wall.alphacoders.com |
Semangat
ini rasanya tidak pernah mati. Seorang berkata padaku untuk berhati-hati dengan
ini. Bisa jadi semangat ini begitu besar bagai api yang melalap dan membumi
hanguskan apapun, Tapi kalau terlalu kecil juga tak akan ber efek apapun bagi
diri. Jadi intinya adalah kesepadanan, kesesuaian, sesuai porsinya.
Amanah
teremban dan menempel di pundak. Begitu mudah rasa Lelah menghampiri dikala
banyak urusan yang harus diatasi. Hidup, kutahu bukan hanya sekedar tempat
untuk bersenang-senang maupun bekerja dalam rutinitas yang membosankan.
Setidaknya aku bisa melihat dari sudut pandang ini, bahwa kita hidup dalam
berbagai masalah yang silih berganti.
Waktu
selalu menakutkan, Betapa tidak, dia selalu menekan, merengsek kedepan tak
peduli aku sedang merengek atau mengiba. Lucu melihat sebagian besar orang tak
peduli dengan waktu. Mereka bersikap masa bodoh, tak peduli kematian yang
semakin dekat merenggut nyawanya.
Dengan
semangat aku kembali menuju kosan. Aroma grade ocean escape tercium kala aku
membuka kamar. Masih seperti dulu, kecil dan kotor. Aku sampai lupa kapan terakhir
kali aku membersihkan kamarku ini. Sebulan? Dua bulan? Tiga bulan? Atau tidak
pernah? Aku hanya bisa tertawa. Kesibukan bukanlah alasan yang bagus untuk
kuutarakan saat ini. Yang jelas ada pada kemalasan diri, kemalasan yang membawa
bencana, kesusahaan, dan kesengsaraan.
Aku
masih semangat, membuka leptop untuk menyelesaikan beberapa request desain. Dengan senyuman kucoba
otak-atik gatuk untuk menemukan komponen yang pas agar tidak dihujat netizen.
Huh, hari yang panas disiang bolong yang cerah, hujan tertahan menanti
perbaikan di negeri ini. Kunyalakan kipas miyako yang dibeli orang tuaku
sekitar lima bulan yang lalu.
Bulan
demi bulan, hari tak terhitung lagi jumlahnya. Meski bisa dihitung tetap saja
aku malas memikirkannya. Jam berdenting melewati segala upaya yang terlewat
setiap hari. Berbagai kesempatan dan kesukaraan mentang dengan segala upaya
yang dimiliki. Terkesan absurd bahkan hal ini akan berjalan terus hingga mati.
Tidak semua yang kuhadapi bisa teratasi, terkadang terlewati tak berbekas dan
terlupakan. Sampai saat ini dengan segala upaya dan semangat kutantang diri ini
menghadapi realitas dunia.
Semangat
yang dibuat tak luput dari kekecewaan atas diri yang sulit sekali berubah.
Membuatku ingin berhenti dalam persimpangan. Bahkan jika mati akan terlupa.
Tapi semangat ini datang memegang erat tanganku. Berlari sambil menggeretku
pergi menuju persimpangan satu ke persimpangan lain. Memutar tak tentu sampai
aku harus memberikan perintah agar jalan bisa teratur. Sudah siapkah aku untuk
ini? Sampai kapan aku harus menunggu diri untuk siap? Itu hanya omong kosong,
berbuat tak selamanya menunggu siap. Karena siap adalah sebuah keniscayaan,
keharusan disaat tantangan sudah ada di depan. tidak ada kata untuk tidak
siap.
Mungkin
kesal bila apapun yang kulakukan serasa tidak berguna di mata yang lain. Namun
aku masih lebih kesal ketika diri ingin dianggap yang lain. Kucoba lupakan itu
dan meluruskan niat. Bukan itu yang kuinginkan, bukan itu yang kuharapkan, aku
ingin lebih dari itu, ridho sang pencipta.
Sudah
beberapa jam berlalu, sudah beberapa waktu dan kini desainku sudah jadi. Senyum
puas tergambar di raut wajah. Sambil pergi ku ingin berjalan di luar mengambil
udara segar. Udara yang jarang kuhirup akhir-akhir ini. Kungkungan kamar memang
berbahaya. Selagi aku terkurung tak banyak informasi di luar sana yang aku bisa
dapatkan. Rasa kangen, rasa puasku akhirnya terbayar ketika melihat sekitar.
Suasana yang luar biasa, realitas yang luar biasa, tak sebanding dengan graphic
buatan manusia apapun.
Mungkinkah
aku menjadi seorang pecundang? Mungkin saja jika pergi dari jalan yang telah di
pilih. Ku sadar kegabutan itu enak, namun akan terasa pahit di akhir. Awal
mungkin harus diberi intensif berarti untuk terus membina diri. Diri yang baik
adalah bisa menerima apapun. Bersyukur atas segala sesuatu yang diberi yang
diraih dan didapat. Mengeluh justru menambah susah apa yang didapat. Dengan
senyum kita bisa merubah segala macam masalah dengan nikmat yang begitu besar.
Seorang
anak melangkah ke arahku. Tatapan kosongnya membuatku bertanya-tanya apa yang
menyambet anak ini? Badannya kerempeng dan lusuh, penuh debu bulug dan dakian
dimana-mana. Mengenakan celana pendek merah bernomor 7. Dengan kaos dalam putih
yang melekat jelek di badannya.
”halo dek, nice to meet you?”
kataku
Dia masih terdiam dan bengong.
Mungkin tidak mengerti bahasaku.
“hi child, what do you need?”
Anak kecil itu masih terdiam,
terpaku, beberapa saat aku baru sadar kalau dia tak bernafas.
Aku
tercengang dalam diam, dalam pikiran yang mendalam, kutahu anak ini tidak waras.
Yang kutahu dan aku sadar dalam ketidaksadaran.
“patung” kataku lirih, aku segera
teralih dari situ. Membayangkan diri ini berbicara sendiri dengan seekor
patung.
“mengapa aku berbicara dengan
patung?” dalam pikirku masih bertanya-tanya. Tak kuasa ketika aku membayangkan
hal yang tidak waras. Jangan-jangan pikiranku mulai tidak terkendali lagi.
“semangat!” dari kejauhan
seseorang berteriak. Dari penyampaiannya mungkin dia mencoba meneriakiku. Ku tengok
ke arah sumber suara, dalam kejauhan seseorang berpakaian sangar berusaha
mendekat dengan berlari.
“SEMANGAT!” teriaknya lagi sambil mendekat ke arahku. Aku
Cuma memandang sayu dirinya menanti dia sampai kehadapanku.
“WOYY SEMANGAT!” badannya
menembus ragaku begitu kencang, melewati baju dan tubuhku seketika itu. aku
tersadar jika aku tidak berada di dunia ini, apa ini mimpi? Apa ini asli? Apa
ini nyata? Beribu pertanyaan hadir di kepalaku. Apa yang harus kulakukan disaat
seperti ini, ini adalah hal tabu yang tidak kumengerti, tekanan ini semakin
lama semakin menghancurkanku, tak ada pilihan lain. Kata semangat telah
menjerumuskanku, tapi aku harus semangat, walau itu benar-benar
menjerumuskanku, kali ini aku disini bersemangat sebisa mungkin, sebisa dan
berbusa dalam semangat yang menggebu, bersemangat terus tanpa sadar semua
tertinggal di belakangku, di depanku hanya tinggal rintangan tinggi dan menggeliat,
dan dengan keberanian aku harus melewatinya terlebih dahulu dari pada mereka
yang tertinggal jauh di belakang. SEMANGAT! Masihkah aku harus memekikan hal
itu? kurasa harus.
Jum’at, 2 November 2018
M H A
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus