Indonesia yang kita kenal memiliki berbagai macam suku dan budaya beraneka ragam. Mulai dari sabang sampai marauke, terdapat ratusan Bahasa dan adat yang tentu memiliki ciri khas masing-masing.
Jika kita bicara tentang persatuan, tentu di dalamnya terdapat sebuah kenyataan tentang memaknai arti perbedaan. Perbedaan timbul bukan untuk di adu, perbedaan ada juga bukan untuk di jadikan acuan kedigdayaan atas yang lain. Kita berbeda dan memiliki perbedaan karena perbedaan adalah harmoni yang membuat hidup kita lebih berarti. Di dalam perbedaan, tersimpan arti yang pantas untuk dimengerti. Dengan perbedaan, kita mampu merasakan makna kebersamaan, sehingga kita bisa memahami bahwa perbedaan adalah alasan untuk sebuah pengertian.
Dalam (Qs Al Hujurat:13), Allah SWT telah berfirman ”Wahai para manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki, dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, supaya kamu saling mengenal”. Dari ayat Al Qur’an tadi, itu menunjukan bahwa Allah sendiri lah yang telah menciptakan keberagaman, artinya keberagaman didunia ini mutlak adanya.
Adapun Islam dalam menaggapi perbedaan dalam persatuan dan kesatuan bangsa adalah:
Konsep Toleransi dalam Islam (Kebebasan Beragama)
Isu Terorisme yang mengatas namakan Islam membuat Islam di cap sebagian orang sebagai agama yang intoleran. Islam dituduh sebagai agama yang ektrimis dan radikal. Padahal sebenarnya Islam adalah agama yang sangat Toleran, apalagi jika itu menyangkut perbedaan dalam golongan, etnis maupun agama.
Islam mengakui keberagaman, termasuk keberagaman dalam agama. Dalam Islam seorang muslim dilarang memaksa orang lain untuk meninggalkan agamanya dan masuk Islam dengan terpaksa, karena Allah telah berfirman:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).”(QS. Al Baqarah: 256)
Sejarah telah mengabadikan kepemimpinan Rosulullah saw dan sikap tasamuh beliau dalam memperlakukan penduduk Madinah yang plural. Seperti yang tertulis dalam “Piagam Madinah” (shahifah madinah). Diantara isi piagam disebutkan tentang adanya kesepakatan, bahwa jika ada penyerangan terhadap kota Madinah atau penduduknya, maka semua yang terlibat dalam Piagam Madinah wajib mempertahankan dan menolong kota Madinah dan penduduknya tanpa melihat perbedaan agama dan qabalah.
Batasan toleransi dalam perspektif islam
Seperti yang terjadi di masa sahabat, saat seorang munafik yang bernama Musailah Al Kadzdzab (dan pengikutnya) mengaku bahwa dirinya nabi setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. Melihat hal tersebut para sahabat tidak tinggal diam dan membiarkan pengikut Musailamah terus menyebarkan ajaran sesatnya. Karena disitu ada mashlahah untuk menjaga agama (hifdz al din) yang merupakan faktor dharury (primer) dalam kehidupan umat Islam. Allah telah berfirman dengan tegas dan jelas bahwa Nabi Muhammad saw adalah penutup para Nabi dan tidak ada Nabi setelah Nabi Muhammad.
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”(QS. Al Ahzab: 40)
Toleransi semacam ini jelas tidak dibenarkan dalam agama Islam. Karena seorang yang mengaku muslim berarti meyakini dan bersakasi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad saw adalah utusan Allah dan meyakini bahwa tidak ada nabi setelah Nabi Muhammad saw.
Al Asas al fikri li tasamuh al muslimin
Yusuf Qordhowi dalam kitabnya fi fiqh al aqliyat al muslimah menyebutkan beberapa faktor toleransi muslim terhadap non-muslim:
a. Nilai kemanusiaan yang mulia.
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam.”(QS. Al Isra’: 70)
b. Perbedaan yang dimuka bumi ini adalah sesuai dengan kehendak Allah Sang Maha Pencita alam semesta dan isinya.
“Jikalau Tuhan-mu mengkehendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat.”(QS. Hud: 118)
c. Perbedaan tersebut adalah menjadi pertanggung jawaban antara dia dan Allah di akhirat nanti.
“Dan jika mereka membantah kamu, maka katakanlah, “Allah lebih mengetahui tentang apa yang kamu kerjakan” Allah akan mengadilindiantara kamu pada hari kiamat tentang apa yang kamu dahulu selalu berselisih”.(QS. Al Hajj: 68-69)
d. Allah telah memerintahkan untuk berbuat adil dan berakhlak mulia.
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.”(QS. Al Ma’idah: 8)
Implementasi Keragaman dalam Keberagaman
Islam dengan tegasnya menjunjung tinggi nilai keberagaman dan sikap toleransinya. Namun dengan batas-batas tertentu yang telah tercantum di atas. Salah satu langkah untuk menyikapi itu adalah dengan membangun tali silaturahmi.
“siapa yang senang diperluas rezekinya dan diperpanjang umurnya maka hendaklah dia bersilaturrahmi” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan terjalinnya tali silaturrahmi maka banyak peluang kerja sama dalam berbagai aspek kehidupan dan janii Allah melaui sabda Nabi SAW, akan mengundang rezki material dan spiritual. Maka dari itu sesama muslim dilarang untuk memutus tali silaturrahmi, jika terjadi pertikaian harus segera berdamai.
Oleh karena itu, untuk mencegah adanya perpecahan dalam persatuan dan kesatuan bangsa maka kita harus menjunjung tinggi toleransi dan senantiasa menjaga tali silaturrahmi dalam berbagai aspek kehidupan. Berlomba-lomba berbuat kebaikan untuk mengharapkan ridho-Nya.
Dengan beberapa gubahan...
https://muhmdirpan.wordpress.com/2017/12/13/bagaimana-islam-membangun-persatuan-dalam-keberagaman/
0 komentar:
Posting Komentar