http://wall.alphacoders.com/ |
Apa yang
menyebabkan sebongkah hati tergerak? Niat? Keinginan? Prinsip? atau sebuah
komitmen luhur akan sesuatu yang hendak dicapai? Atau mungkin tanpa ada alasan
yang jelas dan tanpa disadari membuat sebuah hati bisa tergerak dengan
sendirinya?
“entahlah jo, aku ngga tau kata
hatiku sendiri” sahut Jini. Jono berada disebelahnya masih terpaku menatap
langit cerah sore itu, sebersit awan berlayar walau sebentar lagi menghilang
dan menguap.
“tujuan sebenarnya yang dirasakan
dari hati tak selamanya selalu dimengerti oleh jalan pikiran masing-masing
individu yang memilikinya, itu baru sebatas pradugaku atas apa yang kita alami
selama ini, sampai saat ini, bahkan detik ini” sahut Jojo tanpa menoleh, tetap
menatap langit.
“aku sepakat itu” sahut Jini, mereka
adalah dua sahabat kemarin sore yang sudah memulai pertemanan intensif semenjak
satu semester lalu. Kini mereka sedang menepi bersama di sebuah taman yang
kebanyakan diisi oleh para pasangan muda mudi gajelas.
“bagaimana perasaanmu melihat
mereka yang sudah bergandengan tangan dan bermesraan layaknya pasutri gaje?”
Tanya Jono ”Aku berani jamin hati mereka kebanyakan tidak pure mencintai namun memiliki niat lain yang tak usah aku
ungkapkanpun kamu bisa menebaknya sendiri apa yang tersimpan pada hati mereka
yang terdalam” Tambahnya lagi, dalam benaknya dia kepingin, namun apa daya, dia
masih berpedoman dengan agamanya yang melarang hal tersebut.
“tentunya jengkel, rasanya aku
ingin marah, entah itu rasa marah karena memang aku tidak suka akan kezaliman,
atau marah karena iri tidak ada di posisi seperti mereka yang bisa ena ena. Menjomblo
disini ditemani seorang jomblo ngenes akut”
“ngga usah di tambahin jomblo
ngenes akut juga kali coeg” gerutu Jono.
“hehe sorry, yang jelas aku
merasakan perasaan jengkel, Jo. Tapi aku tak tahu kejengkelanku ini akibat dari
tidak suka melihat kedzaliman atau dari rasa iri yang tersembunyi dalam hati?
Aku sama sekali tidak bisa memastikan niat utama yang ada di hati ini. Sulit.
Mesti pada kenyataannya aku ingin bahwa rasa iriku ini berdasarkan atas ketidak
sukaanku melihat kedzaliman” Jelas Jini sambil termangu dan ikut-ikutan menatap
langit.
Mereka
terdiam sejenak. Mengamati tiap gerik manusia yang lewat dalam cakupan
pandangan mereka. Hp mereka telah lowbat sehingga tak bisa update atau membaca
komentar netizen di medsos yang terkadang mengocok perut.
“ada es serut, mau beli?” ajak
Jono.
“kuy” Timpal Jini.
Mereka berdua kesana dengan
perasaan hati kelabu, sendu, tanpa semangat dan gairah. Belum mengerti perasaan
dan menerima rasa sakit hati setelah kemarin di tolak mentah-mentah oleh sang
idaman hati masing-masing.
“apakah ini yang Namanya nasib
para pujangga?”
“begini nasib para pujangga”
“aku jelas tidak akan menyerah Cuma
gara-gara di tolak sekali seperti ini. Aku bukan orang lemah yang langsung
baper hanya karena ini“
“hilih, sok kuat lo. Ngaku aja
semalem lo nangis nangis sampe subuh”
“tau aja lo hehe” Jini tak kuasa
membendung tawanya ketika temannya berhasil membongkar kelakuannya malam tadi.
“lagian awal kita disini kan
mendiskusikan masalah cinta, apa itu cinta, ada apa dengan cinta dan
ketersangkut pautannya dengan hati”
“yah memang tepat rasanya kalau
kita diskusi hati disaat hati sudah lesu, harusnya kita juga mengundang orang sebagai
penengah untuk menuntun perasaan yang ada di hati kita. Kalau gini mah,
kedepannya isinya Cuma curhat-curhatan gajelas”
“hmm, bener juga”
“lagian ngapain sih milih tempatnya
disini, bukankah disini tempat bagi muda mudi yang sedang kasmaran? Jika
dipandang bikin tambah sakit hati aja”
“kasep bro, siapa tau kita bakal
ketemu mantan calon pacar kita dimari” sahut Jini ”dengan orang lain” tambahnya
lirih.
Mereka menghela
nafas bebarengan, kembali memakan es serut sambil memandang langit cerah. Sangat
berbeda dengan perasaan hati mereka kala itu. Begitu kelam, sunyi, gelap, dan terdapat
mendung pekat.
“apa benar ada dokter cinta di
sekitar sini?”
“ngga penting, aku ingin mengerti
tentang diriku sendiri oleh diriku sendiri, bukan orang lain”
“tapi bukankah perlu acuan orang
lain untuk mengerti diri sendiri?”
“teori dari mana itu”
“dari berbagai buku yang aku
baca”
“bentuknya apa? Masih teori kan?”
Jini mengangguk.
“hilih, teori bukanlah hukum. Keberadaannya
masih bisa di usik dan diganti. Teori hanya sekedar pemecahan masalah dari
sudut pandang tertntu, ibarat belum final, masih bisa diganggu gugat. Dan dari
tiap sudut pandang bisa berubah-ubah” jelas Jono sambil menampilkan intonasi
non verbal lewat tangannya bak politisi ulung.
Berselang
beberapa menit Es serut mereka berdua habis tak bersisa.
“aku sudah cukup tahu dan
mengerti” Kata Jono
“Apanya?” Tanya Jini Penasaran.
“sebisa mungkin aku memang harus
menjaga hati dan niat, menjaga pola yang ada di dalamnya, memprediksi kemungkinan
yang ingin di sampaikan, serta memahami apa yang berada di dalam diri. Memang samar
dan niat bisa saja berubah sesuai situasi dan kondisi. Untuk itu dengan menjaga
dua parameter tersebut aku yakin bisa menjaga hati ini dari lingkunan liar
diluar sana” Jelas Jono.
Jini geleng-geleng kepala tak
percaya “kesambet apa lo barusan kok tiba-tiba jadi sok filsuf kek gini?”
Jono tak membalas, hanya
menimpalinya dengan senyum penuh ketenangan, membuat Jini takut kalau-kalau
sahabatnya ini sedang kerasukan.
***
“bagaimana sekarang, hatimu sudah
kembali fresh?” tanya Jini.
“belum sepenuhnya sih. Tapi
berkat itu aku belajar hal baru, bahwasanya aku masih perlu banyak belajar
mengenai diri dan hatiku sendiri” timpal Jono.
Jini mengangguk setuju.
Tak
berselang lama, sebuah Message WA berdering di smartphone Jono. Jono tercekat
ketika tahu siapa yang mengirimkan pesan tersebut, tatapannya kosong dan
pikirannya mengawang kemana-mana, ekpresi wajahnya begitu syok seperti melihat
kecoa dalam mode terbang.
“ada Apa Jo? Kuotamu abis?”
Jono menggeleng. Jini mencoba
melihat smartphone Jono, terdapat sebuah pesan singkat yang ternyata dikirim
dari calon mantan pacar Jono yang kemarin menolaknya mentah-mentah.
“udah coba buka aja” bujuk Jini.
Jono menelan ludahnya sambil men-touch pesan tersebut, beberapa millisecond kemudian pesan itu terbuka
di layer smartphone-nya
“Jono,
maafin sikap aku kemarin yahh. Ayo kita mulai dari awal lagi, aku berubah
pikiran dan pengen jadian sama kamu”
Jono
mengeluarkan keringat dingin. Dia merasa senang, namun juga merasa gelisah. Dia
merasa was-was, tegang, mengigil, dan kedinginan. Dirinya di buat pilu oleh
ujian yang menyerang hati, padahal tak ada lima menit yang lalu dirinya sudah
berjanji untuk terus menjaga hati.
Sabtu, 16 March 2019
M H A
0 komentar:
Posting Komentar