Selasa, 12 Maret 2019

Kumpulan Cerpen ; Misuh


https://wall.alphacoders.com


ASU

Jerit salah seorang yang tengah berkumpul dalam acara ‘rembug pubg Bersama papa loreng’. Sempoerna yang kala itu mendengar seketika dibuat panas mendapati seseorang sedang misuh di dekatnya.

“astagfirullah, ngapain coba anak itu misuh-misuh disini, bikin esmosi aja” batinnya dalam hati. Bahkan saking kencangnya, dia masih bisa mendengar pisuhan itu walau sudah mengenakan earphone ditelinga. Sekarang dia sedang berada di taman kotak membaca buku berjudul ‘so low to low

            Sudah beberapa kali ini pisuhan itu terus terulang dari pekumpulan tersebut. Karena sudah tak betah, Sempoerna akhirnya memutuskan untuk pergi menuju ke ujung taman yang sepi dari kerumunan manusia. Seperti kata pepatah ‘habis keluar dari kendang singa langsung menuju ke kendang buaya’ Sempoerna tiba-tiba di dekati oleh dua orang yang sedang bermesraan dan mengambil posisi duduk di belakangnya. Karena kursi di sana berbentuk kotak dengan pohon berada di tengah. Mereka terlihat begitu mesra sampai tak sadar jika selama ini sempoerna berada di belakang mereka sedang membaca.

innalillahi” pikirnya. Dirinya serasa ingin membacakan sekeras-kerasnya surat Al Isra’ ayat 32 kepada mereka. Namun apa daya, dia masih cupu dan takut-takut bilamana nanti di gebukin sama si lelaki. Terlebih ketika dia mengintip dan melihat pria yang ada di belakangnya itu penuh otot bak Ade Rai.

            Sempoerna mencoba bertahan sambil tetap berkonsentrasi membaca bukunya. Membiarkan pasutri gaje tersebut terlena dalam kesesatan dunia. Namun apa daya, dia kembali diperdaya dengan kata-kata semprul yang melewati gendang telinganya.
Bajigur!” bentak sang lelaki. Kala itu dirinya terkena bongkahan telek empuk yang melayang dari langit. Azab ternyata turun kala itu juga menggoyahkan kemesraan pasangan illegal dikala diaduk asmara.

“rasain” Batin Sempoerna kegirangan, namun dirinya tetap tidak jenak dan merasa risih atas pisuhan yang dilontarkan lelaki itu. Selang satu menit tak hentinya umpatan-umpatan deras keluar dari mulutnya kepada burung yang masih saja berputar-putar di atas langit. Tentu sang lelaki itu tak bisa melakukan apapun selain hanya mengumpat di tempat. Karena sudah tak tahan, sempoerna pun beralih menuju ketempat lain.

            Saat berada di bis kota seorang tua memaki kernet yang kala itu tak sengaja bersin di depan mukanya. Di perempatan lampu merah yang sering di terabas mahasiswa, terlihat amarah dari pengamen yang tidak mendapatkan uang dari seorang pengendara sepeda motor bermerek honda. Di kelas saat pelajaran mata kuliah, temannya yang saat itu presentasi selalu misuh-misuh berhubung dosen pada saat itu ngga ada, alhasil dia bisa presentasi seenak udelnya supaya terkesan lucu dan mengundang gelak tawa
.
Seharian ini sempoerna mendengar berbagai macam pisuhan di berbagai lokasi, bukan hanya hari ini, tetapi hampir setiap hari. Dia jenuh. Dia setres. Dia gregetan. Dia merasa salah dan merasa ada yang salah pada lingkungannya. Berhubung selama ini dia tak pernah sekalipun misuh, makanya dia merasa sangat esmosi semisal ada orang lain berkata- kata jorok di dekatnya.

“halo cok” kata seseorang menyapa sahabatnya dengan ekspresi berseri.
“eh anying, masih idup lo” sahut sahabat satunya tak kalah bahagia. Semua yang dia lihat Nampak begitu afdhal dan sama sekali tak bisa di elak. Semua terkesan biasa dan menerima kata pisuhan itu sebagai kata Mutiara.
“halo bro kenalin adnan” Sempoerna berjabat tangan dengan salah satu pria tinggi itu. Dia sebenarnya terlihat baik. Sayangnya ketika kemana-mana dia selalu misuh-misuh entah itu dengan sebab ataupun tanpa sebab.
“sempoerna” sahutnya ringkas dengan senyum tipis di bibir.

Dalam perjalanan, ternyata Adnan adalah seorang yang memiliki kelainan sandunginis, sejenis penyakit langka yang membuat si penderita selalu tersandung dalam jangkuan area 500 mater, berlaku kelipatan. Dan saat itu juga ketika temannya tersandung batu, lontaran pisuhan keras terdengar memekakkan telinga Sempoerna.
“DANCOK!”
“WASEM!”
“JANGKRIK!”
“CODOT!”
“SAPI!” kata itu terus terlontar setiap berjalan 500 meter sekali, tentu dengan berbagai variasi pisuhan yang berbeda-beda.
***


Sempoerna termenung di dalam keramaian warung hik, sebelah indomart, dekat kosannya malam itu. Pikirannya berlabuh mengarungi samudra pisuhan yang entah sadar atau tidak frekuensinya terus bertambah di setiap rentetan hidupnya. Mereka yang suka misuh entah itu sengaja atau tidak, entah itu digunakan sebagai kata imbuhan atau asal bunyi, entah itu ketika menyapa teman atau tersandung batu. Serasa semua itu seperti satu kesatuan keseharian, sebuah hierarki kehidupan manusia. Seperti sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dan harus ada untuk pelengkap hidup. Seperti apa yang dirasa akan kurang jikalau belum ada pisuhan. Apakah benar seperti itu?

“aku ngga setuju!” pekik Hasan. Alasan dia kembali ke Indonesia setelah selesai studinya di London karena Indonesia orangnya ramah-ramah, tapi nyatanya…
“kita itu bangsa yang beradap dan berbudi pekerti luhur, pasti ada kesalahan sistem yang membuat beberapa orang menjadi sedeng dan mengakibatkan kebiasaan buruk yang berimpas pada pengucapan pisuhan dalam kegiatan sehari-hari”
“aku juga jenuh nih San. Mungkin bisa tuh jadi bahan studi trus masukin Jurnal international mengenai frekuensi pisuhan di negara ber-flower sekalian tips cara penanggulangannya” timpal Sempoerna.
“yah, mungkin tahun depan Sem”

Mereka berdua menyeduh kopi yang barusan dipesan, membahas Panjang lebar terkait norma sosial yang sedikit demi sedikit dilanggar bahkan sampai memanfaatkan perkembangan teknologi yang kemudian melahirkan para netizen bar-bar.

“Bahkan sekarang saja kita bisa melihat di medsos sudah dipenuhi dengan kata-kata tak pantas yang memenuhi jagad sosialita”
“miris emang” ketus sempoerna sambil gedek-gedek kepala, berhubung belakangan ini dia juga merasa bersalah karena juga sempat mengumpat di beberapa tempat di postingan instagram. Padahal dirinya tak pernah mengumpat dan berkata kotor di kehidupan nyata.

Dari hasil diskusi yang berjalan kurang lebih dua jam tersebut, Hasan Bersama dengan Sempoerna berencana untuk membentuk Tim Anti Pisuhan Indonesia (TAPI). Dan mulai detik ini mereka akan memulai dengan membuat akun di medsos dan mengampanyekannya secara massif.
“tapi terkadang aku masih takut San, bilamana ada beberapa orang nyinyir atau beberapa haters yang menyerang akun kita” Sempoerna Nampak gelisah setelah mereka berdua sepakat untuk membuat akun anti pisuhan.
“yah, Namanya juga menegakkan kebenaran, pasti ada beberapa orang yang bakal nyinyir”
“kan lucu jika kita buat akun pisuhan tapi nanti kita yang malah di pisuhi”
“kebaikan harus selalu disampaikan seberat apapun itu, namun kamu juga harus tahu batas kemampuanmu dalam mengemban beban berat tersebut. Itu yang dulu pernah dikatakan guru kita waktu SMA kan, masak kamu lupa” jelas Hasan.
Sempoerna termenung sejenak. “tapi aku merasa belum kuat untuk memangkul beban itu San”
“tenang saja, kita pangkul Bersama, lagian semua itu perlu proses, orang kuat pun juga ada proses, disitulah keistiqomahan kita diuji, ingat kata Ali, kejahatan merajalela bukan karena sedikitnya orang baik, tapi karena orang baiknya diam”

Sebuah kata Mutiara yang menghujam deras dalam lubuk hati Sempoerna. Hal itu membuahkan semangat dan sentiment tersendiri untuk bergerak maju menapaki jalur berduri yang akan segera dia hadapi.
“oke, ayo buat akunnya” kata Sempoerna penuh keyakinan.





Selasa, 12 March 2019

M         H         A

0 komentar:

Posting Komentar