Jumat, 23 Agustus 2019

Kumpulan Cerpen; Orang yang tidak Kukenal

https://wall.alphacoders.com


Sore itu aku pamit untuk pulang, ku salami semua temanku yang sudah datang sekalian meminta nomor hp mereka. Sekilas ku lihat mereka tampak puas dan senang dalam acara reunian ini. Maklum, sudah lama kami tak saling bertemu semenjak SD. Akupun senyum-senyum saja melihat betapa berbedanya mereka sekarang. Mereka su-dah tampak dewasa dan memiliki sesuatu untuk masa depan. Mungkin aku telah dibutakan oleh waktu. Tak kusangka, aku digiringnya secepat ini. Meninggalkan masa kecilku yang seolah itu baru terjadi kemarin.

Sekarang aku mulai bertanya-tanya apa yang  ingin kulakukan. Aku masih bi-ngung dan belum mempunyai tujuan. Sebenarnya dulu aku punya banyak cita-cita, mulai dari yang kecil hingga besar. Sangat mudah melampiaskan apa yang aku mau nantinya. Tapi waktu terus berjalan. Kenyataan demi kenyataan terus ku temui. Apa yang dianggap mustahil, harapan tujuan, dan khayalan mulai menyadarkan hatiku.  Apalagi aku selalu malas dan tak pernah berusaha untuk mewujudkannya. Semua seperti omong kosong, kosong karna tak pernah terisi oleh tindakan yang membuatnya terisi. Lama-lama aku mulai menyesal dan hanya terdiam menyaksikan bahwa aku tak punya bakat akan hal itu.

Ternyata jalanan begitu ramai. Terdengar bunyi klakson membahana juga asap  knalpot yang menyengakkan. Tak jarang ada kendaraan yang saling menerobos dan se-nggol. Sore-sore begini memang para pekerja dari manapun mulai pulang. Ditambah lagi truk bermuatan besar, seperti memblokir jalanan karna jalannya yang lambat. Aku hanya menghela napas dan mulai memasang earphone ke telinga, mendengar lagu-lagu agar tak terbawa suasana kemacetan. Hal seperti ini kulakukan karna selain mencegah galau, juga bisa menyumbat telinga dari kebisingan di luar. Apalagi tempat tinggal ku masih jauh. Mungkin aku akan sampai dirumah agak malam.

Disela-sela keramaian, aku sempatkan mampir di warung bakso. Aku mau mengisi perut sekalian menunggu kemacetan mereda. Saat diparkiran, aku membayar tukang parkir itu lebih dulu. Kulihat banyak motor yang berderet. Terlalu ramai dan sesak. Lalu kutambahkan lagi uang 2000-an ke tangannya agar nantinya motorku gampang di keluarkan. Setelah itu, aku masuk ke warung dan memesan bakso dan es jeruk. Di saat itu pula, mataku mencari keberadaan meja kosong. Dan beruntung, di saat ramai begini masih tersisa satu meja kosong yang berada di pojok paling belakang. Segera aku kesana sambil menunggu pesananku datang.

Tak sadar aku melihati semua orang. Kebanyakan disini adalah orang-orang yang sudah kerja dan berkeluarga. Sepertinya Cuma aku yang SMA di sini. Aku mulai melamun lagi dan mulai memainkan sendok di tanganku. Serasa ada yang kurang di dalam diriku. Tak seperti yang lain, mereka yang berada di sini seakan rileks dan tak punya masalah apapun. Mereka seakan tak peduli tentang sesuatu. Mereka seakan hidupnya Cuma mengalir menunggu mati. Semua terasa hidup hanyalah begini dan begitu. Tak ada yang lain, semua seakan bebas saja menjalani hidup walaupun sebenarnya mereka tersekat oleh sesuatu yang aku juga tak tahu apa itu. Aku mulai bingung. Aku terlalu banyak berpikir. Terlalu banya menyimpulkan.aku merasa orang lain tak memikirkan lebih dari yang kupikirkan. Aku berpikir tapi tak mengerti. Aku mendapat gambaran tapi tak sanggup melaksanakan. Hidup seperti ada batas yang satu sama lainnya tak pernah bersua walaupun mereka dalam satu ruang. Aku bingung, tapi tak bisa keluar dari lingkaran kebingungan. Aku butuh seseorang. Ingin rasanya menanyakan segala hal tapi tak ada orang yang pantas untuk aku bertanya. Banyak hal yang kutemui selama aku hidup. Selama itu pula hati kecilku ingin mengubah hal-hal yang kuanggap tidak benar. Tapi, apalah artinya jika aku tak sanggup. Meski tidak menyerah, aku terjebak dalam kehidupan yang biasa-biasa saja. Aku mulai bosan dan ingin mencoba keluar meski hasilnya hampa. Serasa akhir usahaku akan terulang dibagian awal aku mencoba. Benar... memang benar. Aku butuh bantuan untuk membantu masalahku ini. Tapi tak kutemukan. Aku coba untuk berpikir keras agar tak terjebak dalam kehidupan biasa, seperti apa yang kebanyakan orang lakukan.

Pesananku sudah datang. Bakso yang masih mengepul itu kutunggu agar tidak terlalu panas. Aku masukkan saos dan kecap, kuminum dulu es jerukku dangan sedotan.  Rasanya manis bercampur masam. Ini memang membantu agar pikiranku menjadi tenang. Aku juga coba meng-sms temanku yang nomornya baru saja ku dapat. Tentunya aku Cuma basa-basi agar punya teman ngobrol. Saking asyiknya, aku tak sadar ada orang yang duduk semeja denganku. Seorang lelaki yang hampir sebaya denganku, mungkin lebih tua sedikit, memakai kemeja dengan potongan mandarin. Aku Cuma melihatnya sekilas dan mencoba menunduk melihat pesan lagi. Ini juga kulakukan untuk menghindari pembicaraan dengan orang yang belum aku kenal. Dia juga hanya diam sambil menatapku. Aku tak berani menatap. Dia terus melakukannya sampai aku tak tahan dan juga menatapnya. Tapi dia berpaling dan memainkan jarinya di meja. Kutundukkan lagi mukaku kembali. Setelah pesananya datang, tiba-tiba dia menanyaiku dengan suara yang sangat datar dan muka polosnya.

“kamu kelas berapa?”
“SMA kelas 2”
Jawabku dengan  malas. Karna aku juga tak ada niat untuk ngobrol saat itu.
“kau mungkin orang yang suka menutup diri dan jarang keluar rumah”
Katanya lagi, aku Cuma mengangguk saja. Dia lalu mengambil garpu. Menusuk bakso yang masih panas itu dan memasukkan ke mulutnya dengan cepat. Kupikir dia akan gelagapan karna memakan satu butir bakso berukuran sedang yang masih mengepul karna panasnya. Tapi tidak. Dia terlihat biasa, bahkan juga menyeruput kuahnya dengan sendok.
“jadi, apa yang kau inginkan?”
tiba-tiba dia ngomong lagi kepada ku. Aku hanya diam karna tak tahu apa yang di maksudnya.
“kau pasti punya keinginan kan?”
kali ini aku tak bisa menghindar dari percakapan dan menutup pesanku.
“tidak, aku tidak ingin apapun”
Kataku sambil meminum es jerukku lagi. Rupanya baksoku masih panas dan kutunggu lagi sampai dingin.
“benarkah.  Apa kau pikir hari-hari terasa sama dan membosankan sampai kau tak punya keinginan untuk dicapai”
“maaf, aku tak mengerti maksud mu”
“hmmm..., aku Cuma ingin kau tahu jika kau tak mengerti, mungkin kau bisa keluar dan melihat ke sekeliling mu. Kau Cuma tertutup. Itulah yang menyulitkanmu untuk melakukan sesuatu”
Aku mulai tahu yang dimaksud nya, tapi tak segera ku jawab. Aku memakan baksoku dulu dan berpikir sebentar.
“kalau begitu, apa yang juga kau inginkan?”  aku berbalik menanyainya.
“hasil nyata”
jawabnya simpel dan tak perlu waktu lama menunngu responnya. Tentunya aku sedikit dongkol akan hal itu.
“Cuma itu?”
“tidak, tapi hanya itulah yang sedang ada di dalam pikiranku”
Kali ini aku benar-benar malas bicara dengan dia. Karna berbicara dengan polos dan tanpa ada ekspresi apapun. Aku teruskan saja memakan baksoku yang sudah tidak terlalu panas.

            Akhirnya selesai juga, ku serot es jeruk terakhir. Sementara, laki-laki di sebelahku belum selesai makan. Bahkan minumnya masih utuh. Meski mulutnya kebal, rupanya makannya cukup lambat. Aku pun Cuma menghiraukannya saja dan bersiap untuk pergi. Ketika aku mau meninggalkan meja dan membayar. Tiba-tiba celanaku di tarik olehnya agar duduk lagi.

“kau tak mau menungguku”
“untuk apa?”
“gimana kalau nambah baksonya, mau”
“aku sudah kenyang. Maaf aku buru-buru”
“untuk apa”
dia malah balik bertanya. Untung aku punya kesabaran cukup banyak untuk meladeni orang yang sepertinya sedang mempermainkanku ini.
“pulang kerumah, aku takut dicariin orang tua”
“jalanan kan masih ramai, ketimbang kejebak macet, mending kan disini dulu”

Aku pasrah saja menuruti orang aneh ini. Selama menunggui dia yang kupunya agar tak merasa sepi adalah meng-sms temanku lagi. Bosan rasanya Cuma begini, seperti tak ada kegiatan lain. Padahal di rumah aku bisa bermain game atau menonton film kesuka-anku. Aku kembali melihati dia yang memakan makanannya sedikit-sedikit. Agak lama akhirnya makanannya habis. Dia mengambil tisu dan mengelap kuah bakso yang tercecer di meja, lalu dia kembali lagi bertanya kepadaku, sesekali meminum es jeruk miliknya.

“jadi sekarang, apa yang kau inginkan?”
“kenapa kau tanya begitu”
“aku Cuma mau membandingkan saja, kupikir kau orang yang punya banyak sekali keinginan sampai kau tak bisa memilihnya”
“apa yang mau kau bandingkan?”
agak lama dia terdiam dan meminum es jeruknya beberapa jekukan
“usahamu dan keinginanmu, hanya itu yang ingin aku bandingkan”
“oh, jadi kau berpikir bahwa kamu yang lebih banyak berusaha dan bilang kalau yang kau inginkan adalah hasil nyata”
“bukankah semestinya begitu, aku sudah melakukan banyak usaha untuk mencapai hasil itu. Bekerja, belajar, menemukan apa yang menjadi masalah dan apa yang membuatku gagal untuk mendapat hasil itu”
“kalau begitu, apa hasil itu?”
“tidak ada”
Katanya, bersamaan dengan habisnya es jeruk yang dimilikinya. Keningku berkerut. Ternyata bicara dengan dia hanyalah buang-buang waktuku saja dan tak ada pentingnya sama sekali. Aku ingin segera pulang, tapi jalanan masih sangat sesak oleh kendaraan.
“kau tahu kenapa hasilnya tak ada?”
Tanyanya lagi. Aku Cuma diam dan tak mempedulikannya lagi.
“itulah yang ingin aku cari. Kenapa bisa hasilnya tidak ada. Bukannya kau juga merasakan hal yang sama. Keinginanmu dan keinginanku. Apapun yang kita ingin pasti rasanya ingin mewujudkannya. Terkadang kita pikir itu bisa. Tapi setelah mencoba kau anggap itu mustahil dilakukan. Itulah yang membikin usahamu sia-sia. Kau hanya buang-buang waktu dan berusaha melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak kau inginkan untuk mendapatkan yang kau inginkan.”

Aku hanya terdiam. Pura-pura tidak dengar sambil tetap terfokus dengan hp ku
“bagaimanapun itu tak sia-sia. Aku hanya perlu membiasakan dan mencoba senang de-ngan apa yang kulakukan. Walau awalnya dipaksakan. Tetap saja lambat laun aku toh akan juga menyenanginya. Sungguh usaha kita akan punya rasa tersendiri. Hasilnya pun sudah tidak lagi hampa dan membuat rasa puas akan hal itu. Dan hasil jadi tak maslah, benarkan”
Katanya lagi. Sementara aku masih sibuk sms-an. Walaupun begitu, telingaku masih bisa menangkap apa yang dikatakannya barusan. Aku terhenyak pura-pura tak tau. Tapi otakku memikirkan sesuatu. Nampaknya memproses sesuatu. Entah sesuatu seperti apa, karna sulit dijelaskan dengan kata-kata.  yang jelas, otakku serasa di beri masukan yang berarti. Apakah orang ini orang hebat, atau dia Cuma orang nyasar yang memberi nasehat. Entahlah, dia hanyalah orang yang baru ku temui. Mungkin ini Cuma nasehat atau karna dia Cuma kesepian. Dia mau panjang lebar berbicara dengan orang yang dia sendiri juga baru kenal. “ya, terimakasih nasehatnya. Tapi aku mau pulang. Kita ngobrol lain kali saja” kataku menutup pembicaraan sambil memasang earphone dan memasukkan hp ke saku bajuku.

“kau yakin?”
“Ya, tak masalah macet atau tidak. Tapi aku harus pulang”
“Tapi kau belum menjawab pertanyaanku”
“aku belum punya jawaban. Mungkin lain kali akan kupikirkan”
Sambil aku berlalu dia hanya terdiam menatapku. Aku tetap berjalan saja dan membayar bonku. Untunglah di parkiran motorku gampang keluar. Kuucapkan terima-Kasih ke tukang parkiran itu. Dan segera mengegas motorku ke jalanan.

Meski macet dan sesak. Tapi perjalanan ku masih mulus dan tidak tersendat. Hari memang sudah larut dan adzan magrib sudah terdengar di berbagai masjid. Kuputuskan untuk sholat dahulu sekalian membersihkan tubuhku dari debu jalanan. Hari-hariku yang dikatakannya hampir sepenuhnya benar. Aku  merasa setiap hari yang ku jalani terasa sama dan membosankan. Mungkin aku juga yang salah. Mengapa terus menutup diri. Bukannya dunia luar lebih luas jika aku mau menatap sekeliling. Jika tak mau jadi orang yang biasa-biasa saja. Dengan berusaha melewati batas akan membuatku menuju kepada sesuatu yang yang belum pernah kulihat. Belum pernah kurasakan. Dan pastinya hari-hariku tak sebosan seperti apa yang selama ini aku pikirkan. Aku hanya tak perlu bekerja sendiri jika memang hal itu tak bisa dilakukan seorang diri.

Seusai sholat. Aku lalu pergi menuju motorku. Udara malam ini terasa begitu dingin. Jalanan juga sudah longgar dan ibuku sudah meng-sms ku beberapa kali. Nampaknya mulai khawatir karna pulangku agak kesorean. Aku senam kecil sebentar dengan menggerakkan tangan dan kakiku bergantian supaya pegalku hilang. Karena udara malam yang semakin dingin. Aku ingin memakai jaket tebal. Sementara jaketku berada di dalam jok motor. Tapi setelah aku mau mengambil kunci di kantong celana untuk membuka jok. Aku menemukan sebuah kartu yang terselip di dekat kunciku. Segera aku keluarkan dan ternyata sebuah kartu pelajar dari jerman dan tentunya berbahasa jerman. Lengkap dengan foto,nama, alamat dan nomor hp orang yang tidak ku kenal tadi. Aku tercengang, aku menatap langit sekilas. Berusaha menenangkan diri dan menyimpan kartu itu ke dalam dompetku.


24 Juli 2014
                MHA

0 komentar:

Posting Komentar