Ayam berbicara padanya bahwasanya hari sudah menjelang pagi. Tapi
nyatanya langit masih gelap dan matahari sama sekali belum menampakkan batang
hidungnya. Paijon sudah susah payah bangun dari ranjangnya dan menemukan
kenyataan pahit bila jam di dinding masih menuding angka satu dini hari.
“Ayam-ayam
itu rupanya lagi cari mampus. Kenapa mereka sudah mulai berkokok. Fajar saja
belum datang! Sial!” Gerutunya sambil melempari ayam-ayam itu dengan
menggunakan batu. Ayam-ayam itu berlari berhamburan dengan mengepakkan sayapnya.
Mencoba melarikan diri dari perbuatan mereka yang berkokok tidak pada
jadwalnya.
Langit Membeku dan tanah membisu.
Aroma semerbak Kasturi terpancar mengitari berbagai sudut rumah yang ditinggali
Paijon. Dirinya mulai terbangun dari tidurnya. Tak biasanya rumah ini penuh
dengan wewangian yang memanjakan hidungnya. Karena biasanya bau rumahnya hanya
berkisar antara bau kentut atau bau pesing.
“bau
wangi apa ini?” tanyanya pada dirinya sendiri.
“Ini
Bau yang dihasilkan halusinasimu sobat. Pada dasarnya bau tempat ini memang busuk”
terdengar suara yang entah datang dari mana. Membuat Paijon segera melonjak dan
terjungkal dari ranjangnya.
“SI-SIAPA
YANG BICARA!” teriaknya sambil mengedarkan pandangan ke segala arah.
“ini
aku. Aku adalah kamu, dan kamu adalah aku. Kita adalah satu tubuh. Kamu nggak
sadar ya...” candanya. Namun Paijon berpikir jika hal itu justru sebagai sebuah
ancaman.
“Woi
setan alas! Keluar dari sini. Cepetan!” kata Paijon menjeriti dirinya sendiri
“mana bisa tubuhku ngomong sama diriku sendiri! kamu kira aku gila!” ketusnya
lagi.
“Bicara
apa sih kamu itu” terdengar suara dari yang lain.
“si-siapa
lagi itu!?” tanyanya ketakutan. Badannya menggigil tak karuan. Matanya sedari
tadi melotot. Rasa gelisah mulai merayap cepat bagai ingus yang terserot.
“ini
aku. Aku adalah kamu, dan kamu adalah aku. Kita adalah satu tubuh. Jangan sok
nggak kenal gitu ah. Hahahahaha....” Sahutnya disusul tawa.
“Bukaaaan!
aku bukan kamu, dan kamu bukan aku! jangan mengusik kehidupanku! Aku masih
waras! Jangan bikin aku GILAAA!” katanya mantap.
“haduh,
kenapa dia nggak mau mengakui kita ya. Padahal kita sudah lama sekali bersama”
“mungkin
pahitnya hidup sudah membuatnya buta akan kebenaran”
“jangan!
Jangan bicara disekitar sini! Bicara di beringin aja sono! Pergi! Nanti aku
bisa sinting!” jerit Paijon yang sudah ketakutan seperempat mati.
“hoi,
Paijon”
“Nggak
mauuu! Jangan bicara padaku! Cepetan pergi!” jeritnya kembali.
“tengoklah
tanganmu” pintanya.
Dengan
takut-takut Paijon mengangkat perlahan kedua tangannya. Matanya terbelalak. Dia
sampai ingin pingsan karena tidak sanggup menerima kenyataan yang sangat tidak
masuk di akalnya.
“Ha...ha....haa.....”
Paijon tergagap-gagap dibuatnya. Reaksinya sama seperti sedang menatap sesosok
wanita tidak cantik yang mencoba mencantik-cantikkan diri.
“tenanglah.
Jangan keget begitu. kalau kamu sampai kena serangan jantung dan mati disini.
Akupun juga akan ikut mati tahu” sahut tangan kiri.
“sudahlah
tangan kiri. Jangan menyudutkannya terus. Dia mungkin sedang berusaha berpikir
untuk mencerna kejadian kali ini. sebaiknya kita memperkenalkan diri kita dulu”
kata tangan kanan.
“hah,
males ah. Bukannya tanpa perkenalan dia sudah tahu bila kita adalah bagian dari
anggota tubuhnya. Dan dari awal kan kita juga telah menjelaskan siapa kita kepadanya”
Kata Tangan kiri.
“Ke-kenapa
kalian bisa bicara?” tanya Paijon. Pandangannya masih melukiskan rasa ketidakpercayaan
dengan apa yang sedang dilihatnya.
“nggak
tau tuh. Tiba-tiba saja aku bisa bicara begini. Mungkin karena Tuhan telah
mengabulkan do’aku untuk bisa bicara denganmu. Karena aku ingin protes mengenai
masalah percebokan” sahut tangan kiri.
“janganlah
begitu tangan kiri. Kasihan dia” kata tangan kanan.
“kamu
gampang aja bilang kaya gitu. Coba kamu jadi aku. Nyerah aja deh”
“apa
hanya kalian yang bisa berbicara?” Tanya Paijon kembali.
“sebenarnya
semua tubuhmu bisa bicara. Namun sekarang mereka semua sedang diam karena
mengetahui reaksimu yang begitu ketakutan” Jawab Tangan kanan.
“ja-jadi”
“ya
mereka semua bisa bicara. Coba saja sapa salah satu dari mereka semua. Pasti
mereka akan menyahutimu”
“ini
bukan mimpi kan?”
“coba
saja di tes” sahut tangan kiri sambil terkekeh.
Lalu
Paijon mencubit pipi kirinya.
“AUW!
Sakit bego!” sahut pipi kiri geram.
“WAAAA!
SIAPA ITU!” kata Paijon terperengah. Karena kaget dan terlempar, kakinya tak
sengaja menjaduk lemari sehingga menimbulkan luka lebam.
“SAKIIT!
Kamu kira aku batang besbol apa. Seenaknya kamu gedukin ke lemari! Makanya
punya mata itu dipakek!” gerutu kaki kanan.
“Seenaknya
aja nyalahin gue. Dasar kaki korengan!” celetuk Mata.
“WOI!
Kalau bilang kaki jangan yang umum dong. Gue tersinggung nih...” sahut kaki
kiri nggak terima dibilang kaki korengan. Padahal sudah ada sekitar tiga koreng
yang melekat di sekitarnya.
“Berhenti.
Jangan berteriak disekitarku!” Paijon semakin ketakutan.
Untung
tangan kanan segera menenangkan. “sudah-sudah. Janganlah kalian ribut terus. Kalau
dia sampai gila kita juga kan yang ribet”
“Oi
Paijon. Mulai sekarang lebih baik kamu tenangkan dirimu dulu”
Paijon
mengangguk cepat.
Paijon mulai menenangkan dirinya. Dia berjalan ke dapur untuk
meneguk beberapa gelas air. Kali ini pikirannya sudah tenang. Beberapa
keringatnya sudah dia lap pakai handuk. Untuk meringankan nuansa suram yang
ada. Paijon memilih melangkah keluar untuk menyerap udara segar. Sambil duduk
di teras. Kini dia mulai berbicara dengan anggota tubuhnya yang mendadak bisa
berbicara.
“apa
yang membuat kalian bisa berbicara?”
“aku
tidak tahu. yang jelas, aku merasakan ada sebuah perantara yang membuat kami
bisa berbicara seperti mulutmu”
“lalu
jika kalian bisa berbicara begini. Apa yang akan kalian lakukan?”
“kami
ingin unjuk rasa” kata telinga.
“benar,
unjuk rasa. Kami ingin menuntut hak kami sebagai anggota badan!” sahut anggota
tubuh yang lain.
“ya,
kamu harus melayani kami sebagai anggota tubuhmu”
“benar.
segera kembalikan hak kami yang hilang”
“tuntut....
tuntut..... tuntut...!” teriak mereka semua kepada Paijon.
“apa-apaan
sih. Jangan buat aku layaknya kriminal yang telah berbuat jahat kepada
korbannya dong. Yang tenang. diskusikanlah dengan baik dan layak” sahut Paijon.
“kami
memang korban dari hak asasi anggota badan!”
“iya
deh iya. Emang kalian mau nuntut apa sama aku?”
“Pertama
kami” sahut mata ”kami sebagai sepasang mata ingin kamu berhenti begadang
sampai larut malam Cuma gara-gara ngadep layar PC. Apa kamu nggak merasakan penderitaan
kami menatap cahaya itu lama-lama. Rasanya itu perih, panas, dan pedih. Lihat
nih, kami jadi memerah. Dan bawahanku jadi kendur dan melebam gara-gara kurang
istirahat!”
“hahh...
iya. Nanti jamku begadang akan di kurangi”
“Aku
juga mau menuntut!” gugat hidung.
“ya
silakan”
“kamu
kira sudah berapa penderitaan yang selama ini aku rasakan hah!”
“oh,
seberapa?”
“apa
kamu bercanda! Tiap hari selama hidupmu aku hanya mencium aroma kentut dan
pesing yang ada di rumahmu. Sekali-kali kamu harus bersih-bersih rumahmu yang
jorok ini biar wangi! Trus tubuhmu juga kasihlah minyak wangi. Minimal beli yang
sepuluh ribuan itulah. Manjakan aku dikit kek! Masak tiap hari aku disuruh uji
nyali dengan bau-bau yang seperti merontokkan bulu hidungku ini” geram hidung.
“oke
oke”
“aku
juga mau komplain!” kata mulut. Kini mereka saling bergantian untuk menggunakan
mulut itu.
“ya
silakan”
“apa
kamu nggak sadar bila ababmu itu bau hahh....!”
Paijon
menjajal dengan menciumnya untuk memastikan bau ababnya.
“Woi!
Ngapain lo nambahin penderitaan gue brengsek!” Maki hidung.
“sorry
lah dung, namanya juga mau ngecek abab”
“sialan
lo. Udah tau bau masih aja di cek. Ke gue lagi!”
“masak
mau saya cek ke telinga, ya kan nggak maksud dung”
“udah
nggak usah ribut, gimana baunya!?” tanya mulut.
“yaa...
emang agak bau sih”
“agak
bau jidatmu! Apa kamu ingat kapan terakhir kali kamu sikatan?” amuk hidung.
“emmh....
kurasa nggak pernah”
“nah.
Mulai sekarang sikatanlah! Kalau enggak. Maka hukumannya akan aku cabuti gigimu
satu persatu biar kamu jera!” ketus mulut.
“iya
iya. Nanti aku beli sikat”
“aku
juga!” tuntut telinga.
“iya
silakan”
“berhetilah
menempeliku dengan earphone baumu itu! itu membuatku tidak bisa merasakan udara
segar. Di dalamku jadinya bau semua nih! Dan kalau kamu mau membersihkan
dalemanku pakai katenbat. Nggak usah dalem-dalem sialan! Pinggir-pinggirnya
aja!”
“siap
laksanakan”
“sekarang
ganti aku yang komplain!” sahut tangan kiri
“ya
silakan”
“kalau
cebok itu yang bersih. Jangan lupa gue disabunin. Jangan Cuma di celup ke air trus
di lap! Gue masih bau tronyong! Dan lagi. kalau ngupil pakai gue. Ya langsung
cuci tangan. Jangan Cuma di eser ke tembok terus kelar. Gue masih lengket tau
nggak hah!”
“maaf,
nggak akan aku lakukan lagi”
“kalau
aku, Cuma menyarankanmu untuk berdo’a kalau mau melakukan sesuatu denganku”
sahut tangan kanan.
“laksanakan”
“sekarang
ganti aku yang mau menuntut!” sahut kaki kiri.
“waktu
dan tempat dipersilakan”
“woi
cengkring!”
“yap”
“woi
goblok, woi cengeng”
“yap,
yap”
“Lemah,
lembek, cebol, tengik”
“yap,
yap, yap, yap”
“sekali-kali
kamu harus sering olahraga. Emang gue disini Cuma buat pajangan apa!
Sekali-kali itu olahraga. Buat gue kuat sampai berotot kaya kakinya Ronaldo.
Gila. Risih gua liat diriku dipenuhi tulang kaya orang kurang gizi gini.
Korengan lagi. Makanya kalau mandi jangan lupa gue di kosok”
“oi.
Dia kan jarang mandi” sahut kaki kanan.
“benar
juga. Kamu juga mulai sekarang harus sering mandi. Awas kalau sehari kagak
mandi. Gua cabut diri dari tubuhmu kelar dah hidup lo!”
“siap
laksanakan”
“sekarang
giliranku” kata kaki kanan.
“silakan
silakan”
“sama.
Aku juga sependapat dengan kaki kiri. Selain itu aku juga mau menambahkan sesuatu”
Kaki
kanan diam sebentar.
“apa
itu?” tanya Paijon penasaran.
“SEKARANG
UDAH TIBA WAKTU SUBUH! CEPETAN BANGUN. SEKALI-KALI SHOLAT DIMASJID NAPA HAH!
MAU MASUK NERAKA LHO. NGGAK KASIHAN APA SAMA KITA! KALAU LO MASUK NERAKA NANTI
KITA BAKAL KESERET JUGA! CEPETAN BANGUN SHOLAT KE MASJID. JANGAN TIDURAN
MELULU!!!”
‘Brak!’
mata Paijon tiba-tiba terbuka lebar. Segera tubuhnya terlempar ke posisi duduk.
Nafasnya terengah-engah. Tadi adalah mimpi yang teramat menakutkan baginya.
Ditatapnya segala anggota tubuhnya. Diceknya satu-persatu bagian-bagian yang
didalam mimpinya telah meneriakinya sedemikian rupa. Untungnya mereka semua
masih terdiam dan tidak berkata sepatah katapun. Mengetahui bila tidak ada
masalah apapun membuat perasaan hatinya menjadi lega.
“untuuung
Cuma mimpi” desisnya dipenuhi rasa plong yang luar biasa.
Tak berapa lama, terdengar adzan subuh berkumandang. Paijon yang
selama ini malas-malasan sholat ke masjid mencoba kembali ke posisi tidurnya.
Belum sempat matanya terpejam. Suara menakutkan itu datang lagi menghantam urat
sarafnya.
“Woi,
bangun coy. Sholat ke masjid sana” sahut Kaki kanan.
Sumber Gambar : www.blogarama.com
Jepara,
18 Juni 2017
MHA
0 komentar:
Posting Komentar