Kita
bagai seorang asing, mengembara bagai angin, yang melaju kencang menerpa dahan
dan ranting. Kita disini, berada disini, terhempas oleh desiran ombak, lenyap
di tepian, dan kembali ke lautan. Angan menyanggah, jika hidup hanya sebatas
merealisasikan tujuan dan harapan, tak perlu ada kegagalan serta rasa sesal. Karena
warna hidup dapat diraih ketika seorang berada dibawah.
Keinginan
melebur dalam semangat yang tercipta di dalam jiwa. Kita bertemu, berjumpa,
dalam ketidaktahuan dan bermula dari ketiadaan.
Bisakah
kita bercakap dalam sekat yang menutup rapi pintu-pintu itu. Dalam lantunan
syahdu lagu yang berdendang di hari itu. Hati menepis angan yang nyatanya
melenakan. Pengembaraan tak sebatas untuk memperoleh kasih yang ada di dunia.
Namun lebih jauh dari itu, lebih besar dari itu. Hubungan dengan sekitar dan
secara universal menuntut kita untuk mencinta tiap makhluk yang tercipta.
“hari lalu aku ingat saat
terakhir kali kamu merasa lesu. Hidupmu seakan pupus bagai kue basi yang siap
di buang kapanpun” ungkapnya tanpa basa-basi.
Aku hanya mendongak ke atas dan
melihat kawanku itu. membawa dua kaleng coffe
latte yang aku pesan lima menit sebelumnya.
“Sampai sekarangpun aku juga
terlihat lesu” jelasku, sambil mengambil kaleng coffe latte yang ada di tangan kanannya. Dia duduk di sampingku.
Membuka penutup kaleng dan menyeruput isinya.
“ahh… maknyuss…” katanya sambil
menampilkan muka gateli.
Aku melakukan hal yang sama dan
meneguk kopi nikmat di dalamnya.
“Ah….” Kataku. Meneguk sekaleng kopi di malam hari memang luar biasa
mantap.
“Hei” dia membuka pembicaraan,
aku melengok ke arahnya.
“ada apa?” sahutku
“aku pengen tahu, bagaimana nasib
hubunganmu sama si dia”
Dahiku berkerut, sebenarnya aku
tak ingin membahas topik ini sekarang, namun karena dia sahabat karibku yang
paling dekat, akhirnya aku katakan saja. “sudah pernah kujelaskan sebelumnya
kan. Aku tak memiliki hubungan apapun dengan perempuan untuk saat ini. Walaupun
ada, pasti aku lebih memilih diam dan memendamnya dalam hati. Menunggunya
tumbuh di saat yang tepat, sampai akhirnya bersemi pada waktunya”
“hilih, jadi intinya kamu
bener-bener ga ada rasa sama sekali sama perempuan yang diiusakan itu?”
Aku menggeleng mantap. Sampai
sekarang pun aku bingung mengapa hal seperti ini bisa menyebar begitu cepat.
Lebih cepat dari gelang karet yang di jepretkan pada seekor cicak, dan itupun
ngga kena.
“fokusku sekarang adalah berbenah
dan berbenah. Kau tahu sendirikan, aku tak memiliki waktu dengan urusan cinta.
Aku sudah dewasa dan bisa memilih prioritas yang mungkin akan aku lakukan
kedepannya”
Temanku satu itu memandangku
lekat-lekat. Nampak dirinya tak ingin membantah, namun dia mengatakan sesuatu
“tapi sebagai orang normal tentunya kamu pasti juga punya rasa pada
seseorangkan”
“tentu” jawabku “namun itu bukan
prioritasku sekarang. Biarlah dia tertanam dulu dalam kedalaman hati. Biarlah
Tuhan yang mengatur dia tumbuh, berbunga dan bisa kupetik atau justru terpetik
orang lain”
Lama
waktu berlalu. Angin tak hentinya berhembus mengibarkan bendera partai. Partai yang
kalah bersaing dan kini diburu masa. Beberapa saat kupikir segala hal yang ada
di pemilu akan berakhir ketika presiden di lantik. Namun, tampaknya masih akan
ada season duanya. Kalengku sudah kosong, begitu juga dengan temanku.
“Helmy, mau jalan-jalan sebentar
ke taman smart?” pintaku. Tanpa pikir
Panjang dia mengangguk setuju.
Kami
berjalan menyusuri aspal lembut nan abu-abu. Suasana lenggang dan sepi
menghempas bersamaan dengan udara dingin malam ini. Setidaknya aku ingin setiap
hari seperti ini. Namun kurasa itu hampir tidak mungkin. Mengingat penduduk
disini begitu banyak, hingga jalanan tak memiliki celah untuk seorang tua
menyebrang ke ujung sisinya.
“awas jeglongan tuh di depan!”
sahut temanku sambil menarik bajuku ke sisi lain. Dan akupun terhindar dari
jeglongan yang bisa menyebabkan aku tersungkur kapan saja.
“terimakasih” kataku.
“Sans”
“eh iya. Kurasa kita kebablasan
deh, bukannya taman smart itu ngga
jauh-jauh amat dari tempat tongkrongan kita tadi?”
“mungkin kita beneran kebablasan
sih, tadi aku melamun mikirin si do’i yang sampai sekarang tak memberikan
kepastian”
Aku memasang muka poker face
“yaudah balik, trus ke taman cerdas”
“jangan” dia menghentikanku yang
sudah mau berbalik arah “kita bablasin aja. ketimbang duduk-duduk disana,
mending kita jalan sambil menikmati waktu berjalan sampai subuh tiba”
Aku meng-ACC idenya. “okey” dan
kita kembali berjalan menyusuri jalanan aspal halus nan abu-abu. Meski ada
beberapa jeglongan tak kasat mata yang sering menjerumuskan.
Kita
Bersama bukan tanpa alasan, dalam dekapan lantunan suara jangkrik, terdapat
sebuah makna tersirat akan arti kedamaian. Sebuah ranting jatuh ke arah kami.
Meski begitu kami tetap berjalan ke
depan tanpa terusik. Ngobrol tentang masalah rutinitas yang menjemukan.
Berusaha sekuat tenaga mengatur waktu dan mensingkronkan ritme di kampus,
organisasi dan kehidupan. Berusaha tetap merasa tegar walau beban bertubi-tubi
menghajar. Namun kami masih bisa tertawa Bersama karena memang hal itu dapat
mengangkat berbagai masalah yang selama ini dirasakan.
Sinar
cahaya memantul. Aspal yang tadinya abu-abu bersinar bagai lampu led keluaran
terbaru. Kali ini kami tak bisa mengabaikannya, karena kejadian itu tepat di
depan kami.
“apakah ini fenomena langka
dimana para alien bersiap menculik manusia di bumi?” gagas temanku itu dengan
sudut pandang ngawur.
“mungkin” namun aku tetap
mengiyakan saja dan berkonsentrasi mengamati kejadian aneh yang ada di depanku.
Cahaya
it uterus keluar dari atas sana. Menerjang muka kami. Mataku menyipit, tak mengetahui
apa yang sebenarnya terjadi. Seseorang tiba-tiba keluar dari cahaya itu.
sekelebat cahaya putih itu menggumpal dan mulai membentuk seseorang. Rambut
Panjang putih menjuntai dan kini tubuh serba putih itu perlahan-lahan
menyerupakan bentuknya menjadi sejenis manusia bertipe wanita, dengan gaun
putih bersinar bagai rembulan di tanggal lima belas.
“cantik” sahut teman sebelahku.
Aku menatapnya dengan risih karena melihatnya mimisan tanpa berkedip.
Kupalingkan lagi wajahku ke arah
wanita itu. tatapannya lembut ke arah kami. Pikiranku di buat linglung bukan
hanya dengan melihat pesonanya saja. tapi juga dengan proses kemunculannya.
“kalian adalah orang yang
terpilih dari milyaran orang yang ada di dunia ini” sahut wanita itu dengan
lantunan suara merdu.
Kami berdua hanya terbelalak dan
tak mengerti…
“kalian adalah pahlawan terpilih
yang nantinya akan menuju ke duniaku, dunia paralel, yang bernama Aisituru” jelas wanita itu lagi.
Aku menelan ludah. Kejadian ini
sama halnya seperti beberapa komik bergenre Isekai
yang sering kubaca dengan gratis di internet “be-beneran nih. Tak mungkin… Apa
benar kejadian ini nyata?” tanyaku pada diri sendiri, dengan suara lirih.
Teman di sampingku masih tak
henti-hentinya terpesona, matanya semenjak tadi tak bergeser semilipun dari
fokusnya ke wanita itu.
Aku terpaksa menamparnya agar
kembali ke jalan yang benar.
‘DUAK’ tampaknya
tamparanku terlalu keras, membuatnya tersungkur tak sadarkan diri di tanah.
“sorry bro” kataku dengan nada tak bersalah, karena hal itu mungkin pantas
untuk dia dapatkan.
“selamat anak muda, kamulah yang
terpilih menjadi pahlawan tunggal dalam menjelajahi duniaku kedepannya” terang
sang wanita itu, dibalut kemilau cahaya rembulan yang merayap di sekujur
tubuhnya.
“Hah!?” aku sama sekali tak
mengerti.
“awalnya daku berniat untuk
memilih salah satu dari kalian, dan mungkin daku akan mengajukan kalian untuk
bertarung satu lawan satu untuk menentukan siapa yang benar-benar layak untuk
masuk ke dalam duniaku. Dan sekarang aku melihatmu dengan mudah mengalahkannya,
sehingga secara otomatis kaulah yang akan daku pilih untuk menjadi pahlawan di
dunia ku, Aisituru”
Aku tak henti-hentinya menatap
dengan tatapan tak percaya. Dijulurkannya tangan wanita itu kedepan, siluet
cahaya tercipta di telapak tangannya. Cahaya itu bagai benang yang menyebar
menuju ke arahku. Benang-benang itu perlahan membungkus tubuhku. Aku tak bisa
apa-apa. Badanku kaku seperti di dekap mike Tyson. Pasrah adalah jalan
terbaik.
Aku
tak bisa berontak dan melawan. Membiarkan benang-benag cahaya ini
menenggelamkan tubuhku. Kulihat temanku yang masih terkapar, mulai ngorok dan
mengeluarkan air terjun dari mulutnya. Mungkin ini menjadi yang terakhir
kalinya aku melihat sahabatku.
“jangan takut” kata wanita itu
“kau akan menjadi pahlawan yang luar biasa nantinya”
Kini benang cahaya itu sudah
menutupi seluruh tubuhku. Terasa amat terang, nyaman, menjalar sampai ke rongga
syaraf. Perasaan tentram percampur tak paham. Mengapa dan kenapa, aku seorang
yang biasa ini bisa dipilih untuk masuk ke dunia lain dan menjadi pahlawan
disana?
Selasa, 16 Oktober 2018
M H A
0 komentar:
Posting Komentar