Bisakah sebuah pohon berjalan dari
tempatnya? Itu adalah sebuah pertanyaan goblok bagi sebagian orang pintar yang
ternyata goblok. Bisakah Buah mengeluarkan buah? Itu adalah sebuah pertanyaan konyol
yang ternyata tidak terlalu konyol bila di telaah lebih dalam. Bila ayah bukan
lagi bapak, Mengapa ibu bisa menjadi mama? Pertanyaan itu begitu pelik dan
lebih baik dilupakan dan tidak perlu di bahas panjang lebar.
Sebuah kejadian yang menggemparkan terdapat di sebuah kota. Hal itu
sontak mendapat reaksi dari berbagai golongan masyarakat. Semua berspekulasi
dan berpendapat sesuai kapasitas ilmunya masing-masing. Dan yang merasa bodoh
hanya terdiam menanggapi berita-berita yang halur mudik tiada henti.
Namun sayang sekarang orang-orang
tidak ingin dianggap bodoh. Hal apapun mereka lakukan agar kebodohan mereka
tertutupi walaupun pada kenyataannya mereka benar-benar bodoh.
“kejadiannya
memang terasa aneh. Ini hanyalah konspirasi para elite agar para rakyat jelata
melupakan penderitaannya!”
Yang
lainnya menyanggah.
“bohong!
Mereka yang berkoar-koar tak jelas itu hanyalah para konspirator yang cuma omong
besar”
Polemik tidak hanya menggerogoti para pemuka dan pembesar saja.
Bahkan rakyat kecil tak henti-hentinya mengemukakan pendapat mereka di zaman
politik bebas ini.
“mereka
semua adalah musuh. Kitalah yang benar. mereka seenaknya berkoar di jalan-jalan
tanpa kenal bulug!”
“kita
harus bertindak! Membubarkan mereka adalah pilihan yang terbaik untuk menjaga
keutuhan dan kesatuan! Sekarang juga bubarkaaan!”
“benaar!
Segera bubarkan golongan yang tidak bisa bertoleransi dengan golongan yang
lainnya!”
Dari beberapa orang yang berbeda
haluan mengkritik balik gugatan yang ditujukan kepada mereka.
“Bubarkan
udelmu! Kamilah yang kalian sakiti. Mana ada kami ini pernah menyakiti kalian.
Mana ada kami tidak bertoleransi kepada kalian. Mana ada kami sebagai orang
yang teraniaya, memecah belah ataupun memecah persatuan bangsa. TIDAAK! Kami
sama sekali tidak pernah melakukan apapun yang kalian tuduhkan! Justru kami
disini sebagai yang tersakiti, mencoba bertindak untuk menegakkan kembali
keadilan!”
Dalam kalangan saintis. Mereka tidak
terlalu menggugu masalah yang tidak benar-benar menyangkut dengan bidang yang
ditekuninya saat ini. Namun dewasa ini, tayangan vidio yang teramat viral di
youtub* telah membuat ubun-ubun para kalangan saintis terasa meletup-letup
bagai popcorn yang mengembung.
“Siapa
yang buat video konspirasional itu. Mana ada bentuk bola itu datar!”
“kurang
tajir! Seenaknya saja yang buat video itu dengan lancangnya mencap kita sebagai
pembohong! Mana ada hah... masak riset kita yang telah kita lakukan selama
berpuluh-puluh tahun lamanya Cuma dianggap sebagai sebuah isapan jentik! Kau
kira penelitian kami ini Cuma dolan neker apa! Kami ini serius mengorbankan
jiwa dan raga dalam mengembangkan ilmu sains, tahu nggak!”
Sedangkan
para pendukung flat ball yang sudah percaya dengan tayangan di youtub*
masih tetap meneguhkan pendirian dan tetap melawan. Mereka melakukannya karena sudah merasa kenyang telah dibohongi
oleh para elite gombal selama ini.
Dalam kalangan Budayawan. Segala
tetekbengek kehidupan hanyalah sebuah sandiwara yang hanya perlu dijalankan
dengan segenap hati, jiwa, dan raga. Maka, ketika mereka menemui sebuah intrik
dan peristiwa yang bertentangan. Mereka hanya menulisnya, bahkan kejadian itu
dijadikan sebagai bahan refrensi dan inspirasi untuk membuat suatu karya mereka
yang baru dan sensasional.
Semakin cepat hari bergulir. Segala
macam kejadian telah membenturkan beberapa golongan dalam satu kisi. Pertikaian
dan saling tuduh menjadi hal yang biasa terjadi.
“Fitnah
lagi ya...” Kata orang tua itu, disusul hembusan nafas panjang.
“benar.
Mengapa mereka sebegitunya membenci kita guru?”
“itu
sudah takdir, nak. Mereka tidak akan suka dan tidak akan pernah berhenti
mengusik kita sampai kita keluar dari jalan yang lurus ini”
“tapi,
bukannya lebih baik kita melawan mereka! Dan menyingkirkan segala tuduhan ini!”
“tidak
semudah itu, zaman dulu bukanlah seperti zaman yang ada sekarang ini. jika kita
melawannya dengan berperang. Maka kitalah yang akan habis. Karena kita akan
tercap sebagai sebuah golongan yang bengis, dan malah akan membenarkan
fitnah-fitnah yang mereka lontarkan itu”
“jadi,
apa yang harus kita lakukan guru?” tanyanya setengah memelas.
“belajarlah
yang rajin nak. Sekarang zamannya adalah peperangan fikiran. Asahlah akal dan
pikiranmu. Jangan kau susupi dengan hal tidak berguna yang akan menuntunmu ke
lembah kebinasaan”
“apakah
dengan itu kita akan berhasil mengalahkan mereka guru?”
“ah,
jangan berpikiran begitu, kita bertarung dan berperang bukan untuk mengalahkan,
tapi kita bertarung dan berperang adalah untuk menyadarkan dan menegakkan panji
Allah. Dan jika sempat, do’akanlah mereka agar segera tersadar dari
kejahiliyyahannya”
“maafkan
saya guru. Mungkin saya kurang banyak belajar lagi”
“tidak
apa, kamu masih muda. Setidaknya jalanmu masih panjang jika Allah memanjangkan
umurmu”
“Aamiin...
guru”
Sumber Gambar : http://www.renungankristiani.com/mulut-yang-serong/
Jepara,
6 Juli 2017
M H A
0 komentar:
Posting Komentar