https://wall.alphacoders.com/ |
Pada hari
itu kuturut trevel ke desa, naik trevel istimewa kududuk di tengah, ku duduk di
samping bu RT yang sedang ber make up, sedemikian rupa supaya baik wajahnya.
tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk tuk tik tak tik tuk tik tak
suara rintikan hujan.
Hujan deras
mengguyur syahdu pada malam itu. remangnya lampu bersinar di antara
persimpangan jalan menuju rumahku. Aku sudah mengabari bapak kalau sebentar
lagi akan sampai, meminta beliau untuk segera menjemput sebelum diriku sampai
di pertigaan itu.
Trevel telah
menepi di sudut kiri jalan, aku turun, lekas menuju emperan toko untuk menepi
dari derasnya hujan. Kulihat seorang bapak-bapak terlihat menaiki sepeda motor
mengenakan jas hujan biru, datang menghampiriku yang sedang berteduh di emperan
toko.
“gimana, Sehat?” tanya beliau,
ternyata ayahku sudah sampai duluan dimari.
“alhamdulillah sehat pak”
Segera aku mengerungkupkan mantol
klelawar ke seluruh tubuh. Menaruh tas di dekat perut, kemudian meluncur menuju
rumah.
Peluh
menimbulkan daki yang sulit telepas dari kulit. Kutaruh segala tas dan kantung
kresek yang aku bawa dari kota. Penat terasa, kucoba guyur dengan mandi di
kamar mandi. Dinginnya air mengalir membasuh tubuh yang kotor. Semua sudah
terlelap. Aku memakan sepotong roti kemudian tidur di tempat lamaku. Kasur dan
segala perabotan sudah tertata rapi, memantik kenangan lama bilamana dulu aku
selalu tidur di kamar ini. Kurang lebih semenjak aku lulus SD, aku tidak pernah
sekalipun, atau jarang tidur disini lagi karena saat aku SMP, SMA, bahkan
kuliah sudah berkelana di tempat lain. Barang-barang disini masih tidak pernah
berubah. Piala lomba synopsis saat SD, toga kelulusan SD, SMP, dan SMA,
foto-foto kenangan Bersama teman. Masih terpampang rapi di tiap sudut tembok.
“segera Tidur Lin, besok malah
susah bangun subuh lho”
“iya mak, abis ngecas HP Linjo
bakal langsung tidur”
Bergegas aku berbaring di Kasur
setelah ngecas HP ku yang sudah drop semenjak tadi.
Suasana
hijau asri selalu aku temui di desa ini. Tanahnya yang subur tak pelak
membendung rerumputan liar beserta tetumbuhan tumbuh di sekitarnya. Tak ayal
dataran kosong dengan rerumputan terhempas sejauh mata melotot. Namun kini
sepertinya banyak rumah-rumah baru mulai terbangun, rupanya bakalan ada
perumahan baru berhubung populasi manusia sekarang sudah berkembang cukup
pesat. Di sebelah utara tempatku berada sudah terpampang batas-batas kapling
bertuliskan ‘sudah terjual’. Menggeser tebu-tebu ranum yang dulu aku beserta
teman sejawatku selalu berkunjung kesitu, setidaknya memereteli satu demi satu
tebu untuk di sebat di siang hari. Tidur di langar sambil temani angin sepoi
panas-dingin menghempas badan. Nuansa tak terlupa dari pangalaman dahulu semasa
kecil, sebelum aku menimba ilmu di perkotaan.
“Eh mas Lin, kapan kamu sampai
disini” sapa seorang yang sudah berada di depan pagar rumahku.
“eh Dani, baru kemarin malem”
kataku, dia mulai mendekat dan kami bersalaman erat. Dia adalah teman bermainku
semenjak SD, rumahnya pun hanya terpaut dua rumah dari rumahku. Bisa dibilang
kalau dia adalah orang yang selalu menemani penjelajahanku di waktu kecil.
“walah mas, saiki sibuk mesti di
kota, wis punya pacar to?”
“halah pacar-pacar barang. Fokus
nyari Ilmu Dan”
“Hilih, ra payu kan. wkwk”
“kayak kamu payu-payu aja” kita
berdua tertawa berderai bebarengan. Inginku mengkritik kepala botaknya namun
tidak jadi karena itu bisa mengurangi parameter persahabatan kami.
“ngko bengi enek futsal lho mas,
abis Isya’”
“wah tenanan? Tapi aku udah
jarang olahraga I Dan”
“halah rapopo, mumpung ketemu
sama temen-temen lama ii mas, lagian ini juga tanding sama perumnas sebelah”
Setelah berpikir agak lama,
akhirnya aku menyetujui ajakan-nya sekaligus mungkin akan ada reuni saat
olahraga nanti, berhubung aku bakal bertemu dengan teman-teman lamaku yang lain
disana. Kebanyakan teman-temanku baru menginjak SMA, beberapa sudah berkuliah, ada
juga yang sudah bekerja, dan tak tanggung-tanggung ada yang sudah punya anak
segala.
Bermain
bola tarkam memang memiliki nilai keasyikan tersendiri pada masa lalu,
menendang entah itu bola atau kaki, terpeleset dan terjungkal sambil di
ketawain, sampai kapal kaki yang sudah menjadi hal wajib bagi kami para anak kecil
tempo dulu, karena selama itu kita tak memakai alas kaki apapun. Tak pernah
kulupa tawa Bersama ketika semua badan kotor tak karuan dipenuhi lumpur, gol bersejarah
sambil bergaya bak Cristiano Ronaldo, teman yang menendang bola sekaligus
menendang genangan air hingga muncrat kemana-mana, gelut akibat di sleding
tekel, pipis dicelana pas hujan-hujanan untuk menghangatkan selangkangan dari
dinginnya hujan, dan lain sebagainya. Seiring dengan perkembangan zaman, hal
itu sudah jarang ditemui. Budaya beralih lebih modern dengan adanya lapangan
futsal yang menjamur di berbagai tempat bak mini market Betamart.
Senja
mulai menampakkan diri, pandanganku pada gunung yang terletak di utara sana
kian menghilang, langit senyap perlahan gelap, menyisakan kilauan merah
pertanda magrib kan datang. Inilah hari pertamaku di desa, menyusuri tiap
jengkal dengan bersepeda ke berbagai ruang. Melihat sekeliling sambil
mengingat-ingat kebahagiaan masa kecil yang tak akan pernah pudar walau waktu
terus menggerus. Sambil menyapa beberapa tetangga yang jujur saja beberapa
diantaranya aku lupa namanya.
Aku
berangkat pada malam itu untuk bermain futsal. Seperti yang aku duga mereka
tampak berubah dari segi fisik. Namun untuk sifat rupanya hampir sama, tiada
bedanya. Acapkali meski sudah tak lama bertemu kami masih bisa gojekan seperti
biasa layaknya dulu. Bernostalgia Bersama dilengkapi dengan kemenangan
membantai tim perumnnas dengan skor telak.
***
Waktunya
meninggalkan desa, berpamitan kepada kedua orang tua untuk kembali menuju kota.
Melanjutkan studi yang belum selesai, dengan mengharap kebermanfaatan ilmu yang
didapatkan kelak akan berhasil membangun desa ini. Kupikir ini sudah menjadi
kewajibanku saat beranjak dewasa, meninggalkan huru hara masa kecil yang penuh
dengan canda tawa dan permainan. Saatnya melangkah ke jenjang kedewasaan
mengetahui umurku sudah memasuki kepala dua.
“aku pamit dulu ya bapak, ibu”
kataku sambil menyalami dan mengecup tangan mereka. Travel yang sudah di pesan
sudah datang di tepi jalan raya.
“ya nak hati-hati. Belajar yang
pinter” kata Bapak.
“belajar yang rajin ya le, disini
kami selalu mendo’akan mu” Kata Ibu.
Aku menangguk sambil memberikan
senyuman terakhirku kepada mereka, berhubung kami tidak akan bertemu lagi dalam
waktu yang lumayan lama. Mereka membalas senyuman kemudian kami saling
melambaikan tangan, diiringi dengan berangkat travel yang mengarah ke kota.
Rabu, 5 February 2019
M H A
0 komentar:
Posting Komentar