softness

Selamat datang di blogku...

Hadits

Seungguhnya Allah Ta’ala senang melihat hambaNya bersusah payah/lelah dalam mencari rezeki yang halal.(HR.Ad-Dailami)

Tafakkur

tafakkur berarti memikirkan atau mengamati.

Road

pemandangan yang indah membantu pikiran kita menjadi indah

Al-Qur'an

Dan tidaklah sama kebaikan dan keburukan.Tolaklah keburukan itu dengan cara yang sebaik-baiknya, maka tiba-tiba ia, yang di antara engkau dan dirinya ada permusuhan, akan menjadi seperti seorang sahabat yang setia. Dan, tiada yang dianugerahi taufik itu selain orang-orang yang sabar, dan tiada yang dianugerahi taufik itu selain orang yang mempunyai bagian besar dalam kebaikan. (Q.S. 41: 35-36)

Himbauan

jangan marah, bagimu surga

Sabtu, 24 Agustus 2019

Kumpulan Cerpen; Penculik



Badoi mencoba untuk tenang. Badannya yang semenjak tadi bergetar, membuat Badoi harus beberapa kali mangambil nafas dalam-dalam. Dahi dan ketiaknya berkeringat. Lebih lagi kakinya terasa dingin seperti membeku. Badoi mencoba berkonsentrasi agar lebih rileks. Dia hilangkan  ketakutannya. tubuhnya masih kaku di kursi. Dia merasakan tubuhnya yang terikat kuat dan hampir membuatnya tak bisa bergerak. Tali yang merangkul kaki dan perutnya juga sangat kuat. Badoi Cuma pasrah. Beberapa kali keringatnya menetes ke tanah.
Pintu terkuak. Di serentetan kegelapan. Penerangan di ruangan itu hanyalah sebuah lampu bolam berdaya 15 watt. Setelah agak lama menunggu. Muncullah 2 orang berpenampilan preman. Tangan mereka kekar. Pandangannya tajam ke arah badoi. Badoi juga tersontak. Dirinya merasa tak enak dipandangi begitu. Keringat dingin terus mengucur. Membasahi sekujur tubuh badoi. saking takutnya, dia mulai tergagap-gagap. Ketenangan yang semenjak tadi di kumpulkan, buyar sia-sia seperti terhempas gelombang. Kedua orang itu mendekati badoi yang masih lemas ketakutan.
“ hei bocah!, siapa namamu?”
“Bba...Badoi”
“apa kerjanya bapak dan ibumu?”
“I...itu...Bba..pak...ee....itu...bba..”
“Jawab!!” menjewer kuping Badoi sambil di pluntir-pluntir.  “ngomong yang jelas, kuat, dan bertenaga!. Kamu itu laki-laki, bukan banci. Cepat jawab!”
“bapak saya kerjanya tiduran di rumah. Kalau ibu saya jadi pengusaha yang punya 4 cabang di empat negara” Badoi menjawab dengan spontan. Dirinya belum sepenuhnya tenang. 2 preman tadi lalu berbisik.
“eh, Ini pasti anaknya orang kaya. Bayangin aja, pengusaha di empat negara!. Pasti penghasilannya perbulan lebih dari ratusan milyar”
“He’em. Tapi kok, bapaknya Cuma nganggur ya. Padahal ibunya kerja jadi pengusaha”
“halah, gitu aja kok dipikirin. Yang paling utama itu duit, jangan ngurusi yang lain. Nah tanyain aja nomer hape ibunya. Bukan bapaknya. Trus seperti biasa. Kita weden-wedeni dan minta tebusan 10 milyar aja. Nggak usah banyak-banyak”
“ok bro”
Lalu 2 preman itu mringis sambil menatap Badoi.
“tenang dek. Kamu nggak bakalan di sakiti. Tapi ada syaratnya. Om minta nomer hape ibumu, setelah itu om telfon untuk suruh njemput. Mudah to”
“tapi om, ibu saya nggak punya hape”
“lho!, kok bisa. Pengusaha masak nggak punya hape”
“ibu saya orangnya nggak awetan. Setiap beli hape, nggak ada tiga hari pasti rusak atau hilang. Alesannya banyak, ada yang di copet, njegur bak mandi, keplindes truk, ke banting, pecah, dikasihin orang, ketinggalan, ketendang, kejual, kemaling...”
“tunggu... copet maling bukannya sama”
“beda om, kalau copet nglakuinnya terang-terangan. Kalau maling sembunyi-sembunyi”
“oh... teruskan”
“ada yang ke pelet, kemakan, keselak, ke gencet, kebakaran, dan masih banyak lagi. Lalu ibu saya jera beli hape”

“lha kalau ada pesan atau sesuatu yang penting gimana?, bukannya malah kerepotan”
“ibu saya biasanya pinjem sama stafnya”
“bapak kamu?”
“kebalikannya sama ibu. Hapenya buanyak banget”
“ibumu nggak minta. Apa nyuruh bapakmu mbawa hapenya”
“bapak saya pernah di tawari kerja kayak gitu. Tapi selalu menolak. Alesannya dia mau kerja sendiri”
“katanya, bapakmu kerjanya Cuma tidur”
“memang gitu kerjanya. Anehnya uangya selalu banyak. saya saja di jatah 10 juta per-hari. Tapi di pikir-pikir kerjanya bapak memang tiduran. Tapi saat semua tidur, dia alih profesi jadi melek’an. Aku pernah mergok bapak ngambil uangnya ibu di lemari”
“Pantesan. Trus kamu bilangi ibumu?”
“nggak lah, itukan kerjaannya bapak. Saya nggak mau menghancurkan profesinya. Jadi saya Cuma tutup mulut. Tapi ibu nggak ngerasa kalau uangnya diambil. Padahal yang di ambil bapak berkisar 100 juta. Itupun dilakukan hampir tiap hari”
“Jangan-jangan yang maling hape ibumu dia”
“mungkin, soalnya waktu ibuku kecopetan. Bapak saya yang nyopet”
2 preman itu melongo dan saling memandang. Lalu berbisik
“orang tuanya nggak beres nih”
“nggak papa, yang penting uangnya banyak”
“Minta nomer bapak nya?”
“ya iyalah, kayaknya bapak anak itu juga banyak uang. Lha kerjanya kayak gitu. Cepet mintain nomernya”  2 preman itu kembali menatap badoi
“ya udah dek, om minta nomer bapakmu. Kamu bosen to di sini. Makanya, biar om bilangin ke bapakmu agar kamu di jemput. Tapi nanti pas dateng tunggu dulu disini. Biar om sama om ini minta bayaran, eh bukan, tapi minta tunjangan dulu. Kami kan sudah berjasa mempertemukan kalian”
“bilang aja mau tebusan deh om. Saya udah gede, dan tau mau nya om-om ini. Tapi nggak apalah, saya juga mau pulang ke rumah. Di sini tempat nya angker, gelap, bau lagi”
“gitu dong, sekarang berapa nomernya?” sambil mengambil hape dari kantongan nya.
“yang mana dulu?, bapak saya nomernya banyak”
“yang ayemtri ada?”
“oh ada, 08222222222”
“gilak!, nomer apaan nih”
“itu di dapet bapak waktu nyogok di pusat operatornya ayemtri. Mbayar 200 juta, tapi di enyang bapak jadi 80 juta. 120 jutanya buat mbayar oto ke sana”
“bukannya  rumah mu di ibu kota, jadi nggak jauh-jauh amat. Mbayar nya kok banyak banget?”
“bapak saya itu keren om, dia meski suka tidur tapi garang. Di takuti banyak orang. Kalau mau pergi ke mana-mana, pasti bawaan nya selalu yang bagus. Waktu ngrampok bank di singapura, pakai mobil gallardo. Habis pakai langsung di rongsok. Gara-gara bapak saya nggak bisa nyetir, trus nabrak palang jalan. Lalu waktu nyolong lukisan monalisa, pakai jet tidak berawak milik amerika, bapak saya Cuma nggandul di ban nya”
“waktu ke kantor pusat ayemtri naik apa”
“naik mobil lamborginie nya stipen gerrard. Mau di beli bapak tapi nggak boleh, akhirnya di sewa 200 juta per hari. Pas di kembalikan, kaca depannya remuk. Tapi nggak di apa-apain, yang punya takut sama bapak saya”

”apa om nggak takut sama bapak saya?”
“kami, takut” mereka berdua tertawa, sambil menyodorkan golok ke muka badoi. “jika bapakmu nglawan. Ini golok bakal temancep di perutnya. Kita nggak takut siapapun. Tentara aja kami buat bertekuk lutut”
Badoi takut, setelah golok itu di taruh, ia segera menguasai dirinya lagi
“cepat telfon bapaknya. Aku sudah nggak sabar dapat duit”
Lalu temannya preman tadi menelpon. Setelah agak lama muncul suara.
“halo siapa?”
Preman yang menelfon tampak kaget. Sambil mengisyaratkan kepada temannya bahwa dia salah pencet nomer.
“B...Bos maaf saya salah mijet nomer lagi. Udah kebiasaan. Susah di ilangin”
“dasar! Gara-gara kamu nelfon, aku jadi nabrak”
“waduh. sorry, saya salah. Ampun Boss....”
“ya sudah, paling aku bakalan cengkram lenganmu biar jadi cikru. sekarang aku mau ke tempatmu! Kamu sudah dapet mangsanya kan!
“su...sudah dong bos”
“bagus. Tunggu disana”
“si...siap”
Telfon lalu di matikan, segera tangan teman preman itu menyaplak kepala preman yang nelfon.
“bego. Kalau sampai di bunuh bos gimana !?. masa’ salah pencet nomer melulu dari dulu”
“kamu juga nyuruh aku yang nelfon”
“kau kan tau sendiri kalau aku ini gaptek. Ya udah, cepetan telfon lagi. Yang ini jangan sampai salah”
lalu dengan sigap dan teliti, preman tadi memencet-menceti nomer ponselnya dan mulai menelfon. Dia yakin kali ini nggak bakalan salah lagi.
“assalamualaikum”
“waalaikum salam”
“ada apa pak?”
“anak anda sedang kami culik!. Jika mau anakmu selamat, maka kamu harus bayar tebusan sebesar 10 milyar”
“waduh pak, banyak banget. Saya Cuma orang pas-pasan, dan nggak punya uang sebesar itu. Kasih kompensasi lah, kita kan sesama manusia”
“halah kagak bisa!. Jangan coba-coba ngibulin saya ya. Kalau bapak nggak menyerahkan uang itu dalam waktu 6 jam dari sekarang. Anak bapak bakal saya mutilasi kayak di berita-berita itu”
“jangan.... itu anak saya satu-satunya”
“makanya, kalau nggak mau anakmu mati. Bawa  uang sepuluh milyar. Jangan bawa polisi atau sesuatu yang menyebab kan saya di penjara. Mengerti!”
“me...mengerti pak”
“oke, saya tunggu dari sekarang” tut...tuuut....tut..
Telfon mati dan preman itu nampaknya puas. Mereka lalu saling merangkul sambil menangis. Mereka serasa seperti ketiban duren. Mereka tak bisa membayangkan jika uang itu sudah ada di tangan, yang pasti keinginan yang dulunya terpendam bakal jadi nyata. Lalu jadi kaya raya dan punya mobil banyak.
“akhir nya dari semua jerih payah yang kita lakukan, akhirya membuahkan hasil. Kita akan jadi kaya dan  membaginya jadi dua”
“ho’oh, aku berjanji, setelah dapat uang nya. Pasti akan ku gunakan buat bikin mall di grand city. Dan berhenti jadi penculik. Kalau perlu jadi mualim dan bertobat. Nggak pernah bolong beribadah 5 waktu, berinfak, dan nggak lupa nikah” mereka tersedu-sedu seakan semua sudah jadi kenyataan.
“sama sob, aku pasti juga melakukan hal yang sama. Tapi aku masih kepengen jadi penculik. Tobat nya nanti pas pensiun” 2 preman itu lalu menepuk-nepuk pundak masing-masing. Berjabat tangan dan mulai saling mengumbar tentang apa yang akan dilakukan nya lagi jika uang itu sudah di tangan.
6 jam sudah berlalu. Tapi bapak badoi belum datang juga. Preman yang dari tadi sudah menunggu dengan sabar. Kini menjadi buas. Tensi mereka meninggi melebihi 343 derajat kelvin. Muka mereka memerah karna menggap bapak Badoi tak akan datang. Padahal mereka sudah merencanakan dengan matang untuk menggunakan uang itu. Saking lama nya salah satu nya ketiduran, yang satu lagi masih mondar-mandir. Badoi sebenarnya ingin lekas pulang ke rumah. PR sekolahnya belum digarap dan 3 hari lagi juga ada ujian sekolah. Dia hanya melamun menanti ayahnya. Seketika preman yang mondar mandir mengamuk da melempar botol kecap ke tembok ”praang!”. Preman  yang sedang tidur terbangun. Badoi kaget, takut jika mereka sudah tak sabar dan ingin menghabisinya. Ia merasa eman kalau mati sekarang karena belum merasakan menikah.
“gelondongan!, cicak!, jangkrek!, kebo!, monyet. Bapak monyet!, lama banget kesininya. Nggak takut apa kalau anaknya mati”
“udah sabar aja, paling jalanan macet. Inikan ibu kota”
“Lha ini sudah 6 jam lewat 20 menit! Jangan-jangan dia nggak mau datang. Cepat telfon lagi. Tapi jangan salah”
Preman yang bawa hape cepat-cepat menelfon
“halo assalamualaikum”
“hei, kamu lama banget sih kesininya!,ditunggu dari tadi nggak nongol-nongol. Mau anakmu mampus. Apa memang itu maumu”
“nggak... lagian...”
“apa!. Lagian apa, jawab!”
“tadi nggak di kasih tau tempatnya. Ya saya otomatis nggak bisa kesana. Lha wong tempatnya aja nggak tau. Apa mau suruh muter-muter”
“guoblok!”
“kamu yang goblok. Nggak ngasih tau tempatnya. Dasar penculik amatiran. Kalau nggak kodak ya jangan nyulik”
“brani kamu sama saya. Saya sudah berpengalaman 10 tahun. Kamu itu yang goblok. Kalau nggak tau tempatnya ya tanya!. Jangan malah diem dan sok mudeng. Mau saya tambahin tebusannya lagi jadi dua kali lipat”
“jangan.... 10 milyar ini aja  didapat dari jerih payah saya. Tolong jangan di tambah. Oke deh saya yang goblok”
“nah gitu dong”
“lalu tempatnya di mana?”
“di jalan ahmad yani gang no.5”
“baik saya segera kesana”
Lalu sang preman menutup telfon.”gimana?” tanya teman yang dari tadi menunggu.
“orangnya lagi mau berangkat”
“kok bisa!?”
“He...he...he... aku lupa kasih tau tempat nya”
“Semprul!. Jadi kapan tuh sampai sini”
“kira-kira setengah jam”
Di sela-sela menanti, 2 preman tadi menanti dengan merokok dan makan snack. Badoi dari tadi belum makan, mulutnya sudah di penuhi oleh iler yang mulai menetes ke kerah bajunya. Dia lapar dan perutnya berkali-kali meronta dan berbunyi.  Preman yang melihat kejadian itu,  Cuma menghiraukan. Setelah agak lama, preman itu mulai kasihan dan mendekati Badoi. Dan barulah memberikan makanannya. Badoi menatap makanan itu
“nih ada sisa sedikit. Makan segini dulu. Bapakmu sebentar lagi datang, kamu ntar bisa minta makanan yang banyak sama dia. Sekarang ini dulu. Buat ngganjel-ngganjel perut lah”
“wah... makasih om” lalu dengar rakusnya badoi menyantap makanan turahan preman tersebut.
          Lampu ruangan sudah berkedip beberapa kali. jika tidak diganti dalam waktu dekat, pasti akan mati. Suasana mulai sunyi karena jarum jam sudah menunjuk pukul 1 dini hari. Ngeoangan kucing terdengar di luar gedung para penculik. Suara mobil mendekat dan berhenti tepat di depan gedung. Seorang pria gagah keluar dari dalam mobil yang sudah ringsek. Derap langkahnya tegap dan membuat tikus-tikus disana lari ketakutan. Pria itu semakin mendekat menuju ke ruangan ke 2 preman dan Badoi. Pintupun tersibak dan terlihatlah kegarangan pria tersebut dalam sela remang-remang lampu bohlam. Sedangkan ke dua preman tadi merasa senang bosnya telah datang. Namun di sela- sela kesenangan tersebut. Muka Badoi tampak mengenali sesuatu yang tidak asing. Bibirnya yang membiru oleh dinginnya malam bergetar seakan ingin memberikan suatu kata
“ba...bapak?” lantunan suara tersebut terdengar dari mulut Badoi. Sedangkan ke 2 preman itu terhenyak.



9 maret 2014
 Muhammad habib Amrullah

Kumpulan Cerpen; Potelot


            Malipun tak sengaja menemukan sebuah potelot di pinggiran jalan. Di ambil dan dilihatnya matang-matang potelot itu. Berwarna kuning, dan ada penghapus di ujung yang lainnya. Dia terpaku agak lama. Ramainya trotoar tidak di pedulikannya. Yang jelas, potelot itu seakan membuat Malipun merasakan sesuatu yang belum pernah dia rasakan.

            Copet merajalela, hukum seperti mainan anak kecil yang dapat di ubah kapanpun. Orang lemah di tindas. Ketidak adilan juga celotehan palsu sudah sering termakan oleh rakyat jelata. Pertemuan-pertemuanpun Cuma membahas omong kosong. Serba bicara ekonomi, mensejahterakan rakyat, yang nyatanya pengamen dan jambret masih menjadi momok di masyarakat. Sebagaiman Malipun. Meski dia kere, dia tetap berpikir tentang apa yang dialaminya. Saban hari harus mungut sampah. Entah sampai kapan dia harus melakukannya. Mungkin seumur hidupnya. Tidak. Dia tidak mau seumur hidupnya Cuma mulung. Dia mau cari kerja, tapi semua pekerjaan yang dia datangi selalu saja menolaknya.

“pak saya mau lamar kerja jadi guru”    suatu kali saat mau melamar pekerjaan di sebuah sekolahan.
“mata pelajaran apa yang anda kuasai?”
“olahraga pak”
“disini guru olahraga sudah mencukupi”
“kalau begitu jadikan saya tukang bersih-bersih”
“kami sudah mempunyai stok”
“terserah bapak saya mau di kerjakan di mana. Saya terima saja kok apa adanya. Jadi pekerjaan apa yang belum diisi pak?”
“tidak ada. Disini pegawai sudah penuh. Jadi pergi saja”
Malipun lalu minggat sambil memaki-maki kepala sekolah tadi.
Tidak puas dia pergi ke mall. Dia tetap bertekad mencari kerja. Lalu datanglah ia menemui salah satu menejer disana. Tak sempat bicara, dia diusir security disana karena dikira gelandangan. Walaupun pada dasarnya dia memang seorang gelandangan.

            Malipun berpikir keras. Dia kebingungan. Dia sadar bahwa dia tidak bisa melakukan apa-apa. Walaupun saat ini dia memiliki potelot. Toh dia tidak bisa menulis dan membaca. Huruf abjad saja Dia tidak hafal betul. Dia pasrah. Matanya mulai sayu. dirinya seperti orang yang tidak guna. Tidak akan merubah apapun meski dia ber-orasi di depan banyak orang. Yang ada malahan dia di ringkus dan di sangka orang gila. Cuma orang buangan yang tidak memiliki tempat di bumi ini. Sebenarnya Malipun punya tujuan. Namun seperti mimpi jika itu terwujud.

            Namun di sela-sela waktu itu semangatnya bangkit lagi, dengan potelot yang ada di genggamannya. Dirinya  ingin di perhatikan. Dirinya ingin di dengarkan. Dia ingin namanya di kenang. Dan dia juga ingin hidupnya ini berguna. Dia mau menyelesaikan masalah ekonomi. Mau membuat teknologi baru. Mau mengatasi pengangguran. Mau menyadarkan orang-orang akan pentingnya adab. Mau mengajarkan agama. Dia mau wujudkan semua dan merubah dunia yang sebenarnya kelam ini dengan potelotnya. Dia yakin. Dia tak bisa baca tulis tapi masih tetap yakin. Dia cari robekan kertas yang ada di sekitarnya. Dan berhasillah dia temukan bungkusan makanan. Dia lalu tuliskan tapi bukan keinginannya. Dia Cuma menulis agar mendapat buku baru. Setelah ditulisnya. Dia kaget ternyata bisa menulis. Dia lalu menjajal membaca tulisan itu “ingin buku”. Malipun takjub dan tersipu. Dia senang karna tiba-tiba dia bisa baca tulis.

             Esoknya seperti biasa. Dia mulung dan cari makan. Setelah selesai, dia duduk-duduk di emperan toko. Seperti yang sering dia lakukan sehari-hari. Tanpa di duga, sebuah buku mengenai kepalanya. Malipun yang sedang duduk-duduk sampai tersungkur kaget. Dia mengerjap-ngerjap dikira mau di pukuli. Tapi bukan. Ternyata Cuma buku. Lalu diambilnya buku itu. Ternyata masih baru. Dia bingung dari mana asal buku itu. Dia tengok kanan dan kiri tapi tak ada yang di curigainya sebagai orang yang melempar buku itu. Malipun berpikir agak lama. Barulah dia ingat bahwa kemarin dia sudah minta buku yang di tulisnya dengan potelot itu. lalu dia meloncak kegirangan sambil mencolot. Melakukan sujud syukur dan memamerkan buku barunya kepada para pengguna jalan. Mobil di terap, motor di cegat, pejalan kaki di sentak. Hal ini dilakukan agar semua orang tau jika dia punya buku baru. Tapi respon mereka Cuma menghindar dan menekan klaksonnya agar Malipun pergi.

            Dia menulis lagi. Rupanya mau mencoba jika potelot itu benar-benar punya keajaiban. Dia menulis dalam bukunya.

aku ingin mewujudkan keinginanku. Aku mau hidupku berguna untuk banyak orang.  Ya Tuhan ku, berilah aku ilmu agar bisa berbuat sesuatu yang berguna. Berilah aku kepintaran agar bisa menggunakan potelot dan buku ini”
Lalu dia menunggu beberapa saat.

            Sesaat Malipun merasakan keanehan. Dia merasa jadi orang pintar. Tanpa di duga, otaknya di penuhi artikel-artikel dan rumus-rumus. Kepalanya seperti di tempa. Pemikiran serta daya telusur juga kuat. Otak Malipun seperti kemasukan sesuatu. Pertama terasa berat. Dia tak mengerti kenapa bisa jadi begini. Tetap terasa berat. Tiba-tiba dia tahu tentang pelajaran ekonomi. Lalu kloter berikutnya sejarah, biologi, b.inggris, kimia, fisika, matematika, sampai semua mapel terngiang dan mengumpul di kepalanya. Otak Malipun seperti ingin meletus tapi nggak jadi. Dia coba memilah dan menempatkan ilmu-ilmu itu ke tiap-tiap bagian otaknya yang melompong karena tak pernah di isi. Di saat terakhir. Dia bisa menguasai tubuhnya lagi yang mungkin berbeda dengan dirinya yang dulu.

“pak, bisa menjajal kemampuan saya” dia langsung mau menguji ilmu itu ke orang lain
“kamu siapa”
“saya manusia yang bertipe homo sapien pak”
“pergi kamu!”
 Lalu dia urungkan niatnya...

            Dia tak putus asa, meski belum menguji apakah dia pintar atau tidak. Yang jelas dia sudah merasa pintar. Jadi tak perlu melakukan uji coba terhadap kepintarannya. Sekarang yang penting adalah menguji potelot itu lagi. Agaknya Malipun belum percaya meski sudah mendapatkan kepintaran yang dia inginkan. Dia lalu menulis lagi.

            Pukul sekian (waktu di samarkan) terjadi gempa di tempat (tempat di samaran).

Pukul itu pula gempa terjadi di tempat itu. Malipun tak habis pikir jika apa yang di tulisnya bisa benar-benar terjadi. Tapi dia masih belum percaya. Mungkin otaknya yang sudah kepinteran itu menolak kejadian yang tidak logis dan sulit di terima nalar itu. dia masih menyimpulkan jika tadi itu faktor ketidak sengajaan. Maka, dia mencoba menulis yang lainnya. Karena ini waktunya sholat dzuhur. Jadi dia menulis.

            Orang orang di sini pada ke mesjid semua

Dan setelah adzan zuhur selesai. Mesjid penuh sesak oleh orang-orang.

            Dalam ketidak pastian, Malipun mau tak mau akhirnya percaya pada kekuatan potelot itu. dia lalu menulis lagi yang lebih banyak. Dia mau menentukan kejadian demi kejadian yang akan terjadi. Setelah selesai, Malipun lalu  berjalan-jalan. karena dia mau yang praktis untuk kemana-mana. Maka dia memilih untuk terbang. Dia tulis lagi di buku itu.

            Pengen terbang

Lalu dia terbang. Kakinya sudah tidak menempel ke tanah. dia terbang semakin tinggi melebihi pohon kelapa. Orang-orang yang ada di tempat itu pada melongo. Mereka tidak percaya apa yang lagi dilihatnya. Ada yang mengecek mata, ada yang mengucek mata. Ada yang beberapa kali menampar pipinya, mengecek kalau yang dilihatnya bukan mimpi. Malipun terbang semakin tinggi. Sekarang tingginya setara dengan puncak gedung. Dia melihati orang-orang terpana. Mata mereka terfokus tertuju padanya. Malipun Cuma tersenyum. Ini karena tulisan yang ia tulis di bukunya. Setelah berpikir apa yang mau dilakukan. Dia pun terbang ke suatu tempat di pedesaan.

            Malipun melihat ke bawah. Anak-anak sedang bermain jamuran. Jarang sekarang anak-anak bermain permainan itu. Malipun memilih menukik untuk menyapa anak-anak itu. Tepat di atas kepala mereka. Salah satu anak yang melihat Malipun duluan langsung menuding-nudingkan jari telunjuknya ke arah Malipun.

“lihat-lihat. Om-om itu terbang. Dia superman jadi-jadian!”
Seketika anak-anak pada menoleh ke arah Malipun. Bukannya takut, mereka malah bersorak sorai menyuruh Malipun turun
“turun om”     “gendong om”
“aku juga kepingin terbang...... terbang sampe amerika!”
“aku juga, aku juga!”
“aku dulu, aku yang lebih kepingin. Aku aku!”
Mereka semua terus memohon, tapi Malipun Cuma tersenyum. Dia lalu turun pelan-pelan. Anak-anak yang ada di situ langsung mengerumuninya. Memegangi kaos bolongnya. Menjawil pipi boroknya. Memegangi kaki baunya. Mereka seperti senang akan kedatangan Malipun. Malipun juga merasa bahagia. Tapi Malipun tidak punya waktu bermain dengan mereka.
“maaf anak-anak. Om lagi banyak urusan. Tetaplah bermain dengan tertib. Jangan ada yang curang. Jangan jadi orang yang kepingin menangan sendiri. Tapi punyailah mental harus menang demi diri dan orang lain. Makanya nanti kalau udah gede, jadilah pemberani. Jadilah pemimpin yang adil, tidak nyeleneh dan tidak neko-neko
Malipun kembali lagi terbang dan melesat dengan cepat. Meninggalkan anak-anak yang masih saja bersorak mengiringi kepergiannya.

            Air mulai menetes dari langit. Pengendara motor mulai berteduh untuk menggunakan mantelnya. Pejalan kaki membuka payung. Sedangkan lalat mencari tempat yang kering supaya tidak terkena tetesan hujan. Malipun juga segera turun. Dia tak mau merusak buku dan potelotnya. Sambil berteduh di suatu bangunan. Dia melihat sekeliling. Keadaannya selalu sama setiap hari. Dimana bis-bis penuh. Pengamen dan pengemis menjamur. Pemandangan yang semrawut dan tempat kotor oleh sampah-sampah yang di buang sembarangan. Malipun jengkel. Dia menulis lagi. Dalam guyuran hujan yang rintik-rintik agak deras. Dia mengosek-ngosek buku itu dengan tulisan. memberi seperti keinginan tentang apa yang nantinya akan terjadi. Setelah selesai. Dia menutup bukunya dan kembali menatap sekeliling. Kali ini suasana berubah seutuhnya. Bis-bis sudah tidak penuh lagi. Jalanan tertib karena sudah tidak ada kemacetan. Orang-orang pada gotong royong membersihkan sampah. Anak-anak muda pada sopan santun dan tidak ada yang pacaran. Pengemis dan pengamen sudah tidak ada. Semua orang yang ada di sini saling membantu satu sama lainnya. Seperti halnya keluarga besar. Mereka sudah tidak ada yang saling bermusuhan ataupun membedakan antara satu dan lainnya. Terlihat seorang yang menjadi direktur perusahaan sedang berbincang dengan pedagang asongan. Terlihat profesor yang titelnya berderet memenuhi namanya juga lagi asyik-asyiknya bermain dengan anak-anak jalanan. Anak-anak TK juga pada di ajari caranya menanam pohon serta peduli terhadap lingkungan juga budaya membaca. Malipun yang melihat kejadian itu langsung gembira. Coba semua berjalan seperti ini setiap saatnya. Sungguh enak bila hidup seperti itu. Pasti dunia akan penuh warna. Bak tercebur di kolam emas. Hujan mereda meninggalkan bekas. Semua orang disini terlihat selaras. Dan tidak ada lagi yang  malas-malas. Malipun lalu pergi lagi ke tempat lain. Di tulis di bukunya untuk tempat selanjutnya yang akan dia kunjungi.

* * *

            Hari sudah sore. Kali ini dia kembali menukik ke bawah. Sepi di tempat itu. pedalaman kampung yang jalannya saja belum diaspal. membentuk cekungan dan tonjolan di mana-mana. air menggenanginya. Rumah berjejer agak berjauhan, menyediakan tempat hijau untuk lingkungan. Udara segar masih terasa. Kebanyakan orang-orang disini pada ngontel. Meski penduduknya sedikit. Tapi masih terlihat di sebagian tempat. Lalu Malipun berjalan menyusuri kampung. Orang tua sibuk membuat anyaman. Ada lagi yang memberi makan ternak. Angin berhembus. Langit sudah memerah bercampur gelap. Serasa seperti perkampungan mati. Sebab semua anak muda disini memilih merantau di tempat lain. Yang tersisa disini hanya para manula dan anak-anak yang masih kanakan. Malipun sudah memastikan jika mereka sudah besar nanti pasti juga ikut-ikutan merantau. Sebelum melakukan sesuatu. Malipun sholat magrib terlebih dahulu. Di desa yang mau mau mati itu hanya terdapat satu surau kecil yang bangunannya sudah tidak bisa dibayangkan karena saking bobroknya. Saat Malipun sholat. Bau balsem dan bau badannya bercampur jadi satu di ruangan itu. sungguh sesak tapi Malipun sudah biasa. Surau yang kecil itu membuat sirkulasi udara mampat. Tapi dengan ilmu yang sudah di anugrahkan kepadanya. Lalu dia sedikit merenovasi surau itu. tidak begitu sulit karena bangunannya hanya terbuat dari kayu tua yang sudah di makan rayap. Setelah di renovasi, Sekarang lebih mendingan dan udara di ruangan dalam sudah tidak pengap lagi. Banyak orang berterimakasih dan mau membayar. Cuman dia menolak dan minta makanan saja.

            Langit di naungi kelipan bintang. Senja sudah hilang meninggalkan langit yang sudah gelap. Malipun ingin menemui sesorang sebelum jalanan sudah tidak bisa di terawang. Lantas dia menemui seorang anak muda yang dirasa berpengaruh di kampung itu dan menanyainya langsung.

“siapa namamu?”
“sidin om” lalu dia bernafas “kok om bau bangkai” sambil menutup hidung
“hoo.... om bisa lho mengganti aroma om kalau mau”
“emang bisa?”
“dengan ini” lalu dia keluarkan potelotnya
“om orang gila?”
“bukan, mau bukti?”
Anak itu mengangguk.
“kamu mau aroma apa?”
“melati keraton aja”
“oke” lalu Malipun menulis di bukunya. Tak berselang waktu lama. Anak itu memberanikan diri mengendus. Awalnya ragu-ragu tapi ternyata benar. Wanginya sama seperti minyak wangi melati keraton. “kok om bisa?” kata anak itu “ajarin dong”
“nggak boleh, ini bukan untuk anak kecil”
“lha om mau apa?”
“om mau ngasih tau. Ntar kamu waktu udah besar, harus merawat dan membesarkan kampung ini. Kalau bisa, ajak teman-temanmu sekalian”
“ogah ah. Kampung ini sudah butut, kadaluarsa. Mending saya merantau ke kota aja”
“jangan begitu din, ini kan kampung halamanmu. Tempat kelahiranmu. Kamu dan anak muda yang lain harus menghidupkan kampung ini. Bukan masalah enak atau enggak. Jika kampung ini hidup, kan otomatis orang-orang pada ke sini. Kita harus membangun desa. Masa depan ada di tanganmu!”
“pokoknya ogah. Sidin mau pergi dulu”
“eits... jangan. Kalau nggak mau. Terpaksa om tulis kamu besok mampus lho, mau!?”
“apa bisa?” kata anak itu seakan tak peduli.
“mau bukti nih tak tulis ayam jago itu mati” lalu Malipun menulis. Tak berselang lama, ayam itu mati. Sidin yang melihatnya langsung kaget.
“jangan om jangan. Sidin nggak mau mampus dulu. Sidin belum nikah. Sidin amalnya masih kurang. Jangan om. Oke deh, sidin laksanakan perintahnya”
“nah, gitu dong”

Lalu dua orang itu sepakat dan berjabat tangan. Sidin langsung berlari mengundang temannya untuk merembuk kesepakatan bersama agar kampung bisa hidup lagi. Malipun menatap dari jauh. Anak-anak itu tampaknya sudah sepakat tak akan meninggalkan kampung. Mereka memilih untuk membangun kampungnya agar banyak orang datang. Sesuai dengan rencana Malipun. Memang sesuai.

            Semua persiapan dan bukti-bukti yang konkret tentang keajaiban potelot itu sudah selesai dia teliti. Berbekal ilmu yang memadai, buku, juga potelot. Malipun mengatur rencana agar impian beserta keinginannya bisa terwujud. Dia menulis berdasarkan filsafat dan ilmu-ilmu yang sudah ada di kepalanya. Dia sudah yakin jika potelot itu punya keajaiban. Pikirannya kini Cuma tertuju di kertas kosong. Lalu dia menulis, terus menulis, terus menulis. Jika ujung potelotnya patah atau aus. Dengan kepintarannya, lanciplah kembali potelot itu seperti sihir. Lalu melanjutkan menulis. Terus menulis, terus menulis, tetap menulis. Meski sudah berkeringat, tangan pegal, kaki kesemutan, punggung keram. Terus saja menulis. Sampai sepuluh lembar, limabelas.... duapuluh..... dan seterusnya. Dia menulis agar manusia sadar jika dunia ini hanya fana. Saling tolong menolong, tidak menindas orang-orang kere. Amal ma’ruf nahi munkar. Saling menyayangi antar sesama. Perdamaian tercipta. Tidak ada perang. Permusuhan musnah beserta para pengusungnya. Keadilan tercipta hingga ke ujung-ujungnya. Kejahatan tercabut sampai ke akar-akarnya. Semua manusia hidup tentram tanpa membedakan kedudukan, status sosial, juga ras. Negara hidup makmur sampai tak ada lagi jambret dan pengangguran. Intinya adalah perombakan besar-besaran. Membuat dunia menjadi damai, aman dan tentram. Dimana semua adalah baik. Dimana semua serba akur dan tidak ada kebencian dan sifat buruk. Malipun menulis hingga buku catatannya penuh. Lalu di buangnya potelot itu karena sudah tidak di butuhkan lagi. Setelahnya Cuma menunggu.



            Solo, 25 Agustus 2014
                         MHA

Kumpulan Cerpen; SEKAWAN

Malam dini hari, lebih tepatnya sebelum fajar. Berkelebatan bayangan hitam yang tiba-tiba muncul dibalik kardus. Kucing mengeong karna merasa buntutnya tertekan. Sedangkan bayangan itu masih mondar-mandir mencari sesuatu yang dirasa sangat penting. Setelah beberapa saat mencari, barulah bayangan itu berhenti tepat di atas kepala seorang petugas yang saat itu bertugas menjaga kardus-kardus kosong agar tak ada yang mencurinya.

“lihatlah, jinku sudah beraksi. Kalau begitu giliran kita yang beraksi” sahut Belot yang semenjak tadi bersemangat mencuri kardus-kardus itu. Adut dan Cocor Cuma mengangguk lalu memulai aksinya. Mereka menyebar kesegala arah. Tanpa takut ketahuan petugas, ke-tiganya dengan beringas terus merengsek mengambili kardus yang dikira masih berharga. Entah mengapa, petugas saat itu sama sekali tak tau jika ada orang yang menyusup masuk ke areanya. Bahkan belot berulang kali melintas di depan mata kepalanya sendiri, cuman petugas itu sama sekali tak melihat apa-apa. Paling hanya melihat kardus-kardus melayang. Petugas itu sama sekali tak takut dan merasa khawatir karna begituan sudah cukup lumrah terjadi. Mulai dari kuntilanak, wewegombel, genderuwo, sering sekali dilihatnya waktu bertugas. Jadi yang namanya kardus terbang, sudah dianggapnya kuno dan suatu hal yang wajar dan dibolehkan. Tapi kali ini bukannya kardus terbang. Tapi ada yang mengusungnya. Ya....! hanya saja, petugas tak melihat ketiga orang itu.

Selesai melaksanakan tugas mencuri kardus, merekapun pergi dengan hati gembira. Bayangan itu juga menghilang. Petugas yang merasa hasil kerjanya pada malam itu maksimal, waktu siangnya dipecat gara-gara banyak kardus yang hilang. Petugas tadi langsung diusir dan disuruh pulang kerumahnya. Dengan ini berakhirlah ia dan jadi pengangguran. Beberapa saat kemudian, bos yang memecat tadi lupa menyopot seragam dan pangkat dan surat PHK mantan petugas tadi. Tanpa dipikir, langsunglah dia menyuruh suruhannya agar ketempat mantan petugas itu untuk melakukan apa yang belum ia lakukan tadi.

Sampai di rumah petugas, dia melihat mantan petugas itu terduduk lesu di teras nya. Disaat pesuruh  mulai menghampiri dan memberi surat PHK terlebih dahulu. belum bicara apa-apa, mantan petugas yang seakan tahu dirinya akan datang memulai pembicaraan terlebih dahulu.
“masa’ Cuma gara-gara kardus saya di pecat. Saya nggak terima! Kalau perlu saya tuntut ke pengadilan” kata petugas itu setelah menerima surat PHK
“maaf pak,tapi keputusan direktur PT. Kardus sejahtera sudah bulat”
“halah, PT dabulan..... bisanya ngardus doang. Saya bertahun-tahun menjaga kardus. Saya serahkan diri saya, mengabdi kerja paruh waktu tanpa ada masalah apapun. Jika ada masalah kan biasanya dirundingkan dan diambil jalan musyawarah, bukan cara sepihak begini. Wong saya sumpah tadi malem nggak ngeliat maling. Saya biasanya kan ngliat setan sama benda bergerak. Kok tiba-tiba dipecat  begini” mantan petugas itu semakin sedih, utusan atau suruhan PT. Kardus juga merasa kasihan.
“begini sajalah. Bilangin sama Bos kamu. Beri kesempatan kepada saya satu kali lagi. Satu tok. Nggak lebih. Pokoknya kasih kesempatan. Dijamin. Hanya tuhan yang tahu. Yang jelas kasih kesempatan untuk membenahi kinerja saya”
“baik pak, nanti saya akan menemui bos saya untuk menyampaikan rujukan bapak. Tapi tolong kertas PHK ini di bawa dulu. Soalnya belum tentu bapak diberi kesempatan”
“ya, terimaksih”
“baik pak” lalu utusan pergi meninggalkan rumah mantan petugas itu
Di kegelapan malam, tiga pencuri itu tertawa bebarengan. Mereka menghabiskan malam dengan bercerita.
“ha....ha.....ha.....kita goblok ya. Masak Cuma nyolong kardus” kata Belot sambil menunjuk-nunjuk kardus kosong yang barusan di curi. Adut dan cocor juga tanpa sebab terpingkal-pingkal hingga terjengkal seakan merasa bukan salah satu dari mereka yang goblok.
“lha mau gimana lagi. Sekali-sekali ya hasil jarahan kita bervariasi. Jangan emas duit melulu. Kan bosen”
“trus kardus-kardus ini mau di apain?”
“kita taruh dijalan”
“jangan! Ntar faktor kecelakaan tambah meningkat”
“nggak papa, itu kan malah akan membuat pengguna jalan berpikir obyektif. Dan nantinya memanfaatkan kardus itu untuk nembeli lubang di jalan”
“setuju!” sahut cocor
“weleh, malah mbahas tentang jalan. Ini waktunya kita beraksi lagi. Jadi,apa yang akan kita curi selanjutnya?”
“KOREK!”
“apa alasannya”
“untuk memelanjer kompor gas saya yang susah nyala”
“alasan nggak mutu!”
“lha kita nyolong kardus. Alasannya Cuma buat tempat kotak amal dan turun ke jalan-jalan”
“itu kan berpahala”
“uangnya kan kita ambil”
“yang penting membuat orang lain berpahala”
“kalau begitu kardus”
“kok itu lagi”
“tapi lebih menantang, kita nyolongnya sendiri-sendiri. Dan boleh mergok teman sendiri, gimana”
“berarti kita nggak boleh ketahuan teman serekan”
“yo’i”
“oke, kita mulai malam ini”
Lalu mereka tertawa lagi. Mereka minum  oplosan sampai di ambang batas, tak sadar-kan diri dan besoknya sekarat. Untung cocor tidak kebanyakan minum, jadi dia bisa menyelamatkan dua temannya. Rencana penyolongan juga tertunda.

            Sedangkan petugas penjaga sudah dipercaya lagi menjaga kardus-kardus. Bahkan dia sekarang pangkatnya di naikkan jadi strip dua karna kerjanya yang ulet. Selain itu, seminggu ini juga tak ada lagi kasus pencurian kardus. Petugas itu tetap giat bekerja karna dia ingin mendapat posisi di PT itu. Selama ini dia bosen kerja menjaga kardus terus. Dia membayangkan jika nantinya akan kerja di dalam kantor dan tak usah kerja lembur dan jaga malam seperti apa yang dia biasa lakukan. Selain itu juga dia tak ingin lagi mengecewakan atasan nya. Lalu dia tekatkan. Dia yakin. Petugas itu rela 6X seminggu kerja lembur untuk menjaga kardus. Dia pontang panting. Tetap kerja walau pegel. Tetap melek walau keliliben. Bahkan ngantuk juga ditahan sampai pagi. Pagi ditahan sampai malam. Begitu seterusnya hingga dia seperti kesetanan karna terus bekerja. Bos pun membiarkannya saja. Bahkan salut dan memberi banyak apresiasi. Terbukti memang tak ada lagi pencurian. Sang petugas juga puas akan usaha keras yang dilakukannya. Dia kini mulai bersikap hati-hati dan was-was. Dulu setan dan hal aneh di anggap nya wajar. Tapi sekarang dia sudah kesal dan muak karna petugas itu menduga setan-setan itulah yang mencuri kardus. Walau tak ada bukti, dia tetap kesal. Sesekali dia bersua dengan genderuwo. Tanpa pikir, dia langsung memborgol dan mengurung nya meski akhir-akhirnya hilang di tempat.
           Cara kerja petugas ini memang banyak menarik perhatian banyak karyawan. Mereka saling bisik. Ada yang mengira ini hanya semacam simulasi untuk menaikkan pangkat, ada juga yang berkata bahwa itu Cuma akal-akalan, dan sebagian lain mengapresiasi dan mendukung. Salah satu dari mereka bahkan menyinggung ”ntar pas sekarat juga kerjanya luntur lagi”. Sebenarnya petugas itu tau jika sekarang ini dia jadi bahan perbincangan. Tapi dia tak menggubris, malah semakin sregep dan giat. Tak beberapa lama si bos yang memang sudah melihat petugas itu bekerja dengan proaktif, lalu mengangkat pangkatnya lagi dan sekaligus menaikkan gajinya beberapa persen. Para pegawai atau karyawan yang mengetahui hal itu mulai was-was dan merasa tak senang karna menganggap itu tindakan pilih kasih. Pada akhirnya, karna tak mau di sampingkan... mereka juga bekerja dengan giat dan berencana menyamai kinerja petugas itu agar gaji mereka nantinya juga di naikkan. Walhasil karna kesregepan pekerja dan seluruh komunitas kerja PT ini, membuat mereka untung berkali lipat dan produktif.

               Bos mulai senang dan menambah gaji pekerjanya 15%, khusus petugas dia beri 25%. Karna gara-gara dialah yang pertama kali bekerja keras hingga menular ke pekerja lainnya. Pangkatnya kembali di naikkan ke level centang. Dan selangkah lagi dia bisa menjejakkan kaki ke dalam kantor. Mengetahui hal ini, banyak kalangan pekerja mulai berani protes dan melakukan aksi-aksi. Para karyawan geram, tak disangka apa yang mereka lakukan malah membuat petugas itu semakin ndewo. Lalu dengan menunjang agar protesnya di tanggapi. Mereka mulai mengirim surat kritikan di meja bos.

               Besoknya, para pekerja termasuk petugas di suruh berkumpul di halaman depan kantor. Boslah yang menyuruh. Setelah tata panggung dan persiapan beres, bos naik ke atas panggung dan memulai pidatonya. Isinya kurang lebih adalah menyuruh mereka jangan lekas puas dan iri. “imbalan adalah sesuai apa yang di usahakan. Jangan pernah menuntut apa yang tidak jadi haknya. Mulailah langkah kalian sendiri dan jangan membebek kepada orang lain”  kata bos itu yang memberikan penjelasan  sekalian membuat mereka tahu apa yang dilakukannya sudah benar. “dengar! Aku memberikan petugas itu uang dan bonus lebih banyak karna dialah yang memulai untuk bekerja keras. Dialah yang membuat kalian sadar akan semangat kerja dan produktif. Nggak lembek. Toh kalian juga dapat bonusnya...... ingatlah, sekarang PT kita maju gara-gara kalian, tapi yang membuat kalian begini kan petugas itu. Jadi apa salah nya saya memberi tambahan lebih orang yang mengawali. Karna langkah pertama itu berat, setelahnya baru terasa mudah” tambahnya lagi.para pekerja Cuma diam. Mereka tak lagi protes. Tapi malah semakin dengki dengan petugas, karna merasa dia yang di istimewakan.

              Pada hari yang tidak di ketahui, saat angin menitih ranting. Dan setan sudah tak mau nampak di area kardus itu gara-gara takut di tangkap petugas. Tengah malam seperti biasa, petugas itu berkeliling dengan senternya. Mengamati keseluruhan, ia tak mau ada orang lain datang untuk mencuri kardus. Agak jauh dari dari tempat petugas, ada seekor kucing yang dari tadi terus mengeong. Petugas tadi lalu mendekati dan mengelusnya. Tapi tak disangka buntutnya diinjak dan malah mencakar si petugas. Dengan kaget dia melempar kucing itu. Tepat di sampingnya tanpa sengaja petugas itu menyoroti dan melihat bayangan mondar-mandir. Petugas mencoba mengejar. Tak sampai dekat, bayangan dengan cepatnya berpindah tempat. Pikir petugas mungkin bayangan itulah yang mencuri banyak kardus dan membuatnya di pecat. Segeralah dia berlari, berkeliling dan mencari. Yang tanpa di duga sebenarnya bayangan itu sudah ada di atas kepalanya. Di saat yang di tunggu-tunggu, 3 orang pencuri yang sudah keluar dari rumah sakit segera meninggalkan posisinya masing-masing untuk mencuri. Sesuai dengan yang di rencanakan. Ada yang dari arah utara, selatan, dan barat. Timur nggak digunakan karna ada 2 anjing helder bertubuh sispex yang sedang berjaga.
3 maling itu saling awas. bukan takut ketangkep petugas, tapi ketahuan teman sendiri. Menurut hukum jin, orang yang di kepalanya sudah di tempeli bayangan itu. Maka, nggak akan bisa melihat orang yang memiliki jin itu. Dan dalam ilmu kemalingan, orang yang sudah memiliki jin itu juga di sebut dewa maling karna nggak bakalan ketahuan. Kecuali jika tubuh mereka kesemprot air detergen. Jadi sifat-sifat molekul akan kembali seperti semula dan menyebabkan orang itu terlihat lagi oleh orang yang di tempeli jinnya. Yang saat ini dilakukan mereka adalah bertaruh untuk jadi maling yang terhebat. Yang jelas mau tak mau  ada dua orang yang kalah dan bakalan ketangkep petugas.

            Sedangkan petugas tadi, tanpa kenal lelah mencari dan mengitari area kardus berulang-ulang. Seperti halnya dulu. Ketiga maling itu juga tak kelihatan, padahal mereka sudah tersorot dan berada tepat di depan petugas. Tiga maling itu dengan mudah beraksi, kali ini bukan kardus dulu yang mereka incar. Tapi memergoki teman sendiri. tiga maling itu bisa saling lihat karna nggak di tempeli bayangan tadi. Dengan membawa senapan MK-7 silver, tapi dengan peluru air ditergen. Mereka saling ndelik dan membuat semacam stimulus. Tak jarang mereka salah sasaran dan malah menyemprot petugas.”kurang asem, maling nggak tau di buntung beraninya ngumpet, sini kalau berani!” gertak petugas yang mulai kesal gara-gara di semproti dari segala arah. Tak beberapa lama dia sudah tak sabar dan melepaskan dua ekor anjing heldernya yang baru-baru ini di beli untuk digunakan  menjerat maling. Kontan tiga maling yang bersembunyi kaget. Mereka sadar jika anjing itu bisa melihat dan mengetahui keberadaan mereka. Akhirnya ketiganya pontang-panting berlarian. Karna takut ketemu anjing barusan, otomatis ke-tiganya juga saling ketemu. Tanpa di beri komando, pertempuran semprotan pun berlangsung. Mereka saling tembak, dan jika ada anjing mereka tancap lari mencari tempat sembunyi. Sementara petugas Cuma bengong melihat senjata terbang dan tembakan air menyemprot ke mana-mana. Anjing-anjing kelalapan mondar-mandir mengejar sesuatu yang di mata petugas tidak ada seseorang. Mungkin petugas salah lihat, atau mungkin otaknya bermasalah karna kurang istirahat. Malam itu dia memilih tidur di posnya. Dan membiarkan anjing-anjing itu menggong-gong mengejar angin. “anjing bego” pikirnya sambil menutup kuping dengan berbuntelan kemul.

            Hari menjelang pagi, bayangan itu menghilang. Ayam berkokok bergantian. Anjing itu terlihat masih mentereng sembari duduk di tempat. Rupanya anjing itu menunggui tiga maling yang sedang berada di puncak tumpukan kardus. Matahari mulai terlihat seluruhnya. Para pekerja sudah mulai berdatangan. Begitu juga petugas yang sudah bangun dan bersiap. Setelah keluar dari posnya, dia kaget melihat tiga orang terpatung di atas tumpukan kardus yang tinggi. Di bawahnya ada 2 ekor anjing yang semalam dia kira edan. Padahal mereka mengetahui ada penyusup datang. Karna salut, dia memberi 2 anjing itu daging dan menyuruh mereka kembali ke pangkalannya. Pekerja yang tak sengaja melihat kejadian, segera mengambil tempat untuk melihat lebih jelas. Kebetulan bos juga ada di lokasi. Wartawan yang berada di dekat tempat itu juga mulai kesana dan meliput. Rupanya bakal jadi headline. Petugas yang menjaga mulai di tanyai berbagai macam pertanyaan. tiga maling itu gemetaran, mereka tahu bakal di hakimi di tempat begitu melihat banyak massa di bawahnya. Lalu setelah petugas selesai di wawancara, mulailah dia naik ke atas dan membekuk ketiga maling yang ada di atas. Kameramen terus mengikut dan jepretan foto terus menerus berdatangan. Untungnya semua berjalan baik dan tak ada yang memukuli. Melihat kejadian barusan, bos semakin percaya dan memberi janji akan menaruhnya kerja di kantor. Bahkan jadi asistennya. Pekerja lain yang mendengar maupun tidak mendengar juga tak habis pikir.”ini pasti Cuma akal-akalannya.”kata seseorang ” Semua Cuma skenario agar orang percaya, padahal belum tentu ini benar.” Kata seorang lagi, tapi berbisik. “mungkin mereka di bayar dan pura-pura jadi maling” kata pekerja lain yang juga menambah variasi kritikan. Hampir semua berbisik dan tak percaya kejadian barusan. Bos sebenarnya tahu, Cuma tidak mau tahu. Yang jelas janjinya akan segera di laksanakan, petugas itu senang dan mengucap terima kasih sambil berjabat tangan.

             Setelah semua bubar, tiga maling tadi di introgasi di ruang tertutup. Tangan mereka di borgol. Petugas datang. Bukannya marah dan menghukum, dia malah tersenyum karna senang. “terimakasih, berkat kalian saya bisa bekerja menjadi asisten bos. Dan berkat kalian pula saya di pecat. Tapi dengan itu saya di panggil lagi, saya berubah dan mencoba giat bekerja, ya.... itu semua berkat kalian. Selamat, kalian mengubah hidup saya” petugas lalu melepas borgol mereka dan mulai saling bersalaman. Maling yang tadinya takut, kini menjadi lega dan enteng lagi. Mereka jadi sok akrab dan sok dekat. Meskipun baru pertama kali bertemu.

“ini juga perencanaan kita kok pak, kan kita tau kalau bapak lagi susah. Masak kerjanya njuaga terus. Kasihan. Makanya kami bantu bapak agar jadi sekarang ini” tancap Belot seakan tahu semua akan terjadi. Petugas bertambah senang dan menyuruh mereka pergi begitu saja. “pergi sajalah. Kalian saya bebaskan karna ini bukan termasuk tindakan kriminal. Tapi tindakan membantu orang. Tapi saya giring dulu ke perempatan biar nggak ketahuan jika kalian bebas”

Tiga maling itu mengangguk dan digiringlah menuju perempatan. Sampai disana, mereka bersalaman lagi. Mengucap terimakasih sambil senyam-senyum. Rupanya  mereka sama-sama di untungkan.



                28 Februari 2014
                        MHA