Minggu, 18 Juni 2017

Kumpulan Cerpen; Humor


Ayam berbicara padanya bahwasanya hari sudah menjelang pagi. Tapi nyatanya langit masih gelap dan matahari sama sekali belum menampakkan batang hidungnya. Paijon sudah susah payah bangun dari ranjangnya dan menemukan kenyataan pahit bila jam di dinding masih menuding angka satu dini hari.
“Ayam-ayam itu rupanya lagi cari mampus. Kenapa mereka sudah mulai berkokok. Fajar saja belum datang! Sial!” Gerutunya sambil melempari ayam-ayam itu dengan menggunakan batu. Ayam-ayam itu berlari berhamburan dengan mengepakkan sayapnya. Mencoba melarikan diri dari perbuatan mereka yang berkokok tidak pada jadwalnya.

            Langit Membeku dan tanah membisu. Aroma semerbak Kasturi terpancar mengitari berbagai sudut rumah yang ditinggali Paijon. Dirinya mulai terbangun dari tidurnya. Tak biasanya rumah ini penuh dengan wewangian yang memanjakan hidungnya. Karena biasanya bau rumahnya hanya berkisar antara bau kentut atau bau pesing.

“bau wangi apa ini?” tanyanya pada dirinya sendiri.
“Ini Bau yang dihasilkan halusinasimu sobat. Pada dasarnya bau tempat ini memang busuk” terdengar suara yang entah datang dari mana. Membuat Paijon segera melonjak dan terjungkal dari ranjangnya.
“SI-SIAPA YANG BICARA!” teriaknya sambil mengedarkan pandangan ke segala arah.
“ini aku. Aku adalah kamu, dan kamu adalah aku. Kita adalah satu tubuh. Kamu nggak sadar ya...” candanya. Namun Paijon berpikir jika hal itu justru sebagai sebuah ancaman.
“Woi setan alas! Keluar dari sini. Cepetan!” kata Paijon menjeriti dirinya sendiri “mana bisa tubuhku ngomong sama diriku sendiri! kamu kira aku gila!” ketusnya lagi.
“Bicara apa sih kamu itu” terdengar suara dari yang lain.
“si-siapa lagi itu!?” tanyanya ketakutan. Badannya menggigil tak karuan. Matanya sedari tadi melotot. Rasa gelisah mulai merayap cepat bagai ingus yang terserot.
“ini aku. Aku adalah kamu, dan kamu adalah aku. Kita adalah satu tubuh. Jangan sok nggak kenal gitu ah. Hahahahaha....” Sahutnya disusul tawa.
“Bukaaaan! aku bukan kamu, dan kamu bukan aku! jangan mengusik kehidupanku! Aku masih waras! Jangan bikin aku GILAAA!” katanya mantap.
“haduh, kenapa dia nggak mau mengakui kita ya. Padahal kita sudah lama sekali bersama”
“mungkin pahitnya hidup sudah membuatnya buta akan kebenaran”
“jangan! Jangan bicara disekitar sini! Bicara di beringin aja sono! Pergi! Nanti aku bisa sinting!” jerit Paijon yang sudah ketakutan seperempat mati.
“hoi, Paijon”
“Nggak mauuu! Jangan bicara padaku! Cepetan pergi!” jeritnya kembali.
“tengoklah tanganmu” pintanya.

Dengan takut-takut Paijon mengangkat perlahan kedua tangannya. Matanya terbelalak. Dia sampai ingin pingsan karena tidak sanggup menerima kenyataan yang sangat tidak masuk di akalnya.
“Ha...ha....haa.....” Paijon tergagap-gagap dibuatnya. Reaksinya sama seperti sedang menatap sesosok wanita tidak cantik yang mencoba mencantik-cantikkan diri.
“tenanglah. Jangan keget begitu. kalau kamu sampai kena serangan jantung dan mati disini. Akupun juga akan ikut mati tahu” sahut tangan kiri.
“sudahlah tangan kiri. Jangan menyudutkannya terus. Dia mungkin sedang berusaha berpikir untuk mencerna kejadian kali ini. sebaiknya kita memperkenalkan diri kita dulu” kata tangan kanan.
“hah, males ah. Bukannya tanpa perkenalan dia sudah tahu bila kita adalah bagian dari anggota tubuhnya. Dan dari awal kan kita juga telah menjelaskan siapa kita kepadanya” Kata Tangan kiri.
“Ke-kenapa kalian bisa bicara?” tanya Paijon. Pandangannya masih melukiskan rasa ketidakpercayaan dengan apa yang sedang dilihatnya.
“nggak tau tuh. Tiba-tiba saja aku bisa bicara begini. Mungkin karena Tuhan telah mengabulkan do’aku untuk bisa bicara denganmu. Karena aku ingin protes mengenai masalah percebokan” sahut tangan kiri.
“janganlah begitu tangan kiri. Kasihan dia” kata tangan kanan.
“kamu gampang aja bilang kaya gitu. Coba kamu jadi aku. Nyerah aja deh”
“apa hanya kalian yang bisa berbicara?” Tanya Paijon kembali.
“sebenarnya semua tubuhmu bisa bicara. Namun sekarang mereka semua sedang diam karena mengetahui reaksimu yang begitu ketakutan” Jawab Tangan kanan.
“ja-jadi”
“ya mereka semua bisa bicara. Coba saja sapa salah satu dari mereka semua. Pasti mereka akan menyahutimu”
“ini bukan mimpi kan?”
“coba saja di tes” sahut tangan kiri sambil terkekeh.
Lalu Paijon mencubit pipi kirinya.
“AUW! Sakit bego!” sahut pipi kiri geram.
“WAAAA! SIAPA ITU!” kata Paijon terperengah. Karena kaget dan terlempar, kakinya tak sengaja menjaduk lemari sehingga menimbulkan luka lebam.
“SAKIIT! Kamu kira aku batang besbol apa. Seenaknya kamu gedukin ke lemari! Makanya punya mata itu dipakek!” gerutu kaki kanan.
“Seenaknya aja nyalahin gue. Dasar kaki korengan!” celetuk Mata.
“WOI! Kalau bilang kaki jangan yang umum dong. Gue tersinggung nih...” sahut kaki kiri nggak terima dibilang kaki korengan. Padahal sudah ada sekitar tiga koreng yang melekat di sekitarnya.
“Berhenti. Jangan berteriak disekitarku!” Paijon semakin ketakutan.
Untung tangan kanan segera menenangkan. “sudah-sudah. Janganlah kalian ribut terus. Kalau dia sampai gila kita juga kan yang ribet”
“Oi Paijon. Mulai sekarang lebih baik kamu tenangkan dirimu dulu”
Paijon mengangguk cepat.

Paijon mulai menenangkan dirinya. Dia berjalan ke dapur untuk meneguk beberapa gelas air. Kali ini pikirannya sudah tenang. Beberapa keringatnya sudah dia lap pakai handuk. Untuk meringankan nuansa suram yang ada. Paijon memilih melangkah keluar untuk menyerap udara segar. Sambil duduk di teras. Kini dia mulai berbicara dengan anggota tubuhnya yang mendadak bisa berbicara.

“apa yang membuat kalian bisa berbicara?”
“aku tidak tahu. yang jelas, aku merasakan ada sebuah perantara yang membuat kami bisa berbicara seperti mulutmu”
“lalu jika kalian bisa berbicara begini. Apa yang akan kalian lakukan?”
“kami ingin unjuk rasa” kata telinga.
“benar, unjuk rasa. Kami ingin menuntut hak kami sebagai anggota badan!” sahut anggota tubuh yang lain.
“ya, kamu harus melayani kami sebagai anggota tubuhmu”
“benar. segera kembalikan hak kami yang hilang”
“tuntut.... tuntut..... tuntut...!” teriak mereka semua kepada Paijon.
“apa-apaan sih. Jangan buat aku layaknya kriminal yang telah berbuat jahat kepada korbannya dong. Yang tenang. diskusikanlah dengan baik dan layak” sahut Paijon.
“kami memang korban dari hak asasi anggota badan!”
“iya deh iya. Emang kalian mau nuntut apa sama aku?”
“Pertama kami” sahut mata ”kami sebagai sepasang mata ingin kamu berhenti begadang sampai larut malam Cuma gara-gara ngadep layar PC. Apa kamu nggak merasakan penderitaan kami menatap cahaya itu lama-lama. Rasanya itu perih, panas, dan pedih. Lihat nih, kami jadi memerah. Dan bawahanku jadi kendur dan melebam gara-gara kurang istirahat!”
“hahh... iya. Nanti jamku begadang akan di kurangi”
“Aku juga mau menuntut!” gugat hidung.
“ya silakan”
“kamu kira sudah berapa penderitaan yang selama ini aku rasakan hah!”
“oh, seberapa?”
“apa kamu bercanda! Tiap hari selama hidupmu aku hanya mencium aroma kentut dan pesing yang ada di rumahmu. Sekali-kali kamu harus bersih-bersih rumahmu yang jorok ini biar wangi! Trus tubuhmu juga kasihlah minyak wangi. Minimal beli yang sepuluh ribuan itulah. Manjakan aku dikit kek! Masak tiap hari aku disuruh uji nyali dengan bau-bau yang seperti merontokkan bulu hidungku ini” geram hidung.
“oke oke”
“aku juga mau komplain!” kata mulut. Kini mereka saling bergantian untuk menggunakan mulut itu.
“ya silakan”
“apa kamu nggak sadar bila ababmu itu bau hahh....!”
Paijon menjajal dengan menciumnya untuk memastikan bau ababnya.
“Woi! Ngapain lo nambahin penderitaan gue brengsek!” Maki hidung.
“sorry lah dung, namanya juga mau ngecek abab”
“sialan lo. Udah tau bau masih aja di cek. Ke gue lagi!”
“masak mau saya cek ke telinga, ya kan nggak maksud dung”
“udah nggak usah ribut, gimana baunya!?” tanya mulut.
“yaa... emang agak bau sih”
“agak bau jidatmu! Apa kamu ingat kapan terakhir kali kamu sikatan?” amuk hidung.
“emmh.... kurasa nggak pernah”
“nah. Mulai sekarang sikatanlah! Kalau enggak. Maka hukumannya akan aku cabuti gigimu satu persatu biar kamu jera!” ketus mulut.
“iya iya. Nanti aku beli sikat”
“aku juga!” tuntut telinga.
“iya silakan”
“berhetilah menempeliku dengan earphone baumu itu! itu membuatku tidak bisa merasakan udara segar. Di dalamku jadinya bau semua nih! Dan kalau kamu mau membersihkan dalemanku pakai katenbat. Nggak usah dalem-dalem sialan! Pinggir-pinggirnya aja!”
“siap laksanakan”
“sekarang ganti aku yang komplain!” sahut tangan kiri
“ya silakan”
“kalau cebok itu yang bersih. Jangan lupa gue disabunin. Jangan Cuma di celup ke air trus di lap! Gue masih bau tronyong! Dan lagi. kalau ngupil pakai gue. Ya langsung cuci tangan. Jangan Cuma di eser ke tembok terus kelar. Gue masih lengket tau nggak hah!”
“maaf, nggak akan aku lakukan lagi”
“kalau aku, Cuma menyarankanmu untuk berdo’a kalau mau melakukan sesuatu denganku” sahut tangan kanan.
“laksanakan”
“sekarang ganti aku yang mau menuntut!” sahut kaki kiri.
“waktu dan tempat dipersilakan”
“woi cengkring!”
“yap”
“woi goblok, woi cengeng”
“yap, yap”
“Lemah, lembek, cebol, tengik”
“yap, yap, yap, yap”
“sekali-kali kamu harus sering olahraga. Emang gue disini Cuma buat pajangan apa! Sekali-kali itu olahraga. Buat gue kuat sampai berotot kaya kakinya Ronaldo. Gila. Risih gua liat diriku dipenuhi tulang kaya orang kurang gizi gini. Korengan lagi. Makanya kalau mandi jangan lupa gue di kosok”
“oi. Dia kan jarang mandi” sahut kaki kanan.
“benar juga. Kamu juga mulai sekarang harus sering mandi. Awas kalau sehari kagak mandi. Gua cabut diri dari tubuhmu kelar dah hidup lo!”
“siap laksanakan”
“sekarang giliranku” kata kaki kanan.
“silakan silakan”
“sama. Aku juga sependapat dengan kaki kiri. Selain itu aku juga mau menambahkan sesuatu”
Kaki kanan diam sebentar.
“apa itu?” tanya Paijon penasaran.
“SEKARANG UDAH TIBA WAKTU SUBUH! CEPETAN BANGUN. SEKALI-KALI SHOLAT DIMASJID NAPA HAH! MAU MASUK NERAKA LHO. NGGAK KASIHAN APA SAMA KITA! KALAU LO MASUK NERAKA NANTI KITA BAKAL KESERET JUGA! CEPETAN BANGUN SHOLAT KE MASJID. JANGAN TIDURAN MELULU!!!”

‘Brak!’ mata Paijon tiba-tiba terbuka lebar. Segera tubuhnya terlempar ke posisi duduk. Nafasnya terengah-engah. Tadi adalah mimpi yang teramat menakutkan baginya. Ditatapnya segala anggota tubuhnya. Diceknya satu-persatu bagian-bagian yang didalam mimpinya telah meneriakinya sedemikian rupa. Untungnya mereka semua masih terdiam dan tidak berkata sepatah katapun. Mengetahui bila tidak ada masalah apapun membuat perasaan hatinya menjadi lega.

“untuuung Cuma mimpi” desisnya dipenuhi rasa plong yang luar biasa.

Tak berapa lama, terdengar adzan subuh berkumandang. Paijon yang selama ini malas-malasan sholat ke masjid mencoba kembali ke posisi tidurnya. Belum sempat matanya terpejam. Suara menakutkan itu datang lagi menghantam urat sarafnya.

“Woi, bangun coy. Sholat ke masjid sana” sahut Kaki kanan.

Sumber Gambar : www.blogarama.com

Jepara, 18 Juni 2017

            MHA 

0 komentar:

Posting Komentar