Amanah
itu berat, saya pasti akan menabok orang yang bilang itu ringan. Saya merasa
sangat khawatir ketika sebuah amanah berupa jabatan selalu di perebutkan. Karena
ketika seorang menjabat sebuah divisi, organisasi, menteri, atau presiden. Maka rasa bangga akan tercipta dalam
diri. Merasa lebih hebat, lebih baik, dan lebih besar kuasanya dari pada yang
lain. amanah jabatan yang mereka pikirkan seperti sebuah restu Tuhan yang
digelarkan di pundak mereka. Alhasil mereka merasa bangga dan akhirnya berusaha
mati-matian untuk mendapatkannya.
Memang bentuk amanah beraneka macam,
Arti dari amanah ini sendiri adalah terpercaya. Oleh KBBI, kata amanah ini
disamakan dengan kata setia dan diartikan sebagai sifat yang bisa dipercaya,
sesuatu hal yang bisa untuk ditipkan atau dipercayakan pada orang lain dan
sebagainya. Sehingga seorang yang diberi amanah, hendaknya memiliki rasa tanggungjawab
dengan apa yang di amanahkan padanya. Semisal contoh ada yang menitipkan
sendal, itu termasuk amanah. Ada yang menitipkan modal usaha, itu juga amanah. Dan
yang terakhir adalah jabatan, saya rasa itu adalah amanah yang paling berat.
Setiap pemimpin selalu dimintai
pertanggungjawaban. Entah itu saat rabes di periode akhir, ataupun penghakiman
di akhirat kelak. Untuk itu seharusnya menjadi seorang pemimpin dan seorang
yang memiliki jabatan harusnya memiliki rasa ketakutan dalam diri, rasa was-was
jikalau dia tak bisa maksimal dengan amanah ini. Bahkan ummar ketika menjabat
sebagai khalifah saja berjuang keras agar rakyatnya tidak menderita, tidak
ingin memakan daging selama rakyatnya masih ada yang memakan roti kering
dicampur zaitun. Lantas mengapa zaman sekarang justru mereka sangat bangga dan
merasa besar dengan jabatan. Apa yang membuat seorang menjadi arogan dan tidak
melihat dampak besar dari amanah yang di emban?
Pemimpin yang arogan dan merasa
berkuasa terkadang tak memperhatikan amanah yang disematkan kepadanya. Padahal sejatinya
seorang pemimpin adalah melayani mereka yang telah memilihnya berada di posisi
tersebut. Tak ada posisi atas dan bawah, yang ada hanyalah mereka pemberi
amanah dan pemegang amanah. Memang sifat pemimpin adalah mengayomi jundi serta
jundi harus taat kepada pemimpin. Namun disisi lain pemimpin harus siap
menanggung resiko paling depan ketika sebuah problem menerpa masyarakatnya.
Bicara
soal jabatan, Umar bin Khattab pernah berpidato yang penjabaran isinya adalah
sebagai berikut :
Pertama, jabatan adalah sebuah tanggung
jawab yang tidak perlu diperebutkan. Apalagi sampai meneteskan darah manusia.
Kedua,
Sayyidina Umar mengakui kalau dirinya keras, kasar, lemah, dan penuh dengan
kekurangan. Oleh karena itu, dia berdoa kepada Allah untuk selalu membimbingnya
menjalankan amanah tersebut.
Ketiga, menjadi
pemimpin dan yang dipimpin adalah ujian. Sayyidina Umar sadar bahwa menjadi
pemimpin itu adalah ujian. Begitupun mereka yang dipimpin. Oleh sebab itu, baik
pemimpin atau yang dipimpin harus saling mengingatkan agar apa yang dilakukan
sesuai dengan tuntunan Allah.
Keempat, tugas
pemimpin adalah menyelesaikan persoalan rakyatnya.
Kelima, siapa
yang berbuat baik maka akan mendapatkan balasan yang baik. Begitupun
sebaliknya. Sesuai dengan firman Allah dalam QS az-Zalzalah.
Untuk itu, hendaknya ketika seorang
diamanahi sebagai pemimpin, harusnya dia sadar posisinya seperti seorang yang
tengah berjalan di jalanan sempit di tepi jurang. Posisi yang sangat berbahaya
dimana dirinya dituntut untuk menyelesaikan problematika ummat. Memberikan sebuah
kontribusi yang akan menghantarkan ke arah perubahan yang lebih baik. Bukan justru
malah berbangga diri serta merasa besar.
Wallahu’alam…
0 komentar:
Posting Komentar