Parto
begitu sibuk menjalankan bisnis yang menyita waktu. Merasa jerah dan frustasi atas
kesibukan yang menjerat tubuh. Tak bisa berkutik dengan berbagai intrik masalah
yang datang menderu bagai air hujan. Ingin rasanya behenti, merebahkan diri
sejenak, atau kembali menemukan makna kegabutan yang telah hilang sangat lama
dari dirinya. Melepas kepemilikan bisnis, dan beralih ke investasi.
Parto tak
sengaja menemukan benda sakral di dalam laci meja kerjanya. Barang yang sudah
di simpan cukup lama. Secarik uang lima ribuan tersimpan rapi dalam frame kaca.
Kenangan seketika hadir mengalir dalam benak. Merembet menyeret ke masa lalu
kala dirinya masihlah seorang cupu.
***
Parto merasa tak puas menjalani
hidup. Meminta pesangon ortu adalah keganjilan baginya yang sudah menembus usia
dua dekade. Merasa menjadi anak manja dan tidak kompeten dalam menapaki hidup. Walau
aslinya memang keluarganya sangat mampu untuk memenuhi tujuh turunan. Mau minta
sangu berapapun juga bakal di kasih. Mau apapun tinggal minta langsung dibeli.
Tidak ada yang tidak mungkin. Itulah yang membuat Parto berpikir mengapa
dirinya tidak pernah bisa berkembang sampai sekarang. Selalu hanya bisa meminta
tanpa memberi.
“ini tidak
benar. aku tidak ingin menjadi parasit” batinnya.
Parto
mulai menghubungi kedua orang tuanya lewat telpon. Meminta agar uang bulanannya
dihentikan mulai dari sekarang.
“NGGA
BISA, KAMU BELUM BISA MANDIRI SPENUHNYA. POKOKNYA SELAMA KAMU BELUM BISA
BERBUAT APA-APA. MAMA AKAN TETEP KIRIM UANG KE KAMU! TITIK!”
Ibunya
jelas marah. Seorang Parto yang manja semenjak kecil. bahkan bisa menangis
ketika melihat nyamuk kena tampol raket listrik. Karena alasan itulah ibunya
masih belum rela Parto menjadi anak mandiri. Rasa khawatir orang tuanya jelas
dirasakan Parto, namun dirinya masih tetap bersikeras untuk merubah diri.
Parto merasa terkekang. Dia ingin
lepas dari rutinitasnya.
“bagaimana
cara saya agar bisa lepas ari jeratan uang ortu?” tanya Parto pada teman
sebangku kuliahnya.
“KERJA!”
ternyata temannya juga menjawab dengan nada tak kalah ngegas.
Dia biasa
di GAS sehingga membuat hal itu wajar, bahkan sekarang Parto menjadi sangat allow
terhadap NGEGAS.
Sudah
diputuskan. Parto ingin mendapat uang dari jerih payahnya sendiri. Menjual
barang yang di butuhkan. Mencoba mendesain produk, berfikir mengenai produk
yang laku. Satu bulan berlalu, dan dirinya tetap tabah menggunakan uang modal
ortunya untuk dijadikan bahan jualan.
Apa daya lampu bohlam, dia tak
seterang seperti yang di pikirkan. Semua dagangannya mulai dari alat
elektronik, kuota, cendol, dawet, jasa JOKI Mobile Legend, tak ada yang laku. Membuat
Parto sangat depresi.
“kenapa
jadi seperti ini. Kenapa sangat susah buat mencari uang seratus rupiah saja!” Parto
menjadi NGEGAS. Mulai terbawa suasana atas kegagalan yang terus hadir dalam
tiap perjuangannya berjualan. Padahal dia sudah kerahkan segala upaya, pikiran
dan perbuatan agar dagangannya bisa diterima oleh pelanggan. Menempatkan berbagai
macam teori yang sudah di patenkan dalam buku pelajaran. Tapi tetap saja
hasilnya nihil.
“andai
aku tahu betapa susahnya mencari uang, sudah barang tentu aku tidak seboros ini”
batin Parto. Merasa menyesal telah mengeluarkan uang dua setengah juta bulan
ini untuk kebutuhan pribadi.
Parto tak
menyerah. kembali merancang bagan penjualan dan mencari strategi yang pas. Tak
patah semangat walau berbagai jualannya selama ini tidak laku satupun. Uang mulai
diirit, dan pada hari itu dia amat bangga karena bisa mereduksi pengeluarannya
menjadi lima puluh ribu per hari. Ini sebuah pencapaian yang membanggakan. Ibu menelpon,
akan mengirim uang tiga juta lagi pada awal bulan. Parto meng iyakan hanya saja
dia tak ingin mengambil uang itu dalam rekeningnya. Kecuali jika dibutuhkan
untuk modal lagi.
Di tengah perjuangan menjajakan tisu
di lampu merah. Parto bertemu dengan salah seorang tua yang tengah kesusahan. Saking
susahnya dia sampai susah mengangkat kopernya sendiri.
“bisa saya
bantu angkat kopernya kek” tawar Parto memberikan bantuan.
“oh
makasih. Saya mau ke bandara naik bis” Jawab kakek.
“oke kek.
Saya antar saja sampai ke bandara ya”
“terimakasih”
Parto saat
itu merasa sedikit berbangga pada diri ketika hatinya tergerak untuk membantu sesama.
Sebelumnya dia hanya tak acuh dengan sekitar.
Sampai di
bandara sang kakek memberikan pesangon atas bantuan Parto.
“ndak perlu
kek, saya ikhlas kok bantu kakek” tolak Parto dengan halus.
“halah ga
usah malu, anggap saja sebagai uang jajan” sang kakek masih tetap menyodorkan
uang lima ribuan itu.
“beneran
pak sweer saya ndak bisa menerimanya”
“hmm, itu
kamu jualan tisu kan? sini saya beli tisunya 5000. Berarti dapat tiga kan?”
Parto
menangis “be-beneran pak? Bapak mau beli tisu saya yang sudah ngga laku selama
sepuluh hari ini?” sahut Parto tersedu-sedu, perjuangan berpanas-panas di lampu
merah akhirnya terbayar sekarang. PENJUALAN PERTAMA.
Sang kakek
itu merasa iba, menepuk punggung parto berulang kali
“cari
uang itu memang susah nak. Tetap semangat, pasti ada jalan dari tiap perubahan
yang ingin kita ciptakan” Nasehat orang
tua itu.
Parto
mengangguk cepat. Memberikan 3 tisu serta mengambil uang 5000 dari tangan sang
kakek. Mengucapkan terimakasih kemudian mereka berpisah di sana. Sebuah kenangan
yang tak akan terlupa dalam benaknya.
***
Parto
menaruh foto itu didinding, menurunkan Lukisan yang dibelinya seharga 500
Dollar bulan lalu. Menyuruh seorang OB untuk menempel lukisan itu di ruang
depan saja. sedangkan di ruangannya cukuplah tertempel frame lusuh berisi uang
lima ribuan itu. Sampai tak sadar air mata Parto keluar tanpa henti merembes
mengalir ke pipinya.
“sekarang
saya bisa bekerja dengan nyaman” batinnya. Menghadapi hari itu dengan semangat
yang membara.
Surakarta,
24 Agustus 2019
M H A
0 komentar:
Posting Komentar