Rabu, 20 Maret 2019

Kumpulan Cerpen ; Pulang Kampung

https://wall.alphacoders.com/


Pada hari itu kuturut trevel ke desa, naik trevel istimewa kududuk di tengah, ku duduk di samping bu RT yang sedang ber make up, sedemikian rupa supaya baik wajahnya. tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk tuk tik tak tik tuk tik tak suara rintikan hujan.

Hujan deras mengguyur syahdu pada malam itu. remangnya lampu bersinar di antara persimpangan jalan menuju rumahku. Aku sudah mengabari bapak kalau sebentar lagi akan sampai, meminta beliau untuk segera menjemput sebelum diriku sampai di pertigaan itu.

Trevel telah menepi di sudut kiri jalan, aku turun, lekas menuju emperan toko untuk menepi dari derasnya hujan. Kulihat seorang bapak-bapak terlihat menaiki sepeda motor mengenakan jas hujan biru, datang menghampiriku yang sedang berteduh di emperan toko.

“gimana, Sehat?” tanya beliau, ternyata ayahku sudah sampai duluan dimari.
“alhamdulillah sehat pak”
Segera aku mengerungkupkan mantol klelawar ke seluruh tubuh. Menaruh tas di dekat perut, kemudian meluncur menuju rumah.

            Peluh menimbulkan daki yang sulit telepas dari kulit. Kutaruh segala tas dan kantung kresek yang aku bawa dari kota. Penat terasa, kucoba guyur dengan mandi di kamar mandi. Dinginnya air mengalir membasuh tubuh yang kotor. Semua sudah terlelap. Aku memakan sepotong roti kemudian tidur di tempat lamaku. Kasur dan segala perabotan sudah tertata rapi, memantik kenangan lama bilamana dulu aku selalu tidur di kamar ini. Kurang lebih semenjak aku lulus SD, aku tidak pernah sekalipun, atau jarang tidur disini lagi karena saat aku SMP, SMA, bahkan kuliah sudah berkelana di tempat lain. Barang-barang disini masih tidak pernah berubah. Piala lomba synopsis saat SD, toga kelulusan SD, SMP, dan SMA, foto-foto kenangan Bersama teman. Masih terpampang rapi di tiap sudut tembok.

“segera Tidur Lin, besok malah susah bangun subuh lho”
“iya mak, abis ngecas HP Linjo bakal langsung tidur”
Bergegas aku berbaring di Kasur setelah ngecas HP ku yang sudah drop semenjak tadi.

            Suasana hijau asri selalu aku temui di desa ini. Tanahnya yang subur tak pelak membendung rerumputan liar beserta tetumbuhan tumbuh di sekitarnya. Tak ayal dataran kosong dengan rerumputan terhempas sejauh mata melotot. Namun kini sepertinya banyak rumah-rumah baru mulai terbangun, rupanya bakalan ada perumahan baru berhubung populasi manusia sekarang sudah berkembang cukup pesat. Di sebelah utara tempatku berada sudah terpampang batas-batas kapling bertuliskan ‘sudah terjual’. Menggeser tebu-tebu ranum yang dulu aku beserta teman sejawatku selalu berkunjung kesitu, setidaknya memereteli satu demi satu tebu untuk di sebat di siang hari. Tidur di langar sambil temani angin sepoi panas-dingin menghempas badan. Nuansa tak terlupa dari pangalaman dahulu semasa kecil, sebelum aku menimba ilmu di perkotaan.

“Eh mas Lin, kapan kamu sampai disini” sapa seorang yang sudah berada di depan pagar rumahku.
“eh Dani, baru kemarin malem” kataku, dia mulai mendekat dan kami bersalaman erat. Dia adalah teman bermainku semenjak SD, rumahnya pun hanya terpaut dua rumah dari rumahku. Bisa dibilang kalau dia adalah orang yang selalu menemani penjelajahanku di waktu kecil.
“walah mas, saiki sibuk mesti di kota, wis punya pacar to?”
“halah pacar-pacar barang. Fokus nyari Ilmu Dan”
“Hilih, ra payu kan. wkwk”
“kayak kamu payu-payu aja” kita berdua tertawa berderai bebarengan. Inginku mengkritik kepala botaknya namun tidak jadi karena itu bisa mengurangi parameter persahabatan kami.
“ngko bengi enek futsal lho mas, abis Isya’”
“wah tenanan? Tapi aku udah jarang olahraga I Dan”
“halah rapopo, mumpung ketemu sama temen-temen lama ii mas, lagian ini juga tanding sama perumnas sebelah”

Setelah berpikir agak lama, akhirnya aku menyetujui ajakan-nya sekaligus mungkin akan ada reuni saat olahraga nanti, berhubung aku bakal bertemu dengan teman-teman lamaku yang lain disana. Kebanyakan teman-temanku baru menginjak SMA, beberapa sudah berkuliah, ada juga yang sudah bekerja, dan tak tanggung-tanggung ada yang sudah punya anak segala.

            Bermain bola tarkam memang memiliki nilai keasyikan tersendiri pada masa lalu, menendang entah itu bola atau kaki, terpeleset dan terjungkal sambil di ketawain, sampai kapal kaki yang sudah menjadi hal wajib bagi kami para anak kecil tempo dulu, karena selama itu kita tak memakai alas kaki apapun. Tak pernah kulupa tawa Bersama ketika semua badan kotor tak karuan dipenuhi lumpur, gol bersejarah sambil bergaya bak Cristiano Ronaldo, teman yang menendang bola sekaligus menendang genangan air hingga muncrat kemana-mana, gelut akibat di sleding tekel, pipis dicelana pas hujan-hujanan untuk menghangatkan selangkangan dari dinginnya hujan, dan lain sebagainya. Seiring dengan perkembangan zaman, hal itu sudah jarang ditemui. Budaya beralih lebih modern dengan adanya lapangan futsal yang menjamur di berbagai tempat bak mini market Betamart.

            Senja mulai menampakkan diri, pandanganku pada gunung yang terletak di utara sana kian menghilang, langit senyap perlahan gelap, menyisakan kilauan merah pertanda magrib kan datang. Inilah hari pertamaku di desa, menyusuri tiap jengkal dengan bersepeda ke berbagai ruang. Melihat sekeliling sambil mengingat-ingat kebahagiaan masa kecil yang tak akan pernah pudar walau waktu terus menggerus. Sambil menyapa beberapa tetangga yang jujur saja beberapa diantaranya aku lupa namanya.

            Aku berangkat pada malam itu untuk bermain futsal. Seperti yang aku duga mereka tampak berubah dari segi fisik. Namun untuk sifat rupanya hampir sama, tiada bedanya. Acapkali meski sudah tak lama bertemu kami masih bisa gojekan seperti biasa layaknya dulu. Bernostalgia Bersama dilengkapi dengan kemenangan membantai tim perumnnas dengan skor telak.
***

            Waktunya meninggalkan desa, berpamitan kepada kedua orang tua untuk kembali menuju kota. Melanjutkan studi yang belum selesai, dengan mengharap kebermanfaatan ilmu yang didapatkan kelak akan berhasil membangun desa ini. Kupikir ini sudah menjadi kewajibanku saat beranjak dewasa, meninggalkan huru hara masa kecil yang penuh dengan canda tawa dan permainan. Saatnya melangkah ke jenjang kedewasaan mengetahui umurku sudah memasuki kepala dua.

“aku pamit dulu ya bapak, ibu” kataku sambil menyalami dan mengecup tangan mereka. Travel yang sudah di pesan sudah datang di tepi jalan raya.
“ya nak hati-hati. Belajar yang pinter” kata Bapak.
“belajar yang rajin ya le, disini kami selalu mendo’akan mu” Kata Ibu.

Aku menangguk sambil memberikan senyuman terakhirku kepada mereka, berhubung kami tidak akan bertemu lagi dalam waktu yang lumayan lama. Mereka membalas senyuman kemudian kami saling melambaikan tangan, diiringi dengan berangkat travel yang mengarah ke kota.



Rabu, 5 February 2019

M         H         A

0 komentar:

Posting Komentar