softness

Selamat datang di blogku...

Hadits

Seungguhnya Allah Ta’ala senang melihat hambaNya bersusah payah/lelah dalam mencari rezeki yang halal.(HR.Ad-Dailami)

Tafakkur

tafakkur berarti memikirkan atau mengamati.

Road

pemandangan yang indah membantu pikiran kita menjadi indah

Al-Qur'an

Dan tidaklah sama kebaikan dan keburukan.Tolaklah keburukan itu dengan cara yang sebaik-baiknya, maka tiba-tiba ia, yang di antara engkau dan dirinya ada permusuhan, akan menjadi seperti seorang sahabat yang setia. Dan, tiada yang dianugerahi taufik itu selain orang-orang yang sabar, dan tiada yang dianugerahi taufik itu selain orang yang mempunyai bagian besar dalam kebaikan. (Q.S. 41: 35-36)

Himbauan

jangan marah, bagimu surga

Jumat, 21 Juli 2017

Novel; Arthof's Journey (Hal 15-19)



Chapter 3

            Hutan Anjel terletak di sebuah tempat di negara Tinho. Sampai sekarang pun aku belum bisa percaya telah berada di negara yang berbeda. Pada awalnya kukira ini masih di negara asalku, Honin.

            Aku digiring oleh mbah tua ini menuju sebuah rumah joglo disamping gubuk rumahnya. Setelah masuk ke dalam ruangan itu, kulihat sesuatu hal yang tidak ingin kulihat berada di depanku.

“Anda ingin membunuhku!” kataku kaget setelah melihat berbagai rintangan penyiksaan yang mengerikan.

“hohohoho... tenang saja, kamu tidak akan mati jika berhasil melewatinya”

“Jika berhasil! Kalau tidak !?” kataku setengah tercengang.

“ya... mati saja... hohohoho...” katanya melepas tawa.

Aku tak habis pikir bila kata barusan adalah sebuah candaan.

“kamu harus bisa melewati ini bila ingin melewati hutan itu” susulnya ringan.

“mana ada hutan yang ada kayak beginiannya!”

“kau salah, justru perlengkapan ini aku ambil dari hutan”

“apa!?”

“apa kamu lupa. Aku tahu jika kau ini orang yang cukup pandai”

Setelah dipikir aku baru ingat. Memang hutan ini terkenal mematikan. Tidak seperti hutan saban yang punya hewan-hewan buas. Aku pernah membaca dari buku di perpustakaan sekolah, di hutan ini terkenal dengan tumbuhannya yang mematikan. Jadi seperti ini tetumbuhan yang tumbuh di hutan itu.

“jadi silakan dimulai”

“Anda bercanda! Tidak akan!” lekas aku berlari menjauh dari tempat brutal itu.

            Serasa sudah cukup aman dan menenangkan diriku di halaman belakang. Seketika mbah tua itu kembali menghampiri. Dan kini duduk di sebelahku.

“sayang sekali. Katanya kamu kepingin lekas sampai rumahmu”

“aku benar-benar sangat ingin. Tapi bisakah kita mengambil cara lain yang lebih aman? Yang tidak sampai membuat badanku tercabik-cabik”

“maaf. Tapi pilihannya Cuma itu”

“tidak. Kalau aku pikir-pikir. Mungkin Anda bisa mengantarkanku sampai ke seberang hutan ini kan? Bukti bahwa aku sampai kesini adalah pasti karena ada orang yang ada di sini membawaku kemari”

“memang benar Akulah orangnya. Tapi sayang. Jika kau ingin keluar dari sini Aku tidak bisa membantumu. Begitu juga dengan Gael dan Harumi”

“kenapa?”

“emmhh.... alasannya begitu rumit” dia menyentuhkan jari telunjuknya ke janggutnya.

“apakah serumit itu hanya untuk mengantarkanku ke seberang hutan ini. Padahal aku sangat yakin kalian pasti orang-orang yang hebat dan baik sampai mau merawat dan menyelamatkanku dari kematian. Tapi, kenapa kalian tidak ingin membantuku hanya untuk keluar dari hutan ini saja?”

“yah... Coba kamu pikirkanlah sendiri nak. Kamu tahukan Gael sudah di buat babak belur oleh seorang yang saat ini tengah mengincarmu”

“lalu?”

“meski kami membawamu kembali ke rumah. bukannya kamu malah akan diincar lagi”

“— !??” aku baru tersadar. Benar apa yang diucapkan oleh kakek ini. Tapi apakah mungkin alasannya...

“jadi anda ingin melatihku disini agar bisa melawan orang yang mengincarku itu. dan alasan untuk melewati hutan ini hanyalah sebuah alasan lain?”

“yah... Mungkin kira-kira begitu. Melihat betapa lemahnya kamu sekarang. Kamu bisa saja mati dihadapannya kapan saja. Jadi bersyukurlah kamu diberi kesempatan berlatih disini”

“tapi... kenapa? Apa alasan mbah jiwo sampai mau melatihku segala? Kenapa anda begitu peduli?”

“karena aku kagum saja padamu”

“kagum?”

“ya”

“kagum karena apa?” aku semakin bengung. Tapi kakek itu hanya tersenyum renyah dan tidak berkata apapun.

“apa mungkin karena akulah satu-satunya orang yang selamat dari pembantaian sekolah itu?”
Kakek itu hanya mengangguk sambil tetap tersenyum renyah. Aku jadi bingung sendiri. Tak ada jawaban pasti dari anggukan itu.

            Tapi dari berbagai kejadian yang ada. Sekarang ini kepalaku benar-benar di penuhi berbagai pertanyaan. Tentang pria yang mengincarku itu, tentang orang-orang di sekolahku yang tiba-tiba di bantai secara bengis dan sadis, dan tentang keberadaan orang tua ini yang entah mengapa mencoba melindungiku disaat aku tidak memintanya.

“kamu akan keburikan kesempatan untuk bertanya jika telah berhasil melewati dua tahap”

“kalau boleh tahu? berapa tahap yang akan anda ajukan padaku?”

“sudah kubilangkan. Akan aku berikan kesempatan bertanya lebih banyak saat kamu sampai di tahap dua”
Aku menghela nafas panjang. Kakek ini benar-benar telaten sekali menjaga bicara dan rahasianya. Sulit membongkar informasi untuk saat ini. Mau tak mau aku memang harus ikut dengannya.

“baiklah” kataku setengah bersemangat.
***

            Kali ini aku berada di halaman depan rumahnya. Kulihat Gael sudah berada disana. Beberapa perban masih melilit badannya.

“oh, gael” sapaku dengan canggung “apa luka-lukamu sudah sembuh?”

“lukaku sudah sembilan puluh persen lebih pulih. Adikku merawatku dengan sangat telaten”

“baguslah” kataku dengan sebersit senyuman.

“kalau kamu. Apakah dia juga merawatmu dengan baik?”

“ya tentu” balasku sambil membayangkan perempuan menyebalkan itu.

“wahh syukurlah”

“ngomong-ngomong. Terimakasih ya kamu telah menyelamatkanku waktu itu. Aku tidak tahu apa jadinya nanti kalau kamu tidak menolongku. Dan maafkan aku juga karena telah menganggapmu lebih muda dariku” kataku sambil menunduk.

Reaksi Gael awalnya terlihat begitu kaget mendengar pernyataanku. Namun dia segera merubah ekpresinya dengan senyuman yang merekah sambil menggaruk-garuk rambutnya.

“sama-sama. Bukan kamu saja kok orang pertama yang menganggapku anak kecil. Lagian tubuhku juga seperti ini sih. Mirip kayak seorang anak berumur delapan tahun”

“baiklah. Tahap pertama akan segera dimulai” lanjut kakek itu. memutus keakraban perbincangan kami.
Di hadapanku sekarang sudah terdapat empat selongsong meriam yang terbuat dari bambu besar yang melingkariku.

“apa yang akan kulakukan dengan meriam ini. jangan bilang aku harus ditembaki dengannya”

“pemikiranmu cepat juga rupanya. Tapi kali ini kamu harus menghindarinya agar tidak terkena pelurunya”

“katakanlah peluru apa yang digunakan dan apa efeknya jika aku terkena pelurunya” kataku takut-takut.

“pelurunya Cuma terbuat dari kayu yang di poles bundar kok. Efeknya minimal tulangmu akan retak, mungkin” kata Gael dengan polosnya seaakan memberitahukannya dengan sangat enteng.

“Minimal katamu!!!”

“sudah jangan banyak bacot” di belakang sudah ada Harumi dengan membawa nampan yang berisi tiga gelas teh. “lakukan saja apa kata guru. Tak ada gunanya kamu mengeluh di saat kenyataan telah menghampirimu” dia menaruh teh itu di teras rumah. Duduk sambil melihat kami dari sana.
(perempuan ini  datang-datang sudah bikin kesal saja)

“baiklah akan segera dimulai” lanjut kakek itu lagi.
Aku mempersiapkan diri sambil tak henti-hentinya mengamati empat buah meriam yang melingkariku. Setidaknya aku bisa tahu letak tembakannya ketika melihat gael yang berpijak di salah satu meriam bambu itu.

“oke. Sekarang kita gunakan ini” kata mbah itu dengan tiba-tiba dia membelit mataku menggunakan kain.

“apa Anda gila mbah!! Kalau begini caranya. Itu sama saja kalau aku akan terbunuh lebih cepat”

“hohoho..... kamu tidak akan terbunuh lebih cepat jika berhasil menghindar. Jadi jangan tahan dirimu”

“apa!!?”

“kuncinya adalah fokus” kini mbah Jiwo membisikkan ke telingaku dengan lirih. “rasakanlah peluru mana yang akan di tembakkan. Dengarkanlah suara pelurunya. Dengarkanlah langkah gael yang ingin menyumet sumbunya. Lalu bereaksilah sesuai insting dan naluri dari informasi yang kau dapatkan dari inderamu yang berfungsi. Ketika kamu sudah mulai terbiasa. Maka semua akan terasa mudah. Semudah saat kamu menyerap materi pelajaran ataupun mengerjakan soal ujian”

Aku menelan ludah. Menyimak semua perkataan mbah Jiwo dengan cermat. Karena ini adalah masalah pertaruhan antara hidup dan matiku.

“berapa peluru yang harus aku hindari agar aku lulus tahap satu?”

“emmhh... mungkin sampai Gael merasa lelah”

“Anda gila!”

Buag!!” kali ini ada yang menendang perutku dengan keras

“sa—sakiit.... ukh...” aku tersungkur di tanah sambil menggeliat kesakitan. Pasti ini ulah...

“kalau sekali lagi kamu berkata tidak sopan pada ayah. Maka lain kali aku akan menendang kepalamu dua kali” Kata Harumi sambil mengeluarkan nafas berat yang penuh kemurkaan.

“ma—maaf” kataku sambil tetap mengerang kesakitan.

“tuhkan. Jika kamu berhasil memperoleh skill ini. Maka kamu akan bisa dengan mudah mengelak tendangan Harumi yang barusan. Bagaimana? Latihan ini benar-benar menguntungkan bukan” Kata mbah Jiwo sambil disusul gelak tawa. Seakan tidak mempedulikanku yang saat ini masih terkapar kesakitan di tanah.

***
                                                                                                                     
                                                                                                                    Bersambung........

Kamis, 20 Juli 2017

Current condition



Bagaimanakah rasanya ketika diri dihadapkan dengan beberapa argumen yang kita sendiri tidak tahu itu benar atau salah. Sekalipun kita anggap itu salah, mungkin orang lain akan menganggapnya berbeda. Jadi bisakah pendapat yang berbeda itu disatukan?

Konflik tak henti-hentinya terjadi karena adanya perbedaan antar golongan. Seakan menganggap yang paling benar. Mereka rela mungucurkan keringat untuk melawan golongan yang bertentangan dengannya. Sikap ingin menang dan menguasai nampaknya sudah menjadi sebuah tradisi. Mereka tak akan habis untuk membidik ketika hasil belum benar-benar diraih.

            Bisakah kita bersatu dalam perbedaan dan perseteruan yang semakin meruncing. Akankah kita tetap teradu domba dengan beberapa pengadu domba yang ingin kembali menjejalkan kakinya di negeri ini. Semua itu pasti akan cepat mereka peroleh ketika kita benar-benar masih tetap terbuaikan. Mulailah saling mengerti. Mulailah saling memahami. Masalah tidak akan selesai jika hanya disimpukan satu golongan ataupun seorang diri. Masalah akan terselesaikan ketika semua orang bisa saling mengerti.

            Menumpahkan darah dan mengorbankan orang adalah perbuatan terbengis. Membunuh dan memperbudak hanya untuk menebus sebuah obsesi hanya akan memperkeruh tatanan sosial duniawi. Entah apa yang mereka pikirkan, sesekali mulailah merenung sejenak. Tidak cukupkah mereka dengan limpahan materi yang sudah tidak terhitung jumlahnya.

            Dilihat dari berbagai sisi. Televisi dan media sosial sengaja atau tak sengaja sudah memecah belah masyarakat menjadi dua kubu yang bertentangan. Hal ini perlahan telah membuat kita kembali kedalam masa kolonial yang kelam. Dimana masyarakat yang seharusnya hidup akur bersama harus saling bunuh dikarenakan alasan yang sebetulnya tidak benar dan dibuat-buat. Akankah kejadian itu akan kembali terulang sekarang?

            Kuncinya adalah kesadaran. Di lihat dalam situasi apapun, sesantai apapun, negara sekarang ini telah terancam tanpa kita sadari. Dengan berbuat dan menyadari strategi para calon penjajah. Mungkin bisa membuat mata kita sedikit terbuka dan berupaya keras untuk menolaknya. Dengan cara berhenti bertikai dan saling tenggang rasa antar masyarakat seluruh tanah air.


Rabu, 19 Juli 2017

Novel; Arthof's Journey (Hal 10-14)



            Rasanya begitu aneh, mungkin ada yang habis kentut. Bau ini begitu menyengat di lubang hidungku. Tak berselang lama, rasa perih mulai terasa menjalar ke seluruh bagian tubuh.

“ukh...” kubuka mataku perlahan. Butuh beberapa hitungan detik hingga aku bisa melihat sekeliling dengan jelas.

Aku sedang berada di sebuah kamar tidur. Temboknya terdiri atas kayu tua dan berpasak bambu. Atapnya pun masih terdiri dari jerami tua yang di anyam. Aku mencoba bangkit tapi luka di tubuhku tak mengijinkannya. Lama aku di ruangan ini sendiri. ternyata bau yang menyengat itu adalah bau menyan. Dari dulu Aku tidak suka dengan bau-bauan seperti itu.

Pintu perlahan terkuak. Mata kupicingkan untuk melihat siapa gerangan orang yang masuk tanpa mengetuk pintu. Setelah jelas mataku memandang. Tak kusangka dia adalah seorang perempuan. Parasnya yang menawan membuatku tidak bisa berkedip untuk sesaat. Namun karena letupan rasa sakit di pinggang membuatku akhirnya tersadar dari angan-angan palsu.

            Sambil meringis kesakitan. Dia mendekat menuju ke arahku dengan membawa segelas air teh. Aku menelan ludah. Jantungku bertambah cepat seiring jaraknya semakin dekat denganku. Saat ini aku benar-benar diuntungkan dengan rupa menawanku. Sehingga kuyakin dia pasti akan tersipu malu saat akan berbicara denganku. Tapi –  

“bagaimana perasaanmu sekarang ini?” Tanyanya dengan nada malas. Cara bicaranya sama sekali tidak menampakkan kesan kasihan akan kondisi parahku ini. Dan rupanya dia sama sekali tidak kepincut dengan keelokan rupaku. Padahal setiap pagi saat berangkat ke sekolah. Sudah terdapat jejeran para siswi yang merapat di setiap jalan lewatku hanya untuk memandang wajahku.

“Oi... kenapa nggak dijawab. Apa sekarang kamu sudah mulai bisu?” tiba-tiba dia menggertak.

“A-aku...”

“hah... kalau nggak kuat ngomong nggak usah dipaksakan. Kamu nanti malah tambah sakit dan membuatku bekerja ekstra lagi menyembuhkan luka-lukamu”

Kali ini gambaranku padanya mulai berbalik. Ternyata watak wanita ini berbanding terbalik dengan wajah cantiknya itu. benar-benar sangat disayangkan.

            Setelah menaruh segelas air teh. Hampir saja dia pergi dan meinggalkan kamar ini kembali. Namun aku segera menyahutnya karena memiliki berbagai macam pertanyaan yang menyelimuti otak ini.

“Tunggu sebentar!”

“Apa?” katanya tanpa penuh hasrat.

“bolehkah aku bertanya sesuatu?”

Dia diam sejenak sambil melangkah kembali dengan malasnya “jangan banyak-banyak. Aku tak punya waktu banyak untuk mengurusimu lebih lama”
Dahiku berkerut. Ternyata dia cukup menjengkelkan juga. “Apa yang sebenarnya terjadi sebelum aku sampai disini? Tolong ceritakan padaku. Jika kamu menjelaskannya secara rinci. Mungkin itu adalah satu-satunya pertanyaanku saat ini”
Setelah berpikir sejenak. Akhirnya Wanita itu angkat bicara.

“kamu beruntung bisa selamat dari kejarannya. Si Gael telah berjuang mati-matian menyelamatkan nyawamu yang terancam. Untung dia juga selamat. Tapi lukanya lebih parah darimu”

“Gael. Maksudmu. Bocah  itu?”

“APA KATAMU!!!”

Buag!’ dia menendang perutku keras. Seperti tidak peduli bila aku sedang setengah sekarat di kasur ini.

“AKH!!!” rasanya begitu sakit seperti operasi usus tanpa obat bius.

“Ke-Kenapa kamu tiba-tiba... ukh...!” aku menahan perih yang bagai melumat organ dalamku ini.

“kuperingatkan kau. Jangan seenaknya memanggil kakakku dengan sebutan bocah, bocah”

(Tak kusangka dia kakaknya. Pantas saja orang yang kukira bocah itu memanggilku bocah. Dan lagi, padahal dia seumuran denganku. Mengapa juga memanggilku bocah! Sialan!)

“ma-maaf” kataku, sambil tetap meringis kesakitan. Aku tahu bila salah. Cuman, kenapa hukumannya harus sekeras ini.

“lain kali kalau kamu ulangi, aku akan menjejak kepalamu”

(di-dia ternyata seorang psikopat!)

“sampai jumpa” dia mulai melangkah pergi.

“tunggu!”

Dia berhenti tanpa menoleh ke arahku “kamu bilang satu pertanyaankan”

“satu lagi. sebenarnya tempat apa ini? dimana aku sekarang?”

“dasar laki-laki payah. memegang kata-katamu sendiri saja tidak becus. Aku tak akan menjawabnya jadi cari tahulah sendiri”

Sampai dia menutup pintu kamar. Barulah dengan nada berbisik aku mengumpatinya habis-habisan.
(dasar perempuan menyebalkan! lucknut! sinting!!!)
***

            Aku mungkin tertidur cukup lama. Aku tidak tahu ini hari apa atau jam berapa, tanggal apa dan tahun berapa. Aku tidak tahu lagi sudah terbaring disini berapa hari. Yang kutahu cuma bertemu dengan wanita cantik yang menjengkelkan. Yang merawat dan memberiku makan dengan tidak ikhlas. Sampai saat inipun dia tidak mengenalkan nama ataupun dirinya. Hal itulah yang mendorongku agar cepat sembuh dan supaya bisa pergi menjauh dari perempuan itu.

“dok dok” terdengar ketukan dari pintu. Itu bukan dari wanita itu. Karena aku hafal betul bila dia msauk pasti langsung membuka tanpa mengetuk pintu. Pintu perlahan terkuak. muncullah sesosok orang tua yang rambutnya sudah beruban semua. Berjenggot panjang dan  berkulit sawo langsat.

“bagaimana kondisimu sekarang, nak? Apa sudah merasa baikan?” tanyanya penuh dengan kewibawaan.

“Ya... seluruh luka-lukaku sudah sembuh. Apa aku boleh pulang sekarang?”

“jangan terburu-buru. Menginaplah semalam lagi”

“maaf mbah, tapi aku tidak punya bayak waktu lagi. mungkin sekarang kedua orangtuaku tengah sibuk mencariku kemana-mana”
Wajah orang tua itu mendadak berubah sesaat sampai akhirnya dia menyodorkan tangannya ke arahku. 

“perkenalkan. Saya Sudjiwo. Panggil saja Mbah Jiwo”

“ba-baik mbah Jiwo. Saya Arthof” aku menjabat tangannya erat.

“apa putriku merawatmu dengan baik”

Ingin sekali aku menyatakan ketidaksukaanku, namun sepertinya itu bukan pilihan yang baik. “ya, dia sudah cukup baik merawat saya. Bukti kalau saya masih hidup adalah kerja keras dari putri anda”

“Hohohoho.... apa kamu langsung tertarik dengannya pada pandangan pertama”

“ah... mungkin untuk beberapa detik saat awal kami bertemu”

“hohohoho... maafkan anakku ya bila kamu merasa kurang nyaman dengannya. Dari dulu dia memang begitu. Dia adalah orang yang sangat membenci pria”

“oh begitu” (Pantas saja) aku ingin sekali menanyakan apakah dia seorang lesbi. Tapi kurasa itu tidak perlu.

“kalau anda bagaimana. Mbah Jiwo kan pria?”


“kecuali aku dan Gael tentunya”

“maksud mbah boc-... eh si kecil itu?” aku hampir keceplosan.

“ya. Umurnya sudah tiga puluh tahun. Dia adalah anak kandungku”

“Kuda Gile! kalau yang putri!?”

“dia anak angkatku, umurnya baru lima belas tahun”

(jadi umurnya sama denganku ya...)

“kenapa dia sampai segitunya membenci pria mbah?” tanyaku penasaran.

“hohoho.... ceritanya cukup panjang. Mungkin lain kali akan kuceritakan bila kamu bersedia tinggal disini lebih lama”

Pintu terkuak kembali. ternyata si dia muncuk kembali. Bicaranya sangat sopan ketika dengan mbahnya.

“Makanannya sudah siap yah” Katanya lembut lalu disusul melirik ke arahku dengan tatapan tajam. Membuatku agak sedikit kikuk, bingung, dan juga kesal.

“baiklah. Aku akan segera ke sana bersama dengan pemuda ini” kata simbah itu dengan penuh kebijaksanaan.

Lalu dia berlalu pergi sambil menutup pintu.

“kenapa dia ini?”

“Namanya Harumi. Dia itu sebenarnya anak yang baik kok”

(mungkin aku tidak butuh tahu namanya, mengingat aku akan segera melupakannya)

“mari ikut makan bersama. Berhubung kami saat ini sedang memasak aneka masakan yang lezat”
Aku menangguk dan kami berjalan bersama menuju ruang makan.
***

Setelah menginap semalam di rumah mbah Jiwo. Akhirnya aku membulatkan tekat untuk balik ke rumah secepatnya.

“baiklah, aku akan pulang sekarang”

“tidak semudah itu nak”

aku tidak menegerti sama sekali “kenapa?”

“setidaknya untuk pulang ke rumahmu, kamu harus bisa melewati beberapa ujian yang ada di sini”

“jangan bercanda mbah Jiwo. Anda tahu sendirikan bagaimana perasaan kedua orangtua ku merasakan anak mereka hilang cukup lama. Mereka pasti sedang frustasi disana. Kalau anda ingin uang. Nanti akan saya transfer deh pas saya udah sampai rumah”

“tenang saja, saya tidak butuh uang. Kedua orang tuamu juga tidak akan mencarimu sekarang ini. Jadi semua alasan yang kamu ajukan sudah teratasi”

“aku belum sepenuhnya mengerti. Apa maksudnya mereka tidak bisa mencariku untuk saat ini?”

“yak... mengerti atau tidak. Tapi kamu tidak akan kuijinkan kembali kesana”

“kalau begitu aku akan kembali sendiri” lalu aku mulai berjalan menelusuri hutan ini.

“percuma, aku yakin kamu akan mati duluan sebelum berhasil melewati hutan ini. kamu harus tahu kalau sekarang kita berada di hutan Anjel. Hutan paling angker nomor dua setelah hutan Saban di negara Indons. Melewatinya sendiri tanpa persiapan sama saja mencari mati”

“—...!!!” aku tidak bisa berkata apa-apa lagi ketika mengetahui lokasiku sekarang ini. kukira ini hanyalah di sebuah pegunungan kecil yang bertempat di sebelah kotaku. Aku bisa mempercayai perkataan dari mbah Jiwo ketika dalam waktu yang sama melihat hutan lebat membentang sejauh mataku memandang dari pegunungan kecil ini.

“maka dari itu, disini aku akan membantumu sampai kamu benar-benar layak untuk melewati hutan ini”

“kira-kira berapa lama?” kataku dengan nada terpuruk.

“Selama engkau mampu mengatasi semuanya, jadi ini tergantung seberapa kerasnya dirimu mencoba”
***

Bersambung....

Rabu, 12 Juli 2017

Free download MP3 Jepang 3



1. High & High
    http://tinyical.com/1Eea

2. KASUMI
    http://tinyical.com/1Ef6

3. Knock Days - one piece
    http://tinyical.com/1Efw

4. Sense of wonder
    http://tinyical.com/1EhD

5. Late show
    http://tinyical.com/1EiX

6. Wish
    http://tinyical.com/1EjP

7. Summer rain
    http://tinyical.com/1Ek6

8. 笑顔が似合う日
    http://tinyical.com/1Ekh

9. Day to Story
    http://tinyical.com/1ElW

10. Saigo no tabi
      http://adfoc.us/x64816206

Free download MP3 Jepang 2



Nggak usah basa-basi. kalau mau comot silakan.....

Link :
http://tinyical.com/1ERp

Kumpulan Cerpen; Bisa Berpikir



           Pada suatu masa yang tidak diketahui. Hiduplah seorang anak kere yang suka menginjak batu empuk (istilah bakunya adalah ta1, lihat kamus anwar zahid dalam ceramahnya). Badannya kumal, keleknya bau, kakinya berborok, berbadan krempeng, dan kerapatan rambutnya melebihi ijuk sapu, atau lebih tepatnya pring yang disagar-sigar.

Memasuki semester ke 48 awal kehidupannya. Dia mulai bosan menjadi sesosok kere yang keleweran di trotoar jalan. Pikirannya yang dangkal dan tak terpelajar masih sempat terbesitkan keinginan untuk mengubah kehidupannya. Dirinya saja nggumun bisa berpikir. Dia amat bangga karena bisa berpikir layaknya manusia lain yang mendapat gaji itu.

Dalam sela-sela pikirannya. Dia mencoba berpikir lebih dalam dengan menemukan beberapa masalah yang selama ini tidak pernah ia temukan pemecahannya selama hidupnya. Dan ketika berhasil tahu. Rasanya seperti di beri Ilham dari langit.
“saya sekarang paham mengapa satu jika ditambah satu sama dengan dua!” pekiknya.

Kini dia merasa sedikit lebih pintar. Kemajuannya dalam berpikir ini membuatnya amat bahagia dan bangga. Barulah sekarang dia menyadari dan amat bersyukur bila bisa menjadi seorang yang bisa berpikir. Lalu, dengan segenap kesadaran, akhirnya dia memampirkan diri menuju masjid untuk sholat yang pertama kalinya.

Setelah sholat. Sekarang dia mulai duduk-duduk sambil merenung. Mengumpulkan konsentrasi untuk bisa berpikir kembali. Namun perutnya tiba-tiba merengek meminta isi. Dengan cekatan dia meloncat ke tempat sampah yang ada di dekatnya. Mengorek serpihan makanan sisa yang biasa dia lakukan sehari-hari. Namun dia tidak menemukan apapun disitu.

“hah...” keluhnya.

Namun beberapa saat dia teringat. Dia punya tuhan untuk dimintai pertolongan. Pikirannya yang melesat cepat bagai peluru segera membuatnya tersadar. Dia teramat takjub. Dia geleng-gelengkan kepalanya seakan tak percaya bila bisa berpikir secepat itu dan menyadari jika dia mempunyai tuhan. Karena dia tahu, bukan sembarangan orang bisa berpikir dan menyadari bila dia mempunyai tuhan setiap waktu.

“mungkin karena aku habis sholat tadi” batinnya. Dan kini dia menengadahkan tangan untuk berdo’a kepada tuhan.

‘ya Allah, beri saya makan. Karena jika tidak. Saya nggak akan bisa berpikir gara-gara diganggu suara perut ini ya Allah. Ya Allah, berilah saya makan. Karena sudah dari kemarin saya belum makan. Kalau bisa berilah saya makanan yang baik. Kalau boleh usul, saya maunya steak ya Allah. Karena seumur hidup saya belum pernah nyoba steak. Aamiin...’

Lalu dia menelangkupkan tangannya ke mukanya.

Beberpa saat dia menanti di pinggiran tong sampah sambil menunggu makanan yang dia minta. Namun tak kunjung datang.

“apa Allah belum mendengar do’a saya. Atau do’a saya masih dalam masa transfer?” dia bingung. Dalam kebingungannya, dia mencoba menganalisa ke dalam otaknya atas permasalahan yang dihadapinya.

Namun tak kunjung ketemu. Dia mulai gerah walau masih tetap bersabar menanti pesanan. Setengah jam berlalu dan tiada hasil. Perutnya terus memelas dan panas. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi dari tempat itu dan berjalan mencari makan.

Di perempatan. Dia menyenggol seorang laki-laki yang membawa sekresek steak ayam yang dibelinya di warung steak ternama. Dan salah satu kreseknya terjatuh dari genggaman pria itu. Steak itupun jatuh melesat ke tanaha dan akhirnya kotor. Sang kere yang sadar segera meminta maaf sambil mengiba. Namun sang pemuda itu untungnya baik. Dia tak mempermasalahkan karena yang jatuh itu adalah bonus. Berhubung warung steak yang dia beli pada waktu itu menerapkan sistem beli satu gratis satu pada hari itu.

“saya minta maaf mas. Jangan pukul saya”

“ndak apa-apa. Lagian itu bukan rezeki saya”

“tapi saya nggak bisa mengganti steak bapak yang kotor itu”

“ndak papa. Saya masih punya satu kok”

Ketika sang pemuda itu ingin membuangnya di tempat sampah, sang kere dengan responsif mencegatnya.
“tunggu mas!”

“he?”

“biar saya ambil boleh. Saya belum makan dari kemarin”

“oh silakan.. meski agak kotor. Insya Allah akan bersih jika di lap pakai tangan”

Lalu dia memberikan steak yang jatuh itu ke tangan sang kere.

“makasih banget mas” katanya setengah menangis.

“jangan makasih ke saya. Bersyukurlah ke Allah saja. Saya hanyalah sebagai perantara pak. Kalau begitu saya permisi dulu. istri saya tadi ngebel akan ngamuk bila saya nggak segera mati’in kecoa yang ngumpet di kolong kasur”

“ya silakan-silakan”
Lalu sang pemuda tadi berlalu meninggalkan sang kere.

Sang kere tadi begitu senang mendapat makanan yang diinginkannya. Setelah selesai makan. Dia kembali bersyukur kepada tuhan yang telah memberikannya.
“terimakasih ya Allah telah mengabulkan do’a hamba sehingga hamba bisa tenang untuk berfikir lagi”
Lalu dia kembali mencari kursi umum. Duduk disana dan berfikir kembali dengan tenang. Saat itulah dia mulai berpikir mengapa dia bisa menjadi kere, mengapa ada banyak kere, mengapa orang yang tidak kere kebanyakan tidak peduli dengan nasib kere, mengapa para kere dilihat seperti sampah yang merusak pemandangan. Dia berpikir lebih dalam untuk mengorek segala realita yang ada di hadapannya. Tanpa bergeming dahinya mulai berkerut memeras keringat sehingga menjatuhkan beberapa tetes ke tanah.

“aku harus jadi presiden!” katanya mantap dalam hati.

Dia pikir bila seandainya jadi presiden. Dia akan bisa menuntaskan ketidakadilan dan kekurang efisienan. Dia berpikir bila awal mula permasalahan yang terjadi disebabkan oleh sistem pemerintahan yang kurang becus. Maka dari itu, dia berpikir untuk menjadi presiden dan membenahi semua permasalahan yang ada.

“benar, presiden! Orang tertololpun tahu bila presidenlah yang memikul tanggung jawab atas negara. Ini negara sedang carut marut. Berarti presiden belum sepenuhnya bijak mengelola negara. Itulah alasannya kenapa selama kehidupanku yang singkat ini tetap menjadi kere melulu” pikirnya dalam batin.

Kemudian dia mencari tempat yang ramai dan memposisikan diri terlebih dahulu.

“perhatian masyarakat sekalian!” pekiknya. Ternyata perbuatannya tak sedikit mengundang banyak perhatian.

“wahai para saudaraku yang terjajah oleh para penguasa bengis. Mari kita tegakkan kembali keadilan dan meminta kembali hak kita yang terebut!!!” kini makin banyaklah orang yang berkumpul dan mendengarkannya.

“mari kita ciptakan kehidupan yang selama ini kita impikan. Mari kita lepas belenggu yang terus memeras pikiran dan tenaga kita untuk memenuhi hasrat mereka!” kali ini jalanan mulai macet karena banyak pengendara yang berhenti di sekitar situ.

“dengarkan saudara-saudara sependeritaanku!!! Jika nanti saya terpilih menjadi presiden kalian. Saya berjanji akan menegakkan keadilan untuk segala jenjang masyarakat!!! Tidak merendahkan dan meninggikan sebagian golongan!!! Semua dipikul sama rata. Maka dari itu, pilihlah saya!! Dukunglah saya menjadi presiden selanjutnya!!!” tak berselang lama beberapa polisi yang tahu bila ada keributan segera datang ke tempat kejadian.

“kalian pasti berpikir. Meski di buat sibuk saya yakin sebagian kalian pasti ada yang sadar!! Bahwa kita sedang diperbudak. Itulah sebab yang pasti membuat saya menjadi seorang kere dari dulu hingga sekarang. Dan apakah kalian sadar bila selama ini bertambah miskin. Lihatlah sekarang makanan harganya sudah 10.000 lebih!!! Padahal dahulu 50 perak saja sudah kenyang!!!”

Tiga polisi lekas berlari dan membekuk sang kere untuk di bawa ke kantor polisi.

“lepaskaaan!!! Lepaskaan saya!!! Saya pingin jadi presiden untuk merubah tatanan sial ini!!! minggaat!!!” dia terus mencerocos dan berusaha melepaskan diri dan berteriak. Sedangkan polisi yang tentunya lebih kuat berhasil membekuknya dan segera di masukkan ke dalam mobil polisi yang sudah disediakan.

“Kurang Tajir! Mana keadilan kalian! Mana semua keadilan yang kalian gemborkan! Apa nggak boleh saya mendeklarasikan diri sebagai calon presiden! Apa hanya orang-orang kalian saja yang boleh jadi presiden!! Wooii!!!!” dia akhirnya masuk ke dalam mobil polisi. Lalu mobil itu segera berlalu dengan sirine yang memekakkan telinga.

Semua orang yang ada disana melihat, semua orang yang ada di sana mendengar, semua orang yang ada di sana merasakan. Mereka tahu, mereka mengerti, mereka menyadari. Namun dalam satu sisi, sebagian dari mereka berpikir, bila cara yang dilakukan pemuda kere tadi  salah dan terlalu cepat.
Jepara, 12 Juli 2017

MHA