setiap orang bisa saling ‘membunuh’ dengan menggunakan media
literasi, intelektual, kefahaman, strategi dan segala macam mushlihat yang ada.
Tentu dengan tujuan yang berbeda-beda tergantung seseorang yang membawakannya.
Politik tak
lain adalah perubahan gaya berperang dimasa lalu yang awalnya menggunakan
pedang sebagai senjata utama, sekarang beralih menjadi diplomasi, menanandakan
kemajuan ilmu pengetahuan dari sisi intelektual dan kemanusiaan.
Politik
(Yunani: Politikos; Arab: سياسة, siyasah) (dari bahasa
Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga
negara), adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat
yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.
Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang
berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu
untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. di
samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara
lain:
“politik
adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan Bersama” (teori
klasik Aristoteles)
“politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan
dan negara”
“politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan di masyarakat”
“politik
adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik”
Beberapa pengertian di atas
adalah hasil yang saya petik dari Wikipedia Indonesia.
Dewasa
ini kita banyak sekali melihat kaum muda yang alergi terhadap politik, mencium
aromanya saja sudah membuat seseorang lari terbirit-birit (kecuali jika dikasih
duit wkwk). Kebanyakan berfikir bahwa berpolitik adalah suatu perbuatan yang
kotor. Sebagian berfikir politik itu mengarah ke praktek sara, sarkasme, makar,
korupsi, dan berbagai hal lain yang menyengsarakan. Serasa berpolitik adalah
suatu hal yang salah kaprah, begitu juga orang-orang yang terjun di dalamnya.
Saya
tidak tahu bagaimana dasar pemikiran kebanyakan orang bisa menjadi sedimikian
ruwet. Mungkin banyaknya hal negatif tentang politik yang terus-terusan ter-ekspos
di media membuat para rakyat mulai pobhia untuk tertarik dengan politik (meski
bahasan politik sering di bicarakan secara diam-diam oleh bapak-bapak di kedai
kopi). Tapi tidak untuk para pemuda-pemudi yang sekiranya masih enggan menerima
politik dalam keseharian mereka.
Seharusnya
ketika tahu bahwa politik yang sedang terjadi kini dirasa kurang sehat, bukan
malah menjauhi, justru kita harus hadir untuk membenahinya. Bukan melulu harus
menjadi anggota parlemen atau kementrian, atau tergabung dalam sebuah partai
baru kita bergerak untuk merubah. Bahkan untuk berdakwah saja kita tidak perlu
menjadi seorang ustadz atau ulama. Cukup kita menyampaikan satu ayat kebenaran
yang bisa menyadarkan seseorang atau beberapa orang di sekitar kita, itu sudah
termasuk berdakwah. Begitu juga dengan politik. Berpolitik tak melulu soal
timses dan dukung mendukung siapa. Meski menjadi orang biasa, tak menutup
kemungkinan kita bisa turut berkontribusi dengan berpartisipasi seperti : Memilih
dengan akal sehat, menghindari suap, amplop, nasi bungkus, sumbangan di tengah pemilu
dan memberantas berbagai hal yang menyeleweng di perpolitikan Indonesia.
Bidang
politik tidak hanya terbatas pada pemerintah, partai, dan parlemen, walau
itulah asosiasi pertama pada ruang berpikir manusia jika disebut kata
‘politik’. Tanpa disadari, politik itu ada di setiap tempat manusia
berinteraksi. bahkan politik bukan hanya di terapkan di tatanan negara saja, di
sekolah, kampus, di tempat kerja, saat bernegosiasi dengan pedagang, serta
membeli bauran produk untuk usaha. Itu semua pada dasarnya adalah praktik politik.
Menurut pandangan islam Politik disama
artikan dengan Siyasah.
Siyasah –سياسة (politik) diambil dari kata ساس (saasa)
yang artinya memimpin, memerintah,
mengatur, dan melatih. Dikatakan ساس القوم (saasa al qauma) artiya dia memimpin,
memerintah, mengatur dan melatih sebuah kaum. (Lihat: Al Munawwir, Hal. 677.
Pustaka Progresif)
Siyasah sendiri
berarti manajemen/administrasi (Ibid, hal. 688)
Dikatakan :
وسُسْتُ الرَّعِيَّةَ سِياسَةً أمرْتُها ونَهَيْتُها
“Aku telah mengatur rakyat baik
dengan perintah atau larangan.” (Syaikh Fairuzzabadi, Al Qamus Al Muhith, 2/89.
Mawqi’ Al Warraq)
Secara Istilah :
Imam Abul Wafa Ibnu ‘Aqil Al
Hambali berkata:
السِّيَاسَةُ مَا كَانَ مِنْ الْأَفْعَالِ بِحَيْثُ يَكُونُ النَّاسُ مَعَهُ أَقْرَبَ إلَى الصَّلَاحِ وَأَبْعَدَ عَنْ الْفَسَادِ ، وَإِنْ لَمْ يُشَرِّعْهُ الرَّسُولُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا نَزَلَ بِهِ وَحْيٌ ؛ فَإِنْ أَرَدْتَ بِقَوْلِكَ ” لَا سِيَاسَةَ إلَّا مَا وَافَقَ الشَّرْعَ ” أَيْ لَمْ يُخَالِفْ مَا نَطَقَ بِهِ الشَّرْعُ فَصَحِيحٌ ، وَإِنْ أَرَدْتَ مَا نَطَقَ بِهِ الشَّرْعُ فَغَلَطٌ وَتَغْلِيطٌ لِلصَّحَابَةِ
“Siyasah (politik) adalah semua
tindakan yang dengannya manusia lebih dekat dengan kebaikan dan semakin jauh
dari kerusakan meskipun tindakan itu tidak pernah disyariatkan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan tidak ada wahyu Al Quran yang turun
tentangnya. Jika Anda mengatakan: “Tidak ada siyasah (politik) kecuali yang sesuai
dengan syariat atau tidak bertentangan dengan apa yang disebutkan oleh syariat,
maka itu adalah benar. Tetapi jika yang anda maksudkan dengan siyasah hanyalah yang dibatasi oleh syariat, maka itu
kesalahan dan sekaligus menyalahkan para sahabat nabi.” ( Imam Ibnul Qayyim,
I’lamul Muwaqi’in, 6/ 26. Mawqi’ Al Islam)
Sehingga pada dasar Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan tentang makna “siyasah”:
الْقِيَام عَلَى الشَّيْء بِمَا يُصْلِحهُ
“Menegakkan/menunaikan sesuatu
dengan apa-apa yang bisa memperbaiki sesuatu itu.”
(Al Minhaj Syarh Shahih
Muslim, 6/316. Mawqi’ Ruh Al Islam).
Dilihat
dari berbagai rujukan di atas, baik secara Bahasa, istilah, maupun
pengertiannya. Pada dasarnya siyasah (politik) adalah tindakan yang mulia, yang
mengantarkan manusia kepada kebaikan dan jauh dari kerusakan, singkatnya; upaya
manusia mengatur manusia lainnya. Oleh karena itu, Imam Ibnul Qayyim
menyebutnya sebagai keadilan Allah Ta’ala, hanya saja manusia terlanjur
menyebutnya siyasah (politik).
Jadi pada
dasarnya bersiyasah/berpolitik itu boleh-boleh saja. karena dengan itu kita
bisa belajar banyak serta mengatur banyak hal. Mungkin negara kita tak akan
bisa merdeka jika tak ada diplomasi intens dengan penjajah (di sela-sela perang
yang berkecamuk di antara dua belah pihak). Mungkin negara kita juga tidak akan
mendapat pengakuan secara de facto dari
negara lain semisal Menteri kita tidak berpolitik dengan negara luar. Papua juga
mungkin akan tetap menjadi medan pertempuran semisal tidak ada kesepakatan
antara belanda dan Indonesia melalui sistem politisasi dan musyawarah yang pada
akhirnya papua kembali berada di pangkuan bumi pertiwi. Jadi manfaat dari
politik itu sangatlah besar.
Berita
seolah menyudutkan, memperlihatkan segala sisi jahat dari praktik politik. Membuat
kebanyakan orang berasumsi buruk. Tak peduli dan bertingkah masa bodoh dengan pemimpin
yang akan terpilih (karena mereka berfikir semua pemimpin itu sama saja,
seperti halnya kata wanita yang tersakiti pasti akan bilang semua laki-laki itu
sama saja). Sekali ada berita korupsi, nepotisme, kelaparan, kemiskinan, dan
penangguran malah marah-marah dan berkata pemerintahan tidak becus. Ini juga
harus dipikirkan oleh segenap masyarakat terutama mereka yang sudah layak untuk
menggunakan hak pilihnya. Gunakan hak pilihnya untuk memilih pemimpin dengan
bijak dan pikiran yang logis (jangan mengandalkan amplop yang hanya dibagikan
selama empat atau lima tahun sekali). Bukan bersikap masa bodoh dan ketika saat
kepemimpinannya tiba dan rakyat diperlakukan dzalim. Mereka hanya bisa memaki
tanpa bisa mengubah apapun.
jangan
sampai politik kotor menjangkit di diri kita dengan membenarkan praktek
kecurangan yang ada. Harusnya sebagai masyarakat yang berfikir dan berpendidikan
harus bisa mengantisipasi serta membangun perpolitikan yang luber jurdil (Langsung,
Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil). Memang politik itu medan tempur antara
kebaikan dan kejahatan, antara visi dan misi berbagai macam kepentingan dan
golongan. Tapi tak menutup kemungkinan itu bisa berjalan baik dan tertib dengan
menurunkan ego dan mengepentingkan kebersatuan.
Jadi intinya
bukan politik itu yang salah, tapi orang yang ada di dalam sistem perpolitikan
itu. Jika isinya sebagian besar adalah
orang-orang baik, saya yakin politik bersih yang di dambakan akan tercipta untuk
mensejaherakan rakyat dan negara.
Selasa, 8 Januari 2019
Muhammad Habib Amrullah
0 komentar:
Posting Komentar