Sabtu, 24 Agustus 2019

Kumpulan Cerpen; Penculik



Badoi mencoba untuk tenang. Badannya yang semenjak tadi bergetar, membuat Badoi harus beberapa kali mangambil nafas dalam-dalam. Dahi dan ketiaknya berkeringat. Lebih lagi kakinya terasa dingin seperti membeku. Badoi mencoba berkonsentrasi agar lebih rileks. Dia hilangkan  ketakutannya. tubuhnya masih kaku di kursi. Dia merasakan tubuhnya yang terikat kuat dan hampir membuatnya tak bisa bergerak. Tali yang merangkul kaki dan perutnya juga sangat kuat. Badoi Cuma pasrah. Beberapa kali keringatnya menetes ke tanah.
Pintu terkuak. Di serentetan kegelapan. Penerangan di ruangan itu hanyalah sebuah lampu bolam berdaya 15 watt. Setelah agak lama menunggu. Muncullah 2 orang berpenampilan preman. Tangan mereka kekar. Pandangannya tajam ke arah badoi. Badoi juga tersontak. Dirinya merasa tak enak dipandangi begitu. Keringat dingin terus mengucur. Membasahi sekujur tubuh badoi. saking takutnya, dia mulai tergagap-gagap. Ketenangan yang semenjak tadi di kumpulkan, buyar sia-sia seperti terhempas gelombang. Kedua orang itu mendekati badoi yang masih lemas ketakutan.
“ hei bocah!, siapa namamu?”
“Bba...Badoi”
“apa kerjanya bapak dan ibumu?”
“I...itu...Bba..pak...ee....itu...bba..”
“Jawab!!” menjewer kuping Badoi sambil di pluntir-pluntir.  “ngomong yang jelas, kuat, dan bertenaga!. Kamu itu laki-laki, bukan banci. Cepat jawab!”
“bapak saya kerjanya tiduran di rumah. Kalau ibu saya jadi pengusaha yang punya 4 cabang di empat negara” Badoi menjawab dengan spontan. Dirinya belum sepenuhnya tenang. 2 preman tadi lalu berbisik.
“eh, Ini pasti anaknya orang kaya. Bayangin aja, pengusaha di empat negara!. Pasti penghasilannya perbulan lebih dari ratusan milyar”
“He’em. Tapi kok, bapaknya Cuma nganggur ya. Padahal ibunya kerja jadi pengusaha”
“halah, gitu aja kok dipikirin. Yang paling utama itu duit, jangan ngurusi yang lain. Nah tanyain aja nomer hape ibunya. Bukan bapaknya. Trus seperti biasa. Kita weden-wedeni dan minta tebusan 10 milyar aja. Nggak usah banyak-banyak”
“ok bro”
Lalu 2 preman itu mringis sambil menatap Badoi.
“tenang dek. Kamu nggak bakalan di sakiti. Tapi ada syaratnya. Om minta nomer hape ibumu, setelah itu om telfon untuk suruh njemput. Mudah to”
“tapi om, ibu saya nggak punya hape”
“lho!, kok bisa. Pengusaha masak nggak punya hape”
“ibu saya orangnya nggak awetan. Setiap beli hape, nggak ada tiga hari pasti rusak atau hilang. Alesannya banyak, ada yang di copet, njegur bak mandi, keplindes truk, ke banting, pecah, dikasihin orang, ketinggalan, ketendang, kejual, kemaling...”
“tunggu... copet maling bukannya sama”
“beda om, kalau copet nglakuinnya terang-terangan. Kalau maling sembunyi-sembunyi”
“oh... teruskan”
“ada yang ke pelet, kemakan, keselak, ke gencet, kebakaran, dan masih banyak lagi. Lalu ibu saya jera beli hape”

“lha kalau ada pesan atau sesuatu yang penting gimana?, bukannya malah kerepotan”
“ibu saya biasanya pinjem sama stafnya”
“bapak kamu?”
“kebalikannya sama ibu. Hapenya buanyak banget”
“ibumu nggak minta. Apa nyuruh bapakmu mbawa hapenya”
“bapak saya pernah di tawari kerja kayak gitu. Tapi selalu menolak. Alesannya dia mau kerja sendiri”
“katanya, bapakmu kerjanya Cuma tidur”
“memang gitu kerjanya. Anehnya uangya selalu banyak. saya saja di jatah 10 juta per-hari. Tapi di pikir-pikir kerjanya bapak memang tiduran. Tapi saat semua tidur, dia alih profesi jadi melek’an. Aku pernah mergok bapak ngambil uangnya ibu di lemari”
“Pantesan. Trus kamu bilangi ibumu?”
“nggak lah, itukan kerjaannya bapak. Saya nggak mau menghancurkan profesinya. Jadi saya Cuma tutup mulut. Tapi ibu nggak ngerasa kalau uangnya diambil. Padahal yang di ambil bapak berkisar 100 juta. Itupun dilakukan hampir tiap hari”
“Jangan-jangan yang maling hape ibumu dia”
“mungkin, soalnya waktu ibuku kecopetan. Bapak saya yang nyopet”
2 preman itu melongo dan saling memandang. Lalu berbisik
“orang tuanya nggak beres nih”
“nggak papa, yang penting uangnya banyak”
“Minta nomer bapak nya?”
“ya iyalah, kayaknya bapak anak itu juga banyak uang. Lha kerjanya kayak gitu. Cepet mintain nomernya”  2 preman itu kembali menatap badoi
“ya udah dek, om minta nomer bapakmu. Kamu bosen to di sini. Makanya, biar om bilangin ke bapakmu agar kamu di jemput. Tapi nanti pas dateng tunggu dulu disini. Biar om sama om ini minta bayaran, eh bukan, tapi minta tunjangan dulu. Kami kan sudah berjasa mempertemukan kalian”
“bilang aja mau tebusan deh om. Saya udah gede, dan tau mau nya om-om ini. Tapi nggak apalah, saya juga mau pulang ke rumah. Di sini tempat nya angker, gelap, bau lagi”
“gitu dong, sekarang berapa nomernya?” sambil mengambil hape dari kantongan nya.
“yang mana dulu?, bapak saya nomernya banyak”
“yang ayemtri ada?”
“oh ada, 08222222222”
“gilak!, nomer apaan nih”
“itu di dapet bapak waktu nyogok di pusat operatornya ayemtri. Mbayar 200 juta, tapi di enyang bapak jadi 80 juta. 120 jutanya buat mbayar oto ke sana”
“bukannya  rumah mu di ibu kota, jadi nggak jauh-jauh amat. Mbayar nya kok banyak banget?”
“bapak saya itu keren om, dia meski suka tidur tapi garang. Di takuti banyak orang. Kalau mau pergi ke mana-mana, pasti bawaan nya selalu yang bagus. Waktu ngrampok bank di singapura, pakai mobil gallardo. Habis pakai langsung di rongsok. Gara-gara bapak saya nggak bisa nyetir, trus nabrak palang jalan. Lalu waktu nyolong lukisan monalisa, pakai jet tidak berawak milik amerika, bapak saya Cuma nggandul di ban nya”
“waktu ke kantor pusat ayemtri naik apa”
“naik mobil lamborginie nya stipen gerrard. Mau di beli bapak tapi nggak boleh, akhirnya di sewa 200 juta per hari. Pas di kembalikan, kaca depannya remuk. Tapi nggak di apa-apain, yang punya takut sama bapak saya”

”apa om nggak takut sama bapak saya?”
“kami, takut” mereka berdua tertawa, sambil menyodorkan golok ke muka badoi. “jika bapakmu nglawan. Ini golok bakal temancep di perutnya. Kita nggak takut siapapun. Tentara aja kami buat bertekuk lutut”
Badoi takut, setelah golok itu di taruh, ia segera menguasai dirinya lagi
“cepat telfon bapaknya. Aku sudah nggak sabar dapat duit”
Lalu temannya preman tadi menelpon. Setelah agak lama muncul suara.
“halo siapa?”
Preman yang menelfon tampak kaget. Sambil mengisyaratkan kepada temannya bahwa dia salah pencet nomer.
“B...Bos maaf saya salah mijet nomer lagi. Udah kebiasaan. Susah di ilangin”
“dasar! Gara-gara kamu nelfon, aku jadi nabrak”
“waduh. sorry, saya salah. Ampun Boss....”
“ya sudah, paling aku bakalan cengkram lenganmu biar jadi cikru. sekarang aku mau ke tempatmu! Kamu sudah dapet mangsanya kan!
“su...sudah dong bos”
“bagus. Tunggu disana”
“si...siap”
Telfon lalu di matikan, segera tangan teman preman itu menyaplak kepala preman yang nelfon.
“bego. Kalau sampai di bunuh bos gimana !?. masa’ salah pencet nomer melulu dari dulu”
“kamu juga nyuruh aku yang nelfon”
“kau kan tau sendiri kalau aku ini gaptek. Ya udah, cepetan telfon lagi. Yang ini jangan sampai salah”
lalu dengan sigap dan teliti, preman tadi memencet-menceti nomer ponselnya dan mulai menelfon. Dia yakin kali ini nggak bakalan salah lagi.
“assalamualaikum”
“waalaikum salam”
“ada apa pak?”
“anak anda sedang kami culik!. Jika mau anakmu selamat, maka kamu harus bayar tebusan sebesar 10 milyar”
“waduh pak, banyak banget. Saya Cuma orang pas-pasan, dan nggak punya uang sebesar itu. Kasih kompensasi lah, kita kan sesama manusia”
“halah kagak bisa!. Jangan coba-coba ngibulin saya ya. Kalau bapak nggak menyerahkan uang itu dalam waktu 6 jam dari sekarang. Anak bapak bakal saya mutilasi kayak di berita-berita itu”
“jangan.... itu anak saya satu-satunya”
“makanya, kalau nggak mau anakmu mati. Bawa  uang sepuluh milyar. Jangan bawa polisi atau sesuatu yang menyebab kan saya di penjara. Mengerti!”
“me...mengerti pak”
“oke, saya tunggu dari sekarang” tut...tuuut....tut..
Telfon mati dan preman itu nampaknya puas. Mereka lalu saling merangkul sambil menangis. Mereka serasa seperti ketiban duren. Mereka tak bisa membayangkan jika uang itu sudah ada di tangan, yang pasti keinginan yang dulunya terpendam bakal jadi nyata. Lalu jadi kaya raya dan punya mobil banyak.
“akhir nya dari semua jerih payah yang kita lakukan, akhirya membuahkan hasil. Kita akan jadi kaya dan  membaginya jadi dua”
“ho’oh, aku berjanji, setelah dapat uang nya. Pasti akan ku gunakan buat bikin mall di grand city. Dan berhenti jadi penculik. Kalau perlu jadi mualim dan bertobat. Nggak pernah bolong beribadah 5 waktu, berinfak, dan nggak lupa nikah” mereka tersedu-sedu seakan semua sudah jadi kenyataan.
“sama sob, aku pasti juga melakukan hal yang sama. Tapi aku masih kepengen jadi penculik. Tobat nya nanti pas pensiun” 2 preman itu lalu menepuk-nepuk pundak masing-masing. Berjabat tangan dan mulai saling mengumbar tentang apa yang akan dilakukan nya lagi jika uang itu sudah di tangan.
6 jam sudah berlalu. Tapi bapak badoi belum datang juga. Preman yang dari tadi sudah menunggu dengan sabar. Kini menjadi buas. Tensi mereka meninggi melebihi 343 derajat kelvin. Muka mereka memerah karna menggap bapak Badoi tak akan datang. Padahal mereka sudah merencanakan dengan matang untuk menggunakan uang itu. Saking lama nya salah satu nya ketiduran, yang satu lagi masih mondar-mandir. Badoi sebenarnya ingin lekas pulang ke rumah. PR sekolahnya belum digarap dan 3 hari lagi juga ada ujian sekolah. Dia hanya melamun menanti ayahnya. Seketika preman yang mondar mandir mengamuk da melempar botol kecap ke tembok ”praang!”. Preman  yang sedang tidur terbangun. Badoi kaget, takut jika mereka sudah tak sabar dan ingin menghabisinya. Ia merasa eman kalau mati sekarang karena belum merasakan menikah.
“gelondongan!, cicak!, jangkrek!, kebo!, monyet. Bapak monyet!, lama banget kesininya. Nggak takut apa kalau anaknya mati”
“udah sabar aja, paling jalanan macet. Inikan ibu kota”
“Lha ini sudah 6 jam lewat 20 menit! Jangan-jangan dia nggak mau datang. Cepat telfon lagi. Tapi jangan salah”
Preman yang bawa hape cepat-cepat menelfon
“halo assalamualaikum”
“hei, kamu lama banget sih kesininya!,ditunggu dari tadi nggak nongol-nongol. Mau anakmu mampus. Apa memang itu maumu”
“nggak... lagian...”
“apa!. Lagian apa, jawab!”
“tadi nggak di kasih tau tempatnya. Ya saya otomatis nggak bisa kesana. Lha wong tempatnya aja nggak tau. Apa mau suruh muter-muter”
“guoblok!”
“kamu yang goblok. Nggak ngasih tau tempatnya. Dasar penculik amatiran. Kalau nggak kodak ya jangan nyulik”
“brani kamu sama saya. Saya sudah berpengalaman 10 tahun. Kamu itu yang goblok. Kalau nggak tau tempatnya ya tanya!. Jangan malah diem dan sok mudeng. Mau saya tambahin tebusannya lagi jadi dua kali lipat”
“jangan.... 10 milyar ini aja  didapat dari jerih payah saya. Tolong jangan di tambah. Oke deh saya yang goblok”
“nah gitu dong”
“lalu tempatnya di mana?”
“di jalan ahmad yani gang no.5”
“baik saya segera kesana”
Lalu sang preman menutup telfon.”gimana?” tanya teman yang dari tadi menunggu.
“orangnya lagi mau berangkat”
“kok bisa!?”
“He...he...he... aku lupa kasih tau tempat nya”
“Semprul!. Jadi kapan tuh sampai sini”
“kira-kira setengah jam”
Di sela-sela menanti, 2 preman tadi menanti dengan merokok dan makan snack. Badoi dari tadi belum makan, mulutnya sudah di penuhi oleh iler yang mulai menetes ke kerah bajunya. Dia lapar dan perutnya berkali-kali meronta dan berbunyi.  Preman yang melihat kejadian itu,  Cuma menghiraukan. Setelah agak lama, preman itu mulai kasihan dan mendekati Badoi. Dan barulah memberikan makanannya. Badoi menatap makanan itu
“nih ada sisa sedikit. Makan segini dulu. Bapakmu sebentar lagi datang, kamu ntar bisa minta makanan yang banyak sama dia. Sekarang ini dulu. Buat ngganjel-ngganjel perut lah”
“wah... makasih om” lalu dengar rakusnya badoi menyantap makanan turahan preman tersebut.
          Lampu ruangan sudah berkedip beberapa kali. jika tidak diganti dalam waktu dekat, pasti akan mati. Suasana mulai sunyi karena jarum jam sudah menunjuk pukul 1 dini hari. Ngeoangan kucing terdengar di luar gedung para penculik. Suara mobil mendekat dan berhenti tepat di depan gedung. Seorang pria gagah keluar dari dalam mobil yang sudah ringsek. Derap langkahnya tegap dan membuat tikus-tikus disana lari ketakutan. Pria itu semakin mendekat menuju ke ruangan ke 2 preman dan Badoi. Pintupun tersibak dan terlihatlah kegarangan pria tersebut dalam sela remang-remang lampu bohlam. Sedangkan ke dua preman tadi merasa senang bosnya telah datang. Namun di sela- sela kesenangan tersebut. Muka Badoi tampak mengenali sesuatu yang tidak asing. Bibirnya yang membiru oleh dinginnya malam bergetar seakan ingin memberikan suatu kata
“ba...bapak?” lantunan suara tersebut terdengar dari mulut Badoi. Sedangkan ke 2 preman itu terhenyak.



9 maret 2014
 Muhammad habib Amrullah

0 komentar:

Posting Komentar