Rabu, 12 Juli 2017

Kumpulan Cerpen; Sinektika



            Bisakah sebuah pohon berjalan dari tempatnya? Itu adalah sebuah pertanyaan goblok bagi sebagian orang pintar yang ternyata goblok. Bisakah Buah mengeluarkan buah? Itu adalah sebuah pertanyaan konyol yang ternyata tidak terlalu konyol bila di telaah lebih dalam. Bila ayah bukan lagi bapak, Mengapa ibu bisa menjadi mama? Pertanyaan itu begitu pelik dan lebih baik dilupakan dan tidak perlu di bahas panjang lebar.

Sebuah kejadian yang menggemparkan terdapat di sebuah kota. Hal itu sontak mendapat reaksi dari berbagai golongan masyarakat. Semua berspekulasi dan berpendapat sesuai kapasitas ilmunya masing-masing. Dan yang merasa bodoh hanya terdiam menanggapi berita-berita yang halur mudik tiada henti.

            Namun sayang sekarang orang-orang tidak ingin dianggap bodoh. Hal apapun mereka lakukan agar kebodohan mereka tertutupi walaupun pada kenyataannya mereka benar-benar bodoh.

“kejadiannya memang terasa aneh. Ini hanyalah konspirasi para elite agar para rakyat jelata melupakan penderitaannya!”

Yang lainnya menyanggah.

“bohong! Mereka yang berkoar-koar tak jelas itu hanyalah para konspirator yang cuma omong besar”

Polemik tidak hanya menggerogoti para pemuka dan pembesar saja. Bahkan rakyat kecil tak henti-hentinya mengemukakan pendapat mereka di zaman politik bebas ini.

“mereka semua adalah musuh. Kitalah yang benar. mereka seenaknya berkoar di jalan-jalan tanpa kenal bulug!”

“kita harus bertindak! Membubarkan mereka adalah pilihan yang terbaik untuk menjaga keutuhan dan kesatuan! Sekarang juga bubarkaaan!”

“benaar! Segera bubarkan golongan yang tidak bisa bertoleransi dengan golongan yang lainnya!”

            Dari beberapa orang yang berbeda haluan mengkritik balik gugatan yang ditujukan kepada mereka.

“Bubarkan udelmu! Kamilah yang kalian sakiti. Mana ada kami ini pernah menyakiti kalian. Mana ada kami tidak bertoleransi kepada kalian. Mana ada kami sebagai orang yang teraniaya, memecah belah ataupun memecah persatuan bangsa. TIDAAK! Kami sama sekali tidak pernah melakukan apapun yang kalian tuduhkan! Justru kami disini sebagai yang tersakiti, mencoba bertindak untuk menegakkan kembali keadilan!”

            Dalam kalangan saintis. Mereka tidak terlalu menggugu masalah yang tidak benar-benar menyangkut dengan bidang yang ditekuninya saat ini. Namun dewasa ini, tayangan vidio yang teramat viral di youtub* telah membuat ubun-ubun para kalangan saintis terasa meletup-letup bagai popcorn yang mengembung.

“Siapa yang buat video konspirasional itu. Mana ada bentuk bola itu datar!”

“kurang tajir! Seenaknya saja yang buat video itu dengan lancangnya mencap kita sebagai pembohong! Mana ada hah... masak riset kita yang telah kita lakukan selama berpuluh-puluh tahun lamanya Cuma dianggap sebagai sebuah isapan jentik! Kau kira penelitian kami ini Cuma dolan neker apa! Kami ini serius mengorbankan jiwa dan raga dalam mengembangkan ilmu sains, tahu nggak!”

Sedangkan para pendukung flat ball yang sudah percaya dengan tayangan di youtub* masih tetap meneguhkan pendirian dan tetap melawan. Mereka melakukannya  karena sudah merasa kenyang telah dibohongi oleh para elite gombal selama ini.

            Dalam kalangan Budayawan. Segala tetekbengek kehidupan hanyalah sebuah sandiwara yang hanya perlu dijalankan dengan segenap hati, jiwa, dan raga. Maka, ketika mereka menemui sebuah intrik dan peristiwa yang bertentangan. Mereka hanya menulisnya, bahkan kejadian itu dijadikan sebagai bahan refrensi dan inspirasi untuk membuat suatu karya mereka yang baru dan sensasional.

            Semakin cepat hari bergulir. Segala macam kejadian telah membenturkan beberapa golongan dalam satu kisi. Pertikaian dan saling tuduh menjadi hal yang biasa terjadi.

“Fitnah lagi ya...” Kata orang tua itu, disusul hembusan nafas panjang.

“benar. Mengapa mereka sebegitunya membenci kita guru?”

“itu sudah takdir, nak. Mereka tidak akan suka dan tidak akan pernah berhenti mengusik kita sampai kita keluar dari jalan yang lurus ini”

“tapi, bukannya lebih baik kita melawan mereka! Dan menyingkirkan segala tuduhan ini!”

“tidak semudah itu, zaman dulu bukanlah seperti zaman yang ada sekarang ini. jika kita melawannya dengan berperang. Maka kitalah yang akan habis. Karena kita akan tercap sebagai sebuah golongan yang bengis, dan malah akan membenarkan fitnah-fitnah yang mereka lontarkan itu”

“jadi, apa yang harus kita lakukan guru?” tanyanya setengah memelas.

“belajarlah yang rajin nak. Sekarang zamannya adalah peperangan fikiran. Asahlah akal dan pikiranmu. Jangan kau susupi dengan hal tidak berguna yang akan menuntunmu ke lembah kebinasaan”

“apakah dengan itu kita akan berhasil mengalahkan mereka guru?”

“ah, jangan berpikiran begitu, kita bertarung dan berperang bukan untuk mengalahkan, tapi kita bertarung dan berperang adalah untuk menyadarkan dan menegakkan panji Allah. Dan jika sempat, do’akanlah mereka agar segera tersadar dari kejahiliyyahannya”

“maafkan saya guru. Mungkin saya kurang banyak belajar lagi”

“tidak apa, kamu masih muda. Setidaknya jalanmu masih panjang jika Allah memanjangkan umurmu”

“Aamiin... guru”


Jepara, 6 Juli 2017


M H A

0 komentar:

Posting Komentar