Senin, 08 Juli 2019

Kumpulan Cerpen; S. E. MANGAT

wall.alphacoders.com


            Semangat ini rasanya tidak pernah mati. Seorang berkata padaku untuk berhati-hati dengan ini. Bisa jadi semangat ini begitu besar bagai api yang melalap dan membumi hanguskan apapun, Tapi kalau terlalu kecil juga tak akan ber efek apapun bagi diri. Jadi intinya adalah kesepadanan, kesesuaian, sesuai porsinya.

            Amanah teremban dan menempel di pundak. Begitu mudah rasa Lelah menghampiri dikala banyak urusan yang harus diatasi. Hidup, kutahu bukan hanya sekedar tempat untuk bersenang-senang maupun bekerja dalam rutinitas yang membosankan. Setidaknya aku bisa melihat dari sudut pandang ini, bahwa kita hidup dalam berbagai masalah yang silih berganti.

            Waktu selalu menakutkan, Betapa tidak, dia selalu menekan, merengsek kedepan tak peduli aku sedang merengek atau mengiba. Lucu melihat sebagian besar orang tak peduli dengan waktu. Mereka bersikap masa bodoh, tak peduli kematian yang semakin dekat merenggut nyawanya.

            Dengan semangat aku kembali menuju kosan. Aroma grade ocean escape tercium kala aku membuka kamar. Masih seperti dulu, kecil dan kotor. Aku sampai lupa kapan terakhir kali aku membersihkan kamarku ini. Sebulan? Dua bulan? Tiga bulan? Atau tidak pernah? Aku hanya bisa tertawa. Kesibukan bukanlah alasan yang bagus untuk kuutarakan saat ini. Yang jelas ada pada kemalasan diri, kemalasan yang membawa bencana, kesusahaan, dan kesengsaraan.

            Aku masih semangat, membuka leptop untuk menyelesaikan beberapa request desain. Dengan senyuman kucoba otak-atik gatuk untuk menemukan komponen yang pas agar tidak dihujat netizen. Huh, hari yang panas disiang bolong yang cerah, hujan tertahan menanti perbaikan di negeri ini. Kunyalakan kipas miyako yang dibeli orang tuaku sekitar lima bulan yang lalu.

            Bulan demi bulan, hari tak terhitung lagi jumlahnya. Meski bisa dihitung tetap saja aku malas memikirkannya. Jam berdenting melewati segala upaya yang terlewat setiap hari. Berbagai kesempatan dan kesukaraan mentang dengan segala upaya yang dimiliki. Terkesan absurd bahkan hal ini akan berjalan terus hingga mati. Tidak semua yang kuhadapi bisa teratasi, terkadang terlewati tak berbekas dan terlupakan. Sampai saat ini dengan segala upaya dan semangat kutantang diri ini menghadapi realitas dunia.

            Semangat yang dibuat tak luput dari kekecewaan atas diri yang sulit sekali berubah. Membuatku ingin berhenti dalam persimpangan. Bahkan jika mati akan terlupa. Tapi semangat ini datang memegang erat tanganku. Berlari sambil menggeretku pergi menuju persimpangan satu ke persimpangan lain. Memutar tak tentu sampai aku harus memberikan perintah agar jalan bisa teratur. Sudah siapkah aku untuk ini? Sampai kapan aku harus menunggu diri untuk siap? Itu hanya omong kosong, berbuat tak selamanya menunggu siap. Karena siap adalah sebuah keniscayaan, keharusan disaat tantangan sudah ada di depan. tidak ada kata untuk tidak siap.

            Mungkin kesal bila apapun yang kulakukan serasa tidak berguna di mata yang lain. Namun aku masih lebih kesal ketika diri ingin dianggap yang lain. Kucoba lupakan itu dan meluruskan niat. Bukan itu yang kuinginkan, bukan itu yang kuharapkan, aku ingin lebih dari itu, ridho sang pencipta.

            Sudah beberapa jam berlalu, sudah beberapa waktu dan kini desainku sudah jadi. Senyum puas tergambar di raut wajah. Sambil pergi ku ingin berjalan di luar mengambil udara segar. Udara yang jarang kuhirup akhir-akhir ini. Kungkungan kamar memang berbahaya. Selagi aku terkurung tak banyak informasi di luar sana yang aku bisa dapatkan. Rasa kangen, rasa puasku akhirnya terbayar ketika melihat sekitar. Suasana yang luar biasa, realitas yang luar biasa, tak sebanding dengan graphic buatan manusia apapun.

            Mungkinkah aku menjadi seorang pecundang? Mungkin saja jika pergi dari jalan yang telah di pilih. Ku sadar kegabutan itu enak, namun akan terasa pahit di akhir. Awal mungkin harus diberi intensif berarti untuk terus membina diri. Diri yang baik adalah bisa menerima apapun. Bersyukur atas segala sesuatu yang diberi yang diraih dan didapat. Mengeluh justru menambah susah apa yang didapat. Dengan senyum kita bisa merubah segala macam masalah dengan nikmat yang begitu besar.

            Seorang anak melangkah ke arahku. Tatapan kosongnya membuatku bertanya-tanya apa yang menyambet anak ini? Badannya kerempeng dan lusuh, penuh debu bulug dan dakian dimana-mana. Mengenakan celana pendek merah bernomor 7. Dengan kaos dalam putih yang melekat jelek di badannya.

”halo dek, nice to meet you?” kataku
Dia masih terdiam dan bengong. Mungkin tidak mengerti bahasaku.
hi child, what do you need?
Anak kecil itu masih terdiam, terpaku, beberapa saat aku baru sadar kalau dia tak bernafas.

            Aku tercengang dalam diam, dalam pikiran yang mendalam, kutahu anak ini tidak waras. Yang kutahu dan aku sadar dalam ketidaksadaran.
“patung” kataku lirih, aku segera teralih dari situ. Membayangkan diri ini berbicara sendiri dengan seekor patung.
“mengapa aku berbicara dengan patung?” dalam pikirku masih bertanya-tanya. Tak kuasa ketika aku membayangkan hal yang tidak waras. Jangan-jangan pikiranku mulai tidak terkendali lagi.

“semangat!” dari kejauhan seseorang berteriak. Dari penyampaiannya mungkin dia mencoba meneriakiku. Ku tengok ke arah sumber suara, dalam kejauhan seseorang berpakaian sangar berusaha mendekat dengan berlari.
“SEMANGAT!”  teriaknya lagi sambil mendekat ke arahku. Aku Cuma memandang sayu dirinya menanti dia sampai kehadapanku.

“WOYY SEMANGAT!” badannya menembus ragaku begitu kencang, melewati baju dan tubuhku seketika itu. aku tersadar jika aku tidak berada di dunia ini, apa ini mimpi? Apa ini asli? Apa ini nyata? Beribu pertanyaan hadir di kepalaku. Apa yang harus kulakukan disaat seperti ini, ini adalah hal tabu yang tidak kumengerti, tekanan ini semakin lama semakin menghancurkanku, tak ada pilihan lain. Kata semangat telah menjerumuskanku, tapi aku harus semangat, walau itu benar-benar menjerumuskanku, kali ini aku disini bersemangat sebisa mungkin, sebisa dan berbusa dalam semangat yang menggebu, bersemangat terus tanpa sadar semua tertinggal di belakangku, di depanku hanya tinggal rintangan tinggi dan menggeliat, dan dengan keberanian aku harus melewatinya terlebih dahulu dari pada mereka yang tertinggal jauh di belakang. SEMANGAT! Masihkah aku harus memekikan hal itu? kurasa harus.

Jum’at, 2 November 2018
M         H         A

1 komentar: