Badoi
mencoba untuk tenang. Badannya yang semenjak tadi bergetar, membuat Badoi harus
beberapa kali mangambil nafas dalam-dalam. Dahi dan ketiaknya berkeringat.
Lebih lagi kakinya terasa dingin seperti membeku. Badoi mencoba berkonsentrasi
agar lebih rileks. Dia hilangkan
ketakutannya. tubuhnya masih kaku di kursi. Dia merasakan tubuhnya yang
terikat kuat dan hampir membuatnya tak bisa bergerak. Tali yang merangkul kaki
dan perutnya juga sangat kuat. Badoi Cuma pasrah. Beberapa kali keringatnya
menetes ke tanah.
Pintu
terkuak. Di serentetan kegelapan. Penerangan di ruangan itu hanyalah sebuah
lampu bolam berdaya 15 watt. Setelah agak lama menunggu. Muncullah 2 orang
berpenampilan preman. Tangan mereka kekar. Pandangannya tajam ke arah badoi.
Badoi juga tersontak. Dirinya merasa tak enak dipandangi begitu. Keringat
dingin terus mengucur. Membasahi sekujur tubuh badoi. saking takutnya, dia
mulai tergagap-gagap. Ketenangan yang semenjak tadi di kumpulkan, buyar sia-sia
seperti terhempas gelombang. Kedua orang itu mendekati badoi yang masih lemas
ketakutan.
“ hei bocah!, siapa namamu?”
“Bba...Badoi”
“apa kerjanya bapak dan ibumu?”
“I...itu...Bba..pak...ee....itu...bba..”
“Jawab!!” menjewer kuping Badoi sambil
di pluntir-pluntir. “ngomong yang jelas,
kuat, dan bertenaga!. Kamu itu laki-laki, bukan banci. Cepat jawab!”
“bapak saya kerjanya tiduran di rumah.
Kalau ibu saya jadi pengusaha yang punya 4 cabang di empat negara” Badoi
menjawab dengan spontan. Dirinya belum sepenuhnya tenang. 2 preman tadi lalu
berbisik.
“eh, Ini pasti anaknya orang kaya.
Bayangin aja, pengusaha di empat negara!. Pasti penghasilannya perbulan lebih
dari ratusan milyar”
“He’em. Tapi kok, bapaknya Cuma
nganggur ya. Padahal ibunya kerja jadi pengusaha”
“halah, gitu aja kok dipikirin. Yang
paling utama itu duit, jangan ngurusi yang lain. Nah tanyain aja nomer hape
ibunya. Bukan bapaknya. Trus seperti biasa. Kita weden-wedeni dan minta
tebusan 10 milyar aja. Nggak usah banyak-banyak”
“ok bro”
Lalu 2 preman itu mringis sambil
menatap Badoi.
“tenang dek. Kamu nggak bakalan di
sakiti. Tapi ada syaratnya. Om minta nomer hape ibumu, setelah itu om telfon
untuk suruh njemput. Mudah to”
“tapi om, ibu saya nggak punya hape”
“lho!, kok bisa. Pengusaha masak nggak
punya hape”
“ibu saya orangnya nggak awetan. Setiap
beli hape, nggak ada tiga hari pasti rusak atau hilang. Alesannya banyak, ada
yang di copet, njegur bak mandi, keplindes truk, ke banting, pecah, dikasihin
orang, ketinggalan, ketendang, kejual, kemaling...”
“tunggu... copet maling bukannya sama”
“beda om, kalau copet nglakuinnya
terang-terangan. Kalau maling sembunyi-sembunyi”
“oh... teruskan”
“ada yang ke pelet, kemakan, keselak,
ke gencet, kebakaran, dan masih banyak lagi. Lalu ibu saya jera beli hape”
“lha kalau ada pesan atau sesuatu yang
penting gimana?, bukannya malah kerepotan”
“ibu saya biasanya pinjem sama stafnya”
“bapak kamu?”
“kebalikannya sama ibu. Hapenya buanyak
banget”
“ibumu nggak minta. Apa nyuruh bapakmu
mbawa hapenya”
“bapak saya pernah di tawari kerja
kayak gitu. Tapi selalu menolak. Alesannya dia mau kerja sendiri”
“katanya, bapakmu kerjanya Cuma tidur”
“memang gitu kerjanya. Anehnya uangya
selalu banyak. saya saja di jatah 10 juta per-hari. Tapi di pikir-pikir
kerjanya bapak memang tiduran. Tapi saat semua tidur, dia alih profesi jadi
melek’an. Aku pernah mergok bapak ngambil uangnya ibu di lemari”
“Pantesan. Trus kamu bilangi ibumu?”
“nggak lah, itukan kerjaannya bapak.
Saya nggak mau menghancurkan profesinya. Jadi saya Cuma tutup mulut. Tapi ibu
nggak ngerasa kalau uangnya diambil. Padahal yang di ambil bapak berkisar 100
juta. Itupun dilakukan hampir tiap hari”
“Jangan-jangan yang maling hape ibumu
dia”
“mungkin, soalnya waktu ibuku
kecopetan. Bapak saya yang nyopet”
2 preman itu melongo dan saling
memandang. Lalu berbisik
“orang tuanya nggak beres nih”
“nggak papa, yang penting uangnya
banyak”
“Minta nomer bapak nya?”
“ya iyalah, kayaknya bapak anak itu
juga banyak uang. Lha kerjanya kayak gitu. Cepet mintain nomernya” 2 preman itu kembali menatap badoi
“ya udah dek, om minta nomer bapakmu.
Kamu bosen to di sini. Makanya, biar om bilangin ke bapakmu agar kamu di
jemput. Tapi nanti pas dateng tunggu dulu disini. Biar om sama om ini minta
bayaran, eh bukan, tapi minta tunjangan dulu. Kami kan sudah berjasa
mempertemukan kalian”
“bilang aja mau tebusan deh om. Saya
udah gede, dan tau mau nya om-om ini. Tapi nggak apalah, saya juga mau pulang
ke rumah. Di sini tempat nya angker, gelap, bau lagi”
“gitu dong, sekarang berapa nomernya?”
sambil mengambil hape dari kantongan nya.
“yang mana dulu?, bapak saya nomernya
banyak”
“yang ayemtri ada?”
“oh ada, 08222222222”
“gilak!, nomer apaan nih”
“itu di dapet bapak waktu nyogok di
pusat operatornya ayemtri. Mbayar 200 juta, tapi di enyang bapak jadi 80
juta. 120 jutanya buat mbayar oto ke sana”
“bukannya rumah mu di ibu kota, jadi nggak jauh-jauh
amat. Mbayar nya kok banyak banget?”
“bapak saya itu keren om, dia meski
suka tidur tapi garang. Di takuti banyak orang. Kalau mau pergi ke mana-mana,
pasti bawaan nya selalu yang bagus. Waktu ngrampok bank di singapura, pakai
mobil gallardo. Habis pakai langsung di rongsok. Gara-gara bapak saya nggak
bisa nyetir, trus nabrak palang jalan. Lalu waktu nyolong lukisan monalisa,
pakai jet tidak berawak milik amerika, bapak saya Cuma nggandul di ban nya”
“waktu ke kantor pusat ayemtri naik
apa”
“naik mobil lamborginie nya stipen
gerrard. Mau di beli bapak tapi nggak boleh, akhirnya di sewa 200 juta per
hari. Pas di kembalikan, kaca depannya remuk. Tapi nggak di apa-apain, yang
punya takut sama bapak saya”
”apa om nggak takut sama bapak saya?”
“kami, takut” mereka berdua tertawa,
sambil menyodorkan golok ke muka badoi. “jika bapakmu nglawan. Ini golok bakal
temancep di perutnya. Kita nggak takut siapapun. Tentara aja kami buat bertekuk
lutut”
Badoi takut, setelah golok itu di
taruh, ia segera menguasai dirinya lagi
“cepat telfon bapaknya. Aku sudah nggak
sabar dapat duit”
Lalu temannya preman tadi menelpon.
Setelah agak lama muncul suara.
“halo siapa?”
Preman yang menelfon tampak kaget.
Sambil mengisyaratkan kepada temannya bahwa dia salah pencet nomer.
“B...Bos maaf saya salah mijet nomer
lagi. Udah kebiasaan. Susah di ilangin”
“dasar! Gara-gara kamu nelfon, aku jadi
nabrak”
“waduh. sorry, saya salah. Ampun
Boss....”
“ya sudah, paling aku bakalan cengkram
lenganmu biar jadi cikru. sekarang aku mau ke tempatmu! Kamu sudah dapet
mangsanya kan!
“su...sudah dong bos”
“bagus. Tunggu disana”
“si...siap”
Telfon lalu di matikan, segera tangan
teman preman itu menyaplak kepala preman yang nelfon.
“bego. Kalau sampai di bunuh bos gimana
!?. masa’ salah pencet nomer melulu dari dulu”
“kamu juga nyuruh aku yang nelfon”
“kau kan tau sendiri kalau aku ini
gaptek. Ya udah, cepetan telfon lagi. Yang ini jangan sampai salah”
lalu dengan sigap dan teliti, preman
tadi memencet-menceti nomer ponselnya dan mulai menelfon. Dia yakin kali ini
nggak bakalan salah lagi.
“assalamualaikum”
“waalaikum salam”
“ada apa pak?”
“anak anda sedang kami culik!. Jika mau
anakmu selamat, maka kamu harus bayar tebusan sebesar 10 milyar”
“waduh pak, banyak banget. Saya Cuma
orang pas-pasan, dan nggak punya uang sebesar itu. Kasih kompensasi lah, kita
kan sesama manusia”
“halah kagak bisa!. Jangan coba-coba
ngibulin saya ya. Kalau bapak nggak menyerahkan uang itu dalam waktu 6 jam dari
sekarang. Anak bapak bakal saya mutilasi kayak di berita-berita itu”
“jangan.... itu anak saya satu-satunya”
“makanya, kalau nggak mau anakmu mati. Bawa uang sepuluh milyar. Jangan bawa polisi atau
sesuatu yang menyebab kan saya di penjara. Mengerti!”
“me...mengerti pak”
“oke, saya tunggu dari sekarang”
tut...tuuut....tut..
Telfon mati dan preman itu nampaknya
puas. Mereka lalu saling merangkul sambil menangis. Mereka serasa seperti
ketiban duren. Mereka tak bisa membayangkan jika uang itu sudah ada di tangan,
yang pasti keinginan yang dulunya terpendam bakal jadi nyata. Lalu jadi kaya
raya dan punya mobil banyak.
“akhir nya dari semua jerih payah yang
kita lakukan, akhirya membuahkan hasil. Kita akan jadi kaya dan membaginya jadi dua”
“ho’oh, aku berjanji, setelah dapat
uang nya. Pasti akan ku gunakan buat bikin mall di grand city. Dan berhenti
jadi penculik. Kalau perlu jadi mualim dan bertobat. Nggak pernah bolong beribadah
5 waktu, berinfak, dan nggak lupa nikah” mereka tersedu-sedu seakan semua sudah
jadi kenyataan.
“sama sob, aku pasti juga melakukan hal
yang sama. Tapi aku masih kepengen jadi penculik. Tobat nya nanti pas pensiun”
2 preman itu lalu menepuk-nepuk pundak masing-masing. Berjabat tangan dan mulai
saling mengumbar tentang apa yang akan dilakukan nya lagi jika uang itu sudah
di tangan.
6 jam sudah berlalu. Tapi bapak badoi
belum datang juga. Preman yang dari tadi sudah menunggu dengan sabar. Kini
menjadi buas. Tensi mereka meninggi melebihi 343 derajat kelvin. Muka mereka
memerah karna menggap bapak Badoi tak akan datang. Padahal mereka sudah
merencanakan dengan matang untuk menggunakan uang itu. Saking lama nya salah
satu nya ketiduran, yang satu lagi masih mondar-mandir. Badoi sebenarnya ingin lekas
pulang ke rumah. PR sekolahnya belum digarap dan 3 hari lagi juga ada ujian
sekolah. Dia hanya melamun menanti ayahnya. Seketika preman yang mondar mandir
mengamuk da melempar botol kecap ke tembok ”praang!”. Preman yang sedang tidur terbangun. Badoi kaget,
takut jika mereka sudah tak sabar dan ingin menghabisinya. Ia merasa eman kalau
mati sekarang karena belum merasakan menikah.
“gelondongan!, cicak!, jangkrek!,
kebo!, monyet. Bapak monyet!, lama banget kesininya. Nggak takut apa kalau
anaknya mati”
“udah sabar aja, paling jalanan macet.
Inikan ibu kota”
“Lha ini sudah 6 jam lewat 20 menit!
Jangan-jangan dia nggak mau datang. Cepat telfon lagi. Tapi jangan salah”
Preman yang bawa hape cepat-cepat
menelfon
“halo assalamualaikum”
“hei, kamu lama banget sih
kesininya!,ditunggu dari tadi nggak nongol-nongol. Mau anakmu mampus. Apa
memang itu maumu”
“nggak... lagian...”
“apa!. Lagian apa, jawab!”
“tadi nggak di kasih tau tempatnya. Ya
saya otomatis nggak bisa kesana. Lha wong tempatnya aja nggak tau. Apa mau
suruh muter-muter”
“guoblok!”
“kamu yang goblok. Nggak ngasih tau
tempatnya. Dasar penculik amatiran. Kalau nggak kodak ya jangan nyulik”
“brani kamu sama saya. Saya sudah
berpengalaman 10 tahun. Kamu itu yang goblok. Kalau nggak tau tempatnya ya
tanya!. Jangan malah diem dan sok mudeng. Mau saya tambahin tebusannya lagi
jadi dua kali lipat”
“jangan.... 10 milyar ini aja didapat dari jerih payah saya. Tolong jangan
di tambah. Oke deh saya yang goblok”
“nah gitu dong”
“lalu tempatnya di mana?”
“di jalan ahmad yani gang no.5”
“baik saya segera kesana”
Lalu sang preman menutup
telfon.”gimana?” tanya teman yang dari tadi menunggu.
“orangnya lagi mau berangkat”
“kok bisa!?”
“He...he...he... aku lupa kasih tau
tempat nya”
“Semprul!. Jadi kapan tuh sampai sini”
“kira-kira setengah jam”
Di sela-sela menanti, 2 preman tadi menanti
dengan merokok dan makan snack. Badoi dari tadi belum makan, mulutnya sudah di
penuhi oleh iler yang mulai menetes ke kerah bajunya. Dia lapar dan perutnya
berkali-kali meronta dan berbunyi.
Preman yang melihat kejadian itu,
Cuma menghiraukan. Setelah agak lama, preman itu mulai kasihan dan
mendekati Badoi. Dan barulah memberikan makanannya. Badoi menatap makanan itu
“nih ada sisa sedikit. Makan segini
dulu. Bapakmu sebentar lagi datang, kamu ntar bisa minta makanan yang banyak
sama dia. Sekarang ini dulu. Buat ngganjel-ngganjel perut lah”
“wah... makasih om” lalu dengar
rakusnya badoi menyantap makanan turahan preman tersebut.
Lampu
ruangan sudah berkedip beberapa kali. jika tidak diganti dalam waktu dekat,
pasti akan mati. Suasana mulai sunyi karena jarum jam sudah menunjuk pukul 1
dini hari. Ngeoangan kucing terdengar di luar gedung para penculik. Suara mobil
mendekat dan berhenti tepat di depan gedung. Seorang pria gagah keluar dari
dalam mobil yang sudah ringsek. Derap langkahnya tegap dan membuat tikus-tikus
disana lari ketakutan. Pria itu semakin mendekat menuju ke ruangan ke 2 preman
dan Badoi. Pintupun tersibak dan terlihatlah kegarangan pria tersebut dalam
sela remang-remang lampu bohlam. Sedangkan ke dua preman tadi merasa senang
bosnya telah datang. Namun di sela- sela kesenangan tersebut. Muka Badoi tampak
mengenali sesuatu yang tidak asing. Bibirnya yang membiru oleh dinginnya malam
bergetar seakan ingin memberikan suatu kata
“ba...bapak?” lantunan suara tersebut
terdengar dari mulut Badoi. Sedangkan ke 2 preman itu terhenyak.
9 maret 2014
0 komentar:
Posting Komentar