Jumat, 08 Maret 2019

Mempertautkan Ulum Al-Diin, Al-Fikr Al-Islamy, dan Dirasat Islamiyyah

https://wall.alphacoders.com

REVIEW ARTIKEL

Pendahuluan
            Sebenarnya sudah dari tahun 80-han Istilah “act locally and think globally” sudah ada. Namun sampai sekarang belum menemui formula yang pas, sehingga bukan kedamaian dan sikap tasamuh yang didapat, justru malah kekerasan, perebutan kepentingan, dan hal buruk lain yang didapat. Menurut pandangan penulis Seringkali kita tidak dapat membedakan secara jelas dan gamblang antara Ulu, Al-Diin, Al-Fikr Al-Islamy, dan Dirasat Islamiyyah. Sehingga tidak dapat membentuk satu pandangan keagamaanIslam yang utuh, yang dapat mempertemukan dan mendialogkan secara positif-konstruktif antara yang “lokal” dan “global”, antara yang “partikular” dan “universal”, antara “distinctive values” dan “shared values”, antara yang biasa disebut “dzanni” dan “qath’iy” dalam pemikiran fikih Islam dalam hubungannnya dengan keberadaan pandangan hidup dan pandangan keagamaan tradisi dan budaya lain (others; al-akhar) di luar budaya Islam.
Pendidikan merupakan alat yang dapat mencerahkan peradaban itu sendiri. Pendidikan Islam secara utuh, terstruktur dan tersistimatisasi yang diharapkan dapat memberikan gambaran keislaman kepada masyarakat luas, termasuk para alumni perguruan tinggi umum, para pemimpin negara dan tokoh pemimpin gerakan sosial keagamaan. Tapi dengan majunya IPTEK semua informasi mengenai Islam justru membuat masyarakat kesulitan karena tidak terstruktur secara sisematis.
Maka diperlukan konsep baru yang dapat mencerahkan, yang dapat mengolah kembali silabi, dan pendekatan mengenai Pendidikan Agama Islam supaya peserta didik, masyarakat luas tetap mampu berpikir jernih, santun, etis, penuh pertimbangan yang rasional-logis, dan dapat mendorong untuk berpikiran “Act locally and think globally”. Tanpa harus mengorbankan salah satunya.

Isi Materi
Empat fase studi agama dari teolog Keith Ward :
·         Local
Pada masa prasejarah Agama termasuk dikategorikan memiliki sifat lokal karena masih melakukan tradisi, kultur, adat istiadat, norma, yang ada disekitar tempat batas geografinya. Dan kelokalan ini tidak dapat dihindari karena salah satu factor yang mendasarinya adalah bahasanya.

·         Canonical/ Propositional
Era agama-agama besar dunia. Kehadiran agama Ibrahimi dan juga agama di Timur umumnya menggunakan kitab suci. Pada saat itu, tradisi yang awalnya hanya menggunakan Lisan kemudian mulai mengenal budaya baca tulis menggunakan huruf, tulisan (alphabet, huruf, kata, anak kalinatm dll). Sejarah manusia memasuki babak baru ketika norma, aturan, kesepakatan lokal ditulis dan dibukukan disebut Canonical. Yang mana masing-masing agama memiliki aturan, norma, dan kesepakatan berdasarkan kitab suci yang menjadi panduan hidup moral, hukum, dan sosial. Era ini muncul juga empat model pemahaman tentang realitas spiritualitas :
ü  Idealis
ü  Dualis
ü  Teis
ü  Monois
Agama-agama Canonical keseluruhannya memberikan pandangan tentang realitas yang sangat tinggi dalam penafsiran yang berbeda. Panduan keagamaan inilah yang berdasarkan kitab suci sangat berkembang di abad pertengahan dan mempunyai andil dalam pemebentukan keberagaman.
·         Critical
Kesadaran beragama di Eropa pada abad ke 16 dan 17 terjadi perubahan yang radikal, agama-agama tradisional pun mengalami tantangan berat yang mana memaksa para pengikutnya untuk memikirkan kembali secara menyeluruh asumsi dasar menjadi habits of mind dan belief. Kalau umat beragama menerima dua prinsip Enlightement bisa jadi menyebabkan kepercayaan agama dalam bentuk tradisional-konvensional selama ini, tidak akan bisa dipertahankan lagi. 
·         Global
Di era ini perkembangan teknologi informasi, didukung dengan kemajuan transportasi udara, laut, dan darat dapat mempercepat terwujudnya borderless society. Selain itu glokalisasi (tradisi lokal dibawa ke arena global).Tradisi lokal dibawa ke arena global. Muslim diaspora, immigrant muslim di Eropa, gerakan transnasionalisme menempati salah satu bagian dari kompleksitas kehidupan agama di era global ini


Perkembangan Pemikiran Kalamiyyah dari Waktu ke Waktu
Hasan Hanafi menggambarkan ada lima fase perjalanan yang dialektis dari karya-karya ilmu Ushuluddin :
1.      Kemunculan objek dan aliran
2.      Dari pokok-pokok agama (ushuluddin) menuju konstruksi ilmu pengetahuan
3.      Dari konstruksi ilmu pengetahuan menuju keyakinan-keyakinan keimanan
4.      Dari keyakinan-keyakinan keimanan menuju ideologi revolusi

Kelebihan Artikel
1.      Artikel yang digunakan oleh penulis sangat informatif dan menarik karena menyampaikan informasi secara jelas, Terpola dan cukup padat sehingga tidak membuat pembaca kebingungan karena tulisan arikel yang panjang.
2.      Ada penjelasan mengenai istilah asing atau kata Asing, sehingga pembaca tidak mengalami kesulitan dan kebingungan untuk memahami artikel yang ada.
3.      Penyampaian materi disertai dengan contoh dalam kehidupan sehari-hari.
4.      Penggunaan garis miring, huruf tebal, dan huruf besar yang tepat, guna menggambarkan dan memperjelas isi dari Artikel yang dijelaskan.
5.      Terdapat Footnote untuk membantu para pembaca jika ingin lebih mendalami Artikel yang dibaca.

Kekurangan Artikel
1.      Terdapat banyak sekali kata asing bagi orang awam, sehingga sulit untuk memahami makna kata-kata yang dipaparkan
2.      Dalam memahami artikel tersebut pembaca haruslah membaca berulang kali untuk dapat menafsirkan isi dari artikel itu sendiri.
3.      Penulis tidak memberikan kesimpulan untuk menyimpulkan informasi yang telah dibahas.

Kesimpulan
Kesimpulannya yakni, bahwa kita haruslah dapat mempertahankan Sifat Local (tradisi, adat istiadat, norma, serta aturan yang ada) dalam keagamaan dengan menggunakan cara berpikir global. Tidak mementingkan kepentingan golongan maupun mendiskriminasi Sebagian kelompok tertentu. Penulis juga memaparkan tentang adanya empat fase studi agama yang menjelaskan perkembangan mulai dari Sifat Local, kemudian berkembang dari yang semula hanya menggunakan Lisan menjadi budaya baca tulis yang kemudian pada akhirnya berkembang menuju era global. Tapi di era gobal seperti sekarang tidaklah membuatnya budaya lokal hilang justru membuatnya dapat masuk ke arena global. Kehidupan beragama tidak boleh kebal dari kritik, supaya kehidupan beragama yang majemuk antar kelompok tidak mengalami crash yang akan menimbulkan kekacauan. Saling menghargai dan bertoleransi dalam hal yang dibolehkan. Membangun kembali sisi intelektual Islam dengan memperhatikan Tradisi, pemikiran, dan Studi Islam.

0 komentar:

Posting Komentar