Sesungguhnya,
bidayah (permulaan) itu bagaikan cermin yang memperlihatkan nihayah (akhir).
Siapa yang bidayahnya selalu bersandar kepada Allah, pasti nihayah-nya akan
sampai kepada-Nya.
– ibnu Atha’illah al-Iskandari –
Artinya, permulaan seorang murid
adalah gambaran akhirnya. Jika di awal ia sudah memiliki tekad kuat untuk
menghadap Allah dan berjuang dalam ibadah dan riyadhah, maka di akirnya nanti
ia akan mendapatkan kemenangan besar. Begitu juga sebaliknya.
2
Yang
harus dikerjakan ialah amal ibadah yang engkau sukai dan semangat dalam
melakukannya, sdangkan yang harus diabaikan ialah hawa nafsu dan urusan dunia
yang sering memengaruhi.
– ibnu Atha’illah al-Iskandari –
Yang harus dikerjakan adalah amalan
sholeh yang mendekatkanmu kepada Allah. Adapun yang harus diabaikan dan tidak
perlu dipedulikan ialah keinginan hawa nafsu dan maslahatmu yang akan sirna.
3
Siapa
yang yakin bahwa Allah menyuruhnya melakukan ibadah, pasti ia
bersungguh-sungguh menghadap kepada Nya. Siapa yang mengetahui bahwa segala
urusan itu di tangan Allah, pasti bulatlah tawakalnya kepada-Nya.
– ibnu Atha’illah al-Iskandari –
4
Bangunan
alam ini pasti rusak binasa. Lenyap pula semua barang berharga yang ada di
dalamnya.
– ibnu Atha’illah al-Iskandari –
5
Orang
yang sempurna akalnya ialah yang lebih bahagia dengan yang kekal daripada yang
rusak binasa karena cahaya hatinya telah terang dan tanda-tanda cahaya itu
tampak pada air mukanya.
– ibnu Atha’illah al-Iskandari –
Orang yang berakal ialah orang yang lebih bahagia dan gemar kepada
akhirat daripada kepada dunia yang fana.
6
Orang
yang berakal memalingkan mukanya dari dunia ini, mengabaikannya dengan
memejamkan mata, dan terus berlalu meninggalkannya. Ia tidak menganggapnya
sebagai tanah air atau tempat tinggal.
– ibnu Atha’illah al-Iskandari –
Dia bisa melihat jelas apa saja yang perlu dijauhinya di dunia ini.
ia tidak menjadikan dunia sebagai tempat berleha-leha atau tempat
bersenang-senang. Tidak pula menjadikannya sebagai tempat tinggal yang
dicintainya.
7
Bahkan
semangatnya terus bangkit untuk segera sampai kepada Allah dan terus berjalan
menuju-Nya sambil berharap pertolongan-Nya agar segera sampai.
– ibnu Atha’illah al-Iskandari –
8
Kendaraan
semangatnya terus berjalan tiada henti sampai berlabuh di hadirat Ilahi, di
atas hamparan kesenangan, tempat kelapangan, berhadapan dengan-Nya,
bercakap-cakap dan menyaksikan-Nya, dan bersimpuh di tempat belajar ilmu-Nya
sehingga hadirat Ilahi itu menjadi sarang hati mereka. Ke sana mereka kembali
dan di sana pula mereka tinggal.
– ibnu Atha’illah al-Iskandari –
Biasanya yang menghalangi kendaraan tekad itu ialah sikap
bergantung kepada selain Allah, misalnya terhadap dunia.
9
Apabila
mereka tiba di langit kewajiban (menunaikan kewajiban) atau turun ke bumi
kepentingan (hawa nafsu) hal itu terjadi dengan izin dan keyakinan yang
mendalam. Mereka tidak menunaikan kewajiban dengan lalai dan menyalahi adab.
Demikian pula bila menuruti hawa nafsu, bukan semata-mata dorongan syahwat yang
meluap atau kesenangan duniawi, tetapi mereka masuk ke dalamnya dengan
pertolongan Allah untuk meraih keridhaan-Nya, menuruti tuntutan-Nya, dan
berharap kepada-Nya.
– ibnu Atha’illah al-Iskandari –
10
Katakanlah
“tuhanku masukkanlah aku melalui pintu kebenaran dan keluarkanlah aku melalui
pintu kebenaran pula supaya pandanganku tetap bulat pada kekuasaan dan
kekuatan-Mu ketika Kau memasukkanku, dimikian pula kepasrahan dan ketundukanku
selalu kepada-Mu ketika Kau mengeluarkanku”
– ibnu Atha’illah al-Iskandari –
11
“Dan
berikan untukku, langsung dari-Mu kekuatan dan pertolongan yang membantuku
untuk melawan nafsuku, membantu kawan-kawanku dan orang-orang yang kukasihi,
serta membantuku untuk mengenali kelemahan diri dan melenyapkanku dari kurungan
perasaanku, bukan kekuatan dan pertolongan yang membantu nafsu dan
musuh-musuhku.”
– ibnu Atha’illah al-Iskandari –
Disadur dan
diringkas dari buku AL-Hikam (Hal 359-370)
0 komentar:
Posting Komentar