![]() |
| https://wall.alphacoders.com |
Sore
itu aku pamit untuk pulang, ku salami semua temanku yang sudah datang sekalian
meminta nomor hp mereka. Sekilas ku lihat mereka tampak puas dan senang dalam
acara reunian ini. Maklum, sudah lama kami tak saling bertemu semenjak SD.
Akupun senyum-senyum saja melihat betapa berbedanya mereka sekarang. Mereka
su-dah tampak dewasa dan memiliki sesuatu untuk masa depan. Mungkin aku telah dibutakan
oleh waktu. Tak kusangka, aku digiringnya secepat ini. Meninggalkan masa
kecilku yang seolah itu baru terjadi kemarin.
Sekarang
aku mulai bertanya-tanya apa yang ingin
kulakukan. Aku masih bi-ngung dan belum mempunyai tujuan. Sebenarnya dulu aku
punya banyak cita-cita, mulai dari yang kecil hingga besar. Sangat mudah
melampiaskan apa yang aku mau nantinya. Tapi waktu terus berjalan. Kenyataan
demi kenyataan terus ku temui. Apa yang dianggap mustahil, harapan tujuan, dan
khayalan mulai menyadarkan hatiku. Apalagi aku selalu malas dan tak pernah
berusaha untuk mewujudkannya. Semua seperti omong kosong, kosong karna tak
pernah terisi oleh tindakan yang membuatnya terisi. Lama-lama aku mulai
menyesal dan hanya terdiam menyaksikan bahwa aku tak punya bakat akan hal itu.
Ternyata
jalanan begitu ramai. Terdengar bunyi klakson membahana juga asap knalpot yang menyengakkan. Tak jarang ada
kendaraan yang saling menerobos dan se-nggol. Sore-sore begini memang para
pekerja dari manapun mulai pulang. Ditambah lagi truk bermuatan besar, seperti
memblokir jalanan karna jalannya yang lambat. Aku hanya menghela napas dan
mulai memasang earphone ke telinga, mendengar lagu-lagu agar tak terbawa
suasana kemacetan. Hal seperti ini kulakukan karna selain mencegah galau, juga
bisa menyumbat telinga dari kebisingan di luar. Apalagi tempat tinggal ku masih
jauh. Mungkin aku akan sampai dirumah agak malam.
Disela-sela
keramaian, aku sempatkan mampir di warung bakso. Aku mau mengisi perut sekalian
menunggu kemacetan mereda. Saat diparkiran, aku membayar tukang parkir itu
lebih dulu. Kulihat banyak motor yang berderet. Terlalu ramai dan sesak. Lalu
kutambahkan lagi uang 2000-an ke tangannya agar nantinya motorku gampang di
keluarkan. Setelah itu, aku masuk ke warung dan memesan bakso dan es jeruk. Di
saat itu pula, mataku mencari keberadaan meja kosong. Dan beruntung, di saat
ramai begini masih tersisa satu meja kosong yang berada di pojok paling
belakang. Segera aku kesana sambil menunggu pesananku datang.
Tak
sadar aku melihati semua orang. Kebanyakan disini adalah orang-orang yang sudah
kerja dan berkeluarga. Sepertinya Cuma aku yang SMA di sini. Aku mulai melamun
lagi dan mulai memainkan sendok di tanganku. Serasa ada yang kurang di dalam
diriku. Tak seperti yang lain, mereka yang berada di sini seakan rileks dan tak
punya masalah apapun. Mereka seakan tak peduli tentang sesuatu. Mereka seakan
hidupnya Cuma mengalir menunggu mati. Semua terasa hidup hanyalah begini dan
begitu. Tak ada yang lain, semua seakan bebas saja menjalani hidup walaupun
sebenarnya mereka tersekat oleh sesuatu yang aku juga tak tahu apa itu. Aku
mulai bingung. Aku terlalu banyak berpikir. Terlalu banya menyimpulkan.aku
merasa orang lain tak memikirkan lebih dari yang kupikirkan. Aku berpikir tapi
tak mengerti. Aku mendapat gambaran tapi tak sanggup melaksanakan. Hidup
seperti ada batas yang satu sama lainnya tak pernah bersua walaupun mereka
dalam satu ruang. Aku bingung, tapi tak bisa keluar dari lingkaran kebingungan.
Aku butuh seseorang. Ingin rasanya menanyakan segala hal tapi tak ada orang
yang pantas untuk aku bertanya. Banyak hal yang kutemui selama aku hidup.
Selama itu pula hati kecilku ingin mengubah hal-hal yang kuanggap tidak benar. Tapi,
apalah artinya jika aku tak sanggup. Meski tidak menyerah, aku terjebak dalam
kehidupan yang biasa-biasa saja. Aku mulai bosan dan ingin mencoba keluar meski
hasilnya hampa. Serasa akhir usahaku akan terulang dibagian awal aku mencoba.
Benar... memang benar. Aku butuh bantuan untuk membantu masalahku ini. Tapi tak
kutemukan. Aku coba untuk berpikir keras agar tak terjebak dalam kehidupan
biasa, seperti apa yang kebanyakan orang lakukan.
Pesananku
sudah datang. Bakso yang masih mengepul itu kutunggu agar tidak terlalu panas.
Aku masukkan saos dan kecap, kuminum dulu es jerukku dangan sedotan. Rasanya manis bercampur masam. Ini memang
membantu agar pikiranku menjadi tenang. Aku juga coba meng-sms temanku yang
nomornya baru saja ku dapat. Tentunya aku Cuma basa-basi agar punya teman
ngobrol. Saking asyiknya, aku tak sadar ada orang yang duduk semeja denganku.
Seorang lelaki yang hampir sebaya denganku, mungkin lebih tua sedikit, memakai
kemeja dengan potongan mandarin. Aku Cuma melihatnya sekilas dan mencoba
menunduk melihat pesan lagi. Ini juga kulakukan untuk menghindari pembicaraan
dengan orang yang belum aku kenal. Dia juga hanya diam sambil menatapku. Aku
tak berani menatap. Dia terus melakukannya sampai aku tak tahan dan juga menatapnya.
Tapi dia berpaling dan memainkan jarinya di meja. Kutundukkan lagi mukaku
kembali. Setelah pesananya datang, tiba-tiba dia menanyaiku dengan suara yang
sangat datar dan muka polosnya.
“kamu
kelas berapa?”
“SMA
kelas 2”
Jawabku
dengan malas. Karna aku juga tak ada
niat untuk ngobrol saat itu.
“kau
mungkin orang yang suka menutup diri dan jarang keluar rumah”
Katanya
lagi, aku Cuma mengangguk saja. Dia lalu mengambil garpu. Menusuk bakso yang
masih panas itu dan memasukkan ke mulutnya dengan cepat. Kupikir dia akan
gelagapan karna memakan satu butir bakso berukuran sedang yang masih mengepul
karna panasnya. Tapi tidak. Dia terlihat biasa, bahkan juga menyeruput kuahnya
dengan sendok.
“jadi,
apa yang kau inginkan?”
tiba-tiba
dia ngomong lagi kepada ku. Aku hanya diam karna tak tahu apa yang di
maksudnya.
“kau
pasti punya keinginan kan?”
kali
ini aku tak bisa menghindar dari percakapan dan menutup pesanku.
“tidak,
aku tidak ingin apapun”
Kataku
sambil meminum es jerukku lagi. Rupanya baksoku masih panas dan kutunggu lagi
sampai dingin.
“benarkah.
Apa kau pikir hari-hari terasa sama dan
membosankan sampai kau tak punya keinginan untuk dicapai”
“maaf,
aku tak mengerti maksud mu”
“hmmm...,
aku Cuma ingin kau tahu jika kau tak mengerti, mungkin kau bisa keluar dan
melihat ke sekeliling mu. Kau Cuma tertutup. Itulah yang menyulitkanmu untuk
melakukan sesuatu”
Aku
mulai tahu yang dimaksud nya, tapi tak segera ku jawab. Aku memakan baksoku
dulu dan berpikir sebentar.
“kalau
begitu, apa yang juga kau inginkan?” aku
berbalik menanyainya.
“hasil
nyata”
jawabnya
simpel dan tak perlu waktu lama menunngu responnya. Tentunya aku sedikit
dongkol akan hal itu.
“Cuma
itu?”
“tidak,
tapi hanya itulah yang sedang ada di dalam pikiranku”
Kali
ini aku benar-benar malas bicara dengan dia. Karna berbicara dengan polos dan
tanpa ada ekspresi apapun. Aku teruskan saja memakan baksoku yang sudah tidak
terlalu panas.
Akhirnya selesai juga, ku serot es
jeruk terakhir. Sementara, laki-laki di sebelahku belum selesai makan. Bahkan
minumnya masih utuh. Meski mulutnya kebal, rupanya makannya cukup lambat. Aku
pun Cuma menghiraukannya saja dan bersiap untuk pergi. Ketika aku mau
meninggalkan meja dan membayar. Tiba-tiba celanaku di tarik olehnya agar duduk
lagi.
“kau
tak mau menungguku”
“untuk
apa?”
“gimana
kalau nambah baksonya, mau”
“aku
sudah kenyang. Maaf aku buru-buru”
“untuk
apa”
dia
malah balik bertanya. Untung aku punya kesabaran cukup banyak untuk meladeni
orang yang sepertinya sedang mempermainkanku ini.
“pulang
kerumah, aku takut dicariin orang tua”
“jalanan
kan masih ramai, ketimbang kejebak macet, mending kan disini dulu”
Aku
pasrah saja menuruti orang aneh ini. Selama menunggui dia yang kupunya agar tak
merasa sepi adalah meng-sms temanku lagi. Bosan rasanya Cuma begini, seperti
tak ada kegiatan lain. Padahal di rumah aku bisa bermain game atau menonton
film kesuka-anku. Aku kembali melihati dia yang memakan makanannya
sedikit-sedikit. Agak lama akhirnya makanannya habis. Dia mengambil tisu dan
mengelap kuah bakso yang tercecer di meja, lalu dia kembali lagi bertanya
kepadaku, sesekali meminum es jeruk miliknya.
“jadi
sekarang, apa yang kau inginkan?”
“kenapa
kau tanya begitu”
“aku
Cuma mau membandingkan saja, kupikir kau orang yang punya banyak sekali
keinginan sampai kau tak bisa memilihnya”
“apa
yang mau kau bandingkan?”
agak
lama dia terdiam dan meminum es jeruknya beberapa jekukan
“usahamu
dan keinginanmu, hanya itu yang ingin aku bandingkan”
“oh,
jadi kau berpikir bahwa kamu yang lebih banyak berusaha dan bilang kalau yang
kau inginkan adalah hasil nyata”
“bukankah
semestinya begitu, aku sudah melakukan banyak usaha untuk mencapai hasil itu.
Bekerja, belajar, menemukan apa yang menjadi masalah dan apa yang membuatku
gagal untuk mendapat hasil itu”
“kalau
begitu, apa hasil itu?”
“tidak
ada”
Katanya,
bersamaan dengan habisnya es jeruk yang dimilikinya. Keningku berkerut.
Ternyata bicara dengan dia hanyalah buang-buang waktuku saja dan tak ada
pentingnya sama sekali. Aku ingin segera pulang, tapi jalanan masih sangat
sesak oleh kendaraan.
“kau
tahu kenapa hasilnya tak ada?”
Tanyanya
lagi. Aku Cuma diam dan tak mempedulikannya lagi.
“itulah
yang ingin aku cari. Kenapa bisa hasilnya tidak ada. Bukannya kau juga
merasakan hal yang sama. Keinginanmu dan keinginanku. Apapun yang kita ingin
pasti rasanya ingin mewujudkannya. Terkadang kita pikir itu bisa. Tapi setelah
mencoba kau anggap itu mustahil dilakukan. Itulah yang membikin usahamu
sia-sia. Kau hanya buang-buang waktu dan berusaha melakukan sesuatu yang
sebenarnya tidak kau inginkan untuk mendapatkan yang kau inginkan.”
Aku
hanya terdiam. Pura-pura tidak dengar sambil tetap terfokus dengan hp ku
“bagaimanapun
itu tak sia-sia. Aku hanya perlu membiasakan dan mencoba senang de-ngan apa
yang kulakukan. Walau awalnya dipaksakan. Tetap saja lambat laun aku toh akan
juga menyenanginya. Sungguh usaha kita akan punya rasa tersendiri. Hasilnya pun
sudah tidak lagi hampa dan membuat rasa puas akan hal itu. Dan hasil jadi tak
maslah, benarkan”
Katanya
lagi. Sementara aku masih sibuk sms-an. Walaupun begitu, telingaku masih bisa
menangkap apa yang dikatakannya barusan. Aku terhenyak pura-pura tak tau. Tapi
otakku memikirkan sesuatu. Nampaknya memproses sesuatu. Entah sesuatu seperti
apa, karna sulit dijelaskan dengan kata-kata.
yang jelas, otakku serasa di beri masukan yang berarti. Apakah orang ini
orang hebat, atau dia Cuma orang nyasar yang memberi nasehat. Entahlah, dia
hanyalah orang yang baru ku temui. Mungkin ini Cuma nasehat atau karna dia Cuma
kesepian. Dia mau panjang lebar berbicara dengan orang yang dia sendiri juga
baru kenal. “ya, terimakasih nasehatnya. Tapi aku mau pulang. Kita ngobrol lain
kali saja” kataku menutup pembicaraan sambil memasang earphone dan memasukkan
hp ke saku bajuku.
“kau
yakin?”
“Ya,
tak masalah macet atau tidak. Tapi aku harus pulang”
“Tapi
kau belum menjawab pertanyaanku”
“aku
belum punya jawaban. Mungkin lain kali akan kupikirkan”
Sambil
aku berlalu dia hanya terdiam menatapku. Aku tetap berjalan saja dan membayar
bonku. Untunglah di parkiran motorku gampang keluar. Kuucapkan terima-Kasih ke
tukang parkiran itu. Dan segera mengegas motorku ke jalanan.
Meski
macet dan sesak. Tapi perjalanan ku masih mulus dan tidak tersendat. Hari
memang sudah larut dan adzan magrib sudah terdengar di berbagai masjid.
Kuputuskan untuk sholat dahulu sekalian membersihkan tubuhku dari debu jalanan.
Hari-hariku yang dikatakannya hampir sepenuhnya benar. Aku merasa setiap hari yang ku jalani terasa sama
dan membosankan. Mungkin aku juga yang salah. Mengapa terus menutup diri.
Bukannya dunia luar lebih luas jika aku mau menatap sekeliling. Jika tak mau
jadi orang yang biasa-biasa saja. Dengan berusaha melewati batas akan membuatku
menuju kepada sesuatu yang yang belum pernah kulihat. Belum pernah kurasakan.
Dan pastinya hari-hariku tak sebosan seperti apa yang selama ini aku pikirkan.
Aku hanya tak perlu bekerja sendiri jika memang hal itu tak bisa dilakukan
seorang diri.
Seusai
sholat. Aku lalu pergi menuju motorku. Udara malam ini terasa begitu dingin.
Jalanan juga sudah longgar dan ibuku sudah meng-sms ku beberapa kali. Nampaknya
mulai khawatir karna pulangku agak kesorean. Aku senam kecil sebentar dengan
menggerakkan tangan dan kakiku bergantian supaya pegalku hilang. Karena udara
malam yang semakin dingin. Aku ingin memakai jaket tebal. Sementara jaketku
berada di dalam jok motor. Tapi setelah aku mau mengambil kunci di kantong
celana untuk membuka jok. Aku menemukan sebuah kartu yang terselip di dekat
kunciku. Segera aku keluarkan dan ternyata sebuah kartu pelajar dari jerman dan
tentunya berbahasa jerman. Lengkap dengan foto,nama, alamat dan nomor hp orang
yang tidak ku kenal tadi. Aku tercengang, aku menatap langit sekilas. Berusaha
menenangkan diri dan menyimpan kartu itu ke dalam dompetku.
24
Juli 2014
MHA







0 komentar:
Posting Komentar