Sabtu, 16 Maret 2019

Kumpulan Cerpen ; Perasaan Hati

http://wall.alphacoders.com/



Apa yang menyebabkan sebongkah hati tergerak? Niat? Keinginan? Prinsip? atau sebuah komitmen luhur akan sesuatu yang hendak dicapai? Atau mungkin tanpa ada alasan yang jelas dan tanpa disadari membuat sebuah hati bisa tergerak dengan sendirinya?

“entahlah jo, aku ngga tau kata hatiku sendiri” sahut Jini. Jono berada disebelahnya masih terpaku menatap langit cerah sore itu, sebersit awan berlayar walau sebentar lagi menghilang dan menguap.
“tujuan sebenarnya yang dirasakan dari hati tak selamanya selalu dimengerti oleh jalan pikiran masing-masing individu yang memilikinya, itu baru sebatas pradugaku atas apa yang kita alami selama ini, sampai saat ini, bahkan detik ini” sahut Jojo tanpa menoleh, tetap menatap langit.
“aku sepakat itu” sahut Jini, mereka adalah dua sahabat kemarin sore yang sudah memulai pertemanan intensif semenjak satu semester lalu. Kini mereka sedang menepi bersama di sebuah taman yang kebanyakan diisi oleh para pasangan muda mudi gajelas.

“bagaimana perasaanmu melihat mereka yang sudah bergandengan tangan dan bermesraan layaknya pasutri gaje?” Tanya Jono ”Aku berani jamin hati mereka kebanyakan tidak pure mencintai namun memiliki niat lain yang tak usah aku ungkapkanpun kamu bisa menebaknya sendiri apa yang tersimpan pada hati mereka yang terdalam” Tambahnya lagi, dalam benaknya dia kepingin, namun apa daya, dia masih berpedoman dengan agamanya yang melarang hal tersebut.

“tentunya jengkel, rasanya aku ingin marah, entah itu rasa marah karena memang aku tidak suka akan kezaliman, atau marah karena iri tidak ada di posisi seperti mereka yang bisa ena ena. Menjomblo disini ditemani seorang jomblo ngenes akut”
“ngga usah di tambahin jomblo ngenes akut juga kali coeg” gerutu Jono.
“hehe sorry, yang jelas aku merasakan perasaan jengkel, Jo. Tapi aku tak tahu kejengkelanku ini akibat dari tidak suka melihat kedzaliman atau dari rasa iri yang tersembunyi dalam hati? Aku sama sekali tidak bisa memastikan niat utama yang ada di hati ini. Sulit. Mesti pada kenyataannya aku ingin bahwa rasa iriku ini berdasarkan atas ketidak sukaanku melihat kedzaliman” Jelas Jini sambil termangu dan ikut-ikutan menatap langit.

            Mereka terdiam sejenak. Mengamati tiap gerik manusia yang lewat dalam cakupan pandangan mereka. Hp mereka telah lowbat sehingga tak bisa update atau membaca komentar netizen di medsos yang terkadang mengocok perut.

“ada es serut, mau beli?” ajak Jono.
“kuy” Timpal Jini.
Mereka berdua kesana dengan perasaan hati kelabu, sendu, tanpa semangat dan gairah. Belum mengerti perasaan dan menerima rasa sakit hati setelah kemarin di tolak mentah-mentah oleh sang idaman hati masing-masing.
“apakah ini yang Namanya nasib para pujangga?”
“begini nasib para pujangga”
“aku jelas tidak akan menyerah Cuma gara-gara di tolak sekali seperti ini. Aku bukan orang lemah yang langsung baper hanya karena ini“
“hilih, sok kuat lo. Ngaku aja semalem lo nangis nangis sampe subuh”
“tau aja lo hehe” Jini tak kuasa membendung tawanya ketika temannya berhasil membongkar kelakuannya malam tadi.
“lagian awal kita disini kan mendiskusikan masalah cinta, apa itu cinta, ada apa dengan cinta dan ketersangkut pautannya dengan hati”
“yah memang tepat rasanya kalau kita diskusi hati disaat hati sudah lesu, harusnya kita juga mengundang orang sebagai penengah untuk menuntun perasaan yang ada di hati kita. Kalau gini mah, kedepannya isinya Cuma curhat-curhatan gajelas”
“hmm, bener juga”
“lagian ngapain sih milih tempatnya disini, bukankah disini tempat bagi muda mudi yang sedang kasmaran? Jika dipandang bikin tambah sakit hati aja”
“kasep bro, siapa tau kita bakal ketemu mantan calon pacar kita dimari” sahut Jini ”dengan orang lain” tambahnya lirih.

Mereka menghela nafas bebarengan, kembali memakan es serut sambil memandang langit cerah. Sangat berbeda dengan perasaan hati mereka kala itu. Begitu kelam, sunyi, gelap, dan terdapat mendung pekat.

“apa benar ada dokter cinta di sekitar sini?”
“ngga penting, aku ingin mengerti tentang diriku sendiri oleh diriku sendiri, bukan orang lain”
“tapi bukankah perlu acuan orang lain untuk mengerti diri sendiri?”
“teori dari mana itu”
“dari berbagai buku yang aku baca”
“bentuknya apa? Masih teori kan?”
Jini mengangguk.
“hilih, teori bukanlah hukum. Keberadaannya masih bisa di usik dan diganti. Teori hanya sekedar pemecahan masalah dari sudut pandang tertntu, ibarat belum final, masih bisa diganggu gugat. Dan dari tiap sudut pandang bisa berubah-ubah” jelas Jono sambil menampilkan intonasi non verbal lewat tangannya bak politisi ulung.

            Berselang beberapa menit Es serut mereka berdua habis tak bersisa.

“aku sudah cukup tahu dan mengerti” Kata Jono
“Apanya?” Tanya Jini Penasaran.
“sebisa mungkin aku memang harus menjaga hati dan niat, menjaga pola yang ada di dalamnya, memprediksi kemungkinan yang ingin di sampaikan, serta memahami apa yang berada di dalam diri. Memang samar dan niat bisa saja berubah sesuai situasi dan kondisi. Untuk itu dengan menjaga dua parameter tersebut aku yakin bisa menjaga hati ini dari lingkunan liar diluar sana” Jelas Jono.
Jini geleng-geleng kepala tak percaya “kesambet apa lo barusan kok tiba-tiba jadi sok filsuf kek gini?”
Jono tak membalas, hanya menimpalinya dengan senyum penuh ketenangan, membuat Jini takut kalau-kalau sahabatnya ini sedang kerasukan.
***


“bagaimana sekarang, hatimu sudah kembali fresh?” tanya Jini.
“belum sepenuhnya sih. Tapi berkat itu aku belajar hal baru, bahwasanya aku masih perlu banyak belajar mengenai diri dan hatiku sendiri” timpal Jono.
Jini mengangguk setuju.

            Tak berselang lama, sebuah Message WA berdering di smartphone Jono. Jono tercekat ketika tahu siapa yang mengirimkan pesan tersebut, tatapannya kosong dan pikirannya mengawang kemana-mana, ekpresi wajahnya begitu syok seperti melihat kecoa dalam mode terbang.

“ada Apa Jo? Kuotamu abis?”
Jono menggeleng. Jini mencoba melihat smartphone Jono, terdapat sebuah pesan singkat yang ternyata dikirim dari calon mantan pacar Jono yang kemarin menolaknya mentah-mentah.
“udah coba buka aja” bujuk Jini.
Jono menelan ludahnya sambil men-touch pesan tersebut, beberapa millisecond kemudian pesan itu terbuka di layer smartphone-nya

“Jono, maafin sikap aku kemarin yahh. Ayo kita mulai dari awal lagi, aku berubah pikiran dan pengen jadian sama kamu”

Jono mengeluarkan keringat dingin. Dia merasa senang, namun juga merasa gelisah. Dia merasa was-was, tegang, mengigil, dan kedinginan. Dirinya di buat pilu oleh ujian yang menyerang hati, padahal tak ada lima menit yang lalu dirinya sudah berjanji untuk terus menjaga hati.



Sabtu, 16 March 2019

M         H         A

0 komentar:

Posting Komentar