https://wall.alphacoders.com |
REVIEW ARTIKEL
Pendahuluan
Sebenarnya sudah dari tahun 80-han Istilah “act
locally and think globally” sudah ada. Namun sampai sekarang belum menemui
formula yang pas, sehingga bukan kedamaian dan sikap tasamuh yang didapat,
justru malah kekerasan, perebutan kepentingan, dan hal buruk lain yang didapat.
Menurut pandangan penulis Seringkali kita tidak dapat membedakan
secara jelas dan gamblang antara
Ulu, Al-Diin, Al-Fikr Al-Islamy, dan Dirasat Islamiyyah. Sehingga tidak dapat
membentuk satu pandangan keagamaanIslam yang utuh, yang dapat mempertemukan dan
mendialogkan secara positif-konstruktif antara yang “lokal” dan “global”,
antara yang “partikular” dan “universal”, antara “distinctive values” dan
“shared values”, antara yang biasa disebut “dzanni” dan “qath’iy” dalam
pemikiran fikih Islam dalam hubungannnya dengan keberadaan pandangan hidup dan
pandangan keagamaan tradisi dan budaya lain (others; al-akhar) di luar budaya
Islam.
Pendidikan merupakan alat yang dapat
mencerahkan peradaban itu sendiri. Pendidikan Islam secara utuh, terstruktur
dan tersistimatisasi yang diharapkan dapat memberikan gambaran keislaman kepada
masyarakat luas, termasuk para alumni perguruan tinggi umum, para pemimpin
negara dan tokoh pemimpin gerakan sosial keagamaan. Tapi dengan majunya IPTEK
semua informasi mengenai Islam justru membuat masyarakat kesulitan karena tidak
terstruktur secara sisematis.
Maka diperlukan konsep baru yang dapat
mencerahkan, yang dapat mengolah kembali silabi, dan pendekatan mengenai
Pendidikan Agama Islam supaya peserta didik, masyarakat luas tetap mampu
berpikir jernih, santun, etis, penuh pertimbangan yang rasional-logis, dan
dapat mendorong untuk berpikiran “Act
locally and think globally”. Tanpa harus mengorbankan salah satunya.
Isi Materi
Empat fase studi agama dari teolog Keith
Ward :
·
Local
Pada masa prasejarah Agama termasuk dikategorikan memiliki sifat
lokal karena masih melakukan tradisi, kultur, adat istiadat, norma, yang ada disekitar tempat batas geografinya.
Dan kelokalan ini tidak dapat dihindari karena salah satu factor yang mendasarinya adalah
bahasanya.
·
Canonical/ Propositional
Era
agama-agama besar dunia. Kehadiran agama Ibrahimi dan juga agama di Timur
umumnya menggunakan kitab suci. Pada saat itu, tradisi yang awalnya hanya menggunakan Lisan kemudian
mulai mengenal budaya baca tulis
menggunakan huruf, tulisan (alphabet, huruf, kata, anak kalinatm dll). Sejarah
manusia memasuki babak baru ketika norma, aturan, kesepakatan lokal ditulis dan
dibukukan disebut Canonical. Yang
mana masing-masing agama memiliki aturan, norma, dan kesepakatan berdasarkan
kitab suci yang menjadi panduan hidup moral, hukum, dan sosial. Era ini muncul
juga empat model pemahaman tentang realitas spiritualitas :
ü Idealis
ü Dualis
ü Teis
ü Monois
Agama-agama Canonical keseluruhannya memberikan
pandangan tentang realitas yang sangat tinggi dalam penafsiran yang berbeda.
Panduan keagamaan inilah yang berdasarkan kitab suci sangat berkembang di abad
pertengahan dan mempunyai andil dalam pemebentukan keberagaman.
·
Critical
Kesadaran
beragama di Eropa pada abad ke 16 dan 17 terjadi perubahan yang radikal,
agama-agama tradisional pun mengalami tantangan berat yang mana memaksa para
pengikutnya untuk memikirkan kembali secara menyeluruh asumsi dasar menjadi habits of mind dan belief. Kalau umat
beragama menerima dua prinsip Enlightement
bisa jadi menyebabkan kepercayaan agama dalam bentuk
tradisional-konvensional selama ini, tidak akan bisa dipertahankan lagi.
·
Global
Di
era ini perkembangan teknologi informasi, didukung dengan kemajuan transportasi
udara, laut, dan darat dapat mempercepat terwujudnya borderless society. Selain itu glokalisasi (tradisi lokal dibawa ke
arena global).Tradisi
lokal dibawa ke arena global. Muslim diaspora, immigrant muslim di Eropa,
gerakan transnasionalisme menempati salah satu bagian dari kompleksitas
kehidupan agama di era global ini
Perkembangan Pemikiran Kalamiyyah dari Waktu ke Waktu
Hasan Hanafi menggambarkan ada lima fase
perjalanan yang dialektis dari karya-karya ilmu Ushuluddin :
1. Kemunculan
objek dan aliran
2. Dari
pokok-pokok agama (ushuluddin) menuju konstruksi ilmu pengetahuan
3. Dari
konstruksi ilmu pengetahuan menuju keyakinan-keyakinan keimanan
4. Dari
keyakinan-keyakinan keimanan menuju ideologi revolusi
Kelebihan Artikel
1. Artikel
yang digunakan oleh penulis sangat informatif dan menarik karena menyampaikan
informasi secara jelas, Terpola
dan cukup padat sehingga tidak membuat pembaca kebingungan karena tulisan
arikel yang panjang.
2. Ada
penjelasan mengenai istilah asing
atau kata Asing, sehingga pembaca tidak mengalami kesulitan dan
kebingungan untuk
memahami artikel
yang ada.
3. Penyampaian materi
disertai dengan contoh dalam kehidupan sehari-hari.
4. Penggunaan garis miring, huruf tebal, dan huruf besar
yang tepat, guna menggambarkan dan memperjelas isi dari Artikel yang
dijelaskan.
5. Terdapat Footnote
untuk membantu para pembaca jika ingin lebih mendalami Artikel yang dibaca.
Kekurangan Artikel
1. Terdapat banyak sekali kata asing bagi orang awam,
sehingga sulit untuk memahami makna kata-kata yang dipaparkan
2. Dalam
memahami artikel tersebut pembaca haruslah membaca berulang kali untuk dapat
menafsirkan isi dari artikel itu sendiri.
3. Penulis
tidak memberikan kesimpulan
untuk menyimpulkan informasi yang telah
dibahas.
Kesimpulan
Kesimpulannya yakni,
bahwa kita haruslah dapat mempertahankan
Sifat Local (tradisi, adat istiadat,
norma, serta aturan yang ada)
dalam keagamaan dengan menggunakan cara berpikir
global. Tidak
mementingkan kepentingan golongan maupun mendiskriminasi Sebagian kelompok tertentu. Penulis juga memaparkan tentang adanya
empat fase studi agama yang menjelaskan
perkembangan mulai dari Sifat Local, kemudian
berkembang dari yang semula hanya menggunakan Lisan
menjadi budaya baca tulis yang kemudian pada akhirnya berkembang menuju era global. Tapi di era
gobal seperti sekarang tidaklah membuatnya budaya lokal hilang justru membuatnya
dapat masuk ke arena global. Kehidupan
beragama tidak boleh kebal dari kritik, supaya kehidupan beragama yang majemuk
antar kelompok tidak mengalami crash yang akan menimbulkan kekacauan. Saling menghargai dan bertoleransi dalam hal yang
dibolehkan. Membangun kembali sisi intelektual Islam dengan memperhatikan
Tradisi, pemikiran, dan Studi Islam.
0 komentar:
Posting Komentar